Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai
dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti
Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran.
Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke
patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I
Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan
disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali
berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah
berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam
Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah
Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian
diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari
kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat
pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu),
kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan
itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti
Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura.
setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya,
seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi
danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber,
Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai
dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti
Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran.
Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke
patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I
Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan
disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali
berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah
berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam
Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai
tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih
Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti
Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana.
Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang
melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah
berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam
Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai
tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih
Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti
Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana.
Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang
melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah
berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam
Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai
tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih
Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti
Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana.
Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang
melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah
berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam
Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai
tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih
Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti
Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana.
Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang
melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana
dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu
mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah
berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring
dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau
Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.
Di dalamnya hanya terdapat dua buah banguan: (1) Meru Tumpang 11 sebagai simbol
stana Dewa Wisnu dan difungsikan pula sebagai pasimpangan Bhatara di Pucak Mangu
(Gunung Pangelengan), serta difungsikan sebagai palinggih Ida Bhatara Dewi Danu.
Pelebahan ini juga dikelilingi oleh air danau. Dalam teologi Hindu, filosofi Meru Tumpang
Sebelas melambangkan Eka Dasa Aksara (Ong, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang,
Sing, Wang, Yang) atau simbol dari Sang Hyang Eka Dasa Ludra /11 Ludra dan juga simbol
dari Andabhuana (alam semesta).
Adapun pada areal suci ini hanya terdapat sebuah meru bertingkat tiga yang di dalamnya
terdapat sebuah sumur kramat yang menyimpan tirtha ulun danu. Di dalam sumur tersebut
juga tertancap sebuah lingga semu besar berwarna putih dan diapit oleh dua batu hitam dan
merah. Uniknya dari bangunan ini adalah Meru dan palebahan ini memiliki 4 pintu yang
menghadap ke empat penjuru mata Angin (Utara, Timur, Selatan dan Barat) bataran ‘batur’
dari meru ini persegi delapan dan seluruh arealnya terdapat di dalam danau atau dikelilingi
oleh air, sehingga bila tangkil ke pelinggih ini, harus menggunakan perahu.
Secara tradisi yang diterima oleh masyarakat Hindu dan krarna subak khususnya, palinggih
ini difungsikan sebagi Ulun Danu danau Beratan dalam konteks memohon kesuburan dan
kemakmuran dan sebagai palinggih Bhatara Siwa dengan kekuatan Cadu Sakti-Nya yang
disimbolkan dari pemedalan yang menghadap ke empat penjuru mata angin.
Keberadaan pura ini secara umum memiliki tiga buah bangunan yang seluruhnya
menghadap ke Timur. Adapun pelinggih pokoknya berupa Gedong Dalem yang difungsikan
sebagai stana Bhatari Durga dan Dewa Ludra atau Dewi Uma Bhagawati. Gedong ini diapit
oleh Bale Murda Manik yang difungsikan sebagai pemaruman dan dikanannya tendapat bale
panjang yang difungsikan untuk meletakan upakara pada saat piodalan.
5. Taman Beji
Terletak pada sisi Timur Hotel Enjung Beji, lerdapat sebuah palinggih Padma, tidak
dibatasi dengan tembok panyengker. Tempat ini difungsikan untuk melakukan upacara
ngabejiang dan memohon air suci pada saat piodalan dan pada sasih kesanga sebagai tempat
melasti oleh masyarakat sekitar, seperti daerah Baturiti, Candikuning, Marga, Megwi dan
beberapa daerah yang lain.
Struktur Hubungan Pura ulun danu Beratan dengan Tempat-tempat Suci Yang Ada
Di Sekitar Pelinggih Taman Beji Danau Beratan
Di sekitar Danau Beratan banyak terdapat tempat suci atau Pura yang usianya sangat tua.
Secara sekala dan niskala tempat-tempat ini memiliki hubungan erat dengan Pura ulun danu
Beratan sekaligus menjadi titik sentral dari beberapa Pura tersebut. Titik sentral ini secara
tradisi Pura ulun danu Beratan difungsikan sebagai Pura Penataran Agung dari keseluruhan
Pura tersebut. Adapun tempat-tempat suci ini adalah:
1. Pura Pucak Mangu
Keberadaan Pura Pucak Mangu sebelum dinasti Mengwi muncul, pura ini bernama
Pucak Pangelengan atau Pangelingan. Kata pangelingan dapat diartikan pengingatan atau
yang memberikan peringatan. Pura ini terletak di atas puncak Gunung Beratan atau gunung
Pangelengan dan sekarang juga disebut dengan Gunung Mangu. Hubungan Pura Pucak
Mangu dengan Pura ulun danu Beratan secara tradisi tidak dapat dipisahkan karena (1)
Pucak Mangu merupakan pura gunung yang merupakan lingga ‘ikon kejantanan Siwa’ dan
Pura ulun danu Beratan adalah yoni yang merupakan simbol kewanitaan Siwa/Parwati.
Pertemuan lingga-yoni inilah memiliki makna penciptaan bhuana agung dan bhuana alit; (2)
Dalam Babad Mengwi disebutkan pula, Pura ulun danu Beratan adalah Pura Penataran
Agung Pura Pucak Mangu yang pertama, sebelum penataran agung Pucak Mangu di Desa
Pakraman Tinggan, Desa Plaga, Kec. Petang, Kab, Badung dibangun oleh Cokorda Mayun
dan Puri Megwi.
2. Pura Luhur Pucak Bukit Sangkur (Pucak Rsi)
Pura Pucak Sangkur sering juga dikenal sebagai Pura Pucak Rsi merupakan salah satu
Pura terpenting di daerah Desa Candikuning. Pura ini terletak di sebuah bukit yang disebut
bukit Sangkur, tepatnya sebelah Utara danau Beratan dan hampir dekat dengan perbatasan
Kabupaten Tabanan dan Buleleng. Secara administratif termasuk kedalam wilayah Desa
Pakaraman Kembangmerta, Desa Candikuning Kecamatan Baturiti. Adapun masyarakat yang
pengempon Pura ini adalah masyarakat Desa Pakraman Antapan, Desa Antapan, Kecamatan
Baturiti dan Desa Pakraman Kembang Merta.
Secara tradisi hubungan pura ini dengan Pura ulun danu Beratan sangat erat.
Pengempon Pura Beratan meyakini bahwa Ida Bhatara yang berstana di Pura Pucak Sangkur
adalah Bhagawanta ‘pendeta penasehat’ niskala Pura ulun danu Beratan. Bukti hubungannya
adalah di Pura Penataran Agung Ulun Danu Beratan terdapat sebuah Pelinggih Padma Lingga
sebagai tempat Pesimpangan Ida Bhatara di Pucak Sangkur dan sebuah bangunan Bale
Pawedan Niskala, yang difungsikan untuk memohon pemuput secara niskala kepada Ida
Bhatara yang berstana di Pucak Sangkur pada saat piodalan di Pura ulun danu Beratan. Pada
saat piodalan ageng di Pura Beratan, diwajibkan untuk memohon tirtha pemuput ke Pura
Pucak Sangkur. Begitu pula pada saat Panca Balikarama pada bulan juli 2011 dari Pura ulun
danu Beratan juga memohon pangrajeg karya di Pura ini. Hari piodalan di Pura Pucak Rsi
jatuh pada hari Budha ‘Rabu’ Kliwon Sinta (Pagerwesi). Biasanya piodalan nyejer selama
tiga hari.
3. Pura Luhur Pucak Terate Bang
Pura Luhur Pucak Terate Bang memupakan komplek Pura yang terletak di dalam
kawasan Kebun Raya Eka Karya Bali, tepatnya di lereng bukit Tapak. Pengempon Pura ini
adalah masyarakat Banjar Adat Bukit Catu, Desa Candikuning, tetapi sebelum masyarakat
Bukit Catu datang dari daerah Karangasem, Pura ini dahulu diempon oleh masyarakat dari
Bangah. Piodalan Pura ini jatuh pada han Saniscama ‘sabtu’ Wuku Landep (Tumpek
Landep). Yang distanakan di Pura ini adalah Dewa Brahma dan ada juga menyebutkan
sebagai Sang Hyang Bhesa Warna. Ciri khas dari Pura ini adalah kain yang dipakai menghias
pelinggih serba warna merah, terutama pada areal Penetaran dan di sisi areal Pura banyak
terdapat belerang yang baunya terkadang menyengat. Belerang ini biasanya dipakai obat oleh
masyarakat terutama obat gatal-gatal. Disampng itu pura ini di Bali eksis sebagai untuk
memohon taksu Balian. Pura ini memiliki tiga palebahan yaitu (1) Pelinggih Taman Beji, (2)
Pelinggih Ratu Lingsir dan (3) Pura Penataran. Adapun persembahan yang menjadi
pantangan utama di Pura ini adalah tidak memakai persembahan daging babi. Bukti
hubungannya dengan Pura Beratan adalah terdapat sebuah pelinggih Pesimpangan Terate
Bang berupa Meru Tumpang 7 yang dihias kain serba merah, sebagai simbol Iinggih Dewa
Brahma. Apabila dilaksanakan piodalan Ageng di Pura Beratan, pesatak diwajibkan untuk
mernohon tirtha pemuputke pura ini.
c. Pesatak Baturiti
Beberapa orang yang madesa Beratan dari Desa Pakraman Baturiti, Desa Baturiti, Kec.
Baturiti
Beberapa orang yang madesa Beratan dari Desa Pakraman Batunya, Desa Batunya, Kec.
Baturiti
Beberapa orang yang madesa Beratan dari Desa Pakraman Juwuk Legi, Desa Batunya,
Kec. Baturiti
Desa Pakraman Abing Desa Batunya, Kec. Baturiti
Desa Pakraman Abang, Desa Candikuning, Kec. Baturiti
d. Pesatak Candikuning
Desa Pakraman Candikuning, Desa Candikuning, Kec. Baturiti
Banjar Adat Bukit Catu, Desa Candikuning. Kec. Baturiti
Desa Pakraman Pamuteran, Desa Candikuning, Kec. Baturiti
Desa Pakraman Batusesa, Desa Candikuning, Kec. Baturiti
Desa Pakraman Kembang Merta, Desa Candikuning, Kec. Baturiti
Satak Candikuning merupakan pesatak yang lebih baru dari tiga pesatak lainnya
(Bangah, Baturiti dan Antapan) dan tidak memiliki sistem tata masyarakat kuna.
Kemungkinan sistem pesatak ini diterima dari konsep Banua yang merupakan sistem tata
masyarakat di desa tradisional pada jaman Bali Kuna. Disamping itu, gebog setak. banyak
terdapat pada sistem kemasyarakatan Bali Aga.
Secara tradisi masing-masing pesatak Beratan berkewajiban melaksanakan piodalan pada
Anggara Kliwon Julungwangi dan pemeliharaan pura. Pesatak Bangah berkewajiban sebagai
penyelenggara dan mempersiapkan upacara dari upakara Piodalan di Pura Penataran Agung
Pura ulun danu Beratan. Pesatak Antapan Berkewajiban di Pelinggih Telenging Segara dan
Lingga Petak dan Pesatak Baturiti berkewajiban di Dalem Purwa Pura ulun danu Beratan
dan Satakan Candikuning berkewajiban di Taman Beji dan Jaba Pura Penataran Ulun Danu
Beratan.
2. Penyiwi Bhakti
Penyiwi Bhakti yang dimaksud adalah masyarakat secara umum yang datang pedek
tangkil ke Pura ini dengan penuh rasa bhakti kepada Ida Bhatara yang berstana di Pura ulun
danu Beratan. Namun para pamedek tersebut tidak terikat langsung dengan ayah-ayah atau
kewajiban yang ada di Pura.
3. Penanggung Jawab
Yang dimaksud dengan penaggung jawab di Pura ulun danu Beratan adalah Pesatak
(kelian masing-masing Satak Beratan) dan Penganceng adalah Panglingsir Puri Gede
Marga.