Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes RI, 2011). Tuberkulosis merupakan masalah

kesehatan utama di dunia dan sebagai penyebab kematian kedua akibat penyakit menular

setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2011, diperkirakan hampir 9 juta

orang menderita TB di dunia dan sekitar 1,4 juta orang meninggal karena TB. Menurut WHO

(2012), diperkirakan 95% kematian akibat TB di dunia, terjadi di negara-negara berkembang.

Di Indonesia, program penanggulangan TB tetap merupakan masalah yang utama karena

masih tingginya jumlah kasus TB yaitu sebesar 316.562 kasus dengan angka prevalensi

sebesar 289 per 100.000 penduduk dan jumlah kasus baru TB sebesar 194.780 kasus dengan

angka insidensi 189 per 100.000 penduduk. Selain itu, angka kematian karena TB juga masih

tinggi yaitu 27 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian sebesar 169 orang per hari

atau 61.000 orang per tahun (Kemenkes RI, 2012). Saat ini, Indonesia menempati peringkat

ke-4 dalam hal jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India, Cina dan Afrika

Selatan (WHO, 2012).

Di Indonesia, keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan

pengobatan TB merupakan tantangan utama karena wilayah geografis yang sangat luas

(Kemenkes RI, 2011). Sebagian besar penderita TB mendapatkan pengobatan dari pelayanan

kesehatan di luar program TB Nasional. Hal ini disebabkan belum memadainya cakupan

pelayanan DOTS serta banyaknya pelayanan kesehatan (rumah sakit dan praktik swasta)
yang belum berpartisipasi dalam program penanggulangan TB, sehingga penderita TB tidak

mendapatkan pengobatan dini sesuai dengan standar pengobatan TB (Ahmad et al., 2011).

Hasil survei prevalensi TB tahun 2004 mengemukakan bahwa pola pencarian pengobatan

di masyarakat bila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TB adalah 66% akan

memilih berkunjung ke puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit

pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan 11% ke praktik bidan/ perawat swasta

(Kemenkes RI, 2011).

Prevalensi TB paru per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012

sebesar 106,42. Prevalensi yang tertinggi berada di Kota Tegal sebanyak 358,91 per 100.000

penduduk dan terendah di Kabupaten Magelang sebanyak 44,04 per 100.000 penduduk

(Dinkes Jateng, 2013). Pencapaian case detection rate (CDR) di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2008 –2012 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 70%. Meskipun masih

dibawah target yang telah ditentukan, pencapaian CDR pada tahun 2012 sebesar 58,45%

lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 59,52% (Dinkes Jateng, 2013). Sementara

hingga bulan September tahun 2013 jumlah kasus TB paru di Jawa Tengah sebanyak 6.559

kasus dengan CDR 18,93%, sedangkan pada tahun 2014 pada triwulan pertama (TW I)

mencapai 9.881 kasus.

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau

eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2015), Efusi

Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara

normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5–20ml) berfungsi sebagai pelumas

yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya gesekan antara kedua pleura

saat bernafas.Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tubercolusis,

infeksi paru nontubercolusis, sirosishati, gagal jantung kongesif.Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia,bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang

berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus

Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3juta orang setiap tahunnya

menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia

bakteri. Sementara di Negara berkembang seperti Indonesia, diakibatkan oleh infeksi

tubercolusis

Efusi pleura seiring terjadi di negara negara yang sedang berkembang yang sedang

berkembang salah satunya indonesia. Negara negara barat efusi pleura disebabkan gagl

jantung kongesti keganasan bakteri. Di amerika afusi pluera menyerang 1,3 juta orang per

tahun (yoghie pratama, 2012)

Badan kesehatan dunia (WHO) 2016 memperkirakan jumlah kasus efusi pluera diseluruh

dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah CA paru sekitar 10-15 juta dengan 250

ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pluera suatu disease entity dan merupakan suatu gejala

penyakit yang serius dapat mengancam jiwa penderita.

Dinegara negara barat efusi pluera terutama disebabkan oleh gagal jantung kongesti

sirosis hati keganasan dan peneomia bakteri sementara di negara yang sedang berkembang

seperti indoneisa lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Efusi pluera keganasan

merupakan

salah satu komplikasi biasanya ditemukan pada penderita keganasan dan disebabkan oleh

kangker paru dan kangker payudara. Efusi pluera merupakan manifestasi klinik yang dapat di

jumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pluera primer atau metastik. Sementara 5%

kasus mesotelioma (keganasan pluera primer) dapat disertai efusi pluera dan sekitar 50%

penderita kangker payudara akhirnya akan mengalami efusi pluera (yoghie pratama, 2012)
Di indonesia trauma dada juga bisa menjadi penyebab efusi pluera. Mortalitas dan

morbiditas efusi pluera ditentukan berdasarkan penyebab tingkat keparahan dan jenis

biochemical dalam cairan pluera. hal ini akan sejalan bila masyarakat indonesia terbatas dari

masalah kesehatan dengan gangguan system pernapasan yang salah satunya adalah efusi

pluera.

Sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunya. Efusi pluera suatu

kesatuan penyakit (disease enity) dna merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang

dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan efusi pluera ditentukan oleh jumlah

cairan kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru

Tingginya kasus efusi pluera disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksa

kesehatan sejak dini sehingga terhambat aktivitas sehari hari dan kematian akibat efusi pluera

masih sering ditemukan.

Tingkat kegawat daruratan pada efusi pluera ditentukan oleh jumlah cairan kecepatan

pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas exspensi paru akan

mengalami sesak nyeri dada,batuk non produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan

akibatnya akan terjadilah gagl nafas.

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang abnormal yang disebabkan oleh

karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorpsinya. Sebagian besar efusi

pleura terjadi karena adanya peningkatan pembentukan cairan pleura dan penurunan

kecepatan absorpsi cairan pleura tersebut. Pada pasien dengan daya absorpsi normal,

pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali lipat secara terus menerus agar dapat

menimbulkan suatu efusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak

akan menghasilkan penumpukan caian yang signifikan dalam rongga pleura mengingat

tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat lambat (Lee YCG, 2013). Efusi pleura bisa
disebabkan oleh penyakit yang berasal dari paru, pleura ataupun penyakit di luar paru (Light

RW, 2011). Efusi pleura terbagi menjadi transudat dan eksudat. (Light RW, 2011)

Berdasarkan kriteria Light, dikatakan efusi pleura eksudat jika memenuhi satu atau lebih

kriteria berikut (1) rasio kadar protein cairan pleura/kadar protein serum lebih besar dari 0,5,

(2) rasio kadar LDH cairan pleura/kadar LDH serum lebih besar dari 0,6 atau (3) kadar LDH

cairan pleura lebih besar dari dua pertiga dari batas atas normal LDH serum.(Mayse M.L,

2008)

Berdasarkan uraian diatas dengan tingginya angka kejadian penyakit efusi pleeura serta

akibat yang dapat ditimbulkan, maka penulis tertarik membahasa tentang Asuhan

Keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB Paru aktif

di Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif

meliputi aspek bio-psiko-spritual dengan pendekatan proses keperawatan pada pasien dengan

gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD

dr. Slamet Garut

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Dapat melaksanakan pengkajian yang komprehensif pada pasien dengan gangguan

sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD

dr. Slamet Garut

2. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah pada

pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru

aktif di Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut


3. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan masalah

keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat

efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut

4. Dapat melakanakan tindakan keperawatan sesuai dengan renacana yang telah

ditetapkan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t

causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut

5. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien

dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di

Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut

6. Dapat menyusun dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD

dr. Slamet Garut

Anda mungkin juga menyukai