LP Oksigen

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan Oksigen


1.1 Definisi
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012). Oksigen adalah
salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan
digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang
merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal. Terapi
oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan
oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor
oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi stress pada miokardium( Potter & Perry, 2006).
1.2 Fisiologi Oksigen
Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi dan
difusi( Potter & Perry, 2006).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan throak yang
elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah
diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses keluar masuknya
udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan
keluar terjadi kare.na adanya perbedaan tekanan antara intrapleural lebih
negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760 mmHg) sehingga udara
akan masuk ke alveoli.
1. Kerja Pernapasan
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan
membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentkan oleh tingkat
kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan
penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar, interstisial,
fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau congenital seperti kifosis
atau fraktur iga.
Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi jalan nafas,
penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma), dan edema trakeal. Jika tahanan
meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang melalui jalan nafas anatomis
menurun. Ekspirasi merupakan proses pasif normal yang bergantung pada
property recoil elastic dan membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama
sekaliVolume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonary.
Spirometer mengukur volume paru yang memasuki atau yang meninggalkan
paru-paru. Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan,
seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif.
Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

2. Tekanan
Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan tekanan.
Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari tekanan atmosfer yakni
760 mmHg pada permukaan laut. Supaya udara mengalir ke dalam paru-paru,
maka tekanan intrapleura harus lebih negative dengan gradient tekanan antara
atmosfer dan alveoli
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang
mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini
memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan
8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat
mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat dipergunakan
jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang
lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas
pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat
dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter & Perry, 2006).

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem


Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas pernapasan
kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
a. Faktor fisiologis
Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter & Perry,
2006)

PROSES PENGARUH PADA OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen yang


diinspirasi ke alveoli

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen


inspirator karena konsentasi oksigen
atmosfer yang lebih rendah.

Demam Meningkatkan frekuensi metabolism


dan kebutuhan oksigen di jaringan.

Penurunan pergerakan dinding dada Mencegah penurunan diafragma dan


(kerusakan muskulo) menurunkan diameter anteroposterior
thoraks pada saat inspirasi,
menurunkan volume udara yang
diinspirasi.
Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada :

1. Kehamilan
Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka uterus maka
uterus yanb berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas diagfragma.
2. Obesitas
Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal ini dikarenakan
thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.
3. Kelainan musculoskeletal
Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan oksigenasi.
4. Konfigurasi structural yang abnormal
5. Trauma
6. Penyakit otot
7. Penyakit system persarafan
8. Perubahan system saraf pusat
9. Pengaruh penyakit kronis.
10. Faktor Perkembangan
1. Bayi Prematur
Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang
diduga disebabkan defisiensi surfaktan.

2. Bayi dan Todler


Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari
rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi
berkembang kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan
meningkatkan potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah
nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis.
3. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan
factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
4. Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada
banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang
latihan fisik, obat-obatan.

5. Lansia
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan
dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Otot – otot
pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.
b. Faktor Perilaku
1. Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Klien
yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasan.
Kondisi ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.
2. Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan
oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan
individu untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan
kelebihan karbondoksida.
3. Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit
paru obstrukti kronis, dan kanker paru.
4. Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan asupan
makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan penurunan prosuksi
hemoglobin.
c. Faktor Lingkungan
Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat kerja dan
berkembang setelah individu terpapar asbestosis.
d. Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter & Perry,
2006).
1.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan yang
dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena yang
diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa disebabkan
oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basadan
hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok. Hiperventilasi
juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi asidosis metabolic
dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda dan gejala hiperventilasi
adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, pusing, disorientasi, tinnitus
dan penglihatan yang kabur.
b. Hipoventilaasi
Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Tanda
dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi,
koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi dan
hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasaro
gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi jaringan, perbaikan
fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam basa.
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat jaringan
Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau
penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh penuruanan
kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa oksigen,
penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidakmampuan jaringan
untuk mengambil oksigen dari darah seperti terjadi pada kasus keracunan
sianida. Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti terjadi
pada pada kasus
Pneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan yang buruk,
sperti pada syok dan keruskan vemtilasi. Tanda dan gejala hipoksia
termsuk rasa cemas, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, penurunan
tingkat kesadaran, pusing perubahan prilaku, pucat dan sianosis.

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Oksigen


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.2 Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung
kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn
mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan
sirkulasi sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan
palpasi, jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat
diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitis,
getaran dada, angkatan dada dan titik impuls maksimal.
3. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan
yang berada di bawah objek tersebut.
4. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi
bunyi paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


1. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas
listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik
jantung.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran
gas secara efisien.

3. Pemeriksaan gas darah arteri


Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.

4. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler

5. Pemeriksaan sinar x dada


Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.

6. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

2.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 DS : – Kerusakan Gangguan
Klien mengatakan sesak napas membrane alveoli pertukaran gas
dan nyeri dada paru
DO:
 Dyspnea
 Takikardi
 Hipoksia
 Frekuensi dan kedalaman
napas abnormal
 RR : 26 x/menit
 Efusi pleura
 Hypertrophy ventrikel kiri

2.3 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Pola nafas tidak efektif
2.4 Nursing Care Planning

Diagnosa NOC NIC


No
Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Airway
pertukaran gas keperawatan selama 2x24 jam Management
berhubungan diharapkan kerusakan pertukaran gas 1. Posisikan pasien
dengan kerusakan tertangani dengan kriteria hasil: untuk
membrane alveoli Indikator IR ER memaksimalkan
paru – Kemudahan 3 2 ventilasi
dalam bernapas 2. Identifikasi
– Dipsnea saat 3 2 pasien perlunya
bernapas tidak pemasangan alat
ada jalan nafas buatan
3. Lakukan
– Tidak terdapat 3 2
fisioterapi dada
kelemahan
3 2 jika perlu
– Saturasi 4. Keluarkan sekret
oksigen dalam dengan batuk
4 3
batas normal atau suction
5. Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
6. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
7. Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory
Monitoring
1. Monitor rata –
rata, kedalaman,
irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan,
retraksi otot
supraclavicular
dan intercostal
3. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
5. Monitor
kelelahan otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis)
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
7. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya.
8. Monitor sekret
respiratori klien
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway
napas tidaktidak keperawatan selama 2x24 jam Management
efektif diharapkan bersihan jalan napas 1. Posisikan pasien
berhubungan efektif dengan kriteria hasil : untuk
dengan sekresi Respiratory status : Airway Patency memaksimalkan
kental Indikator IR ER ventilasi
– Frekuensi 4 3 2. Identifikasi
pernapasan pasien perlunya
sesuai yang pemasangan alat
diharapkan jalan nafas buatan
– Pengeluaran 4 3 3. Lakukan
sputum pada fisioterapi dada
jalan napas jika perlu
4. Keluarkan sekret
– Bebas dari 4 3
dengan batuk
suara napas
atau suction
tambahan
5. Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
tambahan
6. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
7. Monitor respirasi
dan status O2
Airway suction
1. Auskultasi suara
nafas sebelum
dan sesudah
suctioning.
2. Informasikan
pada klien dan
keluarga tentang
suctioning
3. Berikan O2
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suksion
nasotrakeal
4. Gunakan alat
yang steril setiap
melakukan
tindakan
5. Monitor status
oksigen pasien
6. Hentikan suksion
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.

2.5 Implementasi Keperawatan


No Diagnose Implementasi Evaluasi
keperawatan
1 Kerusakan 1. Mengatur Posisikan pasien S :
untuk memaksimalkan
pertukaran gas O:
ventilasi (posisi semi fowler)
berhubungan dengan 2. Melakukan auskultasi suara A : Masalah teratasi atau belum
kerusakan nafas, catat adanya suara
tambahan Indikator I ER
membrane alveoli 3. Atur intake untuk cairan
R
paru mengoptimalkan
keseimbangan – Kemudahan 3 2
4. Monitor respirasi dan status dalam
O2 bernapas
5. Monitor vital sign – Dipsnea saat 3 2
6. Monitor rata – rata, bernapas
kedalaman, irama dan usaha tidak ada
respirasi – Tidak 3 2
7. Monitor sekret respiratori terdapat
klien kelemahan
3 3
– Saturasi
oksigen
dalam batas
normal

P:

2 Bersihan jalan napas 1. Posisikan pasien untuk S:


memaksimalkan ventilasi
tidak tidak efektif O:
2. Identifikasi pasien perlunya
berhubungan dengan pemasangan alat jalan nafas A : Masalah teratasi atau belum
buatan
sekresi kental
3. Lakukan fisioterapi dada jika Indikator I ER
perlu
R
4. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan – Frekuensi 3 2
5. Atur intake untuk cairan pernapasan
mengoptimalkan sesuai yang
keseimbangan. diharapkan
6. Monitor respirasi dan status
– Pengeluaran 3 2
O2
7. Berikan O2 dengan sputum pada
menggunakan nasal untuk jalan napas
memfasilitasi suksion – Bebas dari 4 2
nasotrakeal suara napas
8. Monitor status oksigen tambahan
pasien

P:
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America


: Mosby.

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification.


United States of America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan


2009-2011. Jakarta : EGC.

Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta :EGC.

Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia ( Oksigenasi ).Yogyakarta : Graha


Ilmu

Syaifuddin.2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai