Anda di halaman 1dari 26

PERKAWINAN KONTRAK DALAM HUKUM

ISLAM DAN HUKUM NEGARA

Disusun Oleh :

Nadiah Shofwah Luthfiyani

110110170145

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

FAKULTAS HUKUM

2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah hal yang sangat penting bagi manusia karena diperkawinan

ini dua insan yang berbeda jenis kelamin dipersatukan umumnya dengan latar

belakang rasa cinta yang nantinya akan membentuk sebuah keluarga. Umumnya

sebuah pernikahan bisa berumur tak terbatas sampai masing-masing mempelai

wafat namun tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.

Sebuah pernikahan adalah momentum yang sakral dan istimewa dalam hidup

manusia karena pada umumnya pernikahan hanya terjadi sekali1, maka dari itu

tidak jarang orang mengeluarkan uang yang besar untuk sebuah pesta perkawinan

yang hanya dirasakan beberapa jam saja untuk membuat pesta itu dapat dikenang

seumur hidupnya.

Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dan norma

masyarakat telah mengatur dengan kritis tentang perkawinan didalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975

Tentang Perkawinan. Sebuah perkawinan harus dikatakan sah apabila telah

1
Cahya Milia Tirta Safitri, “Latar Belakang Kawin Kontrak”, Skripsi Kearsipan Fakultas Psikologi,
UNNES, 2013, hlm.1.
memenuhi syarat negara serta agama yang mana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 1

dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974:

“ (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaan itu” (2) “Tiap-Tiap perkawinan dicatat

menurut perundang-undangan yang berlaku.”

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan hukum Islam

memandang bahwa pernikahan itu tidak hanya dilihat dari aspek formalnya saja,

tetapi juga dilihat dari aspek agama dan sosial. Aspek agama menetapkan tentang

keabsahan perkawinan sedangkan aspek formal adalah menyangkut aspek

administrative, yaitu pencatatan di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan

Sipil.2

Meskipun telah ada sebuah undang-undang yang mengatur tetap saja banyak

pelanggaran yang terjadi dalam sebuah perkawinan seperti adanya kawin kontrak

yang dalam ajaran Islam telah melarangnya begitu juga dengan hukum di Negara

Indonesia.

Sejarah adanya kawin kontrak telah berlangsung sejak jama Rasulullah. Pada

saat itu Islam mewajibkan kepada kaum laki-laki untuk berjihad, kaum laki-laki

merasa sangat berat meninggalkan istri mereka dan merasa berat jauh dari kaum

2
Wahono Darmabrata, Hukum Perdata: Asas-Asas Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta:Gitamajaya,
2004), Hlm 101.
wanita, diantara pengikut rasul dalam berjihad ada yang bertanya kepada rasul,

sebagaimana diriwayatkan dalam Hadist Mas’ud yang artinya3:

“kami ikut berperang dengan Rasulullah dan istri-istri kami tidak ada

disamping kami, kemudian kami bertanya kepada Rasulullah, bolehkah kami

mengebiri? Maka Rasulullah melarang kami untuk mengebiri dan memberikan

keringanan kepada kami untuk menikahi perempuan dengan membayar imbalan

untuk waktu yang ditentukan”. (HR. Bukhari Muslim).”

Meskipun Rasullulah pernah mengizinkan para laki-laki yang berjihad untuk

kawin kontrak namun kemudian Rasullulah pun mengharamkannya sesuai dengan

hadits Ibnu Majah yang berbunyi:

“Wahai manusia! Saya pernah mengizinkan kamu kawin mut’ah, tetapi

sekarang ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkannya sampai hari

kemudian.”

Dengan dikeluarkannya hadits ini maka Allah SWT yang menjadi Tuhan

dalam agama Islam telah melarang adanya kawin kontrak, meskipun kaum ulama

syi’ah berpendapat bahwa tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa nabi telah

mencabut kebolehan untuk kawin kontrak. Para ulama Syi’ah mendapat kesulitan

dalam menjustifikasi tentang bolehnya kawin kontrak karena ulama sunni

berpendapat bahwa hal itu telah diharamkan oleh Rasullulah dan para khalifah pun

tidak membenarkan hal tersebut.

3
Cahya Milia Tirta Safitri, Op.cit, hlm 3.
Berdasarkan hal diatas penulis merasa tertarik untuk membahas perihal kawin

kontrak yang terjadi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kawin kontrak dalam pandangan hukum Islam dan hukum

Agama?

2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi fenomena

kawin kontrak di Indonesia?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkawinan

1. Definisi Perkawinan

Perkawinan dan pernikahan adalah satu hal yang sama dalam arti dan

penafsirannya. Nikah secara etimologis diambil dari bahasa Arab yang artinya

berhimpun. Secara terminologis nikah memiliki pengertian perjanjian antara laki-laki

dan perempuan untuk bersuami dan beristri secara resmi. Disini dapat dikatakan

bahwa pernikahan adalah sebuah perjanjian.

Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah,

sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan

perempuan menjadi suami istri; nikah, perkawinan adalah pernikahan. Disamping itu

menurut Hornby (1957), marriage : the union of two persons as husbands and wife.

Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri.

Menurut Duval dan Miller (1985) ahli antropolog mengatakan, bahwa

pernikahan adalah monogamous, hubungan berpasangan antara satu wanita dan satu

pria. Sehingga bisa didefenisikan sebagai suatu kesatuan hubungan suami istri dengan

harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran
sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan

seksual, keinginan mempunyai anak dan menetapkan pembagian tugas antara suami

istri.

Banyak para ahli yang berpendapat tentang arti dari sebuah pernikahan.

Namun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga telah menyebutkan pengertian

perkawinan sebagai berikut :

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.”

2. Syarat-Syarat Perkawinan

Berikut ini adalah syarat-syarat perkawinan yang ada didalam Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:4

a. Persetujuan dari kedua calon Mempelai

Dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa untuk melangsungkan

pernikahan maka kedua calon mempelai harus sepakat tanpa adanya

paksaan dari pihak lain karena sesuai dengan cita-cita pernikahan itu

sendiri untuk membangun keluarga yang bahagia dan kekal.

b. Usia kedua mempelai sudah cukup

4
Pasal 6 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Perkawinan hanya diizinkan bila pihk pria mencapai umur 19

(sembilan belas) tahun

dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.5

Apabila usia kedua mempelai belum cukup maka tidak diperbolehkan

dilangsungkannya pernikahan karena dapat berbahaya untuk kesehatan

mempelai wanita.

c. Tidak terikat dengan perkawinan yang lain

Seorang yang terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat

kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan

dalam Pasal 4 Undang-Undang 1 Tahun 1974 yang berisi tentang

poligami.

d. Mendapat izin orang tua bagi yang masih berumur dibawah 21 tahun

Izin orang tua disini wajar karena mereka yang belum berumur 21

tahun masih belum bisa disebut dewasa menurut hukum.6 Hal-hal yang

berkaitan dengan izin ini sudah diatur dalam pasal pasal 6 UU No 1

Tahun 1974.

e. Tidak bercerai untuk kedua kalinya dengan calon yang suami/istri yang

sama.

Menurut ketentuan pasal 10 undang-undang ini maka disebutkan:

5
Republik Indonesia, Undang-Undang No 1 Tahun 1974, pasal 7, ayat 1
6
Sendy Yudhawan, “Pelaksanaa Kawin Kontrak dan Konsekuensi Pelaku Kawin Kontrak Terhadap
Isi Surat Perjanjian Kawin Kontraknya”, Tesis Kearsipan Fakultas Hukum, UI, 2011, hlm.14.
“Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu
dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka
diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi,
sepanjang hukum, masing-masing agama dan kepercayaan itu dari
yang bersangkutan tidak menentukan lain.”

Ini artinya apabila perceraian telah terjadi dua kali dengan

suami/istri yang sama maka mereka tidak dapat melangsungkan lagi

perkawinan yang ketiga

f. Bagi janda, sudah lewat waktu tunggu

Menurut pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 waktu

tunggu bagi seorang janda adalah :

1) Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu

ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari

2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi

yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan

sekurangkurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang

tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari ;

3) Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

4) Sudah memberi tahu kepada pegawai pencatatan perkawinan 10

hari sebelum dilangsungkannya pernikahan

5) Tidak ada yang mengajukan pencegahan


6) Dalam pasal 13 UU perkawinan disebutkan bahwa Perkawinan

dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-

syarat perkawinan. Ini berarti apabila ada yang mencegah

pernikahan, pernikahan tersebut masih ada yang belum

dipenuhinya persyaratan.7

7) Tidak ada larangan perkawinan

Disebutkan dalam UU perkawinan pasal 8 ada beberapa larangan

dalam perkawinan, seperti:

a) berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah

atau ke atas

b) berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping

yaitu antara saudara,antara seorang dengan seorang saudara

orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c) berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan

ibu/bapak tiri

d) berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman

susuan

e) berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri

lebih dari seorang

7
Ibid, hlm 16
f) yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau

praturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Kesembilan syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semua.

Apabila sudah dipenuhi semua syarat tersebut, maka perkawinan dapat

dilangsungkan, tetapi apabila salah satu saja tidak/belum dipenuhi maka perkawinan

ditunda sampai dipenuhinya semua syarat.8

Pada pasal 279 KUHP ayat 1 dengan ancaman pidana paling lama lima tahun

disebutkan:

“(1)Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa


perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang
yang sah untuk itu. (2) Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui
bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang
itu.”
Hal ini tentu saja menjadi penjelas bahwa perkawinan secara sah sudah diatur

dalam undang-undang serta memiliki sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya.

B. Kawin Kontrak

1. Pengertian Kawin Kontrak

Menurut istilah fikih, nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seoranlaki-laki

menikahi seorang perempuan, dengan memberikan sejumlah harta tertentu, dalam

waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah

ditetapkan, tanpa talak, tanpa kewajiban memberi nafkah maupun tempat tinggal dan

8
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta : Bineka Cipta, 1991), Hlm 36.
tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya, jika salah satu dari keduanya mati

sebelum berakhirnya nikah mut’ah itu.

Pengertian nikah Mut’ah atau kawin kontrak menurut Sayyid Syabiq, kawin

kontrak adalah adanya seorang pria mengawini wanita selama sehari, atau seminggu,

atau sebulan. Dan dinamakan muth’ah karena laki-laki mengambil manfaat serta

merasa cukup dengan melangsungkan perkawinan dan bersenang-senang sampai

kepada waktu yang telah ditentukannya.9

Kawin kontrak merupakan perkawinan yang bersifat sementara sesuai kontrak

yang telah disepakati antara mempelai laki-laki dan perempuan dan akan berakhir

dengan sendirinya apabila kontrak telah habis.10

9
Sayyid Syabiq, Fikih Sunnah 6 , (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980), Hlm. 63
10
Cahya Milia Tirta Safitri, Op.cit, hlm 27.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Hukum Kawin Kontrak Menurut Islam

Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang

fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada

manusia11 seperti yang ada pada Surat Ali Imran ayat 14, yang artinya :

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang

diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,

kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan

hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Ini berarti bahwa sudah hal biasa apabila seorang laki-laki memiliki syahwat

kepada wanita hanya saja cara untuk menyalurkannya harus masih dijalan Allah SWT

yaitu dengan pernikahan yang sah antara laki-laki dan perempuan tersebut.

Sebaliknya jalan yang haram adalah jalan yang menyimpang dari syariah Islam dan

tidak diridhoi Allah. Jalan buruk ini banyak sekali macamnya, misalnya perzinaan,

lesbianisme, dan homoseksual. Salah satu bentuk perzinaan yang cukup marak saat

11
M. Shiddiq Al Jawi, “Kawin Kontrak Menurut Hukum Islam”, < http://hizbut-
tahrir.or.id/2013/05/11/kawin-kontrak-menurut-hukum-islam/>, [11/05/2013]
ini adalah apa yang disebut dengan istilah kawin kontrak, yaitu perkawinan yang

berlangsung dalam jangka waktu tertentu, misalnya sehari, dua hari, seminggu, dan

sebagainya dengan imbalan sejumlah uang bagi pihak perempuan.12

Kawin kontrak dianggap tidak sah karena banyak melanggar aturan dalam Al

Quran dan juga Rasullulah pun sudah melarang tentang adanya kawin kontrak

walaupun saat itu sempat memperbolehkan karena saat itu sedang dalam perang

sebagaimana dinyatakan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih

Muslim:

“Yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah
dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum
perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian
dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian
setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat”
Alasan dihalalkannya kawin kontrak pada masa itu karena para sahabat Rasul

yang ikut berperang merasa tidak kuat menahan nafsu seksualnya untuk itu Rasul

mengizinkan mereka untuk mencari istri dan membayarkannya sejumlah uang untuk

perkawinan sementara ini karena saat itu adalah masa peralihan dari jaman jahiliyah

menjadi masa Islam jadi memang para sahabat yang berperang pun masih belom

dapat mengendalikan nafsunya , seperti diriwayatkan pad Hadits Mas’ud yang

artinya:

“kami ikut berperang dengan Rasulullah dan istri-istri kami tidak ada
disamping kami, kemudian kami bertanya kepada Rasulullah, bolehkah kami
mengebiri? Maka Rasulullah melarang kami untuk mengebiri dan memberikan

12
ibid
keringanan kepada kami untuk menikahi perempuan dengan membayar imbalan
untuk waktu yang ditentukan”. (HR. Bukhari Muslim).”

Namun kemudian Rasullulah pun mengharamkan adanya pernikahan ini

sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari , Imam Al- Tirmidzi , Imam Malik

bin Anas , Imam Ibni Hibban, Imam Al-Baihaqi, Imam Al-Daruqutni dan Imam Ibnu

Abi Syaibah :

“Dari Ali bin Abi Tholib r.a. ia berkata kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi

Muhammad SAW melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada

waktu perang Khaibar.”

Dengan begini memang artinya sebuah kawin kontrak diharamkan oleh Islam

itu sendiri karena bisa membuat hilangnya tujuan dari pernikahan itu sendiri seperti

yang ada pada surat Ar-Rum ayat 21yang artinya :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “

B. Hukum Kawin Kontrak Menurut Negara

Didalam pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sudah

dijelaskan bahwa perkawinan dikatakan sah menurut negara apabila perkawinan itu
juga dikatakan sah menurut hukum agamanya masing-masing. Dikatakan juga pada

pasal 29 ayat 1 dan 2 UU Tentang Perkawinan yang berbunyi:

“(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
sepanjang pihak ketiga tersangkut. (2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan
bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.”
Hal ini mengacu bahwa sesungguhnya perjanjian yang ada dalam kawin

kontrak melanggar norma kesusilaan serta norma agama. Apabila pelaku kawin

kontrak tetap melakukan kawin kontrak

C. Dampak Kawin Kontrak

Adanya kawin kontrak akan banyak memunculkan dampak dilingkungan

masyarakat dari berbagai aspeknya. Secara psikologis, wanita-wanita ini akan

merasakan tekanan batin saat melakukan pernikahan kontrak . Perempuan mana di

dunia ini yang tidak menginginkan pernikahan yang sempurna? Pernikahan yang

dilandasi dengan rasa cinta, kasih sayang, kejujuran, dan kesetiaan setiap

pasangannya. Pernikahan yang akan menciptakan keluarga bahagia yang tidak akan

ada batasan waktunya.

Namun pada kawin kontrak , mereka tidak mendapatkan kasih sayang dari

pasangannya secara utuh. Mereka dinikahi hanya untuk memenuhi nafsu seorang pria

dalam jangka waktu yang sangat pendek. Setelah waktu itu habis, mereka akan

diceraikan begitu saja. Bagi pria, mudah saja untuk menikah lagi sesuka hatinya tanpa
melihat dampak yang mereka timbulkan baik bagi diri sendiri maupun di masyarakat.

Tapi bagi seorang wanita, ini semua sangat merugikan. Setelah diceraikan, wanita

harus menunggu tiga kali masa haid terlebih dahulu baru bisa dinikahi oleh orang

lain. Selain dampak buruk bagi dirinya sendiri, mereka juga harus menanggung

sanksi sosial dari masyarakat disekitarnya. Ia akan dikucilkan, diperlakukan tidak

adil, atau bahkan dianggap sebagai sampah masyarakat.13

Dampak yang cukup memprihatinkan selain psikologis pada wanita adalah

akan adanya penyia-nyiaan anak oleh sang ayah karena ayah tidak mengenal anaknya

serta tidak memberikan nafkah, hal ini akan menimbulkan dosa karena Tuhan

melarang penelantaran anak. Seperti diriwayatkan dalam Hadits Abu Daud Nasa’I

dan Hakim :

“Cukup berdosa seorang yang mengabaikan orang yang menjadi

tanggungannya”

Jangankan menelantarkan manusia, menelantarkan kucing dengan mengurung

dan tidak memberi makan dan minum saja sudah dilarang dalam islam14. Rasulullah

saw bersabda yang artinya:

13
Perwita Hapsari Mustika, “Dampak Kawin Kontrak pada Wanita”,
<http://www.kompasiana.com/penapsikologi/dampak-kawin-kontrak-bagi-
wanita_552a35d6f17e61c96cd623a6>, [12/04/2013]
14
Umar Abdullah, “Penelantaran Anak”, < http://mediaislamnet.com/2010/02/penelantaran-anak/>,
[06/02/2010]
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: “Seorang wanita masuk

Neraka karena seekor kucing yang ia kurung kemudian tidak memberi makan dan

membiarkannya sehingga ia memakan serangga sampai mati.”(Diriwayatkan oleh

Muslim dari Muhammad bin Rafi’ dan Abdu bin Khumaid dari Abdul Razaq)

Islam melarang adanya penelantaran terhadap anak karena pada nantinya

anaklah yang akan meneruskan orang tuanya, selain itu mengapa kawin kontrak itu

dilarang adalah karena akan sulitnya pembagian hak waris apabila sang ayah

meninggal karena anak yang lahir dari kawin kontrak biasanya sudah tidak akan ada

kontak dengan ayah kandungnya.

Dari segi kesehatan, kawin kontrak ini biasanya terjadi kepada gadis yang

masih berumur belasan tahun. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan reproduksi

wanita yang menjadi pelaku kawin kontrak karena organ intim wanita tersebut belum

sepenuhnya siap untuk berhubungan intim, namun sudah dipaksa yang akhirnya

mengakibatkan adanya kerusakan pada organ intim tersebut. Melakukan hubungan

intim di usia dini telah dikaitkan kanker serviks. Menurut para ahli, batasan minimal

orang melakukan hubungan seks adalah saat umur 17 tahun keatas dan lebih

efektifnya jika dilakukan ketika sudah menginjak usia 20 tahun, dan itupun sudah

harus ada ikatan pernikahan yang resmi.15 Agar hubungan seks menjadi aman bagi

15
Anonim, “Dampak Seks Usia Dini”, <http://www.sehatfresh.com/dampak-seks-usia-dini-resiko-
kanker-serviks/>, [17/03/2015]
wanita dan tidak beresiko terkena penyakit yang serius dalam jangka pendek maupun

jangka panjang.

Kawin kontrak juga bisa menyebabkan penyakit berbahaya lain seperti AIDS.

Hal ini dapat terjadi mengingat pelaku kawin kontrak melakukan hubungan seks

dengan berbagai orang, walaupun hubungan ini dapat dikatakan halal namun tidak

menutup kemungkinan AIDS karena wanita mungkin saja telah melakukan hubungan

seks berkali-kali dengan pria yang berbeda. Mengingat AIDS adalah penyakit yang

menular maka memungkinkan bahwa pria yang melakukan kawin kontrak pun bisa

terkena AIDS dikemudian hari.

D. Fenomena Kawin Kontrak di Indonesia

Fenomena kawin kontrak di Indonesia banyak terjadi dibeberapa daerah seperti

: Di Cianjur, kawin kontrak banyak terjadi di kawasan Cipanas dan Puncak, yang

termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Kebanyakan pelakunya adalah turis laki-laki

dari negeri-negeri Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, juga dari Turki. Pihak

perempuannya berasal dari pelosok-pelosok kampung di wilayah Kabupaten Bogor,

seperti kelurahan Cisarua, Desa Tugu Selatan, Tugu Utara, di Kecamatan Cisarua.

Para perempuan ini pada umumnya tidak mencari pasangan laki-lakinya sendiri,

melainkan ada semacam calo/makelar atau mak comblang yang menghubungkan

mereka dengan turis laki-laki dari Arab.


Wanita yang disiapkan untuk kawin kontrak umumnya dipilih dari keluarga

yang tingkat prekonomiannya rendah. Dengan iming-iming mulai dari Rp 5 juta-Rp

20 juta yang ditawarkan makelar, para orangtua rela melepas anak perempuannya

untuk dikawini oleh para turis asing itu, meski hanya dalam waktu antara dua-tiga

bulan saja, atau selama para turis itu berlibur di Indonesia pada musim liburan, yaitu

bulan Mei dan Juni yang dikenal oleh penduduk dengan sebutan “musim Arab.”16

Masih banyak sebenarnya kasus kawin kontrak yang terjadi di Indonesia

seperti juga yang terjadi di Kabupaten Jepara. Disana masih banyak warganya yang

berprofesi sebagai wanita yang bisa dibayar untuk kawin kontrak. Hal ini dikarenakan

oleh latar belakang internal dan eksternal, Latar belakang internal antara lain meliputi

latar belakang ekonomi, biologis, psikologis (safety needs, love and belongingness,

esteem needs),kurangnya pemahaman nilai-nilai agama dan latar belakang sosial

budaya. Sedangkan latarbelakang eksternal mencakup adanya unexpected modelling

dan tersedianya kemudahan akses melakukan kawin kontrak.17

Hal seperti ini juga terjadi di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat . Mayoritas

pelakunya pun adalah para pelancong dari negara lain. Biasanya para suami

membiarkan istrinya untuk kawin kontrak untuk mendapatkan uang.18

16
Perwita Hapsari Mustika, loc.cit.

17
Cahya Milia Tirta Safitri, op.cit. hlm vii
18
Mustiana Lestari, “Para Suami di Puncak Rela Istri Kawin Kontrak dengan Orang Arab”,
<http://www.merdeka.com/peristiwa/para-suami-di-puncak-rela-istri-kawin-kontrak-dengan-orang-
arab.html>, [20/08/2013]
Diatas merupakan contoh bahwa praktek kawin kontrak masih terjadi di

Indonesia, meskipun hukum agama dan hukum negara melarang adanya kawin

kontrak namun ternyata masih ada beberapa daerah yang mempraktekkannya.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa tulisan yang telah penulis baca dapat disimpulkan bahwa masih

banyak warga Indonesia yang mempraktekkan kawin kontrak. Hal ini secara jelas

sudah diharamkan oleh agama maupun hukum itu sendiri. Kawin kontrak sendiri

lebih banyak mendatangkan dampak negatifnya bagi para wanita maupun anak-

anakny. Maka dari itu sudah sepatutnya kita sebagai warga yang baik untuk taat dan

patuh pada hukum agama dan hukum negara agar tidak terjadi lagi praktek kawin

kontrak.

B. Saran

Melihat pada kenyataan yang ada dilapangan bahwa perkawinan kontrak

masih sering terjadi di Indonesia maka penulis akan memberikan beberapa saran

untuk mengurangi bahkan menghentikan fenomena ini dimasyarakat.

Adapun saran tersebut sebagai berikut:

 Menetapkan Undang-undang dan sanksi yang jelas bagi pelaku kawin kontrak

 Memberi penyuluhan dan seminar pada warga disekitar daerah rawan kawin

kontrak agar mengerti bahaya dan hukum melakukan kawin kontrak


 Memberi pelatihan kerja kepada wanita didaerah rawan kawin kontrak agar

nantinya bisa mencari pekerjaan lain selain menjadi wanita sewaan untuk

kawin kontrak

 Memberi pengertian tentang sakralnya arti pernikahan kepada para pria dan

wanita disekitar tempat rawan

 Menyarankan kepada para orang tua yang memiliki anak perempuan untuk

tidak tergiur dan mengorbankan anaknya untuk melakukan kawin kontrak.

Karena biasanya kawin kontrak terjadi juga akibat desakan orang tua
Daftar Pustaka
Kitab Suci dan Hadist

Hadits Abu Daud Nasa’I

Hadits Ibnu Majah

Hadits Ma’sud

Surat Ali Imran

Surat Ar Rum

Undang-Undang:

Republik Indonesia. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Buku:

Darmabrata,Wahono. 2004. Hukum Perdata: Asas-Asas Hukum Orang dan

Keluarga. Jakarta:Gitamajaya

Milia, Cahya. 2013, Latar Belakang Kawin Kontrak. UNNES:Skripsi

Kearsipan Fakultas Psikologi

Sudarsono. 1991. Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta : Bineka Cipta

Syabiq,Sayyid. 1980. Fikih Sunnah 6. Bandung: PT. Al-Ma’arif


Yudhawan, Sendy. 2011. Pelaksanaan Kawin Kontrak dan Konsekuensi

Pelaku Kawin Kontrak Terhadap Isi Surat Perjanjian Kawin Kontraknya, UI:Tesis

Kearsipan Fakultas Hukum

Internet:

Al Jawi, M. Shiddiq. 2013. Kawin Kontrak Menurut Hukum Islam.

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/05/11/kawin-kontrak-menurut-hukum-islam/

Anonim. 2015. Dampak Seks Usia Dini.

http://www.sehatfresh.com/dampak-seks-usia-dini-resiko-kanker-serviks

Lestari Mustiana. 2013. Para Suami di Puncak Rela Istri Kawin Kontrak

dengan Orang Arab. http://www.merdeka.com/peristiwa/para-suami-di-puncak-rela-

istri-kawin-kontrak-dengan-orang-arab.html

Mustika Perwita Hapsari. 2013. Dampak Kawin Kontrak pada Wanita.

http://www.kompasiana.com/penapsikologi/dampak-kawin-kontrak-bagi-

wanita_552a35d6f17e61c96cd623a6

Umar Abdullah. 2010. Penelantaran Anak.

http://mediaislamnet.com/2010/02/penelantaran-anak

Anda mungkin juga menyukai