KONSEP MASALAH Dan ASKEP ISOLASI SOSIAL (ENY)
KONSEP MASALAH Dan ASKEP ISOLASI SOSIAL (ENY)
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Individu merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk, 2008).
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Stuart & Sundeen
(2007), menjelaskan bahwa belum ada penyebab yang spesifik yang dapat
mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dialami individu dengan
sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian, dan kehangatan dari pengasuh pada bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungannya.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau menari diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan, dapat juga disebabkan karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota keluarga tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan volume otak, serta perubahan struktur limbik
diduga dapat menyebabkan gangguan jiwa.
b. Faktor Presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti adanya
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh,
dan dirawat di rumah sakit atau penjara.
2) Stressor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
a. Gejala Subyektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Klien merasa bosan.
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
5) Klien merasa tidak berguna (Trimeilia, 2011).
b. Gejala Objektif :
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat “ya” atau “tidak” dengan pelan.
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada.
3) Berpikir sesuatu menurut pikirannya sendiri.
4) Menyendiri dalam ruangan dan sering melamun.
5) Mondar-mandir atau sikap mematung dilakukan berulang-ulang.
6) Apatis atau kurang acuh terhadap lingkungan.
7) Ekspresi wajah tidak berseri.
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk (Trimeilia, 2011).
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan,
dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya, klien menjadi regresi
atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas, dan kurangnya perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalinan
terhadap penampilan dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berlanjut halusinasi (Dalami, 2009).
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan terhadap klien dengan gangguan menarik diri
atau isolasi sosial (Prabowo, 2014), antara lain :
F. Pohon Masalah
Ketidakefektifan
regimen terapeutik Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri
Faktor Predisposisi
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil :
Faktor Predisposisi
Data Subyektif :
- Riwayat mengamuk dirumah
- Keluarga mengatakan sejak ditinggal pacarnya untuk menikah dengan
sahabatnya setahun lalu, klien sering menyendiri di dalam kamar.
- Klien Nn.W berhenti bekerja karena merasa malu akibat gagal menikah, dan
pekerjaannya tidak pernah benar dan selalu mendapatkan peringatan.
Data Obyektif :
- Sering menunduk, afek datar, sering menyendiri, tampak tidak bersemangat,
malas beraktivitas, menghindar dari perawat, dan tidak mau bicara.
Rencana Tindakan Keperawatan
Klien Dengan Isolasi Sosial
Jurnal ini dilaksanakan oleh Eyvin Berhimpong, Sefty Rompas, dan Michael
Karundeng pada tahun 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa
Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang Manado. Manusia merupakan makhluk sosial yang tak
lepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi sosial dan senantiasa melakukan
hubungan dan pengaruh timbal balik dengan manusia yang lain dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam mengatasi masalah
gangguan interaksi pada pasien gangguan jiwa khususnya pasien isolasi sosial dapat
dilakukan upaya-upaya keperawatan bertujuan untuk melatih klien melakukan
interaksi sosial sehingga klien merasa nyaman ketika berhubungan dengan orang lain.
Salah satu tindakan keperawatan tersebut yang termasuk kelompok terapi psikososial
adalah social skills training (SST).
Latihan keterampilan sosial berisi diskusi tentang penyebab isolasi sosial, diskusi
tentang keuntungan dan kerugian apabila tidak bersosialisasi serta latihan-latihan
berkenalan dengan satu orang atau lebih dari satu orang. Latihan keterampilan sosial
secara luas dapat memberikan keuntungan dengan meningkatkan interaksi, ikatan
aktivitas sosial, mengekspresikan perasaan kepada orang lain dan perbaikan kualitas
kerja. Klien mulai berpartisipasi dalam aktivitas sosial seperti, interaksi dengan teman
dan perawat. Latihan keterampilan sosial sangat meningkatkan fungsi sosial pada
klien dengan isolasi sosial, karena klien dapat belajar dan melaksanakan keterampilan
dasar yang dibutuhkan untuk hidup mandiri, belajar dan bekerja dalam komunitas
tertentu. Hasil penelitian didapatkan nilai bahwa nilai signifikansi adalah 0,000 atau
lebih kecil dari 0,005, yang artinya ada pengaruh penerapan latihan sosialisasi
terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Prof.Dr.V.L.
Ratumbusyang Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguam Jiwa. Medan: USU Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
KASUS
Nn. W (25 tahun) dirawat di RSJ Bangli karena riwayat mengamuk di rumah.
Keluarga mengatakan sejak ditinggal pacarnya untuk menikah dengan sahabatnya
setahun yang lalu, Nn. W lebih sering menyendiri di dalam kamar. Satu tahun yang
lalu, Nn. W berhenti dari perusahaan tempat dia bekerja karena merasa malu akibat
gagal untuk menikah, setiap pekerjaannya selalu tidak pernah benar dan mendapatkan
peringatan dari atasannya. Pengkajian saat ini, didapatkan data Nn. W sering
menunduk, afek datar, lebih sering menyendiri, tampak tidak bersemangat, malas
beraktivitas, menghindar dari perawat, tidak mau bicara.
ROLEPLAY
Perawat 1: (Memasuki ruang rawat Nn. W) Selamat Siang, Bu. Perkenalkan saya
Perawat 1. Saya merupakan mahasiswa PSIK FK Unud yang bertugas di
ruangan ini hari ini, Bu. Bagaimana perasaan ibu hari ini, Bu?
Nn W : (Diam. Menunduk membelakangi perawat)
Perawat 1: Senang rasanya saya dapat berkenalan dengan Ibu siang ini. Bagaimana
kalau kia berbincang – bincang sebentar ya, Bu? Agar nantinya kita bisa
saling mengenal satu sama lain.
Nn W : ( Tetap diam. Tidak merespon perawat)
Perawat 1: Berapa lama kiranya Ibu mempunyai waktu untuk berbincang – bincang,
Bu? Bagaimana kalau 15 menit saja?
Nn W : (Diam)
Perawat 1: Ibu ingin berbincang – bincang dimana? Bagaimana kalau di kamar ini
saja?
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Tidak apa jika Ibu ingin menghindari saya. Tapi, tujuan saya kemari
adalah untuk mengurangi kesepian Ibu. Saya disini ingin membantu ibu
untuk dapat berinteraksi dengan orang lain.
Perawat 1: Ibu saya lihat di kamar ini terdapat foto Ibu dengan seorang anak
perempuan. Ibu cantik sekali ketika itu. Ibu terlihat bahagia dengan
perempuan itu. Apakah ini adik, Ibu? Wajahnya terlihat mirip, Bu! Sama
– sama cantik.
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Rupanya Ibu sangat dekat dengan adik ibu, ya? Benar tidak, Bu?
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Ibu, saya dengar Ibu mempunyai kakak laki – laki ya? Apakah ia tampan,
bu? Karena saya tidak pernah melihatnya
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Kenapa Ibu terlihat murung, Bu? Ada apa dengan kakak laki – laki , Ibu?
Apakah kakak laki – laki Ibu berbuat tidak menyenangkan dengan Ibu?
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Ibu disini saya akan membantu Ibu agar nantinya Ibu bisa mempunyai
teman. Saya akan mulai dengan memberitahu Ibu apa keuntungan dari
kita mempunyai teman. Dengan mulai mempelajari keuntungannya, siapa
tahu nanti Ibu bisa berinteraksi dengan orang lain. Jadi Ibu tidak akan
kesepian lagi!
Nn W : (Masih diam)
Perawat 1: Dengan mempunyai teman nantinya Ibu dapat saling bercerita, saling
membantu jika ada masalah, bisa membuat Ibu tersenyum indah lagi
seperti di foto. Berbeda dengan jika tidak punya teman, ibu akan
kesepian, tidak bisa senyum cantik lagi, Bu. Jika Ibu mengurung diri
terus, makin lama ia pasti akan sangat sedih. Apakah Ibu ingin terus
bersedih?
Nn W : (Masih diam, mulai menghadap kearah perawat)
Perawat 1: Nah jika Ibu tidak ingin makin lama makin bersedih. Mari kita mulai
belajar untuk berinteraksi dengan orang. Kita mulai dari perkenalan ya,
Bu. Silahkan Ibu sebutkan nama Ibu dan hal yang paling Ibu senangi.
Nn W : (diam, mulai melihat kearah perawat)
Perawat 1: Mungkin Ibu bisa memberikan telapak tangan Ibu pada saya? Dengan
begitu Ibu juga sudah masuk ke dalam tahap perkenalan, Bu. Nanti saya
dan Ibu akan berjabat tangan. Dengan begitu secara tidak langsung Ibu
sudah berteman dengan saya.
Nn W : (menatap perawat, respon lambat)
Perawat 1: Bagaimana, Bu? Apakah ini mudah, Bu? Bagaimana kalau topik
perkenalan ini saya masukkan ke jadwal harian Ibu, Bu?
Nn W : (menatap perawat, respon lambat)
Perawat 1: Bagaimana perasaan Ibu setelah bersalaman tadi, Bu?
Nn W : (menunduk kembali, respon lambat)
Perawat 1: Baiklah, Bu. Pertemuan kali ini saya cukupkan sampai disini, Bu. Besok
kita akan berbincang – bincang kembali ya, Bu. Besok Ibu mau
berbincang – bincang berapa menit?
Nn W : (menunduk kembali, respon lambat)
Perawat 1: Baiklah, Bu. Besok saya akan kembali kesini lagi. Ibu mau berbincang –
bincang dimana?.
Nn W : (membelakangi perawat, diam)
Perawat 1: Ya sudah… kita berbincang – bincang disini lagi ya, Bu Baiklah, Bu. Saya
pamit undur diri, Bu. Selamat beristirahat, Bu.
Keesokan harinya, perawat kembali datang ke ruangan Nn. W dan mencoba untuk
berkomunikasi.
Perawat 1: Selamat pagi, Bu. Saya Perawat 1 yang kemarin datang. Bagaimana kabar
ibu hari ini ?
Nn W : (Diam)
Perawat 1: Apakah Ibu bersedia untuk mengobrol dengan saya hari ini ??
Nn W : Ya.
Perawat 1: Baik bu. Bagus sekali Ibu sudah mau menjawab. Ibu pagi ini apakah
sudah makan ?
Nn W : Sudah.
Perawat 1: Baik Ibu. Apakah ibu ada masalah yang ingin diceritakan ? Saya dengan
senang hati akan mendengarkan cerita Ibu. Mungkin kita bisa bertukar
pengalaman.
Nn W : Hmmmmmm
Perawat 1: Mungkin Ibu punya cerita yang Ibu pendam selama ini
Nn W : Saya dulu punya pacar, udah mau nikahh (sambil nangis)
Perawat 1: Kalau Ibu mau, Ibu boleh cerita mengenai pacar Ibu dulu
Nn W : Saya ditinggal pas mau nikahh,
Perawat 1: (Perawat berusaha menenangkan Nn. W)
Nn W : Dan dia nikah sama sahabat saya, sahabat dan pacar saya dulu emang
jahat. Menghinati pacar dan sahabarnya sendiri. Saya terlalu kecewa,
Perawat 1: (Perawat mendengarkan setiap cerita yang disampaikan oleh Nn. W)
Nn W : Saya juga malu sama temen-temen dan keluarga. Sudah mengundang, tapi
batal nikah. Kerjaan saya juga jadi hancur, saya maluuu…
Perawat 1: Iya saya mengerti Ibu pasti malu. Tapi sebaiknya ibu mulai bangkit dan
semangat. Ibu juga tidak perlu untuk berdiam diri dan tidak mau mengobrol
dengan keluarga dan teman-teman Ibu.
Nn W : Saya maluuuu. Tolong tinggalkan saya sendiri
Perawat 1: Baik Bu, jika ibu ingin sendiri terlebih dahulu. 2 jam lagi saya akan
kembali lagi.
Setelah 2 jam, perawat kembali lagi ke ruangan Nn. W untuk memulai mengajak
ngobrol
Perawat 1: Selamat siang, Bu. Saya Perawat 1 yang tadi datang. Apakah setelah cerita
tadi ibu merasa lebih baik.
Nn W : Iya saya merasa lebih lega setelah bercerita tadi.
Perawat 1: Baik, bagus sekali ya Ibu. Memang dengan mau berinteraksi dengan orang
lain akan merasa lebih baik, ada teman untuk ngobrol dan tidak kesepian.
Kemarin pas Ibu gak mau ngobrol, apa yang ibu rasakan ?
Nn W : Hmmm, saya merasa kesepian dan sendiri
Perawat 1: Jadi sebaiknya Ibu mau ngobrol dengan orang lain, termasuk keluarga Ibu,
teman-teman Ibu, sehingga ibu ga kesepian lagi. Kira-kira Ibu mau
ketemu dengan keluarga ?
Nn W : Hmmm, iya saya mau.
Perawat 1: Baik Ibu. Bagus sekali sudah mau ngobrol dengan keluarga. Nanti akan
saya suruh orang tua ibu kesini untuk bisa ngobrol dengan Ibu
Nn W : Terima kasih sudah membantu saya. Saya merasa lebih baik.
Perawat 1: Sama-sama Bu, semoga merasa lebih baik.
Perawat pun menghubungi pihak keluarga Nn. W dan keesokan harinya mengajak
keluarga untuk bertemu dengan Nn. W
Perawat 1: Selamat pagi Bu, sekarang saya sudah bersama orang tua Ibu. (sambil
mengajak orang tua Nn. W)
Nn W : Bapak…. Ibu.. Maaf
Bapak : Iya Nak, apakah kamu sudah merasa lebih baik ?
Nn W : Sudah lebih baik pak, saya udah mau ngobrol sama perawat disini, dan
sekarang ketemu bapak
Nn. W pun banyak bercerita kepada orang tuanya mengenai masalah yang
dihadapinya. Setelah pertemuan dengan orang tua Nn. W, ia merasa makin lebih
baik dan sudah tidak menyendiri lagi, sudah mau mengobrol dengan teman-
temannya. Beberapa minggu kemudian, Nn. W pulang ke rumah bersama orang
tuanya.