4509 2391 1 PB
4509 2391 1 PB
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi perbedaan hasil belajar antara siswa yang
mengikuti model pembelajaran Training Inquiry dengan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan kalor
siswa SMP Negeri 9 Palu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experimental) dengan
desain penelitian non equivalent control group design. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive
sampling. Sampel penelitian adalah kelas VII I sebagai kelas eksperimen dan kelas VII H sebagai kelas kontrol.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes hasil belajar dalam bentuk pilihan ganda. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran Training Inquiry dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan kalor siswa SMP
Negeri 9 Palu yang ditunjukkan oleh uji hipotesis yang menggunakan uji-t dua pihak. Hasil perhitungan statistik
diperoleh nilai thitung sebesar 4,28 dan ttabel pada taraf signifikan 5% dan dk = 59 adalah 2,001 sehingga thitung >
ttabel. Berdasarkan hasil uji hipotesis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran Training Inquiry terhadap hasil belajar pada pokok bahasan kalor siswa SMP Negeri 9 Palu.
15
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT)
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
kelas VII H yaitu sebesar 7,21 dan memiliki
standar deviasi sebesar 3,33. Data DIAGRAM BATANG FREKUENSI
selengkapnya dapat dilihat pada tabel I. SKOR PRETEST KELAS VII I
TABEL I. DESKRIPSI SKOR PRETEST KELAS KONTROL 7
Deskripsi Hasil
1
DIAGRAM BATANG FREKUENSI SKOR
PRETEST KELAS VII H 0
10-11
12-13
2-3
4-5
6-7
8-9
7
Frekuensi Skor Pretest Kelas VII H
4-5
6-7
8-9
10-11
12-13
16
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT)
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
kriteria pengambilan keputusan maka H0 Posttest dilaksanakan setelah kedua kelas
diterima atau data berdistribusi noramal. Hal ini diberikan perlakuan yaitu kelas eksperimen
berarti sampel dari kelas kontrol dan kelas dengan model training inquiry dan kelas kontrol
eksperimen berasal dari populasi yang menggunakan model konvensional.
beristribusi normal. Data selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran perhitungan uji 3.5.1 Deskripsi Skor Posttest Kelas Kontrol
kenormalan. Hasil tes akhir yang dilakukan pada kelas VII
H diperoleh nilai maksimum 24 dan nilai
3.3 Uji Homogenitas Varians minimum 13. Pemberian skor berdasarkan
Uji homogenitas menggunakan persamaan uji jawaban jika menjawab benar diberi skor 1 dan
Fisher (uji F) untuk mengetahui data berasal salah diberi skor 0. Jumlah skor atau nilai siswa
dari populasi yang sama. Seperti pada tabel IV yang diberikan berdasarkan rentangnya yaitu
yaitu hasil pengolahan data uji homogenitas. mulai dari 0 sampai 34 berdasarkan jumlah
soal. Nilai rata-rata yang diperoleh kelas VII H
TABEL IV. HASIL UJI HOMOGENITAS VARIANS TES AWAL KELAS yaitu sebesar 18,08 dan memiliki standar
KONTROL DAN KELAS EKSPERIMEN
deviasi sebesar 3,11.
Nilai Varians Nilai F
Kelas Keputusan
Varians Hitung Tabel
TABEL VI. DESKRIPSI SKOR POSTTEST KELAS KONTROL
Kelas
Kedua Deskripsi Hasil
VII H 11,08
1,01 1,85 Data Jumlah Sampel 31
Kelas
Homogen Skor Maksimum 24
VII I 11,2
Skor Minimum 13
Skor Rata-rata 18,08
Berdasarkan data hasil perhitungan uji Standar Deviasi 3,11
homogenitas pada tabel IV diatas dapat
disimpulkan bahwa nilai Fhitung yang diperoleh Skor posttest yang diperoleh kelas kontrol
sebesar 1,01 sedangkan nilai dari Ftabel sebesar dapat dibuatkan diagram batang frekuensi
1,85. Hal ini menunjukkan nilai Fhitung lebih kecil seperti terlihat pada gambar III.
dari nilai Ftabel yang berarti H0 diterima dengan
kriteria bahwa tidak terdapat perbedaan varians DIAGRAM BATANG FREKUENSI SKOR
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. POSTTEST KELAS KONTROL
Kelas VII I
Uji beda rata-rata dilakukan dengan syarat 7
bahwa data telah berdistribusi normal dan 6
homogenitas. Uji beda ini menggunakan uji-t
dua pihak dengan taraf signifikansi 0,05. Oleh 5
karena data telah berdistribusi normal dan telah
homogenitas maka dilakukan uji hipotesis 4
dengan hasil yang diperoleh seperti pada tabel 3
V dibawah ini.
2
TABEL V. HASIL UJI-t DUA PIHAK TES AWAL (PRETEST) KELAS
KONTROL DAN KELAS EKSPERIMEN 1
Nilai
Rata- t hitung t tabel Keputusan 0
Kelas
rata
13-14
15-16
17-18
19-20
21-22
23-24
Kelas
7,21
VII H
0,57 2,001 H0 diterima
Kelas Interval Kelas (Skor)
7,70
VII I
Gambar III. Diagram Batang Frekuensi Skor Posttest
Tabel V menunjukkan bahwa nilai thitung Kelas Kontrol
diperoleh sebesar 0,57 sedangkan nilai ttabel
sebesar 2,001. Hal ini menunjukkan bahwa nilai 3.5.2 Deskripsi Skor Posttest Kelas
thitung lebih kecil dari nilai ttabel yang berarti H0 Eksperimen
Hasil tes akhir yang dilakukan pada kelas VII
diterima dan H1 ditolak. Ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar I diperoleh nilai maksimum 29 dan nilai
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. minimum 16. Pemberian skor berdasarkan
3.5 Analisis Hasil Posttest jawaban jika menjawab benar diberi skor 1 dan
salah diberi skor 0. Jumlah skor atau nilai
17
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT)
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
sisiwa yang diberikan berdasarkan rentangnya TABEL VIII. UJI HIPOTESIS TES AKHIR (POSTTEST) KELAS
EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL
yaitu mulai dari 0 sampai 34 berdasarkan
Skor
jumlah soal. Nilai rata-rata yang diperoleh Rata- t hitung t tabel Keputusan
Kelas
kelas VII I yaitu sebesar 22,5 dan memiliki rata
standar deviasi sebesar 4,15. Data Kelas VII H
18,08
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.7 dan (Kontrol) H1
4,72 2,001
Kelas VII I diterima
lampiran 17. (Eksperimen)
22,50
17-19
20-22
23-25
26-28
29-31
18
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT)
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
bahwa H0 diterima jika t(1-1/2α) < t < t(1-1/2α) pembelajaran konvensional. Hal ini didukung
sehingga thitung berada diluar penerimaan H0 dan oleh hasil penelitian dari Ratni Sirait (2012).
berada pada penerimaan H1 atau H0 ditolak dan Model pembelajaran training inquiry
H1 diterima. Maka dapat dinyatakan bahwa menuntut siswa untuk memecahkan sebuah
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa fenomena dalam fisika dengan melakukan
yang mengikuti model pembelajaran training eksperimen sehingga siswa lebih aktif dibanding
inquiry dengan model pembelajaran guru. Adapun langkah-langkah dari model
konvensional pada siswa SMP Negeri 9 Palu. pembelajaran training inquiry menurut Bruce
Hasil uji hipotesis posttest menunjukkan Joice 1996 (dalam Nurhayati, 2006) yaitu (1)
bahwa model pembelajaran training inquiry diajukan kepada siswa suatu masalah atau
memilki hasil belajar yang lebih baik fenomena fisika melalui kegiatan demonstrasi,
dibandingkan dengan model pembelajaran (2) berdasarkan kegiatan demonstrasi, siswa
konvensional. Selain itu dapat pula dilihat dari berusaha untuk mengumpulkan data informasi
nilai rata-rata siswa pada kedua kelas yang sebanyak-banyaknya tentang masalah yang
menunjukkan nilai rata-rata pada kelas mereka hadapi, (3) siswa melakukan isolasi
eksperimen lebih besar dari nilai rata-rata pada terhadap data-data yang menjadi pokok
kelas kontrol yaitu pada kelas eksperimen masalah yang dihadapi, (4) guru dapat
diperoleh nilai rata-rata sebesar 22,50 merumuskan penjelasan untuk membimbing
sedangkan pada kelas kontrol diperoleh nilai siswa pada pemecahan masalah yang terarah,
rata-rata sebesar 18,08. Dari perbedaan hasil dan tahap terakhir (5) siswa menarik
belajar ini dapat dilihat pengaruh model kesimpulan mengenai fenomena fisika sekaligus
pembelajaran training inquiry pada kelas menilai hipotesis atau bahkan membuat
eksperimen sangat baik. hipotesis baru yang relevan. Lima tahap
Perbedaan hasil belajar pada kedua kelas pembelajaran training inquiry memberikan
terjadi karena model pembelajaran yang pengaruh pada hasil belajar siswa pada kelas
diberikan antara kelas eksperimen dan kelas eksperimen.
kontrol itu berbeda. Pada kelas eksperimen Kelas kontrol menggunakan model
memiliki hasil belajar yang lebih baik dibanding pembelajaran konvensional yang merupakan
dengan kelas kontrol karena kelas eksperimen model pembelajaran yang sering kita jumpai
menggunakan model pembelajaran training disekolah-sekolah. Model pembelajaran yang
inquiry yang menuntut siswa lebih aktif dalam digunakan ialah model pembelajaran direct
tahap pembelajarannya. Sedangkan pada kelas intraction (pembelajaran langsung) yang
kontrol menggunakan model pembelajaran menuntut guru lebih aktif dibanding dengan
konvensional yang identik dengan metode siswa. Hal inilah yang kadang membuat siswa
ceramah sehinggah siswa lebih pasif dan guru cepat bosan dalam belajar. Model pembelajaran
yang lebih aktif. konvensional menuntut guru yang lebih aktif
Kelas eksperimen menggunakan model dari pada siswa sehingga siswa lebih banyak
pembelajaran training inquiry yang dapat diam dan mendengar.
menguntungkan karena memberi peluang sama
kepada semua siswa, baik siswa yang memiliki IV. KESIMPULAN
kemampuan rendah, sedang mupun tinggi
untuk berhasil. Oleh karena itu, siswa yang Data hasil posttest yang diperoleh yaitu skor
berkemampuan rendah, sedang maupun tinggi rata-rata kelas kontrol adalah sebesar 18,08
ditantang untuk dapat menemukan materi dan kelas eksperimen adalah sebesar 22,50.
melalui praktikum. Dengan model pembelajaran Standar deviasi yang diperoleh ialah kelas
training inquiry siswa lebih berani berbicara kontrol sebesar 3,11 dan kelas eksperimen
didepan kelas. Pada saat pembelajaran yang sebesar 4,15. Hasil uji statisitik posttest yang
dilaksanakan di SMP Negeri 9 Palu semua siswa diperoleh yaitu nilai thitung sebesar 4,72 lebih
aktif dalam bereksperimen untuk memecahkan besar dari nilai ttabel pada taraf signifikan (α =
masalah mengenai materi kalor. Salah satu 0,05) dan dk = 59 yaitu sebesar 2,001. Hal ini
contoh saat siswa diberikan masalah mengenai menunjukkan bahwa thitung berada pada daerah
materi kalor tentang pengaruh kalor terhadap penolakan H0, yakni H0 diterima jika –t(1-1/2α) <
perubahan suhu siswa secara berkelompok dan t < t(1-1/2α) atau penelitian ini menunjukkan
berkerjasama melakukan eksperimen bahwa hipotesis (H0) ditolak dan hipotesis
menyelidiki bagaimana kalor dalam mengubah penelitian (H1) diterima. Sehingga dapat
suhu suatu zat. Hal inilah yang menyebabkan dinyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil
model pembelajaran training inquiry memiliki belajar antara siswa yang mengikuti model
hasil belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran training inquiry dengan siswa
19
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT)
Vol. 2 No. 1
ISSN 2338 3240
yang mengikuti model pembelajaran
konvensional.
PUSTAKA RUJUKAN
20