Anda di halaman 1dari 13

Pola Asuh Orangtua di Desa Terhadap Perkembangan Moral dan

Psikologi Anak

Fatimatus Zahra dan Ratna Setiya Nugraheni


Universitas Negeri Malang
E-mail : entusmeletus@gmail.com, ratna666r@gmail.com

ABSTRAK
Keluarga merupakan salah satu lembaga sosial yang terbentuk secara tidak
sengaja dalam masyarakat. Keluarga umumnya terdiri dari suami, istri dan anak. Peran
keluarga dalam masyarakat mempunyai tanggungjawab untuk menjalankan proses
transformasi budaya dan nilai moral yag baik. Proses tersebut dilakukan oleh orangtua
terhadap anak agar kembalinya anak di masyarakat membawa pengaruh positif. Hal ini
berkaitan dengan pola asuh terhadap anak. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis dan mendeskripsikan pola asuh orangtua di membantu mengembangkan
pola asuh orangtua di Desa. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif
dengan instrumen penelitian yaitu menggunakan teknik wawancara yang tidak terstruktur
tetapi mendalam serta pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Dalam
temuan penelitian diketahui bahwasanya orang tua di desa cenderung menerapkan pola
asuh permisif. Pola asuh ini memberikan kebebasan pada anak tanpa adanya kontrol yang
baik, orang tua memberikan kelonggaran dan kurang membimbing anak. Pola asuh ini
tidak sesuai dengan konsep orantua ideal yang dapat memberi contoh yang baik, dapat
menjelaskan baik buruknya suatu peristiwa dan mampu memberi fasilitas berupa materi
maupun afeksi. Pentingnya pengetahuan dalam pola asuh anak dibutuhkan oleh orangtua
di desa. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan adanya program pemberdayaan bagi
orangtua di desa agar memiliki kecakapan dalam menjalankan pola asuh terhadap anak.

Kata kunci : pola asuh, keluarga, pemberdayaan.


PENDAHULUAN
Desa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami daerah tertentu
secara menetapdan memiliki homogenitas tinggi. Menurut Undang-Undang No.5
tahun 1979, desa adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat yang di dalamnya merupakan kesatuan hukum yang
memiliki organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan otonomi dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat di desa pada umumnya memiliki ciri dalam hidup bermasyarakatyang
menjadikannya khas dari masyarakat desa. Ciri-ciri yang dimaksut antara lain
kesederhanaan baik dalam segi penampilan maupun tingkah laku, kesopanan yang
tinggi, toleransi antar sesama, sikap gotong royong yang kuat dan kerohaniannya
sangat kental.
Berdasarkan tipe solidaritasnya desa memiliki solidaritas yang berbeda
dengan di kota. Menurut Emile Durkeim kota memiliki solidaritas organik, yaitu
tipe solidaritas yang memiliki pembagian kerja dan spesialisasi pekerjaan yang
jelas, selain itu masyarakat kota cenderung individualistis. Berbeda dengan itu,
desa justru memiliki solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik merupakan tipe
solidaritas berdasarkan kepercayaan, kesetiakawanan dan gotong royong yang
diikat oleh conscience collective (hati nurani kolektif) yaitu sistem perasaan dan
keyakinan yang ada pada semua anggota masyarakat. Ciri dari solidaritas mekanik
yang dikemukakan oleh Emile Durkheim antara lain pembagian kerja rendah,
kesadaran kolektif yang kuat, individualitas rendah, konsensus terhadap pola
normatif, saling ketergantungan rendah, bersifat primitive.
Dinamika masyarakat desa pada era modern saat ini cukup signifikan,
Desa pada umumnya identik dengan sektor agraris. Meskipun identik dengan
sektor agraris tetapi tidak semua desa beragantung kepada sektor pertanian dan
agraris. Koentjaradiningrat (1977:162) mengartikan desa sebagai komunitas kecil
yang menetap disuatu tempat, ia tidak mendefinisikan desa sebagai yang
bergantung pada sektor pertanian maupun agraris, dan hal tersebut berarti
masyarakat desa bisa saja memiliki aktivitas ekonomi yang lain. Perkembangan
zaman dan sikap yang dimiliki masyarakat desa terpengaruhi oleh industrialisasi
dan modernisasi.
Kehidupan masyarakat desa sebelum masuknya industrialisasi tergolong
sangat primitif yang masih kental dengan rasa kekeluargaan, toleransi, sikap
gotong royong dan kesadaran kolektif yang tinggi selain itu tradisi turun temurun
dari nenek moyang masih dijaga. Masuknya industrialisasi membuat ciri primitif
tersebut lambat laun menghilang, masyarakat desa akan memilih untuk membuka
diri agar dapat menaikkan mobilitasnya dan menjadi masyarakat yang lebih maju.
Dengan adanya pengaruh industrialisasi dan modernisasi maka peran keluarga
dalam mengembangkan moral anak sangat dibutuhkan. Keluarga merupakan
lembaga sosial yang terbentuk secara tidak sengaja dalam masyarakat. Mansyur
(2005:19) mengatakan bahwa keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri
dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Peran keluarga dalam masyarakat
mempunyai tanggungjawab untuk menjalankan proses transformasi budaya dan
nilai moral yang baik. Goodge (2002:2) mengatakan bahwa masyarakat adalah
struktur yang terdiri dari keluarga, dan keanehan – keanehan suatu masyarakat
dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang
berlangsung didalamnya. Proses tersebut dilakukan oleh orangtua terhadap anak
agar kembalinya anak di masyarakat akan membawa pengaruh positif. Karya etika
dan moral yang tertua dalam (Goodge, 2002:2) menerangkan bahwa masyarakat
kehilangan kekuatannya jika anggotanya gagal dalam melaksanakan
tanggungjawab keluarganaya. Keluarga juga termasuk kedalam Tri Sentra
pendidikan yang di ungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, dimana peran keluarga
dalam mendidik dan memotivasi anak dalam belajar merupakan suatu yang sangat
penting dalam pengembangan karakter anak.
Menurut Soekanto (1990:06) orangtua ideal dalam proses transformasi
budaya memiliki cirri-ciri antara lain. Pertama, orangtua seyogyanya memiliki
tindakan yang logis yang artinya orangtuadapat membuktikan apa atau mana yang
benar dan yang salah. Kedua, orangtua seyogyanya memiliki sikap tindak etis
artinya sikap yang didasarkan pada patokan tertentu sehingga tidak asal saja atau
sembrono. Ketiga, orangtua seyogyangya memiliki sikap tindak estetis yang
artinya orangtua hidup enak dan berkecukupan tanpa menyebabkan ketidak
nyamanan terhadap pihak lain. Orangtua di desa kebanyakan memiliki tingkat
pendidikan dan ekonoomi yang rendah sehingga tidak bisa menjadi orangtua yang
ideal. Hal tersebut berdampak pada moral dan psikologi anak, baik buruknya anak
ditentukan dari pola asuh.
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur)
yang tetap, sedangkan kata asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak
kecil, membimbing (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau
lembaga. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat diartikan bahwa
pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orangtua dengan
anak, dimana orangtua menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua agar anak
dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara optimal (Desi, 2013:6). Orangtua
harus mendidik dan membimbing anak agar memiliki kelakuan yang diharap
dapat membuat lingkungan dan masyarakat sekitar bisa menerimanya.
Lingkungan atau masyarakat sekitar dapat menilai anak sesuai dengan yang
diharapkan ataukah tidak, melalui tingkah laku yang anak itu perbuat.
Pola asuh memiliki banyak tipe yang mengandung kelemahan dan
kelebihan tersendiri. Pola asuh yang dianggap baik oleh salah satu orangtua bisa
saja tidak baik bagi orangtua lainnya, karena setiap orangtua memiliki cara
tersendiri dan karakteristik tersendiri dalam mengasuh anak. Tidak setiap pola
asuh dapat membentuk tingkah laku anak menjadi baik karena selain berinteraksi
antar orangtua dan anak, anak juga melakukan interaksi dengan teman dan
lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian yang yang telah dijelaskan dalam latar
belakang penulis ingin menjelaskan tentang tipe pola asuh yang ada dalam
masyarakat desa Kranggan, Kecamatan Ngajum dan pengaruh tipe pola asuh yang
dijalankan terhadap anak dan generasi muda.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini jika dipandang dalam segi metode sosiologi tergolong dalam
metode analitis. Metode analitis yaitu suatu cara dengan menguraikan masalah
yang dihadapi sehingga dari penguraian tadi nampak jalan pemecahannya. Dalam
penelitian ini metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif. Menurut
Patton dalam Ahmadi (1980:41) bahwa metode kualitatif adalah untuk memahami
fenomena yang sedang terjadi secara natural (alamiah) dalam keadaan-keadaan
yang sedang terjadi (Ahmadi, 2005:3).
Penelitian dilakukan di Desa Kranggan, Kepanjen Kabupaten Malang
Jawa Timur. Waktu pelaksanaan dilakukan kurang lebih selama 2 minggu pada
bulan Maret 2016. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik
wawancara. Menuru Patton dalam Ahmadi (1980:29) cara utama yang dilakukan
oleh para ahli metodologi kualitatif untuk memahami persepsi, perasaan dan
pengetahuan orang-orang adalah wawancara mendalam dan intensif. Sumber data
yang dipilih dalam penelitian terdiri dari 6 orang diantaranya beberapa orangtua,
anak yang putus sekolah dan anak yang tidak sekolah karena memiliki
keterbelakangan khusus.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Kondisi Masyarakat Desa Kranggan
Letak Desa Kranggan yang jauh dari jalan raya utama membuat Desa
tersebut tampak sejuk dan asri, dengan kondisi yang masih belum banyak
tersentuh oleh pembangunan maka masih mudah untuk menjumpai areal
persawahan dan perkebunan, selain itu jalan menuju Desa Kranggan masih minim
akan adanya penerangan sehingga rawan akan tindak kejahatan. Karena belum
banyak pembangunan yang dilakukan di desa ini maka kualitas udara juga masih
bagus dan tidak banyak polusi.
Jika dianalisis dengan konsep solidaritas yang diungkapkan oleh durkhem,
maka benar bahwa di Desa Kranggan ini memiliki solidaritas mekanik.
Kekompakkan dan kerukunannya terjalin sangat erat, kondisi tersebut ditunjukkan
dengan adanya dua agama yang cukup kuat dalam desa ini, yaitu agama Islam dan
Hindu. Dahulu Desa Kranggan adalah desa yang mayoritas penduduknya
beragama Hindu, namun setelah Islam masuk agama mayoritas didesa ini adalah
Islam. Tingkat solidaritas yang sangat tinggi dapat pula dilihat dari segi agama
tersebut, walaupun mereka memiliki agama yang berbeda, namun tidak ada
konflik agama di desa ini. Hal itu ditunjukkan dari kepemilikan hewan peliharaan
berupa anjing oleh orang Hindu yang dibiarkan berkeliaran, meskipun demikian
para warga muslim tidak merasa terganggu oleh hal tersebut. Hal lain yang
menunjukkan solidaritas di Desa Kranggan itu cukup tinggi adalah antara warga
satu desa yang saling mengenal satu sama lain meskipun dengan posisi rumah
yang cukup jauh.
Penduduk di Desa Kranggan selain bergantung pada sektor agraris mereka
sekarang juga mulai terkena dampak industrialisasi. Mata pencaharaian warga
yang dulu didominasi sektor pertanian dan peternakan sekarang sudah banyak
warga yang beralih ke sektor industri. Menjadi buruh pabrik dipilih oleh sebagian
warganya karena dirasa dari sektor ekonomi lebih menjanjikan. Hal inilah yang
mendasari terjadinya kesadaran akan pendidikan di Desa Kranggan ini. Keinginan
dan semangat anak muda di desa ini untuk bekerja dan membantu ekonomi
keluarganya sangatlah kuat sehinga tak jarang dari mereka mengesampingkan
pendidikan. Anak – anak di desa ini jarang meluangkan waktunya untuk bermain,
jika mereka tidak sekolah maka mereka akan membantu pekerjaan orang tua
mereka, apapun itu. Jika mereka bermain maka mereka akan menghasilkan
sesuatu seperi berburu hewan dihutan maupun ikan disungai atau ke pekarangan
mencari kelapa ataupun pekerjaan lainnya yang tidak membuang waktu.
Selain menjadi buruh pabrik penduduk desa ini juga tidak meninggalkan
pekerjaan utama mereka yaitu beternak, hampir semua penduduk di desa ini
memiliki hewan ternak. Kedatanyan industrialisasi di desa ini tentu saja
mengakibatkan perubahan perilaku sosial dan ekonomi. Lauer (dalam Martono,
2011:5) mengatakan bahwa perubahan sosial diartikan sebagai tingkat perubahan
fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat terkecil
yaitu individu sampai dunia. Karl Marx memiliki pandangan yan dikenal dengan
konsep materialisme historis yang menempatkan struktur ekonomi sebagai awal
dari semua kegiatan manusia dan ekonomilah yang menjadi dasar atas terjadinya
perubahan sosial. Marx menggambarkan utopia masyarakat komunis yang tujuan
akhirnya dapat dicapai melalui perjuangan masyarakat tertindas, memanfaatkan
kekuatan yang diciptakan oleh kekuatan produksi (Stzompka,2008:3).
Menurut Karl Marx terdapat tahapan perubahan sosial dalam sektor
produksi linier dan kondisi material. Tahapan tersebut berupa masyarakat primitif,
kemudian berkembang menjadi komunal purba, kemudian feodal, berlanjut ke
masyarakat borjuis, kapitalis dan yang terakhir adalah cita – cita Marx yaitu
masyarakat komunis. Tahapan ini dimaksudkan untuk meilhat bentuk perubahan
sosial yang ditunjukkan oleh warga di Desa Kranggan ini. Sebelum adanya
industrialisasi masyarakat di desa ini merupakan masyarakat primitif yang masih
kental dengan interaksi kekeluargaan yang harmonis dan menjaga tradisi mereka.
Masyarakat primitif menurut Marx ditandai dengan tidak adanya perubahan yang
berarti karena tidak memiliki kemampuan dan pembagian kerja yang jelas.
Kemampuan penduduk di desa ini tidak memadai untuk keluar dari zona aman
mereka yaitu beternak dan bertani karena pekerjaan seperti itu masih menjadi
mayoritas di desa ini. Masuk ke tahap kedua penduduk di Desa Kranggan sudah
mulai membuka diri untuk adanya industrialisasi, kemudian memasuki tahap
feodal masyarakat Desa Kranggan sudah mulai mengenal adanya pembagian kerja
yang jelas. Dalam hal ini perkembangan Desa Kranggan masih terhenti pada tahap
feodal karena belum banyak dari mereka yang beralih ke sektor industri.
Kondisi anak muda di Desa Kranggan yang kurang sadar akan adanya
pendidikan juga menunjukkan bahwa desa ini masih sedikit menglami perubahan.
Pada usia sekolah kebanyakan anak – anak didesa ini memilih bekerja, mereka
beralasan bahwa orang tua mereka tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan
mereka. Pekerjaan anak – anak muda ini juga tidak lepas dari buruh pabrik yang
tidak membutuhkan ijazah tinggi kecuali jika mereka ingin melamar dibagian
administrasi di perusahaan atau pabrik tersebut. Selain buruh, anak muda di desa
ini juga banyak menggantungkan hidup mereka di sektor agraris, menjadi tukang
tebang kayu dan peternak dijadikan alternatif pekerjaan.
Setelah adanya industrialisasi maka masyarakat disini terus melakukan
proses menuju tahap selanjutnya dari perubahan sosial yang dikemukakan oleh
Marx. Kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah mulai ditunjukkan oleh
masyarakat di desa ini agar mereka lebih cepat untuk melakukan mobilitas
vertikal. Kesadaran akan pentingnya pendidikan dapat dilihat dengan adanya
beberapa anak yang melanjutkan sekolahnya ke jenjang universitas, meskipun
sangat sedikit setidaknya hal itu sudah mulai menggambarkan perkembangan pola
pikir penduduk di desa ini
B. Peran Keluarga di Desa Kranggan Dalam Perkembangan Anak
Kedudukan utama keluarga adalah fungsi pengantara pada masyarakat
besar. Sebagai penghubung pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar, suatu
masyarakat tidak akan bertahan jika kebutuhan dasarnya yang sangat kompleks
tidak terpenuhi (Goodge, 2002:3). Keluarga di desa memiliki peran yang sama
dengan keluarga-keluarga lainnya di kota yaitu untuk membentuk karakter, mental
dan moral generasi penerusnya. Perbedaan antara keluarga didesa dengan dikota
sebenarnya cukup sepele namun punya pengaruh yang cukup besar terhadap
generasi penerusnya. Jika menilik dari konsep solidaritas organik dan mekanik
yang dikemukakan oleh Durkeim maka masyarakat desa tidak memiliki
pembagian kerja yang jelas tetapi masyarakat kota sudah memiliki hal tersebut.
Solidaritas organik dan mekanik dalam keluarga dapat diartikan sebagai
pembagian hak dan kewajiban dalam setiap anggota keluarga. DiDesa Kranggan
pembagian hak dan kewajiban dalam keluarga masih samar dimana semua
anggota merasa sama-sama saling memiliki, memiliki kewajiban yang sama untuk
membantu perekonomian (bekerja) dan memiliki hak yang sama untuk hidup dari
penghasilan yang didapat, sehingga fungsi keluarga yang sebenarnya menjadi
ambigu dan tidak jelas. Keluarga merupakan bahan dasar untuk membentuk
masyarakat, jika produk – produk generasi penerus yang dihasilkan oleh keluarga
baik maka akan menjadi baik bagi masyarakat. Cofusius (dalam Goodge)
berpendapat bahwa kebahagiaan dan kemakmuran akan tetap ada dalam
masyarakat jika saja semua orang bertindak benar sebagai anggota keluarga.
Kesadaran akan pentingnya peran keluarga dalam membangun sebuah
masyarakat sudah ada sejak Revolusi Perancis tahun 1789 dan sejak perang dunia
II (World War II) bahwa pemimpin – pemimpin pada masa itu tengah
mempersiapkan masyarakat industri yang kemudian mengeluarkan undang –
undang baru yang bertujuan untuk membentuk pola – pola keluarga yang lebih
sesuai dengan tuntutan kota dan industri. Hal inilah yang kemudian terjadi diDesa
Kranggan Kabupaten Malang yang tengah mengalami masa transisi melalui
industrialisasi.
Peran keluarga memiliki andil dalam mendidik dan membimbing
penerusnya agar dapat kembali ke masyarakat dengan membawa dampak dan hal-
hal yang positif bagi dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Peran-peran yang
dimaksud antara lain keluarga berperan sebagai pelindung bagi pribadi-pribadi
yang menjadi anggota, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah
tersebut, keluarga merupakan unit sosial-ekonomi yang secara material memenuhi
kebutuhan anggota-anggotanya, keluarga menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-
kaidah pergaulan hidup, dan keluarga merupakan wadah dimana proses manusia
mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses manusia mempelajari dan
memahami kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dari
keempat peran keluarga yang telah disebutkan nyatalah bahwa keluarga penting
dalam perkembangan kepribadian seseorang. Gangguan pada pertumbuhan dapat
terjadi jika dalam keluarga mengalami perpecahan baik secara fisik maupun
mental.
Di Desa Kranggan setiap keluarga berbeda-beda dalam menjalankan
perannya. beberapa keluarga masih ada yang belum menjalankan perannya secara
maksimal, hal tersebut juga disebabkan karena keluarga yang dibangun dengan
umur dari setiap individunya masih muda. Pernikahan-pernikahan usia muda
masih banyak dilakukan sehingga kurang maksimal dalam menjalankan perannya
sebagai suatu unit yang disebut dengan keluarga. Dengan kata lain bahwa di Desa
Kranggan keluarga masih sebagian menjalankan peran yang telah disebutkan dan
sebagian lagi menjalankan perannya tetapi tidak maksimal.

C. Pola Asuh Dalam Perkembangan Moral dan Psikologi Anak di Desa Kranggan
Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak, keluarga juga berfungsi
sebagai transmitor budaya bagi anak, Hurlock dan Pervin dalam (Yusuf,2001:39).
Semakin banyak penyimpangan yang terjadi dalam kehidupan anak remaja, maka
sudah menjadi tanggung jawab orangtua untuk ikut berperan dalam
perkembangan moral anak. Danim (2010:55) berpendapat bahwa fungsi orang tua
antara lain mengasuh anaknya dengan baik, seperti halnya guru kepada muridnya.
Pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak tergantung dari standart dan
budaya masyarakat pada masa itu. Menurut (Yusuf,2001:133) bahwa sikap orang
tua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu atau sebaliknya dapat ditiru oleh
anaknya melalui proses imitasi.
Untuk mengembangkan moral yang baik seorang tidak cukup melakukan
tindakan yang baik dan benar, seorang dapat dikatakan memiliki moral baik jika
mereka bisa menilai apa yang dikerjakan itu baik atau buruk bahkan boleh atau
atau tidak dilakukan, menurut Suparno (dalam Budiningsih, 2004:5).
Pengembangan moral yang baik juga bisa didasarkan pasa kualitas transmitor
dalam hal ini adalah orangtua. Pola asuh yang diterapkan orangtua kepada
anaknya juga mencerminkan kualitas orangtua tersebut sebagai transmitor dalam
mengembangkan moral anaknya. Pendidikan dianggap penting dalam hal ini
karena melalui pendidikan orang akan mempunyai wawasan yang luas dan dapat
bersikap bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan, selain itu melalui
pendidikan pula akan diperoleh bekal berupa pengetahuan dan keterampilan untuk
menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang (Depdikbud, 1996:123). Melihat
kondisi masyarakat di Desa Kranggan yang belum sadar akan pentingnya
pendidikan maka generasi muda disana juga sedikit tidak perduli terhadap
pendidikan.
Hal ini berkaitan dengan pola asuh permisif yang diterapkan orangtua di
Desa Kranggan ini. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang cenderung
memanjakan anak sehingga anak akan bertindak jika tindakan tersebut dapat
memberi kepuasan bagi dirinya maupun orang lain. Pendidikan cenderung
menjadi pilihan anak dan bukan orangtuanya, orangtua membebaskan anak untuk
memilih apakah dia ingin sekolah atau tidak meskipun seorang anak tersebut
belum cukup dewasa untuk memilih. Faktor ekonomi kemungkinan menjadi
penyebab dari hal ini, orangtua tidak memiliki cukup biaya untuk dapat
menyekolahkan anaknya dengan biaya yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan teori
tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber, bahwasnya seseorang melakukan
tindakan atas dasar kemampuan yang ia miliki. Apabila ia tidak memiliki biaya
yang cukup maka ia tidak akan menyekolahkan anaknya walaupun ia memiliki
keinginan untuk itu. Dalam contoh ini juga, tindakan rasional yang ia lakukan
adalah lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Dalam kaitannya dengan psikologi anak dan pola asuh orang tua,
kebanyakan anak-anak di Desa Kranggan lebih memiliki orientasi untuk bekerja
daripada memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Latar belakang dari hal ini
sebagian besar dipengaruhi karena faktor ekonomi keluarga yang kemudian orang
tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan masa depannya
sendiri. Fasilitas dari orang tua yang serba minim karena merupakan keluarga
kelas bawah, juga mempengaruhi mindset anak, bahwa memenuhi kebutuhan
sehari-hari saja sudah cukup, tanpa kemudian berkeinginan untuk lebih dari orang
tuanya. Faktor ekonomi inilah yang juga menyebabkan anak lebih memilih
bekerja, walaupun ia masih dalam usia sekolah. Dari minimnya pendidikan yang
ia terima inilah biasanya memunculkan permasalahan moral, seperti ia tidak
mendalami mata pelajaran agama, maka ia memiliki kecenderungan untuk berjudi,
mabuk-mabukan, dsb. Kemudian, dari pola asuh orang tua yang
membebaskannya, anak kemudian hanya melakukan semua yang ia inginkan
tanpa ada pemahaman mengenai rasionalitas dan konsekuensi dari orang tuanya.
Dalam psikologi perkembangan sendiri, banyak dijelaskan bahwa fase
pembentukan dan proses-proses perkembangan karakter seseorang banyak terjadi
pada masa anak-anak. Jika mengacu pada pemahaman psikologi anak tersebut,
banyak faktor yang melatar belakangi perkembangan anak-anak di Desa Kranggan
tersebut. Menurut teori psikoanalitik yang digagas oleh Sigmund Freud bahwa
pentingnya pengaruh orangtua dalam pandangan psikoanalitik tidak bisa terlalu
ditekankan. Apabila orangtua gagal dan superego si anak termatikan
menyebabkan kemampuan anaknya untuk mengembangkan fungsi moral secara
matang menjadi terhambat. Pengaruh orangtua akan tetap tersimpan selama hidup,
meskipun individu telah membuat modifikasi tentang standart dan nilainya
tersendiri (Rochmadi, 2002:63).

PENUTUP
Kesimpulan
Desa Kranggan Kecamatan Ngajum memiliki solidaritas Mekanik
kekompakan, kekeluargaan dan gotong royong yang masih sangat kental.
Mayoritas mata pencaharian di desa ini masih mengandalkan sektor agraris yaitu
bertani, berkebun dan beternak. Seiring berjalannya waktu desa ini lambat laun
mengalami perubahan karena sudah mulai terkena dampak industrialisasi dan
modernisasi. Hal tersebut dapat terlihat dari kesadaran akan pendidikan yang
masih rendah, namun seiring pengaruh industrialisasi maka kesadaran akan
pendidikan di desa Kranggan ini sudah mulai ada. Meskipun tidak banyak tetapi
setidaknya ada beberapa anak yang mau melanjutkan pendidikan sampai ke
jenjang perguruan tinggi.
Dalam hal penanaman moral dan mengembangkan psikologi anak perlu
adanya peran yang besar dari keluarga terutama orangtua, namun di desa
Kranggan ini peran orangtua masih belum maksimal. Pola asuh yang diterapkan di
desa Kranggan ini adalah pola suh permisif. Dalam pola asuh permisif orangtua
cenderung memanjakan anak sehingga anak akan melakukan apa yang dia mau
tanpa mempertimbangkan sebab dan akibatnya. Hal tersebut juga mempengaruhi
moral dan psikologi anak tersebut, pola asuh yang diterapkan oleh orangtua akan
mempengaruhi psikologi anak dalam hal berfikir dan mengambil keputusan.
Faktor yang melatar belakangi hal tersebut adalah faktor ekonomi, dikarenakan
minimnya fasilitas yang diberikan orangtua, ketidak sanggupan orangtua untuk
menyekolahkan anaknya dan rendahnya motivasi yang diberikan orangtua
terhadap anak. Orangtua beranggapan bahwa anak yang masih ada di dalam
pengawasan orangtua adalah anak yang masih bersekolah, walaupun anak tersebut
masih dalam usia sekolah namun tidak menempuh sekolah maka kontrol orangtua
terhadap anak sudah tidak optimal.

Saran
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dan kesimpulan tersebut,
penulis memberi saran yang sekiranya dapat membantu mengoptimalisasikan
moral dan perkembangan psikologi anak di Desa Kranggan, Kecamatan Ngajum.
Untuk orangtua disarankan untuk tidak menggunakan pola asuh otoritatif.
Penggunakan pola asuh otoritatif yang memberikan anak kebebasan tanpa
meninggalkan nilai peraturan dan norma yang berlaku. Selain itu orangtua juga
harus mampu mendengarkan masalah anak dan menyelsaikannya dengan
negosiasi agar anak mengetahui baik dan buruknya suau keputusan. Selain itu
motivasi harus terus diberikan oleh orangtua agar perkembangan psikologi anak
juga baik. Untuk pemerintah sebaiknya dapat melakukan pemberdayaan kepada
para oragtua agar tau cara mendidik anak dengan baik dan benar.
DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi. 2005. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang:UM Press.


Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mansyur, Cholil M. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya: Usaha
Nasional.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat (ed). Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta : Lembaga penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Goodge, William J. 2002. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Bumi Akasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Fungsi Keluarga Dalam
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian
Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai- Nilai Budaya DIY.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Press.
Sztompka, piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Rochmadi, Nur Wahyu. 2002. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Malang:
Wineka Media.
Yusuf LN, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Desy, Nurcahyani S. 2013. Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua, Motivasi
Belajar, Kedewasaan dan Kedisiplinan Siswa Dengan Prestasi Belajar,
(online). Surabaya: Jurnal Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret.
Danim, Sudawa. 2010. Kepemimpinan Pendidikan, Kepemimpinan Jenius (IQ +

EQ), Etika, Perilaku, Motivasional dan Mitos. Bandung: CV Alfabeta


Bandung.
Budiningsih, Asri C. 2004. Pembelajaran Moral: Berpijak Pada Karakteristik
Siswa dan Budaya. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai