Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik.
Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus
harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah
obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma terutama pada
daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Tanda obstruksi usus merupakan tanda
lanjut (late sign) dari karsinoma kolon. Obstruksi ini adalah obstruksi usus
mekanik total yang tidak dapat ditolong dengan cara pemasangan tube lambung,
puasa dan infus. Akan tetapi harus segera ditolong dengan operasi (laparatomi).
Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus berupa
gangguan sistem saluran cerna, sumbatan usus, perdarahan atau akibat penyebaran
tumor. Biasanya nyeri hilang timbul akibat adanya sumbatan usus dan diikuti
muntah-muntah dan perut menjadi distensi/kembung.

Bila ada perdarahan yang tersembunyi, biasanya gejala yang muncul anemia,
hal ini sering terjadi pada tumor yang letaknya pada usus besar sebelah kanan.

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas


saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal
merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan
rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita
2

telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50
persen.
Risikonya akan terus meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari
Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60
sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang
memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolik usus kronis, tergolong
berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga
dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena
penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun.

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor


ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok
dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
ada 2 macam, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus
gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya
obstruksi mekanik.
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior
sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak
pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum
keseluruhannya adalah ektraperitoneal
Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak
mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi
abnormal). Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik.
4

non-neoplastik dibagi atas :


a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat
normal karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis
tertentu misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan
pembesaran organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah
menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang
terspesialisasi.
Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal
yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal
ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah
besar dan tendensi untuk tidak teratur.

B. ANATOMI

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian
ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke diafragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada
rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang
dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis
(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.
5

Gambar 1 : Anatomi Rektum

Gambar 2: Lapisan dinding rektum


6

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior,


media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari
a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis
merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a.
pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis
internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan
seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga
tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum
dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis
seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini
mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2,
7

3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah
ke dalam jaringan.

Gambar 4. Anatomi Rectum

C. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
8

di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorpsi.

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung.

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak


dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti.

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ;


hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian
memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami
disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan
asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali
trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak
kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam
empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari
kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5
gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.


Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi
tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein,
9

menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif


membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan dengan menghidrolisis pati


menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian
disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa,
dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecaha disakarida terletak di
dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi
monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa,
galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dala darah porta.

Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum
menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secara
osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan
khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport
aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium
diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum, dipercepat oleh
hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan


proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air adan elektrolit dan mencegah dehidrasi.

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
10

meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang


kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik,
20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari,
terjadi dengan defekasi. Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-
10¹²/gram. Anaerob > aerob.

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari.

D. EPIDEMIOLOGI

Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering


terjadi dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun
2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950
kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan
berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal.
Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian
pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003).
Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal
menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain
jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya
pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan
bisa dicegah.1,3,4
Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya
5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki memiliki
insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio
bervariasi dari 8:7 - 9:5
11

E. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain :


1. Hernia inkarserata : usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak
dapat dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun,
jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak
disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya
berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Roentgen dengan
pemberian barium enema. Invaginasi pada orang muda dan dewasa jarang
idiopatik, umumnya ujung invaginatum merupakan polip atau tumor lain
di usus halus. Pada anak, apabila keadaan umumnya mengizinkan, maka
dapat dilakukan reposisi hidrostatik yang dapat dilakukan sekaligus
sewaktu diagnosis Roentgen ditegakkan. Namun, apabila tidak berhasil,
harus dilakukan reposisi operarif. Sedangkan pada orang dewasa, terapi
reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin dilakukan karena jarang
merupakan invaginasi ileosekal.
12

c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis radii mesenterii sehingga pasase makanan
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau
tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma
ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini
terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di
mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari
saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup
ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
13

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama pada
daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula
disebabkan oleh divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid,
dan penyakit Hirschprung.

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum


sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor
predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi
Imunologi, Kolitis Ulseratifa, dan Granulomatosis. Faktor predisposisi penting
lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang
dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden
yang cukup tinggi.
Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora
feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan
protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet
rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik
dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat.
Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus
bertambah lama

F. KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan


menjadi, antara lain :
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster
sampai ileum terminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampai rectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
antara lain : (chirurgica)
14

1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga


makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren.

G. PATOGENESIS

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi
setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik
yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang
dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang
menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat
replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi yang akan
mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah
terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Gambar 5. Patofisiologi Karsinoma Rektum

Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus


yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang
menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah
15

berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh
karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan
sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolos dari tubuh
karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus
yang mengalami strangulasi.

Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi
berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi.
Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu dapat
terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus halus atau
usus besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi
katup, timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut
membesar.

Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus
karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah
terjadi strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara
relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu
kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.

H. MANIFESTASI KLINIS

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna, artinya disertai


dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian
oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri
kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan
timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun
obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal
sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
16

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam.
Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal
dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat
dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada
obstruksi di daerah distal.
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
 Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
 Feses yang lebih kecil dari biasanya
 Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri
 Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
 Mual dan muntah,
 Rasa letih dan lesu
 Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.

I. DIAGNOSIS

Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya


berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala
umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik
yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai
gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada
lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan
17

untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan
buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai
kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang
tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat
sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut.
Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian
ini mudah membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada
tinggi, atau tidak terdengar sama sekali.
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in
loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam
mendiagnosis secara awal ileus obstruktifus secara dini.
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan
foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini
antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
18

- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi


- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon

Gambar 6. Ileus Obstruktif . Tampak coil


spring dan herring bone appearance
19

Gambar 7. Gambaran air fluid level pada


ileus obstruktif

Gambar 8. Ileus obstruktif yang disebabkan


oleh massa tumor extraintestinal
20

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah :

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik


Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di
jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 9. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya
suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a) suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu
suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b) suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
21

c) suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d) suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
(a). Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os
coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui
vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan
dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai
batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan
pemeriksaan colok dubur.
(b). Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan
otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam
umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke
struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina
atau dinding anterior uterus.
(c). Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-ray pada traktus
gastrointestinal bawah.
22

\
Gambar 10. Foto Rontgen dengan Barium Enema

Gambar 11. Sigmoidoskopi

4) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat Colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan
dapat diambil untuk biopsi.
23

5) Biopsi Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.

J. STAGING
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM
staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Pada stadium 0, Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga Carcinoma in situ
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat
namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,
atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
24

Gambar 12. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*

Stadium Deskripsi

Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding


T1
rectum

Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke


T2
perirectal

Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang


T3a
berdekatan.

Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding


T3b
abdominal

T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal


25

*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Modified Dukes


Deskripsi
Stadium Stadium

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

K. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami


obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit.
26

1. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi


dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.

2. Operasi

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :

- Strangulasi

- Obstruksi lengkap

- Hernia inkarserata

- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan


NGT, infus, oksigen dan kateter.
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga
dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode
penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal,
neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
27

kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi
abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan
bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang
efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker
yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat
dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan
masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan
faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan


operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak
bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan
terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus
menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk
dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh
hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif.
Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik
stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk
mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda
metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Pendekatan
28

transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar


mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang
pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar
pararektal.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan


mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan
amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini
anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan


sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan
retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal. Kemudian melalui insisi
perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdo-
men.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan


menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal
rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas.


Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan
endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding
rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi
 Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
 T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
 Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara
histologi
 Ukuran kurang dari 3-4 cm
2. Kontraindikasi
29

 Tumor tidak jelas


 Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
 Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut,
radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran
lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada
kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%
dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi telah
berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable.

Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan
pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar
10%.

L. PROGNOSIS
30

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat
berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih
sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun
pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya
rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan
untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Tn. E
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl.agatis No.29
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 18 Maret 2018
Tanggal Pemeriksaan : 24 Maret 2018
Rumah sakit : RSU Anutapura Palu
Ruangan : Beo Kelas 1
31

II. Anamnesis
Keluhan Utama: Perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien Masuk dengan keluhan perut membesar dirasakan sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, perut dirasakan semakin membesar setiap hari
dan terasa nyeri, awalnya pasien mengeluhkan buang air besar berwarna
hitam dengan bentuk kecil-kecil dengan konsistensi padat disertai mual dan
muntah, tidak demam, buang air kecil lancar dan nafsu makan yang
menurun. Saat ini pasien tidak bisa kentut dan buang air besar, hanya ada
darah yang keluar . Pasien juga merasakan Mual tidak disertai muntah, tidak
batuk dan sesak. pasien juga mengeluhkan merasakan lemas, Buang air kecil
pasien menggunakan kateter dan telah dipasangkan Nasogastrik tube
(NGT). Pasien juga mengeluh bengkak pada kaki kiri dan kanan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat Masuk rumah sakit bhayangkara 1 minggu sebelum dirawat di
rumah sakit anutapura palu dengan keluhan yang sama dan telah terpasang
NGT dan Kateter, Pada Tanggal 21 maret 2018 pasien di rencanakan untuk
tindakan operasi Colostomy namun operasi di tunda karena tekanan darah
pasien yang tinggi.

Riwayat Penyakit keluarga


Keluarga tidak memiliki keluhan atau penyakit yang serupa

Riwayat Pengobatan
-
Riwayat Kebiasaan/Pekerjaan
-
III. PEMERIKSAAN FISIK :
Status Generalisata
▫ Kondisi : Sakit sedang
32

▫ Gizi : Baik
▫ Kesadaran : Compos mentis
▫ GCS : E4 V5 M6
▫ Tanda-tanda vital
TD : 150 / 90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,4 ºC

Kepala
▫ Bentuk: normocephal
▫ Rambut: warna hitam distribusi merata, sulit dicabut
▫ Wajah: Simetris, paralisis fasial (-), deformitas (-).

▫ Mata
 Pupil: Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2,5mm/2,5mm, refleks cahaya
langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
 Konjungtiva: anemis -/-
 Sklera: ikterik (-)
▫ Mulut
 Bibir: sianosis (-), pucat (-)
 Gusi: gingivitis (-)
 Gigi: karies dentis (-)
 Lidah: deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)
 Tonsil: T1/T1 hiperemis (-)
Leher
▫ Inspeksi: jaringan parut (-), massa (-)
▫ Palpasi: pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada kelenjar
tiroid (-), nyeri tekan (-)
Paru
33

▫ Inspeksi: pengembangan dinding dada simetris, jejas (-), retraksi (-),


massa (-), sikatriks (-)
▫ Palpasi: nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri dan kanan kesan menurun
▫ Perkusi: sonor (+), redup daerah basal paru
▫ Auskultasi: vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
Jantung
▫ Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
▫ Palpasi: ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s),
▫ Perkusi
 Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
 Batas kanan: SIC V linea parasternal dextra
 Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
▫ Auskultasi: bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
▫ Inspeksi: bentuk cembung terhadap thorax & symphisis pubis, jejas (-) LP
88 Cm , Dumb Contuor (-), Dumb Stiefung (-).
▫ Auskultasi: peristaltik (+) kesan meningkat, Metalic sound (+) regio
hipocondrium sinistra dan lumbal sinistra.
▫ Perkusi: Tympani (+), distensi (+)
▫ Palpasi: hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+) diseluruh kuadran
abdomen, ginjal tidak teraba.
34

Ekstremitas
▫ Atas : jejas (-), vulnus (-), edema (-), akral hangat (+/+)
▫ Bawah : jejas (-), vulnus (-), edema (+), akral hangat (+/+)

Rectal Toucher : Spinter ani menjepit , mukosa licin , Ampula Colaps, Teraba
Massa di arah jam 1 dengan konsistensi padat,
Handscoon : darah (+) berwarna merah gelap, Lendir (-), Feses (-).

IV. RESUME
Pasien Masuk dengan keluhan perut membesar dirasakan sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit, perut dirasakan semakin membesar setiap hari dan
terasa nyeri, awalnya pasien mengeluhkan buang air besar berwarna hitam dengan
bentuk kecil-kecil dengan konsistensi padat disertai nausea dan vomitus, tidak
demam, buang air kecil lancar dan Anoreksia (+). Saat ini pasien Flatus (-) dan
konstipasi (+). Pasien juga merasakan Mual(+), muntah (-), pasien juga
mengeluhkan merasakan lemas, Buang air kecil pasien menggunakan kateter dan
telah dipasangkan Nasogastrik tube (NGT). Pasien juga mengeluh bengkak pada
kaki kiri dan kanan.

Pemeriksaan fisik:
- KU : sakit sedang
- Tanda vital :
35

TD : 150/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,4 ºC
- Thoraks
Inspeksi: pengembangan dinding dada simetris, jejas (-), retraksi (-), massa (-),
sikatriks (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri dan kanan kesan menurun
Perkusi: sonor (+), redup daerah basal paru
Auskultasi: vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
- Abdomen
Inspeksi: bentuk cembung terhadap thorax & symphisis pubis, jejas (-) LP 88
Cm , Dumb Contuor (-), Dumb Stiefung (-).
Auskultasi: peristaltik (+) kesan meningkat, Metalic sound (+) regio
hipocondrium sinistra dan lumbal sinistra.
Perkusi: Tympani (+), distensi (+)
Palpasi: hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+) diseluruh kuadran abdomen, ginjal
tidak teraba.
- Ekstremitas
Bawah : jejas (-), vulnus (-), edema (+), akral hangat (+/+)
Rectal Toucher : Spinter ani menjepit , mukosa licin , Ampula Colaps, Teraba
Massa di arah jam 1 dengan konsistensi padat,
Handscoon : darah (+) berwarna merah gelap, Lendir (-), Feses (-).

V. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium : Darah lengkap
 Kimia darah : GDS, Fungsi ginjal (ureum, kreatinin), SGOT, SGPT
 Radiologi : Foto Polos Abdomen + Ct-Scan Kontras
36

Hasil Ct-scan
Massa hiperdens pada rectum yang menyangat kuat post kontras ,
menyempitkan lumen rectum dan menyebabkan dilatasi loop usus di
proximalnya .
Hepar : ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal,
tidak tampak densitas mass maupun nodul metastasis, tidak tampak
dilatasi vaskuler maupun bile duct.
GB : distended dengan sludge didalamnya
Lien dan Pankreas : ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal,
tidak tampak densitas mass.
Kedua ginjal : tampak ginjal kanan lebih tinggi dari ginjal kiri,
ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, tidak tampak densitas
batu maupun dilatasi PCS, tampak beberapa lesi kistik uk 1,1 cm
VU : sulit dinilai, urin minimal
Reverse spondylolisthesis CV L4 terhadap L5
Densitas cairan bebas dalam cavum peritoneum dan cavum pleura bilateral
Kesan :
- TU rectum disertai ileus obstruktif
- Acites dengan efusi pleura bilateral
- Kista ginjal bilateral
37

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG :


Laboratorium

Tanggal 18/03/2018

WBC 7.7 109/L (4,8 – 10,8)


RBC 5.3 1012/L (4,7 – 6,1)
HGB 12.9 g/dl (12 – 16)
PLT 338 109/L (150 – 450)
HCT 39.6 % (37 – 52)
MCV 75.4 fL (80 – 99)
MCH 24.6 Pg (27 – 31)
MCHC 32.6 g/dl (33 – 37)
NEUT% 76 % (40 – 74)

Tanggal 18-19/03/2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Normal
Glukosa Sewaktu 63 80-199 mg/dl
Creatinin 0.77 0.50-1.20 mg/dl
Urea 35 18-55 mg/dl
Albumin 3.4 3.5-5.2 g/dL
CEA 8.88 0-5.0 Mg/dL
K+ 4.00 3.50-5.10 Mmol/L
Na+ 136 135-145 Mmol/L
Cl 97 96-106 Mmol/L
Calsium 1.22 1.12-1.32 Mmol/L

VII. DIAGNOSIS
Ileus obstruktif suspek Carcinoma Rectum

VIII. PENATALAKSANAAN
 IVFD Futrolit : Dextrose 5% : KAEN Mg3 28 TPM 
 Inj. Ceftriaxone 1 amp/12jam
 Inj santagesik 1amp/8jam
 Inj Asam Traneksamat 1 amp/8jam
 Inj. Omeprazole /12jam
38

 Rencana Colostomy

IX. PROGNOSIS
 Qua ad vitam : Dubia et Malam
 Qua ad sonationem : Dubia et Malam

X. FOLLOW UP

Hari Minggu, tanggal 25 Maret 2018


S : Nyeri Perut (+), Distensi (+), Mual (+), Muntah (-), Flatus (-), BAB (-)
demam (-), susah tidur (+). Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan Ct-
Scan Kontras, foto thoraks, dan konsultasi ke bagian penyakit dalam.
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36 0C
TD : 140/90 mmhg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit

Paru-paru : Auskultasi : Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-)


Jantung : Auskultasi : BJ I/II Murni Reguler
Abdomen : Inspeksi : Cembung , LP 88 cm
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan meningkat,
Metalic sound (+)
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), distensi (+)

Ekstremitas
- Atas : Akral hangat(+/+), edema (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (+/+)
Drain : 60 cc
Urin : 1750 cc
39

A : Ileus Obstruktif ec Carcinoma Rectum


P :
 IVFD Futrolit : Dextrose 5% : KAEN Mg3 28 TPM 
 Inj. Ceftriaxone 1 amp/12jam
 Inj santagesik 1amp/8jam
 Inj Asam Traneksamat 1 amp/8jam
 Inj. Omeprazole /12jam
 Rencana Colostomy
 Amlodipin 10mg 1X1
 Candesartan 8mg 1x1
 Alprazolam 0-0-1

Hari Senin, tanggal 26 Maret 2018


S : Nyeri Perut (+), Distensi (+) berkurang, Mual (+), Muntah (-), Flatus (-),
BAB (-) demam (-), susah tidur (+).
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36. 0C
TD : 160/110 mmhg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Paru-paru : Auskultasi : Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : Auskultasi : BJ I/II Murni Reguler
Abdomen : Inspeksi : Cembung , LP 86 cm
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan menurun,
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), distensi (+)
Ekstremitas
- Atas : Akral hangat(+/+), edema (-/-)
- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (+/+)
Drain : 61 cc
40

Urin : 1900 cc
A : Ileus Obstruktif e.c Carcinoma Rectum
P :
 IVFD Futrolit : Dextrose 5% : KAEN Mg3 28 TPM 
 Inj. Ceftriaxone 1 amp/12jam
 Inj santagesik 1amp/8jam
 Inj Asam Traneksamat 1 amp/8jam
 Inj. Omeprazole /12jam
 Rencana Colostomy
 Amlodipin 10mg 1X1
 Candesartan 8mg 1x1
 Alprazolam 0-0-1
 Spironolacton 25mg 2x1
 Direncanakan Rujuk ke Jakarta

Hari Selasa, tanggal 27 Februari 2018


S : Nyeri Perut (+), Distensi (+) berkurang , Mual (+), Muntah (-), Flatus (-),
BAB (-) demam (-), susah tidur (+).
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36.4 0C
TD : 150/100 mmhg
Nadi : 86 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Paru-paru : Auskultasi : Vesikuler(+/+), Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : Auskultasi : BJ I/II Murni Reguler
Abdomen : Inspeksi : Cembung , LP 86 cm
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan menurun,
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), distensi (+)
Ekstremitas
41

- Atas : Akral hangat(+/+), edema (-/-)


- Bawah : Akral hangat (+/+), edema (+/+)
Drain : 58 cc
Urin : 1500 cc
A : Ileus Obstruktif e.c Carcinoma Rectum

P :
 IVFD Futrolit : Dextrose 5% : KAEN Mg3 28 TPM 
 Inj. Ceftriaxone 1 amp/12jam
 Inj santagesik 1amp/8jam
 Inj Asam Traneksamat 1 amp/8jam (dihentikan)
 Inj. Omeprazole /12jam
 Rencana Colostomy
 Amlodipin 10mg 1X1
 Candesartan 8mg 1x1
 Alprazolam 0-0-1
 Spironolacton 25mg 2x1
 Direncanakan Rujuk ke Jakarta

Hari Rabu, tanggal 28 Maret 2018


 Pasien Berangkat Ke Jakarta dengan Rujukan RS Gatot Subroto Jakarta
42

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini yaitu Ileus obstruksi et causa Carcinoma rectum
yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjuang.
Pada Anamnesis didapatkan bahwa Pasien Masuk dengan keluhan perut
membesar dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, perut dirasakan
semakin membesar setiap hari, awalnya pasien mengeluhkan buang air besar
berwarna hitam dengan bentuk kecil-kecil dengan konsistensi padat disertai
nausea dan vomitus, tidak demam, buang air kecil lancar dan Anoreksia (+). Saat
43

ini pasien Flatus (-) dan konstipasi (+). Pasien juga merasakan Mual(+), muntah
(-), pasien juga mengeluhkan merasakan lemas.
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
ada 2 macam, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Jika ditinjau secara etiologi penyebab obstruksi ialah karsinoma, terutama pada
daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula
disebabkan oleh divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid,
dan penyakit Hirschprung.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pada inspeksi abdomen
tampak cembung dengan lingkar perut 88 cm, pada auskultasi ditemukan bising
usus yang meningkat dan terdapat metallic sound di daerah hipokondrium sinistra
dan iliaca sinistra, palpasi terdapat nyeri tekan dan distensi, dan perkusi
ditemukan bunyi tympani.
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian
oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri
kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan
timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun
obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering
dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal
sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam.
Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal
dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat
dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada
obstruksi di daerah distal.
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
44

Pada pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien yaitu


pemeriksaan darah Lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal,foto thoraks, Ct-Scan
abdomen, dan tumor marker ( CEA). Dengan hasil :

WBC 7.7 109/L (4,8 – 10,8)


RBC 5.3 1012/L (4,7 – 6,1)

HGB 12.9 g/dl (12 – 16)


PLT 338 109/L (150 – 450)
HCT 39.6 % (37 – 52)
MCV 75.4 fL (80 – 99)
MCH 24.6 Pg (27 – 31)
MCHC 32.6 g/dl (33 – 37)
NEUT% 76 % (40 – 74)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan


Normal
Glukosa Sewaktu 63 80-199 mg/dl
Creatinin 0.77 0.50-1.20 mg/dl
Urea 35 18-55 mg/dl
Albumin 3.4 3.5-5.2 g/dL
CEA 8.88 0-5.0 Mg/dL
K+ 4.00 3.50-5.10 Mmol/L
Na+ 136 135-145 Mmol/L
Cl 97 96-106 Mmol/L
Calsium 1.22 1.12-1.32 Mmol/L

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi


hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in
loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam
mendiagnosis secara awal ileus obstruktifus secara dini.
45

Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan


foto abdomen 3 posisi. Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus
obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon
Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi
usus yang menyeluruh dari gaster sampai rectum
46

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan
Ct-scan Abdoment dengan contras. Dan didapatkan hasil foto thoraks efusi pleura
bilateral dan tampak hearing bone pada cavum abdomen yang membuktikan
adanya ileus obstruksi.

Pada Kasus ini juga dilakukan pemeriksaan CT-Scan Contras untuk melihat
daerah sumbatan yang ada didalam cavum abdomen. Dan di dapatkan hasil
adanya tumor di bagian rectum proximal.
47

Pengobatan yang diberikan pada kasus ini adalah pemasangan NGT, Kateter
dan Obat-obatan.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit.
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.
48

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :

- Strangulasi

- Obstruksi lengkap

- Hernia inkarserata

- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan


NGT, infus, oksigen dan kateter)
Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate )
dapat dilakukan ” restorative anterior resection”
Pada pasien ini tidak dilakukan pembedahan karena pasien di rujuk ke rumah
sakit dengan pelayanan yang lebih lengkap.

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya
lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
49

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from


www.emedicine.com. (Download : 18 Juni 2009)
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from
www.emedicine.com. (Download : 18 Juni 2009).
3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available
from www.republika.co.id. (Download : 18 Juni 2009)
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American
Cancer Society Inc. Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center, University of Texas.
6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di
RSUP Dr. Jamil Padang, Cermin dunia Kedokteran No.120. Available
from http://www.kalbe.co.id (Download : 18 Juni 2009)
7. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know.
Available from Available from www.healthABC.info. (Download : 18
Juni 2009)
8. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis &
Staging. Available from www.OncologyChannel.com. (Download : 18
Juni 2009)
9. Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available from
www.nationalcancerinstitute.htm. (Download : 18 Juni 2009)
10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus,
FK UGM.
11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
12. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit
Buku Media Aesculapius. Jakarta.
13. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott
Willi ams & Wilkins: USA.p 201
50

14. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States
of America: The McGraw-Hill Companies.
15. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England
Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com. p.348:919-932,
(Download : 24 Juni 2009)
16. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal
of Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from
http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,.
(Download : 24 Juni 2009)
17. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-
2003, Available from http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
(Download : 24 Juni 2009)

18. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi.


http://www.scribd.com/ileus_obstruktif.

19. Guyton A.C., Hall J.E. 1997a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Jakarta : EGC.

20. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran
No.29. http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

21. Maulana, Razi. 2011. Ileus Obstruktif. http://razimaulana.wordpress.com.

22. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction


by Means of Direct Radiography. Volume XXII No. 253.

23. Sari, Dina Kartika dkk. 2005. Chirurgica. Yogyakarta : Tosca Enterprise.
pp : 32-26.

24. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Jakarta : EGC. Hal : 623.
51

25. Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi
7. London : Churchill Livingstone.

Anda mungkin juga menyukai