Anda di halaman 1dari 5

TB PARU ANAK

1. Subyektif
Anak laki-laki, 2 tahun, batuk berdahak sejak 1 bulan lalu. Batuk berdahak warna hijau,
darah (-), disertai pilek berwarna hijau kental, menggigil dan demam terus menerus sudah 2
hari ini. Riwayat pengobatan batuk ke mantra dan bidan, diberi obat batuk, sempat sembuh
namun keluhan berulang, disertai keringat malam dan penurunan berat badan karena nafsu
makan anak menurun, rewel dan gelisah saat tidur. Riwayat kontak dengan pasien TB Paru
tidak diketahui, namun ada tetangga yang sedang batuk
2. Obyektif
Pasien tampak lemas, demam (febris), tampak kurus, keringat dingin (+), terdengar suara
ronki dan wheezing dari kedua lapang paru, takikardia, pembesaran KGB colli dextra.
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis dan dari hasil
rontgen diduga adanya TB paru aktif, mantoux test positif.
3. Assessment
Pasien didiagnosis suspect TB Paru didasarkan adanya hasil pemeriksaan subjektif dan
objektif. Dari pemeriksaan subjektif didapatkan keluhan batuk yang sudah lebih dari 3
minggu, penurunan berat badan, demam, keringat malam. Dari pemeriksaan objektif
didapatkan adanya gizi kurang, pembesaran KGB, mantoux yang positif dan hasil rontgen
kearah TB paru aktif.
Penegakkan diagnosis TB paru pada anak dilakukan dengan menggunakan skoring TB.
Pada pasien ini didapatkan skoring jumlah 8 dengan perincian:
Kontak dengan pasien TB tidak jelas 0
Uji tuberculin positif 3
Berat badan/keadaan gizi kurang 1
Demam tanpa sebab yang jelas lebih dari 2 1
minggu
Batuk lebih dari 3 minggu 1
Pembesaran KGB 1
Pembengkakan tulang sendi 0
Foto Thorax sugestif TB 1
Maka dari itu, pasien ini dapat ditegakkan diagnosisnya sebagai TB paru dan dapat mulai
pengobatan OAT.

4. Plan
Diagnosis
Penegakkan diagnosis TB pada anak berbeda dengan pada orang dewasa, karena pada anak
menggunakan skoring TB. Dalam skoring TB paru pada anak, kontak positif (skor 3) dan uji
tuberculin/mantoux positif (skor 3), jika ada 2 gejala tersebut maka pasien dapat langsung
didiagnosis TB paru dan mulai OAT (skor lebih dari sama dengan 6). Namun, jika kontak
tidak jelas, gejala lain seperti batuk, demam, status gizi, pembesaran KGB dapat membantu
menunjang diagnosis, selain itu dapat dilakukan pemeriksaan rontgen thorax (namun pada
kasus TB anak, foto rontgen bukan sarana utama dalam penegakkan TB paru)
Tes Uji Tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD pada permukaan depan atau
bawah lengan bawah (tidak terdapat lesi dan jauh dari vena) secara intrakutan dianggap
positif jika terjadi indurasi (kulit menjadi bengkak dan pucat) setelah 48-72 jam dari
penyuntikan yang artinya adalah si anak terinfeksi TB dan untuk membuktikan sakit TB atau
tidak dengan skoring TB. Dan rujukan consensus terbaru adalah perlunya pemeriksaan HIV
pada semua kasus TB karena merupakan koinfeksi.

Pengobatan
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase
awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan
(4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket.
Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat
untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk
tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT
(Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet,
yaitu:
 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang
digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan komposisi
dari tablet KDT tersebut.
BB (kg) Awal Lanjutan
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum
diminum.

Pendidikan
Pendidikan pada keluarga terutama ayah dan ibu pasien adalah mengenai kepatuhan minum
obat. Pengobatan OAT minimal dilakukan selama 6 bulan dan tidak boleh terputus, selain itu
harus rutin control agar dapat dimonitor apakah pengobatan OAT nya berhasil atau tidak.
Selain itu, perlindungan diri dengan menggunakan masker atau diajarkan agar dahak tidak
dibuang sembarangan di tempat terbuka. Dijelaskan juga mengenai penularan yang melalui
kontak langsung, droplet dan diperlukannya pencahayaan serta higienitas yang cukup di
lingkungan agar terhindar dari kuman TBC.

Konsultasi
Diberitahukan pada pasien dan keluarganya mengenai perlunya konsultasi dengan dokter
spesialis anak jika gejala semakin berat dan tidak ada perbaikan dalam pengobatan OAT.
Orang tua dan semua yang sudah kontak lebih baik diperiksa juga agar dapat diobati secara
tuntas.

Anda mungkin juga menyukai