Anda di halaman 1dari 5

LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN :

A. Perkenalan

B. Sampaikan maksud dan tujuan

C. Pencairan suasana

D. Meminta Izin dengan masyarakat bahwa kita boleh belajar

E. Pemetaan

Ajak masyarakat untuk membuat outline desa / dusun / kampung, seperti batas
desa/dusun/kampung, jalan, sungai, tempat umum dan lain-lain.
Siapkan potongan-potongan kertas dan bagikan kertas, kemudian minta masyarakat untuk
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing beserta jumlah jiwa dalam satu rumah
Membuat kesepakatan dengan masyarakat dengan bahasa masyarakat tentang BAB dan TINJA
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. JIka seseorang BAB di luar
rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan tempatnya dan
tandai dengan bubuk kuning.
Tanyakan pula di mana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada saat malam
hari, saat hujan atau saat terserang sakit perut.
Tanyakan berapa kira-kira jumlah “tinja” yang dihasilkan oleh setiap orang setiap harinya.
Sepakati jumlah rata-ratanya.
Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat) yang paling
banyak menghasilkan tinja. (beri tepuk tangan).
Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.
Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu masyarakat
bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
Ajak masyarakat menghitung jumlah “tinja” dari masyarakat yang masih BAB di sembarang
tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak “tinja” yang ada di desa/dusun tersebut
dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB sembarang tempat berlangsung?.
Tanyakan kemana kira-kira “perginya” tinja tersebut.
Di akhir kegiatan tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah mereka akan
melakukan hal yang sama?

F. Penelusuran Lokasi BAB Sembarangan (Transect Walk)

Ajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada
hasil pemetaan).
Lakukan analisa partisipatif di tempat tersebut.
Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di tempat
tersebut.
Jika di antara masyarakat yang ikut penelusuran ada yang biasa melakukan BAB di tempat
tersebut, tanyakan:
bagaimana perasaannya ?
berapa lama kebiasaan itu berlangsung ?
apakah besok akan melakukan hal yang sama?
Jika di antara masyarakat yang ikut penelusuran tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di
tempat tersebut tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat lokasi tersebut. Tanyakan hal yang
sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai BAB tersebut.
Jika ada anak kecil yang ikut dalam penelusuran atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu,
tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil menyatakan tidak suka,
ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian,
slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
G. Alur Kontaminasi (Oral Fecal)

Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut?
Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk
menggambarkan atau menuliskan hal – hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut.
Analisa hasilnya bersama – sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya FGD
untuk memicu rasa takut sakit)

H. Simulasi air yang telah terkontaminasi

Alternativ pertama dengan air di ember


a. Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang
untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaiann dan lain-lain yang
biasa dilakukan oleh warga di sungai.

b. Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk
melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.

c. Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu? Apa yang akan
dilakukan masyarakat di kemudian hari?

Alternativ Kedua dengan air minum di gelas


a. Ambil air dalam gelas (bisa saja aqua gelas), minta salah satu masyarakat untuk meminum air
dalam gelas tersebut sampai setengah gelas

b. Minta sisa air yang mereka minum kemudian masukan sedikit kotoran ke dalam gelas dengan
sehelai rambut dan minta mereka untuk meminumnya kembali
c. Tunggu reaksinya. Jika ia menolak meminumnya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu? Apa yang akan
dilakukan masyarakat di kemudian hari?

I. Diskusi Kelompok (FGD)

o FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang tempat selama 1
hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya.

o FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain

Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat,
diantaranya:

FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”

Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan
mengapa mereka melakukannya.
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung dan
kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat
terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau tidak
sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang
mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
FGD untuk memicu rasa “jijik” dan “takut sakit”

Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah “tinja di kampungnya”, dan kemana perginya
sejumlah tinja tersebut.
Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media
penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki
lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang ke mana saja dengan membawa kotoran di
kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumah–rumah dan makanan-makanan di dalam
kampung itu dijamin bebas dari lalat, dan sebagainya.
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang pernah terkena
diare (2 – 3 tahun lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, adakah anggota keluarga
(terutama anak kecil) yang meninggal karena diare, bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota
keluarga lainnya.
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan

(contohnya dalam komunitas yang beragama Islam)

Bisa dengan mengutip hadits atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan larangan atau
dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang
fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: “bahwa ada 3 kelompok yang karena
perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa membuang air (besar)
di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di bawah pohon (tempat berteduh)”.
Bisa dengan mengajak untuk mengingat hukum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan “najis”.
Tanyakan air apa yang selama ini digunakan oleh masyarakat untuk wudlu”? apakah benar-benar
bebas dari najis?
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD menyangkut kemiskinan

FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun
terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban.

Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator bisa
menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif
yang paling sederhana).
Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun jamban
(meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa mengambil perbandingan
dengan masyarakat yang “jauh lebih miskin” daripada masyarakat Indonesia, misalnya
Bangladesh. Bagaimana masyarakat miskin di Bangladesh berupaya untuk merubah kebiasaan
BAB di sembarang tempat.
Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung jawab
siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu diurus oleh pemerintah dan
pihak luar lainnya?

J. Puncak Pemicuan

1. Tanyakan kepada masyarakat siapa yang mau berubah, jika ada yang mau berubah berikan
apresiasi dengan meminta semua masyarakat tepuk tangan

2. bagaimana kita berubah? Jika ada masyarakat yang mau membuat jamban minta mereka
menjelaskan bagaimana cara membuat jamban serta tanyakan berapa biaya membuat jamban

3. jika jamban yang dijelaskan masih dengan harga yang mahal, gali masyarakat untuk membuat
jamban yang murah

4. jika sudah ada yang mau berubah, berikan apresiasi dan minta mereka untuk membuat
kontrak sosial
K. Penutupan

1. Ucapkan terimakasih kepada masyarakat

2. Membuat kesepakatan kapan kita bisa bertemu lagi untuk membahas tindak lanjut

Anda mungkin juga menyukai