Tugas Kelompok 1 Ppok
Tugas Kelompok 1 Ppok
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. AGUNG NUGROHO (1014031006)
2. ELSA FITRI INDRIANI (1014031032)
3. EVA ZULMAYENI (1013031040)
4. NINING SULASTRI PRATIWI (1014031066)
5. TRIMA AMANAH (1014031100)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana karena-Nyalah tugas ini dapat
terselesaikan. Terima kasih pada dosen pembimbing yang telah membantu
tersusunnya makalah laporan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
/ Kritis Dan Penatalaksanaan Pada Pasien Dengan PPOK”. Secara sistematis dan
tepat waktu.
Makalah laporan ini berisi tentang penjelasan, penguraian dan ilustrasi kasus
tentang penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). sesuai dengan sistematika
pembuatan makalah. Kami sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna
begitu juga dalam pembuatan makalah ini, apabila nantinya terdapat kekurangan,
kesalahan dalam karya tulis ini, kami selaku penulis sangat berharap kepada
seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran seperlunya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bahan
pembelajaran kepada kita semua.
PENDAHULUAN
Data WHO (2016), mencatat secara global di tahun 2015 diperkirakan sekitar
3 juta kematian disebabkan oleh PPOK (yang merupakan 5% dari semua
kematian di tahun itu). Lebih dari 90% kematian karena PPOK terdapat di
Negara berpenghasilan rendah dan tinggi. Di Indonesia sendiri PPOK berada
di urutan ketujuh penyebab kematian dengan angka kematian mencapai 3.1%
ditahun 2012 (sekitar 48 ribu jiwa). Presentase kematian karena penyakit ini
meningkat dari tahun 2000-2012 (WHO, 2016).
Tahun 2013, angka kejadian PPOK di Indonesia pada umur >30 tahun
berdasarkan gejala menurut hasil Riskesdas tahun 2013 mencapai 3.7% .
Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur
(10,0%), kemudian Sulawesi Tengah (8,0%), dan Sulawesi Barat (6,7%).
Sedangkan prevalensi PPOK terendah menurut riset yang sama di tahun yang
sama adalah Provinsi Lampung (1,4%), kemudian Provinsi Riau, Jambi, dan
Kepulauan Riau (2,1%). (GOLD, 2009)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, tetapi dengan pengobatan medis dan fisik dapat membantu
mengurangi gejala, meningkatkan kualitas kehidupan dan mengurangi resiko
kematian. PPOK cenderung sulit untuk didiagnosa secara tepat dan dapat
mengancam kehidupan. Penyakit ini biasanya dicurigai pada orang yang
mengalami gejala seperti napas pendek, batuk kronik dan produksi sputum,
dan dapat dikonfirmasi dengan menggunakan tes spirometri untuk mengukur
seberapa banyak dan kecepatan seseorang dapat mengeluarkan napas secara
paksa (WHO, 2016).
Jadi, PPOK merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
A. Anatomi Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Bronkus kanan lebih pendek
dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hamper
vertical dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-
12 cincin, mempunyai dua cabang dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam (Haryani, A., Alimatussadiah., Santy sanusi.,
2009).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara). Bronkus terminalis memiliki garis tengah kurang
dari 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru (Haryani, A.,
Alimatussadiah., Santy sanusi., 2009).
B. Fisiologi Ventilasi
Komponen eksternal respirasi (Ventilasi) membawa udara yang dihirup ke
dalam saluran napas bawah dan alveoli paru. Kontraksi dan relaksasi otot-
otot respiratorius menggerakkkan udara keluar masuk paru-paru. (Kowalak
J.P 2011).
Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah yaitu menuruni gerakan tekanan, (Haryani, A.,
Alimatussadiah., Santy sanusi., 2009) yaitu :
a. Tekanan atmosfer (barometric) yaitu tekanan yang ditimbulkan oleh berat
udara diatmosfer terhadap benda-benda dipermukaan bumi.
b. Tekanan intra-alveolus (tekanan intrapulmonalis) yaitu tekanan di dalam
alveolus.
c. Tekanan intrapleura (tekanan intratoniks) yaitu tekanan di dalam kantong
pleura dan tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks.
Mekanisme inspirasi dan ekspirasi menurut (Haryani, A., Alimatussadiah.,
Santy sanusi., 2009) :
a) Mekanisme Inspirasi
Beberapa otot-otot pernapasan berkontraksi, salah satunya adalah
diaphragm dan otot-otot intracostal eksternal. Otot intracostal eksternal
akan meregang antar tulang rusuk dan ketika otot intercostal eksternal
berkontraksi, tulang rusuk sekitarnya akan tertarik bersama-sama. Tulang
rusuk kehilangan kecepatannya sepanjang ujung anterior, dekat dengan
sternum, tulang rusuk tersebut bergerak ke atas dan keluar,
menggembangkan rongga dada.
Rongga dada akan mengembang ketika otot-otot pernapasan berkontraksi
dan diaphragm mengerut. Meskipun intercosta dan otot abdomen sangat
penting dalam pernapasan, namun diaphragm adalah organ yang utama
dalam pernapasan.
Otot abdomen harus dalam keadaan relaksasi ketika diaphragm mengerut/
berkontraksi.
Meningkatnya ukuran rongga dada menyebabkan penurunan tekanan di
dalam rongga sampai 4 mmHg dibawah tekanan atmosfer, yaitu sekitar
756 mmHg dan udara akan mengalir dengan cepat melalui saluran
pernapasan ke dalam paru-paru.
b) Mekanisme Ekspirasi
Otot intercosta eksternal dan diaphragm relaksasi, diikuti rongga dada
kembali dalam posisi semula, ukurannya lebih kecil oleh extrinsic elastic
recoil yang dibantu oleh tulang rawan, menyebabkan peningkatan tekanan
rongga dada. Penurunan volume dalam rongga dada adalah akibat bagian
dari entrinsik elastic recoil (pengembangan paru-paru) suatu jaringan
paru-paru tersebut, yang akan meregang selama inspirasi dan mendorong
diaphragm ke atas.
Otot abdomen kontraksi, mendorong abdomen ke arah diiaphragma, dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga dada.
Paru-paru berkontraksi sehingga udara akan dikeluarkan.
Kowalak J.P.(2011), menerangkan bahwa disamping menghangatkan,
melembabkan, dan menyaring udara yang dihirup pada saaat inspirasi,
saluran napas bawah melindungi paru-paru melalui beberapa meaknisme
pertahanan. Mekanisme pembersihan (Klirens) meliputi refleks batuk dan
system mukosiliaris. System mukosiliaris memproduksi mucus (lender)
yang menangkap partikel-partikel asing. Lalu benda asing disapu ke saluran
napas atas untuk kemudian mengalami ekspektorasi oleh tonjolan-tonjolan
khusus berbentuk jari-jari tangan, yang dinamakan silia.gangguan
epithelium paru-paru atau system mukosiliaris dapat menyebabkan
malfungsi mekanisme pertahanan sehingga polutan dan iritan dapat masuk
ke dalam paru-paru dan menyebabkan inflamasi. Saluran napas bawah juga
membei perlindungan imunologis dan mengawali respon cedera pulmoner.
III PPOK berat FEV1 / FVC<70% Terapi teratur dengan satu atau
FEV1 <30% yang lebih bronkodilator
diprediksi atau ada gagal Rehabilitasi
nafas atau gagal jantung Inhalasi glukokortrikosteroid jika
kanan terjadi gejala signifikan dan
respons fungsi paru atau jika
terjadi eksaserbasi berulang
Terapi komplikasi
Terapi oksigen jangka panjang
jika terjadi gagal nafas
Pertimbangkan terapi pembedahan
E. Patofisiologi
Seiring perkembangan PPOK, perubahan patofisiologi berikut biasanya
terjadi secara berurutan : hipersekresi mukus, disfungsi silia,
keterbatasan aliran udara hiperinfasi ppulmonal. abnormalities
pertukaran gas, hipertensi pulmonal, dank or pulmonal. jalan nafas
perifer menjadi tempat utama obstruksi pada pasien PPOK. perubahan
stuktural dinding jalan nafas adalah penyebab terpenting peningkatan
tahanan jalan nafas perifer. perubahan inflamsi seperti edema jalan nafas
dan hipersekresi mukus juga menyebabkan penyempitan jalan nafas
perifer. Hipersekresi mukus disebabkan oleh stimulasi pembesaran
kelenjar yang menyekresi mukus dan peningkatan jumlah sel goblet oleh
mediator inflamasi seperti leukotrien, protainase, dan neuropeptida. Sel
epitel yang bersilia mengalami metaplasia, skuamosa, yang
menyebabkan gangguan pembersihan mukosilia, yang biasanya
merupakan abnormalitas fisiologis yang pertama kali terjadi pada
PPOK.abnormalitas ini dapat terjadi selama beberapa tahun sebelum
abnormalitas lain terjadi keterbatasan aliran udara ekspirasi adalah
temuan penting pada PPOK. ketika proses penyakit berkembang, volume
ekspirasi kuat dalam satu detik (corced exspiratory volume in 1 second,
FEV1) dan kapasitas vital kuat ( corced vital capacity, FVC) menurun;
hal ini berhubungan dengan peningkatan ketebalan dinding jalan nafas ,
penurunan kelekatan alveolat, dan penurunan recoil elastis paru. sering
kali, tanda pertama terjadinya keterbatasan aliran udara adalah
penurunan rasio FEV/FVC menurut global initiative for cronic
obstructive lung disease (GOLD) 2001, adanya FEV1pasca bronkodilator
kurang dari 80% dari nilai prediksi yang dikombinasi dengan rasio
FEV1/FVC kurang dari 70% menegaskan adanya keterbatasan aliran
udara yang tidak refersibel sepenuhnya. pada PPOK berat udara
terperangkat diparu selama ekspirasi kuat, yang menyebabkan kapasitas
residual fungsional (fungtional residual capacity, FRC) tinggi secara
abnormal. peningkatan FRC menyebabkan hiperinflasi pulmonal. pada
PPOK lebih lanjut obstruksi jalan nafas perifer,destruksi parenkim, dan
iregularitas vascular pulmonal mengurangi kapasitas paru untuk
pertukaran gas sehingga menyebabkan hipoksemia (oksigen darah
rendah) dan hiperkapnia (karbon dioksida darah
tinggi).Ketidakseimbangan rasio ventilasi, perfusi adalah kekutan
pendorong dibelakang hipoksemia pada pasien PPOK, tanpa
memperhatikan stadium penyakit.Hiperkapnia kronis biasanya
mengindikasikan disfungsi otot inspirasi dan hipoventilasi alveolat.
Ketika hipoksemia dan hiperkapnia berkembang lambat pada PPOK,
hipertensi pulmonal sering terjadi yang menyebabkan hipertropi
ventrikel kanan, lebih dikenal sebagai cor pulmonal.Gagal jantung kanan
menyebakan statis vena lebih lanjut dan trombosis yang dapat berpotensi
menyebabkan embolisme paru dan lebih lanjut mengganggu sirkulasi
paru (WHO, 2011).
F. Pathway
lendir meningkat
pernafasan
Intoleransi
Pola Nafas Tidak Efektif Aktivitas
G. Pemeriksaan Dignostik / Penunjang
a. Spirometri
Keterbatasan aliran udara ekspirasi adalah tanda diagnostic utama
PPOK. Karena spirometri adalah pengukuran keterbatasan aliran udara
yang paling dapat diulang dan objektif, spirometri tetap menjadi
standar untuk mendiagnosis PPOK dan memantau kemajuannya.
Spirometri dilakukan pada pasien yang mengalami batuk kronis dan
produksi sputum walaupun tanpa dispnea. Spirometri mengukur
volume maksimal udara yang diekshalasi secara kuat dari titik
inspirasi maksimal (FVC) dan volume udara yang diekshalasi selama
detik pertama latihan ini (FEV1). Rasio dua pengukuran ini
(FEV1:FVC) kemudian dihitung. Pengukuran spirometri dievaluasi
dengan membandingkan hasil dengan nilai rujukan yang sesuai usia,
tinggi, jenis kelamin, dan ras. Pasien PPOK mengalami penurunan
FEV1 dan FVC, dan derajat abnormalitas spirometrik biasanya
menggambarkan keparahan penyakit ini. Pada penyakit itu sendiri,
rasio FEV1:FVC adalah pengukuran keterbatasan aliran udara yang
paling sensitive, dan rasio FEV1:FVC kurang dari 70% dainggap
sebagai tanda awal keterbatasan aliran udara pada pasien yang
memiliki FEV1 tetap normal (minimal 80% dari nilai yang diprediksi)
(WHO, 2011)
b. Arteri Gas Darah
Pengukuran Gas Darah Arteri harus dilakukan pada semua pasien
dengan FEV1 kurang dari 40% yang diprediksi atau ketika tanda klinis
gagal napas atau gagal jantung kanan terjadi (mis., sianosis sentral,
pembengkakan pergelangan kaki, peningaktan tekanan vena
jugularis).Gagal napas diindikasikan oleh tekanan parsial oksigen
arteri (PaO2) 60mmHg dengan atau tanpa tekanan parsial karbon
dioksida arteri (PaCO2) 45 mmHg jika udara pernapasan sejajar
permukaan air laut.Beberapa tindakan kewaspadaan harus dilakukan
untuk memastikan hasil yang akurat. Pertama, harus dicatat jika pasien
saat ini mendapatkan sumber oksigen dan sejumlah oksigen diberikan
kepada pasien selama masa sampel gas darah. Kedua, jika fraksi
oksigen inspirasi (Fio2) berubah, periode 20 sampai 30 menit harus
berlalu sebelum tekanan gas diperiksa kembali (WHO, 2011).
H. Penatalaksanaan
a. Farmakologi / Medis
Glukokortikoid
Terapi oksigen adalah salah satu terapi nonfarmakologi utama untuk pasien
yang mengalami PPOK berat. Terapi okseigen dapat diberikan sebagai
terapi kontinu jangka panjang, selama olahraga, dan untuk mengurangi
dispnea akut (Morton, PG., fortaine, D., Hudak, CM., Gallo, BM 2011).
PaO2 berada pada atau dibawah 55 mm Hg atau SaO2 berada pada atau
dibawah 88%, dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2antara 55 mm Hg dan 60 mm Hg atau SaO2 dibawah 90%, jika ada
tanda-tanda hipertensi pulmonal, gagal jantung kongestif, atau
polisitemia.
2. Edukasi
3. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darahMalnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan
otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil
dengan waktu pemberian yang lebih sering (PDPI, 2009).
4. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis
dan psikologi.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.
Di rumah
- Latihan dinamik
Rumah sakit
- Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per
minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi,
lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan
keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil
pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah
6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang
obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
- Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk
penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging.
Ergometri lebih baik dari pada walking-jogging. Begitu jenis
latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang
cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal.
Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung
60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan
2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah
sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi
maksimal adalah 220 - umur dalam tahun.
- Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk
penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani
secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk
aritmia atau iskemi jantung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental,
gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
- Pakaian longgar dan ringan
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan
apabila diperlukan dapat diberikan obat (PDPI,2009)
3. Latihan pernafasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak
nafas teknik latihan meliuputi pernapasan diafragma dan pursed lips
guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen
dan toraks. serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan
memperkuat otot ekstrimiti (PDPI, 2009)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Ilustrasi Kasus
PENGKAJIAN
1. Biodata Klien
Nama klien : Tn. K
Jenis kelamin :L
Usia : 76 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Cibunyuh Cilaku Curug
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga yang tinggal satu rumah tidak ada yang
mempunyai riwayat sesak, tidak ada yang didiagnosis PPOK
sebelumnya, dan tidak ada yang pernah dirawat karena infeksi
paru sebelumnya. Lingkungan tempat tinggal : lantai dari keramik,
pencahayaan matahari bagus, ventilasi udara bagus.
b. Lab darah
2. Terapy
a. IUFD Nacl 0,9% 20 tpm
b. Nebu Kombiven 2 ml
c. Codein 2x1 gr
d. Cefotaxime 2x1 gr
e. Amlodipin 10mg 1x1
f. Ranitidin 2x1 gr
B. Analisa Data
batuk
4.1. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya
menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat)
ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau
gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala
utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok,
lingkungn yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernfasan, dll.
Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total karena penyakit ini
merupakan penyakit komplikasi seperti asma, emphiema, bronkus kritis dll.
Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila rutin berkonsultasi
dengan dokter, mengubah pola hidup sehari-hari dan sering berolahraga.
Dari asuhan keperawatan Tn. K dengan diagnose PPOK ( penyakit Paru
Obstruktif Kronik ) maka Diagnosa keperawatan yang di dapat adalah
Bersihan jalan napas tidak efektif, Dari jurnal yang kita dapat bahwa Latihan
Endurance lebih baik dari pada latihan pernafasan, karna dapat
meningkatkan kalitas hidup pada penderita PPOK, dan jurnal kedua dengan
hasil peneltian bahwa peran Upper limb dan Lower Limb Exercise juga
dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, JP., Mayer. Brenna, W., Wiliam, H., Andry. (2011). Buku ajar
patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Morton, PG., Fortaine, D., Hudak, CM., Gallo, BM. (2011). Keperawatan Kritis.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Novianti, Z., Suradi., Doewes, M. (2015). Peran Upper Limb dan Lower Limp
Exercise Terhadap Kapasitas Latihan dan Fat-Free Mass Penderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil, J Respir Indo Vol 35 No 3.
NAMA :
NIK :
JUDUL KASUS :
Serang……………..2017
Pembimbing Makalah
(......................................................)
NAMA :
NIK : ( )
JUDUL MAKALAH :
Serang, ……………………20…….
Serang……………..2017
Pembimbing Makalah
Ketua Prodi PSIK STIKes Fa,
(......................................................)