Anda di halaman 1dari 6

A.

Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56-58

Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka
bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud kepadanya.
Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah,
karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.

Rutinitas hidup yang dijalani terkadang menjebak manusia yang membuatnya berpikir
bahwa hidup ini ibarat putaran atau siklus tiada henti. Seakan-akan hidup ini hanya satu
kesamaan dengan yang lain. Maksudnya ketika lahir, kemudian sekolah, menikah, punya anak,
tua kemudian menunggu ajal. Setidaknya seperti itu yang selama ini dijalani.

Sulit sekali bagi manusia jika hanya mengandalkan logika untuk mencari jawaban apa
sebenarnya ini kehidupan manusia. Namun jawaban yang tepat dapat ditemukan dalam sebuah
kitab yang memang dibuat oleh si perancang kehidupan ini sekaligus pemiliknya. Jawaban dapat
diketemukan jika manusia menyadari siapa yang menciptakan kehidupan dunia dan seisinya.
Allah SWT dalam Adz-Dzariat .ayat 56-59 berfirman:
Artinya:

 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.
 57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi Aku makan.
 58. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi
Sangat Kokoh.

B. Makna Mufrodat Dan Kandungan Ayat :

Didahulukannya penyebutan kata (‫ )الجن‬Jin dari kata (‫ )اإلنس‬manusia karena jin memang
lebih dahulu diciptakan Allah dari pada manusia. Huruf (‫ )ل‬pada kata (‫ )ليعبدون‬bukan berarti agar
supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah, sedangankan Menrut Prof. Dr. Muhammad
Quraish Shihab dalam tasirnya, Al-Misbah, penafsiar an ayat di atas adalah sebagai berikut:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk satu manfaat yang kembali pada diri-Ku.
Aku tidak menciptakan mereka melainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas meraka adalah
beribadah kepada-Ku.

Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku), karena memang penekannya
adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan
tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah swt,
huruf lam disini sama dengan huruf lam dalam firman Allah SWT:

“ Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menja- di musuh dan
Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man beserta tentaranya adalah orang-
orang yang bersalah.”

Bila huruf lam pada liyakuna dipahami dalam arti agar supaya, maka di atas seperti:
maka dipungutlah dia oleh keluarga fir’aun agar supaya dia Musa yang dipungut itu menjadi
musuh dengan kesedihan bagi mereka.

Thabathaba’I memahami huruf lam pada ayat yang ditafsirkan dalam arti agar supaya,
yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah. Ulama ini menulis bahwa
tujuan apapun bentuknya adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan untuk
menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/
kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah SWT, karena dia tidak memiliki
kebutuhan. Dengan demikian tidak ada lagi baginya yang perlu disempurnakan. Namun disisi
lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindari.

Tafsir:

56. (Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku)
pengertian dalam ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan, bahwa orang-orang
kafir tidak menyembah-Nya. Karena sesungguhnya tujuan dari ayat ini tidaklah memastikan
keberadaannya. Perihalnya sama saja dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataanmu,
"Aku runcingkan pena ini supaya aku dapat menulis dengannya." Dan kenyataannya terkadang
kamu tidak menggunakannya.

57. (Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka) untuk-Ku dan untuk mereka serta
untuk selain mereka (dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan) baik dari
diri mereka atau pun dari selain mereka.

58. (Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh) yakni Sangat Perkasa.

Shihab (2003:355),

Ayat di atas (pen: ayat 56) menggunakan bentuk persona pertama (Aku) setelah
sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah). Ini bukan saja bertujuan menekankan
pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah
melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa,
rezeki yang dibagikan-Nya melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang di sini karena
penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan
berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan
selain Allah Swt.
Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh
mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan
gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar
mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah
umur lalu mati.

Shihab (2003:356),

Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah).
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya,
seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan
batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa
eksistensi manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt
dan tentu saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya.
Sekecil apapun perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan
kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali
menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.

Syaikul Islam, Ibnu Taimiyah (dalam Nur Hasanah, 2002), memandang bahwa makna
ibadah lebih dalam dan luas. Makna ibadah sampai pada unsur yang rumit sekalipun. Unsur yang
sangat penting di dalam mewujudkan ibadah ialah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT yaitu unsur cinta. Tanpa unsur cinta tersebut, mustahil tujuan pokok diciptakan
manusia, para rasul diutus, diturunkan kitab-kitab, ialah hanya untuk berbadah kepada Allah
SWT dapat tercapai.

Pada ayat 57, Allah menegaskan bahwa Allah sekali-kali tidak pernah membutuhkan
apapun dari makhluk-Nya. Semua bentuk ibadah yang disyariatkan akan dikembalikan
balasannya kepada makhluk-Nya. Allah menciptakan manusia, dan Allah juga yang memberikan
tuntunan kepada manusia agar memperoleh kebahagiaan di sisi-Nya kembali. Allah
menghendaki agar manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Setelah manusia dilahirkan ke
dunia, manusia diberi keleluasaan untuk memilih. Pilihannya itulah yang menentukan hasil akhir
dari perjalanan hidup manusia sampai di Hari Akhir nanti.
Ayat 58, Allah memberikan ultimatum bahwa hanya Allah yang Maha Perkasa. Semua
makhluk berada di bawah kekuasaan-Nya. Allah yang memberikan rezeki, Allah tidak
membutuhkan rezeki.

Anda mungkin juga menyukai