MOLA HIDATIDOSA
PEMBIMBING :
dr. Agus Thoriq , Sp.OG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa” ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. Dr. Agus Rusdhy Hariawan Hamid, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
2. Dr. I Made W. Mahayasa, Sp.OG, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
3. Dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor dan pembimbing.
4. Dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku supervisor
5. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
6. Dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor
7. Bidan-bidan dan Pegawai SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB
8. Teman-teman seperjuangan, Dokter Muda SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2
Penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblast plasenta.
Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar
kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu
penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational
Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non
Gestational Throphoblastic Disease 1.
Penyakit trofoblast mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi
ganas dan menimbulkan metastase keganasan dengan berbagai variasi2. Penyakit
trofoblast termasuk sebuah spektrum dengan tumor-tumor terkait; mola hidatidosa,
mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki
berbagai variasi lokal invasi dan metastasis.2,3, Insidensi mola hidatidosa cukup tinggi
dibandingkan penyakit trofoblast lainnya. Mola hidatidosa tergolong penyakit
trofoblast yang tidak ganas, tetapi penyakit ini dapat menjadi ganas (mola distruens
dan koriokarsinoma).4
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000
kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120
kehamilan.4 Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200
kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan.
Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih
besar.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
berupa degenerasi hidropik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan
mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang
lebih besar daripada kehamilan biasa 1,2,4
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia,
mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi
(data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata
serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat
obstetri, etnis dan genetik.4
2.3 Etiologi da Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh sebuah spermatozoon memasuki ovum yang
telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih
dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola
bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid
yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab.6
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga
embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada
keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu. Peningkatan aktivitas
sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan
progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena sintesis hormone ini memerlukan
enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi
perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium.7
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. keadaan sosioekonomi yang rendah
4
5. paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. kekurangan protein
8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patofisiologi
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu
karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik
yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu
dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di
dalam jaringan mesenkim villi.1,4
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola
hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus
menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik,
sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur
kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang
kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX).
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.6,7,8
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69
XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap,
sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid
dan cacat. 6,8
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B.
Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
5
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas 1:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena
kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini
menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole . 1,2,8
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Mola Komplit Mola Parsial
Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
6
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pascamola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah - tinggi
7
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas
tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang
sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan
mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya
dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan
perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang
hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu
kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti
lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.6
A. Diagnosis
1. Anamnesis
8
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang
banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat
dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
9
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva
regresi normal gonadotropin korionik subunit β pasca mola. 8
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala
hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah,
emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai
hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma. 8
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
B. Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
10
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
C. Komplikasi
Perdarahan yang hebat sampai syok
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
11
Infeksi sekunder
Perforasi karena tindakan atau keganasan
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 21 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Sesaot
RM :
MRS : 4 November 2012
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada perut dan tidak merasakan gerakan janinnya
12
tidak merasakan gerakan janin setelah dipijat di dukun (18.00, 4/11/2012). Pasien
menyatakan tidak menstruasi sejak 3 bulan lalu. Sering merasa mual dan muntah.
Riwayat pecah ketuban (-), keluar darah campur lendir (-), perdarahan (-).
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.
Riwayat Kontrasepsi : -
Riwayat Obstetri :
- Pasien mengaku sudah kawin: 1x, dengan suami sekarang 1,5 tahun, kawin pertama
kali usia 25 tahun.
- Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien
memiliki siklus haid yang teratur (30-40 hari). Pasien mengaku telat menstruasi
selama 3 bulan. HPHT pasien mengaku lupa
- Riwayat ANC : 1 x, di Puskesmas
- Riwayat USG: tidak pernah
- Riwayat kehamilan:
1. Ini
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 37,2oC
13
- Mata : anemis (+/+), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
Abdomen :
Inspeksi : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : teraba tinggi fundus uteri 2 jari di bawah prosesus xipoideus,
balotement (-), tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+)
Auskultasi : DJJ (-)
VT :
Fluxus (+)
Portio keras, forniks tidak jelas teraba
OUE tertutup, tidak teraba jaringan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tampak gambaran sarang tawon, badai salju (snowstrom), kesan: Mola Hidatidosa
VI. DIAGNOSIS
Mola Hidatidosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Diagnosis
Cek DL, β-HCG
USG
PA
b. Rencana Terapi
Infus RL 20 tpm
Suction Kuretase
c. Rencana Monitoring
Observasi keadaan umum dan vital sign
Observasi perdarahan
d. KIE pasien dan keluarga
14
Gelembung-gelembung mola
15
Gambar. Jaringan mola hasil kuretase
KU : lemah RR : 20 x/menit
TD : 110/80 mmHg Suhu : 36,7oC
Nadi : 92 x/menit
KU : lemah
Kes : compos mentis
TD : 80/50 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,4oC
Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh vili
korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur. Mola dapat
mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit).
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat menyebabkan antara
lain, faktor ovum, imunoselektif dari tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas
tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
Pada kasus ini, kemungkinan penyebab adanya kehamilan mola karena keadaan
sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein. Selain itu faktor resiko
lainnya adalah usia ibu yang terlalu muda. Pasien mengeluh keluar darah lewat jalan lahir,
gejala ini merupakan gejala utama mola. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan syok. Perdarahan
pervaginam yang berulang ini cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung seperti
busa. Gejala lain yang mendukung adalah mual dan muntah yang berlebihan.
Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis dalam batas normal, dimana tanda vital
dalam batas normal, pada pemeriksaan palpasi teraba tinggi fundus uteri dua jari di bawah
prosesus xipoideus, balotement (-), tidak teraba bagian janin. Pasien mengaku telah terlambat
haid selama 3 bulan dan telah melakukan tes kehamilan dan hasilnya (+). Dari pengkuran
TFU dan pengakuan telah terlambat haid 3 bulan, didapatkan ketidaksesuaian. Dimana
pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan pasien. Dalam pemeriksaan ini, USG
digunakan untuk menegakkan diagnosis mola, dimana dari pemeriksaan USG didapatkan
gambaran sarang tawon, badai salju (snowstrom), sehingga menegakkan diagnosis Mola
Hidatidosa.
Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien ini dan didapatkan
darah keluar bersama cairan berwarna coklat, gelembung-gelembung mola, dan tidak
ditemukan janin sehingga pasien dapat dikatakan mengalami mola komplit. Tindakan suction
curetage pada pasien ini sudah tepat dilakukan. Dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari
berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan
lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan
kontrasepsi non hormonal.
17
Waktu Subjektif Objektif Assesment Rencana Terapi
04/11/ Pasien rujukan Puskesmas Status umum G1P0A0H0 32-33 Cek DL, HbsAg
2012 Narmada dengan G1P0A0H0 Kondisi umum : lemah minggu S/IUFD DM konsul SPV :
21.55 preterm T/IU presentasi kepala Tekanan darah : 110/80 mmHg dengan suspek observasi
WITA dengan inpartu kala 1 fase latent Nadi : 88x/menit Solusio Plasenta
dengan suspek IUFD. Pasien RR : 20 x/menit dengan anemia
mengeluhakan yeri perut dan T : 37,20 ringan
hilangnya gerakan janin setelah Status lokalis
dipijat dukun (18.00, 4/11/2012). Mata : Anemis (+/+), icterik (-/-)
Pasien menyatakan tidak Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-)
menstruasi sejak 3 bulan lalu. Pulmo: vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
Riwayat pecah ketuban (-), ronkhi (-/-)
keluar lendir campur darah (-). Abdomen : skar (-), striae gravidarum
Tidak ada riwayat DM,HT, dan (-), linea nigra (+)
asma Ekstrimitas : edema (-/-), akral hangat
HPHT : Lupa Status Obstetri :
HTP : - TFU : 25 cm
Riwayat ANC :1 x di Puskesmas His : (-)
Riwayat USG : - DJJ : (-)
Riwayat KB : - VT : : Ø -, Porsio teraba keras, forniks
Riwayat Obstetri : tidak jelas teraba, fluxus (+).
I. ini Presentasi bokong
1. Sumapraja, S & Martaadisoebrata, D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput
Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta. Hal: 342-348.
2. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.B.G.F., dan Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas,
dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta. Hal: 725-726.
3. Mansjoer, A. dkk. 2001. “Mola Hidatidosa” Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal 265-267
4. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Jakarta. 2009. Hal . 262-264
5. Hacker, N.F., & Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri
dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates. Jakarta. Hal: 679-680.
6. John T,2006, Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
dari http://www.utilis.net/Morning%20Topics/Gynecology/GTN.PDF ,
pada 25 Oktober 2012
7. Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua.
EGC. Jakarta. Hal : 138-143.
8. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. Hal 930-938
9. Hardjoeno, dkk. 2006. Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum Dan Sesudah
Kuretase. Bagian Patologi klinik FK-UH- RS dr.Wahidin Sudirohusodo: Makassar