Anda di halaman 1dari 12

ASMA ANAK

Definisi

Asma secara klinis praktis adalah adanya mengi berulang dan/atau batuk persisten
dengan karakteristik sebagai berikut, timbul secara episodik, cenderung pada malam hari
(nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, dapat membaik dengan atau tanpa pengobatan
(reversible) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya, sedangkan sebab-
sebab lain sudak disingkirkan.

Yang dimaksud serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari
gejala-gejala batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari
gejala-gejala tersebut.

Epidemiologi

Penelitian mengenai prevalensi asma telah banyak dilakukan dan hasilnya telah
dilaporkan dari berbagai negara. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada
dewasa dan 10% pada anak). prevalensi tersebut sangat bervariasi, terdapat perbedaan antar
negara bahkan beberapa daerah di suatu negara.

Patofisiologi

Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, edema
mukosa dan infiltrasi sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag) dan deskuamasi
sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi seperti histamin, leukotrin, yang
mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang
kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak merata di seluruh paru.
Atelektasis segmental atu subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas dapat
menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara, distensi paru yang
berlebih. Perubahan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus
menyebabkan tidak padupadannya ventilasi dengan perfusi.

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi


peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi
melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan
penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks.

8
Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi
curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padupadan, hipoventilasi alveolar dan peningkatan kerja
nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi
hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis
respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan oto
nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis
respiratorik. Karna itu dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih
dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas.
Selain itu dapat terjadi asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh
otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun terjadi
komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga
produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan terjadinya atelektasis.

Diagnosis dan Klasifikasi

Masalah penting pada asma adalah kemampuan untuk menegakkan diagnosis.


Beberapa kriteria diagnosis selalu mempunyai kelemahan, tapi umumnya disepakati bahwa
hiperreaktivitas bronkus tetap merupakan bukti onjektif yang perlu untuk diagnosis asma.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang terarah, pemeriksaan


fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang, termasuk melakukan uji tuberkulin. Dalam
anamnesis, mengi berulang dan/atau batuk berulang merupakan titik awal untuk menuju
diagnosis termasuk yang dipertimbangkan kemungkinan asma adalah anak-anak yanh hanya
menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda dan pada saat diperiksa tanda-tanda lain
seperti mengi sedang tidak timbul.

Adanya kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, khususnya anak di bawah 3
tahun, respon yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik dan dengan
menyingkirkan penyakit lain, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Pada anak yang sudah
besar pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji faal paru yang paling sederhana adalah
Peak Flow Meter. Apabila fasilitas ada lebih lengkap dilakukan pemeriksaan dengan
spirometer. Uji provokasi bronkus dengan menggunakan histamin, metakolin, exercise atau
salin hipertonis dapat menunjang diagnosis.

9
Penentuan klasifikasi derajat penyakit asma sangat penting karena berkaitan dengan
tatalaksana. Berbeda dengan Global Irnitiative for Asthma (GINA), Konsensus Nasional
Asma pada Anak yang ke-3 membagi derajat asma berdasarkan keadaan klinis dan kenutuhan
obat menjadi 3, yaitu asma episodik jarang yang meliputi 75% pupulasi asma anak, asma
episodik sering yang meliputi 20% populasi dan asma persisten meliputi 5% populasi.
Berdasarkan derajat serangannya, asma dikelompokkan menjadi serangan asma ringan,
sedang dan berat.

Klasifikasi Derajat Penyakit Asma

No. Parameter klinis, kebutuhan obat Asma Episodik Asma Episodik Asma Persisten
dan faal paru Jarang Sering
1. Frekuensi serangan < 1x/bulan >1x/bulan Sering
2. Lama serangan <1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi.
3. Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Saangat
terganggu
6. Pemeriksaan fisis di luar serangan Normal Mungkin Tidak pernah
terganggu normal
7. Obat pengendali Tidak perlu perlu Perlu
8. Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60- PEF/FEV1 <60%
80%
9. Variabilitas Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji fungsi paru dengan spirometri. Diagnosis asma dapat ditegakkan bila didapatkan:
a. Variasi pada PFR atau FEV1 ≥ 15%
b. Kenaikan ≥ 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
c. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bromkus.
2. Pemeriksaan IgE dan eosinofil total.
Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan menunjang diagnosis.
3. Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi
pada saat serangan. Foto sinus paranasal perlu dipertimbangkan pada anak >5 tahun
dengan asma persisten atau sulit diatasi.

10
Tata Laksana

Tata laksana asma lebih ditekankan pada upaya mencegah timbulnya dan
berlanjutnya/memburuknya proses inflamasi. Bila proses inflamasi tidak dapat dihentikan
maka akan menimbulkan kecacatan yang menetap sampai dewasa.

Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan kelurganya tentang penyakit
asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang
digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) untuk mengatasi serangan
asma yang terjadi (tatalaksana jangka pendek) dan pengendali (controller) untuk mencegah
memburuknya proses inflamasi (tata laksana jangka panjang).

Tata Laksana Jangka Pendek

Tujuannya adalah mengatasi serangan, yaitu episode perburukan yang progresif dari
gejala-gejala klinik (batuk, sesak nafas, mengi, rasa dada tertekan). Derajat serangan asma
bisa mulai dari serangan yang ringan sampai serangan berat yang mengancam jiwa.
Tatalaksana tersebut tercapai bila penyempitan jalan nafas bisa teratasi secepatnya dan upaya
pencegahan terhadap kekambuhan dapat tercapai. Tata laksana dibagi menjadi tata laksana di
rumah dan di rumah sakit. Tata laksana di rumah dapat dimulai dengan pengobatan inhalasi ß-
agonis kerja singkat, dapat diulang 3 kali dalam 1 jam. Di Indonesia, pemberian terapi awal di
rumah dapat menggunakan obat-obat pereda secara oral.

Tata laksana awal di rumah sakit adalah pemberian ß-agonis secara nebulisasi.
Nebulisasi dapat diulang 2 kali dalam selang waktu 20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat
ditambahkan obat antikolinergik. Tata laksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai
penapis untuk penentuan derajat serangan.

Serangan Ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien mendapatkan respon yang baik, berarti derajat
serangannya ringan. Setelah observasi 1-2 jam, pasien dapat dipulangkan dengan diberikan
obat-obat pereda baik oral ataupun hirupan. Jika pencetus erangannya adalah infeksi virus,
dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek selama 3-5 hari.

Serangan Sedang

11
Bila dengan nebulisasi 2-3 kali pasien hanya memberikan respons yang parsial,
kemungkinan derajat serangannya sedang. Observasi perlu lebih lama dan pasien sudah
dipersiapkan untuk keadaan darurat, antara lain dipasang jalur parenteral.

Serangan Berat

Jika dengan pemberian 3 kali nebulisasi pasien tidak memberikan respon parsial, maka
pasien masuk dalam kategori serangan berat dan pasien harus dirawat dan diberikan:

 Oksigen 0,5-2L/menit
Pemberian oksigen mutlak diperlukan terutama untuk mengatasi hipoksemia. Terapi
oksigen dengan menggunakan kanul nasal 0,5-2 L/menit cukup untuk
mempertahankan target saturasi oksigen lebih dari 90%.
 Nebulisasi dengan ß-agonis dan antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2
jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat
diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
 Koreksi asidosis, dehidrasio dan gangguan elektrolit bila ada.
Cairan intravena diberikan untuk mengatasi dehidrasi akibat masukan cairan yang
kurang dan peningkatan usaha nafas.
 Steroid intra vena secara bolus tiap 6-8 jam.
 Aminofilin intravena, dengan dosis:
o Bila pasien belum mendapatkan aminofilin sebelumnya, berikan aminofilin
dosis awal 4-6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam
20-30 menit.
o Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis
diberikan separuhnya.
o Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
o Selanjutnmya diberikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam.
 Bila terjadi perbaikan klinis, nebulisasi siteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan
pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral.
 Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulanghkan dan diberikan obat
ß-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain
itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48
jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma
episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma
persisten memerlukan obat controller.

12
Tata Laksana Jangka Panjang

Saat ini steroid inhalasi merupakan pilihan utama dalam tata laksana jangka panjang
asma. Pada asma sedang dimulai dengan pemberian steroid inhalasi dosis rendah. Jika
menggunakan flutikason, dimulai dengan dosis 2x50 μg, sedangkan jika digunakan
beklometason atau budesonid dipakai dosis 2x100 μg.

Pada asma yang berat dipakai dosis flutikason 2x100 μg atau budesonid/beklometason
2x200 μg. Bila dengan dosis ini tidak diperoleh hasil yang memuaskan sebelum kita
menaikkan dosis steroid perlu dicari dulu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengobatan
antara lain upaya penghindaran, kepatuhan menggunakan obat atau adanya penyakit lain. Bila
semua faktor di atas tidak ada, dapat ditambahkan agonis ß2 kerja panjang atau agonis ß2
lepas terkendali, teofilin lepas lambat atau penggunaan obat baru berupa leukotrin receptor
antagonist. Bila dengan penambahan obat0obat tersebut gagal, baru dosis steroid inhalasi
dinaikkan menjadi 2x lipat.

Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya belum juga terkendali mungkin perlu
dipertimbangkan steroid oral walaupun memiliki efek samping yang lebih besar dibandingkan
steroid inhalasi. Obat yang digunakan adalah prednison atau metilprednisolon dengan dosis 1-
2 mg/kgBB/hari, kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari atau
pagi hari.

Edukasi

Upaya meningkatkan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi pada orang tua
maupun pasien akan menunjang tata laksana penghindaran maupun medikamentosa. Upaya
tersebut di atas meliputi perihal penyakit asmanya sendiri, faktor-faktor yang berperan
(inducer, enhancer maupun trigger), maupun manfaat obat yang kita berikan.

Prognosis

Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan mengi tidak berlanjut
menjadi asma pada masa anak dan remaja. Adaya asma pada orang tua dan dermatitis atopi
pada anak dengan mengi merupakan salah satu indikator penting untuk terjadinya asma di
kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal tersebut maka kemungkinan menjadi asma lebih
besar atau terdapat salah satu di atas disertai dengan 2 atau 3 keadaan yaitu eosinofilia, rinitis
alergika, dan mengi yang menetap pada keadaan bukan flu.
13
Bila ditangani dengan baik maka pasien asma dapat memperoleh kualitas hidup yang
sangat mendekati anak normal, dengan fungsi paru normal pada usia deasa kelak walaupun
tetap menunjukkan saluran nafas yang hiperresponsif.

14
LAPORAN KASUS

Topik : Asma pada Anak

Tanggal masuk : 2 Juni 2010

Nama pasien : MA

Umur : 2 tahun 6 bulan

No RM : 10011258

Alamat : Koto Katiak

1. Subjektif

Seorang anak laki-laki berumur 2 tahun 6 bulan dibawa ke IGD RSUD Padang Panjang pada
tanggal 2 Juni 2010, pukul 20:35 dengan :
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Penyakit Sekarang :
- Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terlalu tinggi, bersifat hilang
timbul, tidak menggigil, tidak berkeringat dan tidak disertai kejang.
- Batuk pilek sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, berdahak berwarna putih.
- Sesak nafas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, berbunyi menciut, dipengaruhi
cuaca, tidak dipengaruhi makanan dan aktivitas.
- Tidak ada riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama.
- Tidak ada riwayat kontak dengan unggas mati mendadak.
- Riwayat biring susu tidak ada.
- Tidak ada riwayat kebiruan dan tersedak.
- Mual muntah tidak ada, nafsu makan berkurang sejak sakit.
- Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
- Buang air besar konsistensi dan warna biasa.
- Anak belum dibawa ke dokter dan belum mendapat pengobatan.

15
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Anak telah dikenal menderita asma sejak umur 1,5 tahun, berobat rutin ke dokter spesialis
anak. Anak pernah dirawat 3 bulan yang lalu di bangsal anak dengan keluhan yang sama.
Serangan asma terakhir 1 bulan yang lalu, tidak dirawat.

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Kakek pasien juga menderita asma.
- Ayah pasien menderita alergi terhadap makanan.

Riwayat Kehamilan Ibu :


Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol teratur, ke bidan,
imunisasi TT ada, riwayat minum obat-obatan atau mendapat penyinaran tidak ada, hamil
cukup bulan.

Riwayat Persalinan :
Lahir spontan, ditolong bidan, saat lahir langsung menangis kuat, berat badan lahir
3500 gram, panjang badan lupa, tidak ada riwayat kejang, biru, dan kuning saat lahir.

Riwayat Minuman dan Makanan


Mendapatkan ASI dari lahir sampai umur 1,5 tahun, bubur susu mulai diberikan umur
6 bulan sampai 8 bulan, nasi tim umur 8 bulan sampai 12 bulan. Nasi biasa mulai umur 12
bulan. Anak biasanya makan nasi 3 kali sehari menghabiskan 5 sendok makan perkali,
mendapatkan lauk ikan 2 kali seminggu, telur 1 kali seminggu, ayam 2 kali seminggu, daging
1 kali seminggu , sayuran tiap hari.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap, scar BCG ada.

Riwayat Perkembangan Fisik dan Mental


Pertumbuhan gigi pertama umur 7 bulan, tengkurap umur 4 bulan, duduk umur 8
bulan, berdiri umur 10 bulan, berjalan umur 11 bulan, bicara umur 15 bulan. Pertumbuhan dan
perkembangan dalam batas normal.

16
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Keluarga
- Pasien merupakan anak satu-satunya.
- Ayah pasien berusia 28 tahun, pendidikan perguruan tinggi, pekerjaan PNS, penghasilan
perbulan ± Rp 1.800.000,-. Ibu pasien berusia 24 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan ibu
rumah tangga. Tinggal di rumah permanen, sumber air minum air PAM, jamban dalam
rumah, sampah dijemput petugas, halaman rumah cukup luas, kesan hygiene dan sanitasi
baik

2. Objektif
Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang Berat Badan : 14 kg
Kesadaran : sadar Tinggi Badan : 91 cm
Frekuensi nadi : 120 x/menit BB/TB : 104,5%
Frekuensi nafas : 48 x/menit BB/U : 103,7%
Suhu : 37,80 C TB/U : 98,9%
Sianosis : tidak ada Kesan : status gizi baik
Pucat : tidak ada
Ikterik : tidak ada
Edema : tidak ada

Pemeriksaan Sistemik :
Kulit : teraba hangat.
Kepala : bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, refleks cahaya +/+ normal, mata tidak cekung.
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cupimg hidung tidak ada
Mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

17
Thoraks
Paru :
Inspeksi : normochest, simetris kiri-kanan, retraksi epigastrium (+), retraksi suprastenal
(+)
Palpasi : sukar dinilai
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang, ronkhi tidak ada, wheezing ada di kedua lapangan
paru.
Jantung:
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1jari medial LMCS RIC V
Perkusi : sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ada kelainan
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus : Rectal toucher tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis tidak ada
Refleks fisiologis +/+
Refleks patologis : tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium

Darah : Hb : 14 gr%

Ht : 42,3%

Leukosit : 9600 /mm3

18
Trombosit : 184.000/mm3

Hitung jenis : 0/8/1/68/22/1

3. Assessment
Diagnosis kerja : Asma dalam serangan akut

4. Plan

- O2 2 L/menit

- Nebulisasi I : ventolin ½ respules  observasi 20 menit  Nafas: 48 kali/menit,


wheezing +↓ / +↓, retraksi suprasternal ada  respon parsial.

- Nebulisasi II : ventolin ½ respules  observasi 20 menit  Nafas: 40 kali/menit,


wheezing +↓↓ / +↓↓, retraksi suprasternal ada  respon parsial

Diagnosa : Asma serangan sedang dengan respon parsial episodik jarang

Terapi :

- Nebulisasi III : combivent ½ respules

- Rawat bangsal anak :

o O2 2 L/menit

o IVFD D 5% 85cc/kgBB/hari = 1190 cc/hari = 12 tetes/menit makro

o Dexametason 7,5 mg iv  dilanjutkan 3 x 2,5 mg

o Nebulisasi combivent ½ respules tiap 2 jam dalam 4 jam pertama  nilai


ulang keadaan klinis pasien.

o Bromhexin syr 3 x cth 1

o Paracetamol syr 3 x cth 1

19

Anda mungkin juga menyukai