Anda di halaman 1dari 13

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Nama Peserta : dr.M. Ridho Aditya

Nama Wahana : RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti Samboja

Topik : Kasus Bedah

Tanggal (Kasus) :

Nama Pasien : Tn.

No RM : 909602

Tanggal Presentasi :

Nama Pendamping : dr. Chusnul dan dr. Rifky

Tempat Presentasi : RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum
usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia
akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan
luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan
pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan
umur. Sebenarnya perubahan-perubahan ke arah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai
sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi
menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan
gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan
terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,
dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan
menyebabkan gejala dan tanda klinik.

II. Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi BPH belum diketahui secara pasti namun faktor risiko umur dan hormon
androgen diduga berperan penting. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada
usia 30-40 tahun. Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya hiperplasi
prostat ini, yaitu:
 Teori dehidrotestosteron (DHT)
 Teori Hormon
 Faktor interaksi stroma dan epitel

2
 Teori Sel Stem

Gambar 1. Benign Prostat Hyperplasia

III. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan uretra prostatika dan menghambat
aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertofi otot detrusor. Perubahan struktur buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract syptoms (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Obstruksi yang disebabkan oleh hiperplasia
prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya masa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul
prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi peningkatan rasio stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal
rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1
dan hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan otot polos prostat dibandingkan
dengan prostat normal. Dalam hal ini masa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen
statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab
obstruksi prostat.

3
IV. Manifestasi Klinis
Pada BPH biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
terjadi karena destrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup
lama sehingga kontraksi terputus. Gejala dan tanda obstruksi tersebut antara lain :
- Perubahan ukuran dan pancaran air kemih
- Interupsi pancaran/miksi terputus (intermitency)
- Menetes pada akhir miksi (terminal dribling)
- Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistency)
- Rasa belum puas sehabis miksi
Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda tersebut antra lain :
- Nokturia
- Frekuensi miksi bertambah (frequency)
- Miksi sulit ditahan (urgency)
- Nyeri saat miksi (disuria)

V. Diagnosis
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap
dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat
penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu.

Anamnesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara
yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis
itu meliputi:
 Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
 Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cedera, infeksi, atau pembedahan)
 Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
 Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

4
 Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).
WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah
distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis
gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan
total maksimum 35. Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi
sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
 Skor 0-7: bergejala ringan
 Skor 8-19: bergejala sedang
 Skor 20-35: bergejala berat.
Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan
tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7
kemungkinan jawaban.

Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung
underestimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar,
hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada
pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada
pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat
sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi
neuromuskuler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter
ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks
di daerah sakral.

5
Pemeriksaan Penunjang
Radiologis
a) Foto Rontgen dan IVP
b) Ultrasonografi

Pemeriksaan Penunjang Lainnya


a) Urinalisis
b) Faal Ginjal
c) PSA
- 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
- 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
- 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
- 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
d) Uroflometri
e) Pemeriksaan Residual Urin
Residual urin atau post voiding residual urin (PVR) adalah sisa urin yang tertinggal di
dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urin ini pada orang normal adalah 0,09-
2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.

VI. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi
yang dilakukan tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif
kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa
terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Di Indonesia,
tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan
terpilih untuk pasien BPH.
a. Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan
untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah, yaitu keluhan ringan yang tidak
menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi

6
kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan
obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,(4) jangan menahan kencing
terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran
urin, maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Jenis obat yang digunakan adalah:
1. Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
- preparat non selektif: fenoksibenzamin
- preparat selektif masa kerja pendek:prazosin, afluzosin (Uroxatral), dan
indoramin
- preparat selektif dengan masa kerja lama:doksazosin (Cardura), dan terazosin
(Hytrin),
2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dandutasteride
c. Terapi intervensi
1. Pembedahan
2. Laser Prostatektomi

VII. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa
pengobatan adalah 1) trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan
intravesika yang selalu tinggi akibat obstruksi, 2) sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos
di antara serat-serat detrusor, 3) divertikel, bila sakulasi menjadi besar. Komplikasi lain
adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil,
sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intravesika yang selalu tinggi tersebut
diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005.
2. Prostate Gland Anatomy and Physiology. Diunduh dari http://training.anatomy.com.
pada tanggal 10 April 2015
3. Rahardjo, J. Prostat Hipertropi. Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta: Bina rupa aksara ;
1996. h 161-70.
4. Mansjoer, A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. h 329
5. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis.
Retensi Urine. Jakarta: Binarupa Aksara; 2013. H 157-62

8
BORANG STATUS PORTOFOLIO BEDAH

No. ID dan Nama Peserta dr. M. Ridho Aditya


No. ID dan Nama Wahana RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti
Topik BPH
Tanggal (kasus)
Nama Pasien Tn. No. RM
Dr.Chusnul dan Dr.
Tanggal Presentasi Pendamping
Rifky
Tempat Presentasi RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti Samboja
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi Pasien laki-laki, usia 72 tahun, nyeri perut bagian bawah sejak 4 jam SMRS
□ Tujuan Penatalaksanaan retensio urine yang disebabkan oleh BPH
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Audit
Bahasan □ Kasus
Cara
Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Tn. No. Registrasi
Nama RS : RSUD ABADI Samboja Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Retensio urine ec susp. BPH

2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama istri dan 1 orang anak, rumah
permanen. Pasien sudah tidak bekerja lagi.

9
7. Lain-lain : -
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis BPH
2. Tatalaksana awal pasien Retensio Urine ec BPH + ISK
3. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
 Nyeri perut bagian bawah sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
merasa ingin buang air kecil, namun tidak bisa berkemih. Pasien belum buang air kecil sejak tadi
pagi. Terakhir buang air kecil tadi malam.
 Keluhan sulit buang air kecil sudah dirasakan pasien sejak 6 bulan yang lalu. Pasien merasakan
bahwa BAK nya tidak tuntas, harus mengedan, pancaran lemah, dan nyeri. Pasien sering bolak
balik kamar mandi untuk BAK. Tidur malam hari sering terganggu karena pasien sering
terbangun untuk BAK 5-6 kali. Sejak 4 hari yang lalu BAK semakin sulit, sering hanya menetes
sedikit-sedikit
 Riwayat kencing berpasir/ keluar batu tidak ada.
 Riwayat kencing bernanah seperti warna susu tidak ada
 Riwayat kencing berdarah seperti air cucian daging tidak ada.
 Riwayat trauma tidak ada.
 Demam tidak ada.
 Nyeri pinggang tidak ada.
 Buang air besar biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat menderita penyakit hipertensi (-)
• Riwayat menderita penyakit DM (-)
• Riwayat menderita penyakit jantung (-)
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah mengobati keluhannya
2. Objektif :
a. Vital sign
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : CMC

10
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi nafas : 18 x/menit
- Suhu : 36.90 C
b. Status Generalis
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Leher : JVP 5-2 cm H20. Tidak ada pembesaran KGB.
- Thorax
Jantung: I : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba pada RIC V 1 jari medial LMCS
Pr : batas jantung normal
A : bunyi jantung murni, irama reguler, bising (-).
Paru : I : simetris kiri = kanan
Pa : fremitus kiri = kanan
Pr : sonor
A : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen: I : tidak membuncit
Pa: hepar dan lien tidak teraba.
Pr: timpani
A : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
c. Status Lokalis
Regio Lumbal: I : Ramping pinggang +/+
Pa : ballottement -/-, nyeri ketok CVA -/-, nyeri tekan sudut
murphy -/-
Regio Suprapubik: I : Blast Menonjol
Pa: Teraba penuh, fluktuasi (+), nyeri (+)
Pr: Redup
d. Rectal Toucher
Anus : Tenang
Sfingter : Baik
Mukosa : Licin
Ampula : Kosong. Teraba prostat menonjol, simetris kiri dan kanan, batas atas tidak

11
teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), nyeri tekan (-)
Handscoen : feses (+), darah (-), lendir (-)
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin :
- Hb : 14,8 gr/dl
- Leukosit : 6.020/mm3
- Ht : 42,7%
- Trombosit : 197.000/mm3
Urinalisa :
- Makroskopis : warna kuning
- Mikroskopis : Eritrosit : (-)
Leukosit : > 20/lpb
Epitel : (+)

3. Assessment:
 Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 72 tahun masuk IGD RSUD Padang Panjang
pada tanggal 19 Maret 2015 dengan diagnosis kerja Retensio Urine ec BPH + ISK. Diagnosis
ditegakkan dari anamnesis didapatkan nyeri pada perut bagian bawah sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit, rasa ingin berkemih tapi tidak bisa mengeluarkan kencing, terakhir buang air
kecil tadi malam. Sejak 6 bulan yang lalu pasien merasakan bahwa BAK nya tidak tuntas, harus
mengedan, pancaran lemah, dan nyeri. Pasien sering bolak balik kamar mandi untuk BAK. Tidur
malam hari sering terganggu karena pasien sering terbangun untuk BAK 5-6 kali. Sejak 4 hari
yang lalu BAK semakin sulit, sering hanya menetes sedikit-sedikit
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda vital dan pemeriksaan sistemik normal.
Ditemukan vesika urinaria teraba penuh dan pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan adanya
pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, simetris kiri dan kanan, permukaan rata, dan tidak
nyeri tekan.
 Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan leukosit urine >20/lpb
4. Plan:
Diagnosis: retensio urin ec BPH + ISK
Pengobatan:
- Mengeluarkan urin dengan memasang foley catheter no 16  catheter dipasang menetap
- Konsul Bedah rencana Operasi Prostatomy

12
Edukasi :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit ini dan komplikasi yang bisa
terjadi serta penatalaksanaan yang diberikan.
 Kontrol ke poli Bedah untuk dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya.

13

Anda mungkin juga menyukai