Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

NAPZA (Narkotika,Pisikotropika, dan Zat Adiktif lainya)

Disusun oleh :
1. Amalia Nurlaily
2. Cindy Nisa Sari
3. Heru Setiawan
4. Ilfi Diana Nur Agustin
5. Mariatul Qiptiyah
6. Novirda Lila Nur Khamidah
7. Nindia Ayu Permadani
8. Teresia Ayu Juwita
9. Yoga Pratama Adi P

PRODI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterimakasih pada Bapak/Ibu
dosen yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenandan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Kediri, 04 Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi NAPZA ...................................................................................................... 3
2.2 Jenis-jenis NAPZA ................................................................................................. 3
2.3 Rentang respon penyalahggunaan NAPZA ............................................................. 5
2.4 NAPZA ( zat adiktif yang disalah gunakan ) .......................................................... 6
2.5 Faktor Resiko pemyalahggunaan NAPZA .............................................................. 7
2.6 Dampak Penyalahggunaan NAPZA ........................................................................ 9
2.7 Penanggulanggan NAPZA ...................................................................................... 12
2.8 WOC NAPZA ......................................................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan ....................................................................................... 15
3.2 Analisa Data Keperawatan .................................................................................... 20
3.3 Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 21
3.4 Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 22
3.5 Implementasi Keperawatan ................................................................................... 23
3.6 Evaluasi Keperawatan ........................................................................................... 24
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN ..................................................................................................... 25
4.2 SARAN ................................................................................................................. 25

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang
bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terumata
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan
fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan
pikiran.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks yang
memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran
sebagian besar narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan
atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran di jalur ilegal akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda. Indonesia saat ini tidak hanya sebagai transit
perdagangan gelap serta tujuan peredaran narkoba, tetapi juga telah menjadi produsen
dan pengekspor. (Kemenkes RI,2014).
Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk dalam kategori
narkotika terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir sedangkan yang masuk
dalam kategori psikotropika jumlah kasusnya kian menurun, hal ini terlihat jelas pada
tahun 2009 jumlah kasus psikotropika 8.779 kasus dan tahun 2010 jumlah kasus
psikotropika menurun secara signifikan menjadi 1.181 kasus.
Provinsi Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir masih menempati urutan pertama
jumlah kasus narkona berdasarkan provinsi. Begitu pula halnya menurut jumlah
tersangka narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama yang jumlah
tersangkanya paling banyak dan mengalami peningkatan dari tahun 2010-2011, yang
semula 6.395 tersangka di tahun 2010 meningkat menjadi 8.142 tersangka di tahun 2012.
(Kemenkes RI. 2014).
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna narkoba saat ini
melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit khususnya Rumah Sakit
5
Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial
Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan
narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan bangsa Indonesia
dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan
sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika, dimana pada pasal 54 menyebutkan
bahwa “korban penyalahguna dan pecandu narkotika wajib rehabilitas”. Undang-undang
tersebut juga sudah mengatur bahwa rehabilitasi adalah alternative lain dari hukuman
penjara. Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindrom ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal
mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai
dengan kebutuhan.(Depkes, 2002)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari NAPZA ?
2. Apakah jenis-jenis NAPZA ?
3. Bagaimana rentang respon penyalahgunaan NAPZA ?
4. Apa saja NAPZAyang disalahgunakan ?
5. Apa saja faktor resiko penyalahgunaan NAPZA ?
6. Apa saja dampak penyalahgunaan NAPZA ?
7. Bagaimana Woc dari penyalahgunaan NAPZA ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari NAPZA ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari NAPZA.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis NAPZA.
3. Untuk mengetahui rentang respon penyalahgunaan NAPZA.
4. Untuk mengetahui NAPZAyang disalahgunakan.
5. Untuk mengetahui faktor resiko penyalahgunaan NAPZA.
6. Untuk mengetahui dampak penyalahgunaan NAPZA.
7. Untuk mengetahui WOC dari penyalahgunaan NAPZA.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari NAPZA.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh
orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung
pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan
obat atau NAPZA lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis,
paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan
dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk
kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi
karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu
bukan utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA
secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut
sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi yang
ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan
takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang
khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban
(crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak
menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai korban. Kejahatan yang
secara kriminologi diartikan sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui
keberadaannya, karena mereka dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan
hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas kejahatan
ini (Jimmy, 2015).
2.2 JENIS-JENIS NAPZA

1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I. Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai

7
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw,
kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II. Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III. Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I. Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
(contoh: ekstasi, shabu, LSD).
b. Psikotropika Golongan II. Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. (Contoh:
Amfetamin, Metilfenidat atau Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III. Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan
(Contoh: Pentobarbital, Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV. Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo,
Rohip, Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok, kelompok
alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan, thinner
dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bisa dihisap,
dihirup, dan dicium, dapat memabukkan)
4. Zat Psikoaktif. Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak
sehingga dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
8
2.3 RENTANG RESPON PENYALAHGUNAAN NAPZA
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang berat.
Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang ditampakkan oleh remaja dengan
gangguan penggunaan zat adiktif. (AH Yusuf dkk, 2015)

Respon adaptif

Maladaptif Respon

Eks-perimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:


1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use).
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau coba-
coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman beralkohol.
Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use).
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara
tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA diperoleh secara
gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional (sitiational use).
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha
memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse).
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering), disebut
juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup.
Teman lama berganti dnegan teman pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung,
pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari
kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi
sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use).
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara. Berbohong,
menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat mengendalikan

9
penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan
keluarga dan teman-teman rusak.
2.4 NAPZA( ZAT ADIKTIF ) YANG DISALAHGUNKAN
No Jenis Cara penggunaan Efek pada tubuh
1 Opium, heroin, Dihirup melalui hidung, Merasa bebas dari rasa sakit,
morfin disuntikan melalui otot atau tegang, euphoria
pembuluh darah vena
2 Kokain Ditelan bersama minuman, Merasa gembira, bertenaga,
diisap seperti rook atau lebih percaya diri
disuntikan
3 Kanabis,mariyuana, Dicampur dengan tembakau Rasa gembira, lebih percaya
ganja diri, relaks
4 Alkohol Diminum Bergantung kandungan
alkoholnya
5 Amfetamin Diisap,ditelan Merasa lebih percaya diri,
mengurangi rasa lelah,
meningkatkan konsentrasi
6 Sedative Ditelan Merasa lebih santai,
menyebabkan kantuk
7 Shabu-shabu Diisap Badan serasa lebih segara,
gembira, nafsu makan menurun,
lebih percaya diri
8 XTC Ditelan Meningkatkan kegembiraan,
stamina meningkat
9 LSD Diisap atau ditelan Perasaan melayang (fly),
muncul halusinasi yang
bentuknya berbeda pada tiap
individu
Zat adiktif yang disalahgunaakan :
Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Kanabis Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Kokain Serbuk kokain, daun koka
Alkohol Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedative-hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam, mandrax
MDA (Methyl Dioxy Ekstasi
Amphetamine)
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung
Solven & Inhalasi Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Nikotin Terdapat dalam tembakau
Kafein Terdapat dalam kopi

2.5 FAKTOR RESIKO PENYALAHGUNAAN NAPZA


1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari
orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol
dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain
10
membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar
dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka
mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan
pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami problem-
problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak
keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan
matinya komunikasi antara mereka. (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya).
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman kelompok
sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau
mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut Hawari
(2006) perkenalanpertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman
kelompok. Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan
kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman
kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA,
melainkan juga menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan
yang menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan
psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman
kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya
dengan cara membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga
anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman
kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah
mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan
masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari
identitas diri serta senangmemasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan
Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen
11
Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di
Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan.
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan dalam
keluarga.
c. Pekerjaan.
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan prevalensi
68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN
dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
2.6 DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Terhadap kondisi fisik
a Akibat zat itu sendiri.
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih
yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya
terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung,
jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan
saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan seksual.
4) Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul : infeksi,
emboli.
5) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril. Akan terjadi infeksi,
berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
6) Akibat pertolongan yang keliru. Misalnya dalam keadaan tidak sadar
diberi minum.
12
7) Akibat tidak langsung. Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol
atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
8) Akibat cara hidup pasien. Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan
gigi dan penyakit kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan pada
kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak
wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom
amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi
sampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan mengganggu
fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya
prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya
dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat pada
umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi,
kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan
terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua
pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan
zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsif (Alatas, dkk, 2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan.
7) Gangguan dalam daya pertimbangan.
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat
menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
13
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar –besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
14
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib.
2.7 PENANGGULANGAN NAPZA
1. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko
tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar
individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar
tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak
berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang
anak dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak
menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan
rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan
terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan
melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi
masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan
rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat,
dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan
15
gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba, 2008).
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.

16
2.8 WOC

NAPZA

Melalui saluran Melalui saluran Melalui aliran


pernafasan(tembakau pencernaan(alkohor,amfetamin, darah(heroin,amfetamin,morfin)
,heroin,ganja,kokain)
magic mushroon,pil ekstasi

Masuk jantung dan


Setelah dihirup,masuk Masuk kedalam menyebar keseluruh tubuh
saluran pernafasan
saluran pencernaan

Diserap di pembulu
Absorsi diusus halus
darah kapiler,
menyebar melalui
darah Masuk pembulu darah,
kehati dan menyebar
keseluruh tubuh
Masuk kejantung,seluruh
tubuh melalui darah
Transmisi neurotransmister
terganggu

Halusinogen Halusinogen Depresan (laju


neurotransmiten
diperlambat)
MK : Halusinasi
Waham
Penurunan kerja
MK : Resiko fungsi tubuh
Perilaku Kekerasan
Pemeriksaan
berulang

Sayatan untuk
penggunaan obat

MK : Resiko
Mutilasi Diri

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :

Tn.S 20 tahun mahasiswa salah satu universitas di surabaya sudah 2 tahun ini
menggunakan sabu-sabu. Sebelum menggunakan sabu-sabu ia menggunakan estacy. Ia sudah
pernah mendapatkan penggobatan di panti rehabilitasi selama 6 bulan. Tetapi setelah ia keluar
dari panti tersebut ia kembali memakai sabu dan ia terus kecanduan, saat ia berusaha untuk
tidak memakai ia sakau. tn.s sering berhalusinasi, ingin melukai diri sendiri, lemas lesu.
Dilakukan pengkajian TD: 130/90 mmhg, S:36,60C, N:98x/mnit RR : 16x/mnt wajah pucat
serta kesadaran apatis.

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1. Biodata
a. Identitas klien
1. Nama : Tn.S
2. Umur : 20th
3. Jenis kelamin : laki laki
4. Status perkawinan : belum kawin
5. Agama : Islam
6. Suku/bangsa : Indonesia
7. Pendidikan : sarjana
8. Pekerjaan : mahasiswa
9. Pendapatan :-
10. Alamat : Sidoarjo
11. Tgl mamasuk RS : 12 januari 2017
12. Tgl pengkajian : 12 januari 2017
13. Diagnose medis :
14. No reg : 0012
15. Ruangan : Melati
16. Rumah sakit : Bhayangkara
b. Identitas penangung
1. Nama : Tn B
2. Umur : 40th
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status : menikah
5. Agama : islam

18
6. Suku bangsa : Indonesia
7. Pendidikan : Sarjana
8. Hubungan dengan klien : kakak
9. Alamat :Ds Mojoagung, Sidoarjo

3.1.2. Riwayat kesehatan


1. Keluhan utama :
Pasien sering berhalu, selalu ingin melukai dirinya sendiri
2. Riwayat keluhan utama:
Klien dibawa di RS setelah beberapa kali ingin melukai dirinya sendiri dan
sering berhalusinasi, lesu dan lemas.
3. Riwayat kesehatan dahulu:
Klien dulu pernah di rawat di panti rehabilitasi selama 6 bulan
4. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama ataupun keturunan.

3.1.3. Pola Aktifitas Sehari-hari


a. Makan dan minum
- Sebelum sakit : klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi cukup,
yaitu: nasi, ikan dan sayur. Sedangkan untuk kebutuhan minum klien yaitu
dengan frekuansi 6-7 gelas/hari, yakni air putih.
- Selama sakit: klien mengatakan jarang makan sebab tidak ada nafsu makan,
sedangkan untuk kebutuhan minum klien biasanya 3-4 gelas/hari.
b. Istirahat dan tidur
- Sebelum sakit : klien mengatakan waktu tidur malam yaitu jam 22.00-
05.00,sedangkan untuk tidur siang yaitu jam 13.00-15.00
- Selama sakit : klien mengatakan waktu tidur tidak menentu
c. Aktivitas
- Sebelum sakit :klien mengatakan dapat melakukan berbagai jenis aktivitas
dengan baik dan aktif.
- Selama sakit :klien mengatakan tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya sering berhalusinasi.
d. Eliminasi
- Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dalam konsistensi padat, berwarna
kecoklatan, serta berbau gas amoniak dengan frekuensi 1-2kali/hari,

19
sedangkan untuk BAK klien biasanya berwarna kuning dengan bau khas dan
dengan frekuensi 3-4kali/hari.
- Selama sakit : klien mengatakan BAB sama seperti sebelum sakit

3.1.4. Pemeriksaan fisik (head to toe )


a. keadaan umum : lemah
b. kesadaran : apatis
c. tanda-tanda vital
 TD : 130/90mmhg
 Nadi : 98kali/mnit
 Suhu :36,6ᵒC
 RR : 16x/menit
d. Kepala
 Inspeksi : bentuk kepala normal,warna rambut hitam dan lurus,tidak
terdapat ketombe,tidak ada trauma dan pembengkakan pada kepala.
 Palpasi : tidak terdapat massa tidak ada nyeri tekan
e. Mata
 Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan tidak ada radang pada kelopak
mata,tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tekanan intra okuler baik
f. Hidung
 Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat secret,tidak ada radang atau
infeksi,terpasang oksigen 3liter/mnit
 Palpasi: tidak terdapat massa,tidak ada nyeri tekan
g. Telingga
 Inspeksi : bentuk simetris auricila bersih,tidak ada tumpukan serumen.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tidak terdapat massa.
h. Mulut dan tengorokan
 Inspeksi : tidak pampak cianosis pada bibir,bibir tampak bersih,tidak ada
karies,tidak ada peradangan,lidah tampak bersih serta mukosa berwarna
merah.
i. Leher
 Inspeksi : tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid,tidak tampak ada
kekakuan.
 Palpasi : terdapat massa dan tidak ada nyeri tekan
20
j. Sisitem respirasi
 Inspeksi : bentuk dada normal simetris kiri dan kanan, frekuensi pernafasan
24x/mnit
 Palpasi : Terdapat massa ,terdapat nyeri tekan.
k. Abdomen
 Inspeksi : permukaan perut datar,warna kulit sawo matang,tidak tampak
adanya luka,tidak tampak adanya asites.
 Palpasi : bunyi peristaltic usus terdengar 6x/mnit
 Perkusi : bunyi tympani
 Auskultasi : tidak ada nyeri tekan,benjolan
l. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
 Inspeksi : Tampak terpasang infuse, tidak ada cianosis pada kuku.
 Palpasi :tidak terdapat masa, tidak ada nyeri tekan,klien dapat rasakan
sentuhan
2) Ekstremitas bawah
 Inspeksi: klien dapat mendapatkan kedua kakinya tetapi kekuatan
ototnya berkurang, tidsak tampak ada kekakuan sendi, tidak terdapat
artrofi.
 Palpasi : tidak terdapat masa atau benjolan,tidak ada nyeri tekan.
3.2 ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: NAPZA masuk saluran Waham b.d stress
Pasien mengatakan ingin pencernaan berlebihan
sendirian, dan tidak nyaman
di tempat umum Absorsi diusus halus

DO: Masuk pembulu darah


- Pasien sering bercerita
tentang hal hal yang Masuk kehati dan menyebar
mustahil. keseluruh tubuh
- Pembicaraan sulit
dimengerti. Transmisi neurotransmister
terganggu

Halusinogen
DS: Penggunaan NAPZA Resiko perilaku
Keluarga pasien mengatakan kekerasan b.d
bahwa Tn.S sering Transmisi neurotransmister halusinasi
mengancam, mengungkapkan terganggu
kata kata yang ketus, kasar
21
bersuara keras.
Halusinogen
DO:
- Pasien menyerang
Halusinasi
anggota keluarga.
- Pasien terlihat dipegangi
keluarga karena ingin
melukai dirinya sendiri.
DS : Px mengatakan sering Penggunaan NAPZA Resiko mutilasi
mensayat-sayat bagian diri b.d riwayat
tubuhnya untuk memasukkan Transmisi neurotransmister perilaku
obat-obat an. terganggu mencederai diri
DO :
- Tubuh px terlihat banyak Depresan (laju
bekas luka neurotresmiten diperlambat)
- Tubuh px kurus kering
- Px tampak gugup dan Penurunan kerja fungsi tubuh
pandangan kosong
Pemeriksaan berulang

Sayatan untuk
penggunaan obat

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Waham berhubungan dengan stress berlebihan
2. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
3. Resiko mutilasi diri berhubungan dengan riwayat perilaku mencederai diri

3.4 INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Waham Setelah dilakukan pengkajian 1x24 1. Identifikasi
b.dstress jam Klien dapat mengendalikan kemampuan positif
berlebihan halusinasinya dengan kriteria hasil : pasien dan
1. Klien sudah tidak bercerita membantu
tentang hal-hal yang mustahil mempraktekannya.
2. Klien sudah dapat berbaur 2. Ajarkan dan melatih
dengan tempat umum cara minum obat
3. Stres berkurang yang benar.
3. Adakan kontak
secara sering dan
singkat
2 Resiko perilaku Setelah dilakukan pengkajian 1x24 1. Bina hubungan
kekerasan b.d jam Klien dapat mengendalikan saling percaya
halusinasi halusinasinya dengan kriteria hasil : 2. Observasi tingkah
1. Klien dapat dikendalikan laku verbal dan
2. Klien dapat memahami nonverbal jkien
pentingnya melakukan yang terkait dengan
kegiatan untuk mencegah halusinasi
22
munculnya waham 3. Dorong klien untuk
3. Klien tidak melakukan mengungkapkan
penyerangan terhadap perasaannya ketika
keluarga maupun diri sendiri halusinasi muncul
4. Diskusikan dengan
klien mengenai
perasaannya saat
terjadi halusinasi
5. Bina hubungan
saling percaya
dengan keluarga
3 Resiko mutilasi Setelah dilakukan pengkajian 1x24 1. Identifikasi perilaku
diri b.d riwayat jam Klien dapat mengendalikan diri : impulsive berbahaya
perilaku 1. Klien tidak berusaha melukai 2. Identifikasi perasaan
mencederai diri dirinya sendiri lagi yang mengarah ke
tindakan impulsive
3. Identifikasi
konsekuensi dari
tindakan impulsive
4. Hindari situasi yang
beresiko tinggi
5. Dapatkan bantuan
ketika mengalami
impuls

3.5 IMPLEMENTASI
No. Diagnosa Implementasi TTD dan
Nama Terang
1 Waham 1. Mengidentifikasi kemampuan positif
b.dstress pasien dan membantu mempraktekannya.
berlebihan 2. Mengajarkan dan melatih cara minum obat
yang benar.
3. Mengadakan kontak secara sering dan
singkat
2 Resiko perilaku 1. Membina hubungan saling percaya
kekerasan b.d 2. Mengobservasi tingkah laku verbal dan
halusinasi nonverbal jkien yang terkait dengan
halusinasi
3. Mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya ketika halusinasi muncul
4. Mendiskusikan dengan klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi
5. Membina hubungan saling percaya dengan
keluarga
3 Resiko mutilasi 1. Mengidentifikasi perilaku impulsive
diri b.d riwayat berbahaya
perilaku 2. Mengidentifikasi perasaan yang mengarah
mencederai diri ke tindakan impulsive
3. Mengidentifikasi konsekuensi dari
tindakan impulsive
23
4. Menghindari situasi yang beresiko tinggi
5. Mendapatkan bantuan ketika mengalami
impuls

3.6 EVALUASI
No Jam dan tanggal Evaluasi TTD dan
Dx Nama Terang
1 07.00 S:
15 Januari 2017  Pasien mengatakan masih ingin sendirian.
O:
 Pasien sudah tidak mempersalahkan jika
ada yang menemainya dikamar.
 Pasien bercerita tentang hal yang mustahil
muali berkurang.
A:
 Masalah teratasi sebagian.
P:
 Lanjutkan intervensi 1,2,3.
2 07.00 S:
15 Januari 2017  Keluarga pasien mengatakan ucapan
pasien masih ketus dan kasar namun ketika
marah saja.
O:
 Pasien mulai nyaman didekat keluarga
 Pasian ketika marah tidak menyerang
anggota keluarga lagi dan tidak melukai
dirinya sendiri.
A:
 Masalah teratasi.
P:
 Hentikan intervensi.

3 07.00 S:
15 Januari 2017  Keluarga pasien mengatakan pasien sudah
maulai mengurangi untuk menyakiti
dirinya sendiri.
O:
 Pasien sering melamun.
 Bekas luka pada tubuh pasien berangsur-
angsur sembuh.
 BB pasien bertambah.
A:
 Masalah teratasi sebagaian.
P:
 Lanjutkan intervensi 2,3,4.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Narkoba adalah obat obatan terlarang yang jika dikonsumsi mengakibatkan kecanduan
dan jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organdalam tubuh
akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya
kematian.
Narkoba pun ada berbagai jenis seperti: heroin, ganja, putaw, kokain, sabu-sabu,dan
alkoholpun termasuk dalam golongan narkoba.Manfaat yang dirasakan hanyalah sesaat. Tapi
kerugianya jelas banyak sekali. Banyak organ tubuh menjadi rusak.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan tersebut, saran penulis yaitu Jangan pernah mencoba narkoba
walaupun itu hanya sedikit dan Pemerintah harus memberantas peredaran narkoba serta Orang
tua harus lebih memperhatikan anaknya agar tidak terjerumus ke dalam jurang
narkoba.Remaja harus diperhatikan oleh semua pihak agar tidak terjerumus pada
penyalahgunaan narkoba karena dapat merusak masa depan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI,2014, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia
Asshiddiqie, Jimmy et. al., 2014, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,Jakarta:Konstitusi Press
(Konpress)
Purba, dkk, ( 2008 ),Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan jiwa. Medan : USU Press.
Abdullah, A. H., dkk. 2015. “Analysis of Students’ Errors in Solving Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Problem for the Topic of Fraction”. Asian Social Science. 11(21), 134-142.
Diakses pada 8 Oktober 2016, darihttp://www.ccsenet.org.

26

Anda mungkin juga menyukai