Anda di halaman 1dari 28

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU MADANI Palu


Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

LAPORAN KASUS
F20. 9
(Skizofrenia YTT)

DISUSUN OLEH:

AFANNY BIJAK PAWINDU


N 111 17 153

PEMBIMBING:
dr. Patmawati, M. Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU MADANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AB
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : jl. Gunung sojol/desa ogoamas
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 07 JULI 2018
Tempat Pemeriksaan : Ruang Srikaya RS Madani Palu.

Diagnosis Sementara : F20. 9

I. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien laki-laki berusia 25 tahun masuk IGD rumah sakit
madani palu dengan keluhan mengamuk, suka menyanyi-
menyanyi, sempat memukul bapaknya dengan menggunakan kayu,
gelisah.
Dari informasi keluarga pasien , pasien mengamuk karena
tidak ingin dibawah ke rumah sakit. Pasien pernah dirawat
sebelumnya pada tahun 2011 dengan keluhan, pasien sering
berdiam diri, tertawa sendiri, dan sering mendengar suara-
suara/bisikan-bisikan.

1
Sebelum mengalami hal tersebut pasien sempat putus cinta
dikarenakan kedua orang tua pasien tidak merestui hubungan
pasien dengan pasangannya. Dan semenjak itu pasien tiba-tiba
sering mengurung diri dalam kamar, dan lebih sering beridam diri,
tertawa sendiri, menyanyi-menyanyi, dan mendengar suara-
suara/bisikan-bisikan.
Pasien adalah anak yang disayang dari 6 bersaudara,
pasien adalah anak terakhir, kesehariannya pasien adalah anak
yang pendiam dan malu, sering membantu bapaknya dikebun
sehabis pulang sekolah. Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya.
Keseharian pasien sering merokok dan sempat menkonsumsi
minuman keras.
C. Hendaya / Disfungsi
1. Hendaya Sosial : (+)
2. Hendaya Pekerjaan : (+)
3. Hendaya Waktu senggang : (+)

D. Faktor Stressor Psikososial


 Keluarganya tidak merestui hubungan pasien dengan pacar
pasien.
 Pasien selalu menolak bila diberikan obat

E. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada penyakit fisik, dan ada riwayat penyakit psikis berobat
pada tahun 2011.
F. Riwayat Penggunaan Zat
minuman keras
G. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Sebelumnya belum pernah dirawat sejak tahun 2011.

2
A. Riwayat Kehidupan Pribadi (Past Personal History)
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Tidak ada masalah saat pasien dalam kandungan. Pasien
lahir normal, di rumah dibantu oleh bidan. Pasien lahir tanpa
penyulit apapun dalam persalinan.
 Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal (1-3 tahun)
Tidak terdapat persoalan-persoalan makan diusia ini.
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur dan tidak terdapat
gejala-gejala problem perilaku. Pasien mendapatkan kasih
sayang dari orang tuanya.
 Riwayat Masa Kanak-Kanak Pertengahan (4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan baik, sesuai dengan anak
seusianya. Pasien tumbuh sebagai anak yang agak pemalu,
pendiam dan teman hanya beberapa.
 Riwayat Masa Kanak-Kanak Akhir/Pubertas/Remaja (12-18
tahun)
Hubungan pasien dengan keluarga, kerabat, dan
lingkungan tempat tinggal baik. Selama periode di sekolah tidak
ada permasalahan yang dialami pasien tetapi pasien pemalu dan
pendiam, tidak pernah keluar malam, tetapi pasien mempunyai
pacar.
 Riwayat Masa Dewasa (>18 tahun)
Pasien anak yang rajin dan sering membantu bapaknya di
kebun selesai sekolah. Dan pasien memiliki pacar dan ingin
menikah tetapi kedua orang tua pasien tidak merestui hubungan
pasien dengan pasangannya.
Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien tinggal bersama keluarga kandung, 6 bersaudara dan
pasien anak bungsu, dan memiliki 5 kakak perempuan yang sudah

3
menikah. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan pasien yang
paling dekat dengan kedua orang tuanya.
Situasi Sekarang
Pasien adalah pasien jiwa yang menjalani pengobatan dan
kontrol secara rutin. Pada saat diwawancarai pasien sangat pendiam
dan bicara secukupnya dan menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan.
Persepsi (Tanggapan) Pasien Tentang Diri dan Kehidupan.
Pasien menyangkal bahwa dirinya sakit.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Tampak seorang laki-laki
menggunakan baju kaos berwarna abu-abu dengan celana
panjang hitam, tampakan wajah pasien sesuai dengan
umurnya. Tinggi sekitar 165 cm, kulit berwarna sawo matang.
Perawatan diri baik.
2. Kesadaran : Compos mentis.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik
4. Pembicaraan : Bicara secukupnya,
intonasi lambat, artikulasi jelas.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif.

B. Keadaan Afektif
1. Mood : alexitimia
2. Afek : inappropriat
3. Empati : Tidak dat dirabarasakan

4
C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sulit
dinilai
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi (waktu, tempat dan Orang) : Baik
4. Daya ingat : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat Kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Auditorik ( banyak sekali orang yang
membisik tidak diketahui apa yang dikatakan)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
a. Produktivitas : Kurang
b. Kontinuitas : Relevan
c. Hendaya Berbahasa : tidak ada

2. Isi Pikiran
a. Preokupasi : tidak sesuai
3. Gangguan Isi Pikir : tidak ada
F. Pengendailan Impuls : Terganggu
G. Daya Nilai
1. Normo sosial : Baik
2. Uji daya Nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : terganggu

5
H. Tilikan
Derajat 1
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS


 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Denyut Nadi : 80 kali/menit
 Suhu : 36,2°C
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Anemis : (-)/(-)
 Ikterus : (-)/(-)
 Sianosis : (-)/(-)
 Thorax
o Inspeksi : Respirasi dada simetris/bilateral
o Palpasi : Massa (-), Pergerakan dada bilateral
o Perkusi : Paru (Sonor), Batas jantung normal, bunyi pekak
o Auskultasi : Paru (Bronkovesikuler) dan Jantung (S1 dan S2,
bunyi tambahan (-)
 Abdomen
o Inspeksi : Massa (-), dalam batas normal
o Auskultasi : Peristaltik usus (+)
o Perkusi : Bunyi timpani di 4 kuadran, Pembesaran hepar (-),
lien (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Neurologis
o Kesadaran :Compos mentis dengan GCS 15
(E4V5M6)
o Nervus Cranial : Dalam batas normal

6
o Refleks Fisiologi : Normal
o Refleks Patologis :-

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien laki-laki berusia 25 tahun masuk IGD rumah sakit


madani palu dengan keluhan mengamuk, suka menyanyi-menyanyi,
se,mpat memukul bapaknya dengan menggunakan kayu, gelisah.
Dari informasi keluarga pasien , pasien mengamuk karena tidak
ingin dibawah ke rumah sakit. Pasien pernah dirawat sebelumnya pada
tahun 2011 dengan keluhan, pasien sering berdiam diri, tertawa sendiri,
dan sering mendengar suara-suara/bisikan-bisikan.
Sebelum mengalami hal tersebut pasien sempat putus cinta
dikarenakan kedua orang tua pasien tidak merestui hubungan pasien
dengan pasangannya. Dan semenjak itu pasien tiba-tiba sering
mengurung diri dalam kamar, dan lebih sering beridam diri, tertawa
sendiri, menyanyi-menyanyi, dan mendengar suara-suara/bisikan-
bisikan.
Pasien adalah anak yang disayang dari 6 bersaudara, pasien
adalah anak terakhir, kesehariannya pasien adalah anak yang pendiam
dan malu, sering membantu bapaknya dikebun sehabis pulang sekolah.
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya. Keseharian pasien sering
merokok dan sempat menkonsumsi minuman keras.

V. Diagnosis Multiaksial
1. AXIS I
 Dari alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan
gejala klinis berupa gelisah, mengamuk, menyanyi-
menyanyi, keadaan ini menimbulkan distres dan

7
hendaya (sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu
senggang ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa.
 Pada pasien ditemukan hendaya dalam menilai realita
yaitu terdapat halusinasi auditorik sehingga pasien
didiagnosa sebagai gangguan jiwa psikotik.
 Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan
status interna tidak ditemukan adanya kelainan yang
mengindikasikan gangguan medis umum yang
menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini
sehingga diagnosis gangguan mental organik
disingkirkan dan didiagnosa gangguan jiwa psikotik
non organik
 Dari anamnesis dan status mental didapatkan afek
inappropriat, halusinasi auditorik. Berdasarkan PPDGJ
III maka gejala tersebut masuk dalam kategori
skizofrenia.
 Pada pasien ini didapatkan gejala skizofrenia yaitu
halusinasi, dan gelisah, mengamuk, namun tidak
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
paranoid, hebefrenik, maupun katatonik. Maka pasien
di diagnosis dengan skizofrenia yang tak tergolongkan
(F20.9)
2. AXIS II :
Ciri kepribadian tidak khas
3. AXIS III
Tidak ada
4. AXIS IV :

8
Masalah dengan hubungan yang tidak direstui oleh orang
tua.

5. AXIS V :
GAF Scale 60-51 gejala sedang (moderate) disabilitas sedang

VI. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
Haloperidol 5 mg 2x 1
 Psikoterapi
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang
sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang
kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta
melakukan kunjungan berkala.
VII. PROGNOSIS
Prognosis : dubia ad mala

 Faktor pendukung : tidak ada riwayat genetik


 Faktor penghambat : tidak ada support dari keluarga, faktor
stressor jelas, tidak patuh minum obat, onset kronik
lingkungan baik

VIII. ANALISIS
A. Diagnosis
Untuk mendiagnosis kasus ini kita harus merujuk pada
gangguan skizofrenia, adapun kriteria diagnostiknya:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas) :
9
a) Thought
 Thought echo : isi pikiran dirinyasendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi
pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun kualitasnya
berbeda atau
 Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing
dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal) atau
 Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
b) Delusion
 Delusion of control : waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
 Delusion of influence : waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
 Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari
luar;
 Tentang “dirinya“ : secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus
 Delusional perception : pengalaman inderawi yang tak
wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap perilaku pasien atau

10
 Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara) atau
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
d) Waham-waham menetap jenis lainnya
waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas :
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan (over loaded ideas)
yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari selama
berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus;
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme dan stupor;
d) Gejala-gejala “negatif”, seperti sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus

11
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika
3. Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodormal);
4. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Jenis-jenis skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita
digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang
terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak
jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita
tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai
berikut : 7 Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah
diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe
atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang
kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut : 7,10

Skizofrenia Paranoid (F20.0)


Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama
kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-
gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia paranoid
memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang
mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham

12
sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga didapatkan
gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.7
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun.
Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian
penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid, mudah
tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang
lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis
apabila terdapat butir-butir berikut : 10
 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
 Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
 Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling
berkomentar tentang diri pasien, yang mengancam
pasien atau memberi perintah, atau tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi
tawa.
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar
yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa
preokupasi satu atau lebih delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya
gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua daripada pasien

13
skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien
skizofrenia paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang
lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe skizofrenik lain.5
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga,
berhati-hati, dan tak ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau
agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan
diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan mereka
tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap
intak.7

Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)


Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi
atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada
skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.7
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat
didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum
diagnosis skizofrenia 10
 Diagnosis hebefrenik biasanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)..
 Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya
diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :

14
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk
selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar
(inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling)
atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan
proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination)
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa
tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.

15
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.

Skizofrenia Katatonik (F20.2)


Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-
gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor katatonik yaitu penderita
tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:
1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu
yang lama, beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa
bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga
berkumpul dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan
feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan
stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik
adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi
yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.1
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi,
manerisme, grimas dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan
minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-
kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga
penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)

16
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat
didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :10
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi
gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan)
atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak
bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela
mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu
yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak
bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan
anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk
dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti “command automatism”
(kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan
pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi
perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia
mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

17
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik
bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga
terjadi pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi
salah satu dari dua bentuk skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik
dan excited katatonik. Pada katatonik stupor, pasien akan terlihat diam
dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak melakukan
gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan
sekitar bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur
biasanya mengalir dari ujung mulut pasien karena tidak ada gerakan
mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di rongga
mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara
berhari-hari, bila anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti
lilin mengikuti posisi yang dibentuk, kemudian secara perlahan kembali
lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di sudut
ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.2
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa
tujuan, stereotipik dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak,
meraung, membenturkan sisi badannya berulang ulang, melompat,
mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang disekitarnya
secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien
biasanya meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan
suara yang keras, meraung, atau berceramah seperti pemuka agama atau
pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan lingkungan
sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau
di kolong tempat tidurnya.4

18
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah
satu dari kedua diatas, pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa
bergantian pada pasien yang dalam waktu dan frekuensi yang tidak dapat
diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara tiba-tiba
berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya
ke dinding, dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian
kembali lagi ke posisi stupornya.6
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik
memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai
dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan
karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.6

Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)


Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien
tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III
yaitu:10
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau
depresi pasca skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia (F20.4)


Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :10
 Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

19
 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya)

Skizofrenia Residual (F20.5)


Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.8
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini
harus dipenuhi semua :7
 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di
masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis
skizofenia;
 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negative” dari skizofrenia;
 Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak
organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat
menjelaskan disabilitas negative tersebut.
20
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap
gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain
skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering
ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.8
 Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam
kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia
diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia
diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah
satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Skizofrenia Simplex (F20.6)


Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.10
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat
didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut : 10
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara
meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual
tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau

21
manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya
dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa
pubertas.Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran
dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau
penjahat.8

Skizofrenia lainnya (F20.8) 5


 Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang
dari 3 bulan, kriteria diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR.
40% dari pasien yang didiagnosa dengan bouffe delirante akan
progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien skizofren
 Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi,
biasanya mengalami disorientasi waktu dan tempat.Istilah
oneiroid digunakan pada pasien yang terperangkap dalam

22
pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan
dunia nyata.
 Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu
dibedakan dengan retardasi mental dan autisme
 Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih
sering terjadi pada wanita dan pasien-pasien dengan gejala
paranoid ; dan

Skizofrenia YTT (Yang tak Tergolongkan) (F20.9)


Skizofrenia YTT adalah jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia tapi tidak sesuai jika dimasukkan kedalam subtype
skizofrenia jenis apapun.
Diagnosis : Skizofrenia YTT (F20.9)
Tatalaksana Umum
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).8

Antipsikotik Konvensional

23
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik
konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine ( trifluoperazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan ole antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang
pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang
berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami
kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan
dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat
disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-
lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

24
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara
lain:
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan Skizofrenia.

Untuk terapi non psikofarmaka, dapat dilakukan :1,2,4


a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti
hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif
d. Psikoterapi individual

25
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan
atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. EGC. Jakarta.
2. Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta.

26
3. Maslim R, 2001,Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta
4. Maslim, Rusdi, 2007, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik E
disi 3, Bagian ilmu kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya: Jakarta
5. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R.,
Weinberger, D.R. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and
Rationale for Consensus, USA: Am J Psychiatry; 2005.
6. Durand, V. Mark, & Barlow, David H, Psikologi Abnormal Edisi Keempat
Jilid Pertama, Yogjakarta: Pustaka Pelajar; 2006.
7. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R, Social
Psyciatry and Psychiatric Epidemology, USA: Family Support Predicts
Psychiatric Medication Usage Among Mexican American Individuals with
Schizophrenia; 2006.
8. Maramis, W. F, Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2, Surabaya: Pusat penerbitan dan
percetakan; 2009.
9. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Rujukan Ringkasan
dari PPGDJ-III; 2001.
10. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly, Psikologi
Abnormal. Edisi Kelima Jilid Pertama, Penerbit Erlangga: Jakarta; 2009.

27

Anda mungkin juga menyukai