Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengue Haemoragic Fever (DHF)

A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbo-
virus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan
Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala
perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ;
201).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan
korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat
menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nya-
muk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 1987; 16).

B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Ar-
thropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedar-
to, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain meru-
pakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang
biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon
di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Ae-
des Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mung-
kin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapat-
kan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk
pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).

C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal ter-
sebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi –
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, sero-
tinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabili-
tas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan ber-
lebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jarin-
gan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena
kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi
jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup da-
lam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebu-
tuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manu-
sia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler se-
hingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tu-
lang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) ke-
lainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

D. Manifestasi Klinis
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala
– gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang
dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga se-
dang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri pe-
rut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang ku-
rang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Soederita, 1995 ; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa
demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

E. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120
/ 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F. Tanda Dan Gejala
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala
lain adalah :
 Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
 Asites
 Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
 Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan ke-
jang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

G. Pemeriksaan
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan dan
didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan
pemeriksaan laboratorium yakni :
1. Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
2. Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI (Haemag-
lutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah Pada infeksi pertama dalam
fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280
pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam
fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada
1/2560.
3. Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium rekonva-
lensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202). Pada renjatan yang berat maka diperiksa :
Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbai-
kan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:
Klinis:
1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
2. Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).
3. Pembesaran hepar.
4. Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral dingin dan
sianosis, dan gelisah.
Laboratorium:
1. Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
H. Penatalaksanaan
1. Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat simtomatis
dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344).
2. Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat dii-
kutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok
yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
3. Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau kejang–
kejang.
4. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan,
Hb dan Ht/PCV meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203
– 206 adalah.
1. Belum atau tanpa renjatan:
a. Grade I dan II
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cool-
ing”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak
boleh diberikan :
 Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
 Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
 Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
 Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
b. Terapi cairan
Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di
berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya. Untuk kasus yang menunjukan
gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
 Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas,
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2. Dengan Renjatan :
Grade III
Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam. Apabila menunjukkan perbaikan
(tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari
120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika
nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasar-
kan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi ren-
jatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka pen-
derita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
 Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering menyebabkan ke-
matian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
 Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF.
Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak
laki-laki.
 Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota besar sa-
ja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sam-
pai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif
singkat.
b. Keluhan utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh) sakit kepala, lemah,
nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sering terdapat riwayat sakit kapala, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan,
panas. Sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati, mual, muntah dan penurunan
nafsu makan.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada hubungan antara penyakit yang pernah diderita dahulu dengan penyakit
DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF, penyakit
itu bisa terulang dengan strain yang berbeda.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini tidak ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu. Riwayat
adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang tinggal didalam satu ru-
mah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan) sangat menentukan ka-
rena penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
f. Riwayat kesehatan lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
 Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis terutama
hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat penampungan
air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang ja-
rang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nya-
muk + 100 meter.
 Aedes albapictus.
g. Riwayat tumbuh kembang
 Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB
pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7
kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi
ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm,
dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
 Tahap perkembangan.
a. Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak
punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau di-
omeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk
melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan
bahasanya.
b. Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/
falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan El-
ektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
c. Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu
fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ).
Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan kon-
sep waktu belum benar dan magical thinking.
d. Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan
kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu,
mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dia-
nut oleh keluarga.
e. Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari
ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
f. Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-
tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan
ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
g. Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “.
Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak
di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun
dengan sedikit atau tidak protes.
h. Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata
pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat.
Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh,
dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah se-
derhana.
i. Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaann-
ya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai
pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan
luar.
j. Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang
mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik
dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan ber-
sepeda dengan roda tiga.
 Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain :
BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
 Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk
umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal
menggunakan rumus 8 + 2n.
BBSekarang
  100%
Status Gizi BBideal
Klasifikasinya sebagai berikut :
Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % - <80 %
Gizi baik 80 % - 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
2. Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal, tachypnea,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, effusi
pleura (crackless).
b. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I : uji tourniquet positif, trombositipenia, perdarahan spontan dan
hemokonsentrasi.Pada grade II disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain. Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
(tachycardia),tekanan nadi sempit, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan
darah tak dapat diukur.
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III dan IV gelisah, rewel,
cengeng → apatis → sopor → coma. Grade 1 sampai dengan IV dapat terjadi ke-
jang, nyeri kepala dan nyeri di berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan
nyeri di belakang bola mata.
d. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam terutama pada grade III,
akan mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan
nyeri tekan tanpa disertai dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis), be-
rak darah (melena).
f. Sistem integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan ruam makulopapular
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia).
2. Deficit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstra-
vaskuler
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
4. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdaahan.

K. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering mungkin
- penyakit/ trauma  Monitor warna dan suhu kulit
- peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
metabolisme keperawatan  Monitor penurunan tingkat kesadaran
- aktivitas yang berlebih selama………..pasien  Monitor WBC, Hb, dan Hct
- dehidrasi menunjukkan :  Monitor intake dan output
Suhu tubuh dalam batas  Berikan anti piretik:
DO/DS: normal dengan kreiteria hasil:  Kelola Antibiotik:………………………..
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C  Selimuti pasien
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam  Berikan cairan intravena
 serangan atau konvulsi rentang normal  Kompres pasien pada lipat paha dan
(kejang)  Tidak ada perubahan aksila
warna kulit dan tidak ada  Tingkatkan sirkulasi udara
 kulit kemerahan pusing, merasa nyaman
 pertambahan RR  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 takikardi  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Kulit teraba panas/ hangat  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
 Fluid balance
Berhubungan dengan:  Pertahankan catatan intake dan output
 Hydration
- Kehilangan volume cairan yang akurat
 Nutritional Status : Food  Monitor status hidrasi ( kelembaban
secara aktif
and Fluid Intake
- Kegagalan mekanisme membran mukosa, nadi adekuat,
Setelah dilakukan tindakan
pengaturan tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
keperawatan selama…..  Monitor hasil lab yang sesuai dengan re-
defisit volume cairan teratasi
DS : tensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
dengan kriteria hasil:
- Haus urin, albumin, total protein )
 Mempertahankan urine  Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
DO:
output sesuai dengan  Kolaborasi pemberian cairan IV
- Penurunan turgor kulit/lidah
usia dan BB, BJ urine  Monitor status nutrisi
- Membran mukosa/kulit ker-
normal,
ing  Berikan cairan oral
 Tekanan darah, nadi,  Berikan penggantian nasogatrik sesuai
- Peningkatan denyut nadi,
suhu tubuh dalam batas
penurunan tekanan darah, output (50 – 100cc/jam)
normal
penurunan volume/tekanan  Dorong keluarga untuk membantu pasien
 Tidak ada tanda tanda
nadi makan
dehidrasi, Elastisitas  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
- Pengisian vena menurun
turgor kulit baik,
- Perubahan status mental berlebih muncul meburuk
membran mukosa  Atur kemungkinan tranfusi
- Konsentrasi urine meningkat
lembab, tidak ada rasa  Persiapan untuk tranfusi
- Temperatur tubuh
haus yang berlebihan
meningkat  Pasang kateter jika perlu
 Orientasi terhadap waktu  Monitor intake dan urin output setiap 8
- Kehilangan berat badan
dan tempat baik
secara tiba-tiba jam
 Jumlah dan irama
- Penurunan urine output
pernapasan dalam batas
- HMT meningkat
normal
- Kelemahan
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal
 pH urin dalam batas
normal
 Intake oral dan intravena
adekuat
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan nutrisi NOC:  Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menen-
Berhubungan dengan : Adequacy of nutrient tukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuh-
Ketidakmampuan untuk b. Nutritional Status : food kan pasien
memasukkan atau mencerna and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
nutrisi oleh karena faktor c. Weight Control tinggi serat untuk mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
ekonomi. keperawatan makanan harian.
DS: selama….nutrisi kurang  Monitor adanya penurunan BB dan gula
- Nyeri abdomen teratasi dengan indikator: darah
- Muntah  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Rasa penuh tiba-tiba  Hematokrit selama jam makan
setelah makan  Hemoglobin  Monitor turgor kulit
DO:  Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
- Diare capacity protein, Hb dan kadar Ht
- Rontok rambut yang  Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
- Kurang nafsu makan jaringan konjungtiva
- Bising usus berlebih  Monitor intake nuntrisi
- Konjungtiva pucat  Informasikan pada klien dan keluarga
- Denyut nadi lemah tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :
- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis - Koping  Gunakan pendekatan yang
situasional, Stress, perubahan Setelah dilakukan asuhan menenangkan
selama ……………klien  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
status kesehatan, ancaman
kecemasan teratasi dgn pelaku pasien
kematian, perubahan konsep diri, kriteria hasil:  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
kurang pengetahuan dan  Klien mampu dirasakan selama prosedur
mengidentifikasi dan  Temani pasien untuk memberikan
hospitalisasi mengungkapkan gejala keamanan dan mengurangi takut
DO/DS:
cemas  Berikan informasi faktual mengenai
 Mengidentifikasi, diagnosis, tindakan prognosis
- Insomnia mengungkapkan dan  Libatkan keluarga untuk mendampingi
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik klien
- Kurang istirahat untuk mengontol cemas  Instruksikan pada pasien untuk
- Berfokus pada diri sendiri  Vital sign dalam batas menggunakan tehnik relaksasi
- Iritabilitas normal  Dengarkan dengan penuh perhatian
- Takut  Postur tubuh, ekspresi
Nyeri perut  Identifikasi tingkat kecemasan
- wajah, bahasa tubuh
- Penurunan TD dan denyut nadi  Bantu pasien mengenal situasi yang
dan tingkat aktivitas
- Diare, mual, kelelahan menimbulkan kecemasan
menunjukkan berku-
- Gangguan tidur
rangnya kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Gemetar perasaan, ketakutan, persepsi
- Anoreksia, mulut kering  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Peningkatan TD, denyut nadi,
RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
L. Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjema-
han). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedok-
teran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai