Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan basil
Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB.1 Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.1 Dalam pemberantasan TB paru, pencarian kasus penting untuk keberhasilan pelaksanaan program pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis TB dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan klinis (dari anamnesis terhadap keluhan pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan radiologi toraks sendiri merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam mendiagnosis TB.1,2