Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2018

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh:
Fadhillah Islamyah Putri Rusli

111 2017 2131

Supervisor :
Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Fadhillah Islamyah Putri Rusli

NIM : 111 2017 2131

Judul Referat : Infeksi Saluran Kemih

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 19 Juli 2018

Mengetahui,

Supervisor

Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, Sp.A (K)

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................2

Daftar Isi....................................................................................................................3

BAB I Pendahuluan...................................................................................................4

BAB II Pembahasan...................................................................................................6

1. Definisi.......................................................................................................6

2. Epidemiologi…..........................................................................................11

3. Etiologi.......................................................................................................11

4. Klasifikasi...................................................................................................12

5. Patogenesis..................................................................................................13

6. Manifestasi Klinis.......................................................................................14

7. Diagnosis....................................................................................................17

8. Tatalaksana.................................................................................................18

9. Komplikasi ................................................................................................25

10. prognosis…………………......................................................................32

BAB III Kesimpulan..................................................................................................34

Daftar pustaka............................................................................................................36

3
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering pada

anak selain infeksi saluran nafas atas dan diare. ISK perlu mendapat perhatian para

dokter maupun orangtua karena berbagai alasan, antara lain ISK sering sebagai tanda

adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih yang serius seperti refluks vesiko-ureter

(RVU) atau uropati obstruktif, ISK adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal

terminal, dan ISK menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan bagi pasien.

Diperkirakan 20% kasus konsultasi pediatri terdiri dari kasus ISK dan pielonefritis

kronik.1

Menurut National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse

NKUDIC ISK merupakan penyakit infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran

napas dengan jumlah kasus sebanyak 8,3 juta setiap tahun. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Johansen pada tahun 2006 menyebutkan bahwa angka kejadian ISK di

rumah sakit Eropa mencapai 727 kasus setiap tahunnya. Pendataan yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan jumlah pasien ISK di

Indonesia tercatat sebanyak 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahunnya atau

sekitar 180.000 kasus baru pertahun.1

ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak

perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada

bayi dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak

4
Pada anak laki-laki, ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK

jauh lebih sering terjadi pada anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK

bervariasi berdasarkan usia. Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki:

rasio wanita adalah 2,8-5,4 : 1. Sedangkan dalam tahun pertama sampai tahun kedua

kehidupan, terjadi perubahan yang mencolok, dimana rasio laki-laki: rasio perempuan

adalah 1:10.2

Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa

gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan

dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi

bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.3

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Sistem Saluran Kemih

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara

vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang- kadang dapat diraba. Seluruh traktus

urinarus yaitu ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di daerah retroperitoneal. Pada

janin permukaannya berlobulisasi yang kemudian menjadi rata pada masa bayi.3

Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur

keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan

asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju

saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum

sehingga disebut organ retroperitoneal. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada

6
di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3.

Ginjal dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis

yang besar. Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia

renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian yang

berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di bagian

dalam yang berwarna coklat lebih terang.5

Ginjal terdiri dari korteks dan medulla. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang

berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut

papila bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus

kontortus proksmal dan distal. Sedangan daerah medula penuh dengan percabangan

pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa Henle dan duktus koligens.3

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa darah

dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di

dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis yang

melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan bersatu

membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis. Vena renalis

terletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang, melintas

ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior.

Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana masing-

masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini

bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara

piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris

7
bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri lengkungan piramis

renalis. Arteri arkuata mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi

arteriol aferen.5

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

Satuan kerja terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira 1 juta

nefron. Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus.

Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah

sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah

difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal.3

8
Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal, sedangkan yang terletak

di perbatasan dengan medula dsebut nefron juksta medular. Nefron juksta medular

mempunyai ansa Henle yang lebih panjang yang berguna terutama pada eksresi air dan

garam. Sebagian dari tubulus distal akan bersinggungan dengan arteriol aferen dan

eferen pada tempat masuknya kapsula Bowman. Pada tempat ini sel tubulus distal

menjadi lebih rapat dan intinya lebih keras disebut makula densa, Juga dinding arteriol

aferen yang bersinggungan mengalami perubahan dan mengandung granula yang

disebut renin. Daerah ini yang merupakan segitiga dengan batas-batas pembuluh darah

aferen, aferen dan makula densa disebut aparat juksta glomerular.3

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus

dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus

masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang

terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa

Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden.

Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki

kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin

menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui

ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis.5

Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi

glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah

mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus

kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus

9
yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-

rata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata

pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut

difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang

difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam waktu

setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang

dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.

Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini

disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh

melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke

Jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari,

178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis

renalis dan keluar sebagai urin. Zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi

kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk

dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada

perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi

tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus

ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma

yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol

eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif

dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui

3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpul lah urin yang siap untuk diekskresi.6

10
Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat- zat yang tidak

diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan

dengan beberapa mekanisme yaitu filtrasi plasma di glomerulus, reabsorpsi terhadap

zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus serta sekresi zat-zat tertentu di tubulus.

Jadi urin yang terbentuk sebagai hasil akhir adalah resultat dari filtrasi, sekresi dan

absorbsi.3

Fungsi ginjal secara keseluruhan adalah fungsi eksresi dan fungsi endokrin. Fungsi

eksresi antaranya eksresi sisa metabolisme protein, sisa metabolisme lemak dan

karbohidrat (CO2 dan H2O), regulasi volume cairan tubuh serta menjaga

keseimbangan asam basa yang diatur oleh paru dan ginjal. Manakala fungsi

endokrinnya adalah partisipasi dalam eritropoiesis, pengatur tekanan darah serta

keseimbangan kalsium dan fosfor.3

2. DEFINISI

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba tumbuh

dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. ISK merupakan

penyakit dengan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya

sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih.

3. EPIDEMIOLOGI

Umumnya ISK asimtomatik (covert bacteriuria) lebih banyak dijumpai dibandingkan

ISK simtomatik. Beberapa kepustakaan asing melaporkan insidens ISK asimtomatik

pada bayi laki-laki 1-3,7% dan 0,13-2,1% pada bayi perempuan. Pada anak prasekolah

dan sekolah, ISK kebanyakan bersifat asimtomatik.4

11
4. ETIOLOGI

Bakteri penyebab ISK yang terbanyak ialah Escherichia coli(E.coli) grup O, baik pada

bakteriuri simtomatik maupun asimtomatik. . Kuman lain penyebab ISK yang sering

adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris,

Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii,

Stafilokokus, dan Enterokokus.4,3.

Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti

Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis.

Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab ISK pada anak.

Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan standar sehingga sering tidak

diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila penyebabnya Proteus, perlu dicurigai

kemungkinan batu struvit (magnesiumammonium-fosfat) karena kuman Proteus

menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin

meningkat menjadi. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium,

magnesium, dan fosfat akan mudah mengendap.3

Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks, diantaranya adalah:

12
Outflow obstruction Kelainan ginjal

Striktur uretra Parut ginjal

Pelviureteric junction Refluks vesikoureter

Posterior urethral valves Displasia ginjal

Bladder neck obstruction Ginjal dupleks

Batu/tumor

Neuropathic bladder

Kista ginjal

Benda asing Metabolik

Indwelling catheter Imunosupresi

Batu Gagal ginjal

Selang nefrostomi Diabetes

Tabel 1. Faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks

5. PATOGENESIS

Patogenesis ISK adalah infeksi ascending dari bakteri yang berasal dari kolon,

berkoloni di perineum dan masuk ke kandung kemih melalui uretra. Infeksi pada

kandung kemih akan menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga timbul nyeri pada

suprapubik. Infeksi pada kandung kemih ini disebut sistitis. Gejala yang timbul pada

sistitis meliputi disuria (nyeri saat berkemih), urgensi (rasa ingin miksi terus menerus),

13
sering berkemih, inkontinensia, dan nyeri suprapubik. Pada sistitis umumnya tidak

terdapat gejala demam dan tidak menimbulkan kerusakan ginjal.

Pada beberapa kasus, infeksi akan menjalar melalui ureter ke ginjal sehingga timbul

pielonefritis. Pada keadaan normal, papilla pada ginjal memiliki mekanisme antirefluks

yang mencegah urin untuk memasuki tubulus pengumpul ginjal. Namun terdapat

papilla, terutama yang terletak pada bagian atas dan bawah ginjal, tidak memiliki

mekanisme ini sehingga refluks intrarenal bisa terjadi. Urin yang terinfeksi akan masuk

kembali, menstimulasi terjadinya respon imun dan inflamasi yang pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya luka dan parut pada ginjal. Infeksi saluran kemih juga bisa

terjadi pada penyebaran kuman secara hematogen, misalnya pada endokarditis dan

neonatus dengan bakteremia.5

6. KLASIFIKASI

 ISK Simtomatik
ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik. ISK simtomatik

dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang menyerang parenkim ginjal, disebut

pielonefritis dengan gejala utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran

kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi seperti disuria,

kencing mengedan (urgency). 1

14
A. Pielonefritis Akut

Disebut juga sebagai Acute Pyelonephritis (APN). Gejala-gejala klinik penyakit

ini bervariasi sesuai dengan umur. Lebih sering dijumpai pada orang dewasa. Pada

anak lebih menonjol gejala-gejala berupa panas, sakit daerah pinggang, gangguan

di daerah gastrointestinal seperti anoreksia, nausea, muntah, sakit perut dan

distensi abdomen. Kadang- kadang disertai disuria dan sering kencing. Pada

neonatus lebih sering dijumpai gejala-gejala sepsis seperti malas minum, ikterus,

diare dan gejala-gejala CNS (gelisah, meningismus dan hipertoni).4

B. Pielonefritis Kronik(PK)

PK ialah infeksi menahun atau berulang pada ginjal yang menyebabkan reaksi

radang pada jaringan parenkim. Berlainan dengan PA yang terjadi akibat langsung

dari infeksi bakteri pada ginjal, maka PK selain oleh infeksi bakteri, bisa pula

disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti obat-obat analgesik, atau sebab lain yang

tidak diketahui.4

Gambaran klinik sangat bervariasi mulai dari bentuk asimtomatik sampai tanda-

tanda gagal ginjal terminal. Pada anak balita umumnya dijumpai gejala berupa

nafsu makan menurun, berat badan tidak naik, suhu badan subfebril, ngompol, dan

disuria. Kadang dijumpai panas, muntah, dan diare yang tidak diketahui

penyebabnya.4

15
C. Sistitis, urethritis

Bakteri bisa menyebabkan iritasi pada mukosa buli-buli atau urethra yang dapat

menimbulkan gejala-gejala yang bersifat lokal, seperti disuria, sering kencing,

sakit di daerah suprapubic, hematuria, kencing menetes, daerah genitalia/perineum

selalu basah, ngompol siang/malam, urin keruh dan berbau tidak enak. Sistitis

yang disertai hematuria makroskopis sering disebabkan oleh virus, misalnya

adenovirus. 4

 ISK Simpleks

SK simpleks (simple UTI, uncomplicated UTI) adalah infeksi pada saluran

kemih yang normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran

kemih yang menyebabkan stasis urin.1

 ISK Kompleks

ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan kelainan

anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis

ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa

batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, kista ginjal, buli-buli

neurogenik, benda asing, dan sebagainya.1

16
7. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas reaksi

peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien. Pada masa

neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia, ikterus, muntah,

diare, demam, hipotermia, tidak mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi

abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-

kadang gejala klinik hanya berupa apati.1

Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan berat

badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare,

ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan. Demam

yang tinggi dapat disertai kejang. Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun,

dapat terjadi demam yang tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare

bahkan dapat timbul dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya

berkurang dan lebih ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa

polakisuria, disuria, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau

pireksia lebih jarang ditemukan.1

Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala saluran

cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal,

dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan

kejang.1

17
Pada sistitis, demam jarang melebihi 38°C, biasanya ditandai dengan nyeri pada

perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu

berkemih, rasa nyeri suprapubik, kesulitan berkemih, retensio urin, dan enuresis.1

8. DIAGNOSIS

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. ISK serangan pertama umumnya

menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas dibandingkan dengan infeksi

berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih,

dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam

merupakan gejala dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan

satu-satunya gejala ISK pada anak.1

Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran antropometrik,

pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra, pemeriksaan

neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada tidaknya spina

bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat

kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada

perempuan. Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang

terpenting. Oleh sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk

menegakkan diagnosis.1

18
American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa pada bayi

umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan ISK dan perlu

dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam yang

tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus dipikirkan dan perlu

dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai pielonefritis. Untuk anak

perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat patokan sederhana

berdasarkan 5 gejala klinik yaitu: 1) Suhu tubuh 39°C atau lebih, 2) Demam

berlangsung dua hari atau lebih, 3) Ras kulit putih, 4) Umur di bawah satu tahun,

5) Tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya. Bila ditemukan 2 atau

lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk kemungkinan ISK mencapai

95% dengan spesifisitas 31%.1

Pemeriksaan laboratorium

 Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase, protein, dan

darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi

tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya ditemukan

pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak

adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa

leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada

infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum.1

19
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin.

Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan

jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif

dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga

jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. Urin dengan berat jenis

yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit. Hematuria kadang-kadang dapat

menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai sebagai indikator diagnostik.

Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam

diagnosis ISK.1

 Biakan Urin

1) Cara pengambilan spesimen urin

Idealnya, teknik pengumpulan urin harus bebas dari kontaminasi, cepat, mudah

dilakukan untuk semua umur oleh orangtua, murah, dan menggunakan peralatan

sederhana. Sayangnya tidak ada teknik yang memenuhi persyaratan ini.

Pengambilan sampel urin untuk biakan urin dapat dilakukan dengan cara aspirasi

suprapubik, kateter urin, pancar tengah (midstream), dan menggunakan urine

collector. Cara terbaik untuk menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan

aspirasi suprapubik, dan merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk

biakan urin. Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya terutama

pada anak perempuan, tetapi cara ini traumatis. Teknik pengambilan urin pancar

tengah merupakan metode non-invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas

20
terhadap kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin dapat diambil

dengan memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine collector).

Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector, merupakan metode yang

mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi yang tinggi dengan positif palsu

hingga 80%. Child Health Network (CHN) guideline (2002) hanya

merekomendasikan 3 teknik pengambilan sampel urin, yaitu pancar tengah,

kateterisasi urin, dan aspirasi supra pubik, sedangkan pengambilan dengan urine

bag tidak digunakan. Pengiriman bahan biakan ke laboratorium mikrobiologi perlu

mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin dibiarkan pada suhu kamar

lebih dari ½ jam, maka kuman dapat membiak dengan cepat sehingga memberikan

hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak langsung dikultur dan memerlukan waktu

lama, sampel urin harus dikirim dalam termos es atau disimpan di dalam lemari

es. Urin dapat disimpan dalam lemar es pada suhu 40C, selama 48-72 jam sebelum

dibiakkan.1

2) Interpretasi biakan urin

Urin umumnya dibiak dalam media agar darah dan media McConkey. Beberapa

bakteri yang tidak lazim menyebabkan ISK, tidak dapat tumbuh pada media yang

sering digunakan dan memerlukan media kultur khusus. Interpretasi hasil biakan

urin bergantung pada teknik pengambilan sampel urin, waktu, dan keadaan klinik.

Untuk teknik pengambilan sampel urin dengan cara aspirasi supra pubik, semua

literatur sepakat bahwa bakteriuria bermakna adalah jika ditemukan kuman dengan

21
jumlah berapa pun. Namun untuk teknik pengambilan sampel dengan cara

kateterisasi urin dan urin pancar tengah, terdapat kriteria yang berbeda-beda.1

Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar tengah dipakai

jumlah kuman ≥ 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria bermakna. Dengan kateter

urin, Garin dkk., (2007) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL urin sebagai kriteria

bermakna, dan pendapat lain menyebutkan bermakna jika jumlah kuman > 50x103

cfu/mL, dan ada yang menggunakan kriteria bermakna dengan jumlah kuman > 104

cfu/mL. Paschke dkk. (2010) menggunakan batasan ISK dengan jumlah kuman >

50x 103 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan midstream/clean catch,

sedangkan pada neonatus, Lin dkk. (1999) menggunakan jumlah > 105 cfu/mL, dan

Baerton dkk., menggunakan batasan kuman > 104 cfu/mL jika sampel urin diambil

dengan urine bag.1

Interpretasi hasil biakan urin bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku karena

banyak faktor yang dapat menyebabkan hitung kuman tidak bermakna meskipun

secara klinis jelas ditemukan ISK.1

Cara lain untuk mengetahui adanya kuman adalah dipslide. Cara dipslide adalah

cara biakan urin yang dapat dilakukan setiap saat dan di mana saja, tetapi cara ini

hanya dapat menunjukkan ada tidaknya kuman, sedang indentifikasi jenis kuman

dan uji sensitivitas memerlukan biakan cara konvensional.1

Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat

dikategorikan positif adalah sebagai berikut :

22
Kriteria diagnosis ISK

Pengambilan
Jumlah koloni Kemungkinan infeksi (%)
urin

Aspirasi Gram-negatif : berapa pun >99%

suprapubik

Gram-positif : > beberapa

ribu

Kateterisasi >105 95%

104-105
Kemungkinan besar infeksi
103-104
Meragukan, ulangi

Anak laki-laki >104 Kemungkinan besar infeksi

Anak 3x biakan > 105 95%

perempuan

2x biakan 105 90%

23
1x biakan 105 80%

5 × 104 -105 Meragukan, ulangi

104-5 × 104 + gejala : meragukan, ulangi

- gejala : kemungkinan tidak infeksi

104 Kemungkinan tidak infeksi

 Pemeriksaan Pencitraan

Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi

kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan

pmeriksaan dengan imaging yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan

kontroversi.1

1) Ultrasonografi

Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal

untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk

investigasi ISK pada anak-anak, karena tidak dapat diandalkan dalam

mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun perubahan akibat

peradangan. Sebuah rekomendasi saat ini adalah bahwa USG harus dihilangkan

pada ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan anak-anak menanggapi

24
pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada

kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.4

2) Voiding Cystourethrography

Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati refluks dan

pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada kelainan ini

sangat dianjurkan. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai infeksi

saluran kencing telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin

merupakan efek sementara dari infeksi. Namun, karena kepekaan dan

spesifisitas yang rendah, dan karena Voiding Cystourethrography melibatkan

iradiasi gonad dan kateterisasi, penggunaannya dalam mendiagnosis refluks

vesicoureteral masih dipertanyakan.7

Karena kekhawatiran bahwa Voiding Cystourethrography mungkin akan

menjadi hal traumatis kepada anak, beberapa orangtua masih mempertanyakan

perlunya Voiding Cystourethrography jika ultrasonogram hasilnya normal.

Perlu diingat bahwa ultrasonografi tidak sensitif dalam mendeteksi refluks,

hanya 40% dari anak-anak dengan refluks memiliki kelainan pada

ultrasonogram tersebut.4,6

9. TATALAKSANA

Tata laksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien, lokasi

infeksi, gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis

dan pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan

pemberian antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya

25
jaringan parut pada pielonefritis. Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu

diambil sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba.

Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih awal dan tepat dapat

mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut.7

 Eradikasi infeksi akut

Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah

terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal. Jika seorang anak dicurigai

ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil

menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil

biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola resistensi kuman

setempat atau lokal, dan bila tidak ada dapat digunakan profil kepekaan kuman

yang terdapat dalam literatur. Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam

48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinik belum terlihat

mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi

adalah ISK kompleks, sehingga antibiotik dapat diganti. Selain pemberian

antibiotik, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan.7

Biasanya, untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7

hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral dengan

waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama dengan pemberian

selama 7 hari.

NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:

26
 Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter

spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.

 Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:

• Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .

• Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya

masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-

amoksiklav. Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan

antibiotik parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari

dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.

 Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:

• Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman

setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan

trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.

• Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,

dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan

kepekaan terhadap obat.7

Di negara berkembang didapatkan resistensi kuman uropatogen yang tinggi

terhadap ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol, sedangkan sensitivitas

sebagian besar kuman -patogen dalam urin mendekati 96% terhadap gentamisin

dan seftriakson. Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK,

baik antibiotik yang diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat

pada tabel 2 dan tabel 3.

27
Jenis antibiotik Dosis per hari

Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3

Sulfonamid dosis

 Trimetroprim (TMP) dan

Sulfametoksazol (SMX) 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX

 Sulfisoksazol /kgbb/hari dibagi dalam 2

Dosis 120-150 mg/kgbb/hari dibagi

Sefalosporin: dalam 4 dosis

 Sefiksim

 Sefpodiksim 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

 Sefprozil 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

 Sefaleksin 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis

 Lorakarbef 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4

dosis

15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2

dosis

Tabel 2. Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih.(1)

Jenis antibiotik Dosis per hari

Seftriakson 75 mg/kgbb/hari

Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

28
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam

Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam

Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam

Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam

Tabel 3. Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.(1)

Pengobatan sistitis akut

Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan umumnya tidak memerlukan

perawatan di rumah sakit, namun bila gejala klinik cukup berat misalnya rasa sakit

yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

pengobatan parenteral hingga gejala klinik membaik. Lama pengobatan umumnya 5 –

7 hari, meskipun ada yang memberikan 3-5 hari, 6 atau 7 hari.

Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian antibiotik oral seperti trimetoprim-

sulfametoksazol, nitrofurantoin, amoksisilin, amoksisilinklavulanat, sefaleksin, dan

sefiksim. Golongan sefalosporin sebaiknya tidak diberikan untuk menghindari

resistensi kuman dan dicadangkan untuk terapi pielonefritis. Menurut Garin dkk.,

(2007), pemberian sefiksim pada sistitis akut terlalu berlebihan. ISK simpleks

umumnya memberikan respon yang baik dengan amoksisilin, sulfonamid, trimetoprim-

sulfametoksazol, atau sefalosporin.1

29
Pengobatan pielonefritis

Para ahli sepakat bahwa antibiotik untuk pielonefritis akut harus mempunyai penetrasi

yang baik ke jaringan karena pielonefritis akut merupakan nefritis interstitialis. Belum

ada penelitian tentang lamanya pemberian antibiotik pada pielonefritis akut, tetapi

umumnya antibiotik diberikan selama 7-10 hari,6 meskipun ada yang menuliskan 7-14

hari atau 10-14 hari.1

Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari sangat efektif dalam mengatasi

infeksi pada pielonefritis akut, tetapi lamanya pemberian parenteral menimbulkan

berbagai permasalahan seperti masalah kesulitan teknik pemberian obat, pasien

memerlukan perawatan, biaya pengobatan yang relatif mahal, dan ketidaknyamanan

bagi pasien dan orangtua, sehingga dipikirkan untuk mempersingkat pemberian

parenteral dan diganti dengan pemberian oral. Biasanya perbaikan klinis sudah terlihat

dalam 24-48 jam pemberian antibiotik parenteral. sehingga setelah perbaikan klinis,

antibiotik dilanjutkan dengan pemberian antibiotik per oral sampai selama 7-14 hari

pengobatan.1

Sefiksim per oral dapat direkomendasikan sebagai terapi yang aman dan efektif pada

anak yang menderita ISK dengan demam. Montini dkk., melaporkan penelitian pada

502 anak dengan diagnosis pielonefritis akut, yang diterapi dengan antibiotik ko-

amoksiklav peroral (50 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis) selama 10 hari dibandingkan

dengan seftriakson parenteral (50 mg/kgbb/hari dosis tunggal) selama 3 hari,

dilanjutkan dengan pemberian ko-amoksiklav peroral (50 mg/kgbb/hari dalam 3 dosis)

selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pielonefritis akut, efektivitas

30
antibiotik parenteral selama 10 hari sama dengan antibiotik parenteral yang dilanjutkan

dengan pemberian per oral.(1)

Pengobatan ISK pada neonatus

Pada masa neonatus, gejala klinik ISK tidak spesifik dapat berupa apati, anoreksia,

ikterus, gagal tumbuh, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau minum, oliguria,

iritabel, atau distensi abdomen. Kemampuan neonatus mengatasi infeksi yang belum

berkembang menyebabkan mudah terjadi sepsis atau meningitis, terutama pada

neonatus dengan kelainan saluran kemih.(1)

Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri Gram negatif.

Antibiotik harus segera diberikan secara intravena. Kombinasi aminoglikosida dan

ampisilin pada umumnya cukup memadai. Lama pemberian antibiotik pada neonatus

dengan ISK adalah 10-14 hari. Pemberian profilaksis antibiotik segera diberikan

setelah selesai pengobatan fase akut.(1)

Pengobatan suportif

Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga perlu

diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan harus

adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang sudah besar dapat disuruh

untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu ditekankan

terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin

HCl (Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit

diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut maupun

sakit pinggang.1

31
Indikasi rawat

ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus, pielonefritis

akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK disertai sepsis atau

syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit yang hebat, toksik,

kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi. ISK dengan kelainan urologi yang

kompleks, ISK dengan organisme resisten terhadap antibiotik oral, atau terdapat

masalah psikologis seperti orangtua yang tidak mampu merawat anak.1

10. Komplikasi

Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik. Anak dengan pielonefritis akut dapat

berkembang menjadi inflamasi lobus ginjal atau abses ginjal.Inflamasi parenkim ginjal

dapat mengawali pembentukan jaringan parut. Komplikasi jangka panjang dari

pielonefritis akut adalah hipertensi, fungsi ginjal terganggu, dan komplikasi terhadap

kehamilan (cth. ISK, hipertensi pada kehamilan, BBLR).9

11. Prognosis

Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simple terbilang sangat baik, dengan

pengobatan antibiotik yang tepat maka penderita dapat sembuh sempurna.

Pada beberapa wanita dapat mengalami episode ISK berulang, hal tersebut

dihubungkan dengan perilaku seksual, penggunaan spermisida, wanita dengan antigen

spesifik pada golongan darah tertentu.Pada ISK rumit dengan diagnosis dan tatalaksana

32
yang tepat, prognosis terbilang cukup baik. Kerusakan dari fungsi ginjal jarang namun

mungkin saja terjadi sebagai bagian dari komplikasi.9

33
BAB III

KESIMPULAN

ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak setelah infeksi

pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak diderita oleh anak laki-

laki dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya setelah tahun pertama

kehidupan anak perempuan menderita penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki.

Sirkumsisi bisa menurunkan risiko anak laki-laki terkena penyakit ini.

Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia coli, namun tidak

menutup kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan merupakan bagian dari

flora normal tubuh) bisa menjadi penyebab dari ISK pada anak. Proses patogenesis dari

ISK terbagi menjadi dua cara yaitu ascending route dan bloodborne.

Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan mengalami

demam hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya. Jarang sekali

kasus yang disertai dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga untuk

menegakkan diagnosis ISK pada anak akan dibutuhkan analisis urin dan kultur urin.

Pada beberapa kasus yang meragukan, diagnostik imaging bisa dilakukan untuk

membantu diagnosis walaupun ampai sekarang pemeriksaan ini masih kontroversial.

Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini dan

pengobatan segera akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang bisa

34
dihindari. Tapi tentu saja yang paling penting adalah pencegahan dengan cara menjaga

higien dan sebaiknya pasien yang pernah menderita ISK benar-benar diperhatikan agar

tidak terjadi ISK berulang.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi Nefrologi.

Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2011.

2. Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks; Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Available at:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_ISK_-Kompleks.pdf.pdf. Accessed

on July 3rd, 2018.

3. Avner E. D., Harmon W. E., Niaudet P. Urolithiasis. In: Pediatric Nephrology.

5th ed. United Kingdom: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 1091-105.

4. Rauf, Syarifuddin. Nefrologi Anak; Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

5. Andriani R. Peranan Pencitraan dalam Deteksi Kelainan Anatomik pada Anak

dengan Infeksi Saluran Kemih Atas. Available at:

http://www.majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2010-02-artikel-

06.pdf. Accessed on July 3rd, 2015.

6. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection

in children. Available at: http://www.aafp.org/afp/. Accessed on July 3rd, 2015.

36
7. Sudung O. Pardede, dkk. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. 2014.

Jakarta.

8. Gurgoze MK, Akarsu S, Yilmaz E, Godekmerdan A, Akca Z, Ciftci I, Ayugin

AD

9. Enday S. Ilmu penyakit dalam UI: infeksi saluran kemih pasien dewasa. Jilid

ke-2. ed. Jakarta: Interna Publishing; 2015. 564-8

37

Anda mungkin juga menyukai