LAPORAN KASUS
A. Status Pasien
1. Identitas Pasien
Nama : Ny U
Umur : 50 tahun
Alamat : Dsn Langsepan Probolinggo
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 30 Mei 2018
2. Anamnesis
a) Keluhan utama :
Pasien sesak
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang keluhan sesak sejak 5 hari yang lalu, sesak dirasakan terus
menerus dan memberat saat siang hari dan dibawa kers waluyo lalu
pasien dirujuk ke rsud dr moh saleh karena akan direncanakan untuk
hemodialisa. Pasien juga menegluh pinggangnya sangat nyeri yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri pinggangnya hilang timbul,
timbulnya nyeri pinggang saat pasien tidak minum obat, pasien
merasakan mual” tetapi tidak muntah, badan terasa lemas nafsu makan
menurun, pusing (+) saat akan buang air kecil pasien merasakan nyeri
pada perut bagian bawah, dan kencingnya sedikit sedikit, kencing terasa
panas (-), panas (-), warna kencingnya kuning, BAB masih dalam batas
normal. Keluarga pasien mengatakan bengkak pada seluruh tubuh pasien
2 hari yang lalu.
c) Riwayat Penyakit Dahulu :
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
ISK (+) 1 tahun yang lalu
1
d) Riwayat Penyakit Keluarga :
Sakit seperti ini (-)
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
e) Riwayat Kebiasaan :
Pasien seharii hari senang mengkonsumsi kopi dan minuman bersoda
darang minum air putih
f) Riwayat Pengobatan :
Berobat ke Rs Jember 25 mei 2018 Obat (+) nama lupa
g) Riwayat Alergi :
Tidak ada alergi
3. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum
Pasien tampak lemah, kesadaran Compos Mentis,GCS E4V5M6
B. Tanda-tanda vital
TD : 126/74 mmHg
Nadi : 99 x/menit
RR : 39 x/menit
Temp. : 37,2 ᵒC
Skala nyeri : ti
C. Keadaan tubuh
Kepala : dalam batas normal
Kulit : turgor cukup, pucat (+), sianosis (-), ikterik (-)
Mata : konjungtiva anemis (+/+), pupil isokor, reflek pupil
(+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung : secret (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : kering (-), sianosis (-)
Leher : simetris, defiasi trakhea (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), JVP Normal
2
D. Thoraks
Paru
Depan Belakang
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSI
Bentuk Simetris + + + +
pergerakan Simetris + + + +
PALPASI
Pergerakan Simetris + + + +
ICS Simetris + + + +
PERKUSI
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
AUSKULTASI
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Ronkhi - - - -
- - - -
- - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -
- - - -
- - - -
3
Jantung
Inspeksi Iktus cordis: tidak tampak
Palpasi Iktus: tidak teraba
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan: ICS II-IV parasternal line dextra
Batas kiri: ICS V, 1 cm lateral mid clavicula line
Sinistra
Auskultasi S1/S2: Tunggal
Suara tambahan: murmur (-), gallop (-)
E. Abdomen
Inspeksi Distended
Massa (-) Scar (-)
Auskultasi Bising usus menurun
Palpasi Distended
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Nyeri tekan
+ - -
+ - -
+ - -
Perkusi Suara Timpani
Nyeri ketuk CVA (+ dextra)
F. Ekstremitas
4
4. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium (29 Mei 2018)
GDA : 134 mg/dL
BUN : 60,4 (↑)
Kreatinin : 16 (↑)
Hb : 8,3 (↓)
Urea : 87 (↑)
Leukosit : 16.400 (↑)
Trombosit : 340.000 (↓)
MCV : 85,9 (n)
MCH : 28.5 (↑)
MCHC : 33.2 (n)
B. USG
Kesimpulan :
Hidroureteronephrosis gr.1-2 ec uretrolithiasis 1/3 proksimal sinistra
Hidronephrosis gr.1 dextra ec. Nephrolithiasis multiple
Suspect parenchymal liver disease
Perhitungan GFR
Rumus Cockroft-Gault:
140−𝑈𝑚𝑢𝑟 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) × 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
GFR = x𝑓
72 × 𝐶𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑔/𝑑𝐿)
(140−50) × 70
= x 0,85
72 × 16,0
5
Mual
Nyeri saat BAK
Oedem extermitas bawah
Anemis
RR : 29x/m
Pitting edem ekstremitas bawah
BUN : 60,4 (↑)
Kreatinin : 16 (↑)
Hb : 8,3 (↓)
Urea : 129 (↑)
6
Inj. Ceftriaxon 2x1
Mx :
Tanda-tanda vital
Gejala klinis
Ex :
Istirahat cukup
Tirah Baring
7
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen : soefl, BU (+) N, timpani
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : nyeri ketuk CVA dextra
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema +/+
A: 1. CKD Stage V
2. Anemia
P: 1. CKD Stage V
Dx : DL, SE,LFT,RFT
Tx :
Pro HD
Mx :
- TTV
- Gejala klinis
- Pola nafas
Ex :
- Tirah baring
2. Anemia
Dx :
- DL,
8
Tx :
Mx :
- Gejala klinis
Ex :
9
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema +/+
A: 1. CKD Stage V
2. uremic syndrome
3. anemia
P: 1. CKD Stage V
Tx :
Mx :
- TTV
- Gejala klinis
- Pola nafas
Ex :
- Tirah baring
3. Anemia
Tx :
Mx :
- Gejala klinis
10
O: Pasien penurunan kesadaran
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : koma (GCS 1-1-1)
a/i/c/d : + / -/ - / -
TD : 129/71 mmHg
Nadi : 122 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,8oC
SpO2 : 97%
Kepala/Leher : Anemis (+), PCH (-), pembesaran klj. Tiroid (-),
pembesaran klj. Limfe (-), deviasi trakea (-)
Thoraks : simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen : soefl, BU (+) N, timpani
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : nyeri ketuk CVA dextra
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema +/+
A: 1. CKD Stage V
2. uremic syndrome
3. anemia
4. Efusi Pleura
P: 1. CKD Stage V
Tx :
11
Dopamin 5ml/Kgbb/mnt
Mx :
- TTV
- Gejala klinis
- Pola nafas
Ex :
- Tirah baring
3. Anemia
Dx :
- DL,
Tx :
Mx :
- Gejala klinis
12
Thoraks : simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen : soefl, BU (+) N, timpani
Hepar : ttb
Lien : ttb
Ginjal : nyeri ketuk CVA dextra
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema +/+
A: 1. CKD Stage V
2. uremic syndrome
3. anemia
4. efusi plura
P: 1. CKD Stage V
Tx :
Inj. Diazepam 5 mg
Inj. Furosemid 20 mg
Mx :
- TTV
- Gejala klinis
- Pola nafas
- Produksi urin
Ex :
13
- Tirah baring
3. Anemia
Dx :
- DL,
Tx :
Mx :
- Gejala klinis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
14
1. CKD (Chronic Kidney Disease)
A. Pendahuluan
Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi
ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara
perlahan dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering
tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal
memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai
terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan
akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia
(Denise, 2007).
Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua,
dan ini pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien
dengan hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk
mencapai tujuan tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah
umum pada pasien dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat
sebagai GFR pasien menurun. prevalensi hipertensi meningkat dari 65%
sampai 95% sebagai GFR menurun 85-15ml / min/1.73m2. Penurunan GFR
dapat ditunda ketika proteinuria menurun melalui penggunaan terapi
antihipertensi (Eskridge, 2010).
Penanganannya seperti pemantauan ketat tekanan darah, kontrol
kadar gula darah (Thakkinstian, 2011). Kardiovaskular (CVD) adalah
penyebab utama kematian pada pasien dengan CKD (Patricia, 2006).
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan
kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011
sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic
Kidney Disease (CKD). (Thakkinstian, 2011).
B. Definisi CKD
CKD merupakan sindroma klinis penurunan fungsi ginjal secara
menetap akibat kerusakan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini berjalan
15
secara kronis dan progresif sehingga pada akhirnya akan terjadi Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End State Renal Disease (ESRD). Ada beberapa istilah
yang dipakai untuk menyatakan penurunan fungsi ginjal, antara lain:
(Askandar, 2015).
1. Gangguan fungsi ginjal
Yaitu adanya penurunan laju filtrasi glomerulus atau Glomerular
Filtration Rate (GFR) yang dapat terjadi dalam derajat ringan, sedang,
atau berat.
2. Azotemia
Yaitu adanya peningkatan kadar urea plasma, atau peningkatan BUN oleh
karena retensi sampah nitrogen akibat gangguan fungsi ginjal.
3. Uremia
Yaitu sindroma klinis dan laboratori yang menunjukkan adanya disfungsi
berbagai sistem organ akibat gagal ginjal kronis, biasanya pada derajat
lanjut.
4. ESRD
Yaitu keadaan dimana ginjal tidak dapat lagi menopang kehidupan tanpa
diikuti tindakan dialisis atau transplantasi ginjal.
16
ginjal yang terjadi > 3 bulan disertai implikasi pada kesehatan. Adapun
kriteria yang digunakan sebagai kriteria CKD: (KDIGO. 2013).
17
Sumber: KDIGO, 2012
C. Etiologi CKD
CKD adalah kemunduran fungsi ginjal irreversible yang terjadi
beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal terminal (ESRD) merupakan
kelanjutan dari CKD yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan keseimbangan substansi tubuh. Penyebab CKD meliputi
berbagai faktor yang congenital dan didapat, termasuk
(1) penyakit glomerular (pielonefritis, glomerulonefrits, glomerulopati,
(2) uropati obstruktif (refluks vesikouretral),
(3) hipoplasia atau dysplasia ginjal,
(4) gangguan ginjal yang diturunkan (penyakit ginjal polikistik, sindrom
nefrotik congenital, sindrom Alport),
(5) neuropati vascular, dan
(6) kerusakan atau kehilangan ginjal (trauma berat, tumor Wilms) (Askandar,
2015).
Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Tabel 2.4 menunjukkan penyebab utama dan CKD di Amerika Serikat.
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
18
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada
tabel 2.5 (Askandar, 2015).
Tabel 2.4: Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat
Penyebab Insiden
Diabetes mellitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik ( lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46, 39%
Diabetes Melitus 18, 65%
Obstruksi dan infeksi 12, 85%
Hipertensi 8, 46%
Sebab lain 13, 65%
19
Penyakit Contoh penyakit terbanyak
Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal Non Diabetik : - Penyakit glomerular (penyakit otoimun,
infeksi sistemik, obat, neoplasia)
- Penyakit vascular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
- Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Transplantasi : - Rejeksi kronik
- Keracunan obat (siklosporin/ takrolimus)
- Penyakit recurrent (glomerular)
- Transplant glomerulopathy
Sumber: NKF-K/DOQI, 2002
D. Patofisiologi CKD
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam,
dan penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron
yang lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang
tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami
hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Kompensasi nefron
yang masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsi nya sampai
tiga perempat nefron rusak. Solute dalam cairan menjadi lebih banyak dari
yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis osmotic daengan
poliuria dan haus. Akhirnya nefron yang rusak bertambah dan terjadi oliguria
akibat sisa metabolisme tidak terekskresikan dan timbul uremia (Askandar,
2015).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif
20
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah
ginjal. Pelepasan renin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan
beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal
ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena tuntunan untuk
reabsorpsi) protein plasma dan menimbulkan stress oskdatif (Askandar,
2015).
E. Tatalaksana CKD
1. Pengobatan untuk initiation factors
Initiation factors adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal secara langsung. Yang termasuk adalah DM, HT, uropati
obstruktif, keracunan obat, infeksi saluran kemih, mekanisme yang
diperantarai imun, dan toksisitas obat secara langsung. Pengobatan
terhadap berbagai faktor inisisasi yang masih dapat dikoreksi, mutlak
harus dilakukan. DM merupakan penyebab utama CKD diseluruh dunia.
(Askandar, 2015).
Target pengendalian gula darah menurut KDIGO 2012 adalah HbA1c
7 untuk mencegah dan menghambat komplikasi mikrovaskuler, untuk
pasien dengan resiko hipoglikemia disarankan tidak mengobati sampai
HbA1c <7, dan untuk pasien dengan komorbid atau harapan hidup
terbatas disertai resiko hipoglikemia, diusulkan HbA1c >7. Pada pasien
CKD dan Dm, pengendalian gula darah merupakan bagian dari strategi
intervensi multifaktorial yang dimaksudkan untuk mengendalikan tekanan
darah dan kardiovaskuler, meningkatkan penggunaan angiotensin
converting inhibitor (ACE-I) atau angiotensisn reseptor blocker (ARB),
statin, dan terapi antiplatelet sesuai indikasi klinik.
21
3. Diet rendah protein dan rendah kalori
Asupan protein dibatasi 0,6-0,8 fram/kgBB/hari. Rata-rata kebutuhan
protein penderita CKD adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal 35
kcal/kgBB/hari. Diet rendah protein tinggi kalori diharapkan dapat
memperbaiki keluhan mual, menurunkan BUN, dan dapat memperbaiki
gejala uremil. (Askandar, 2015).
Menurut KDIGO 2012 mengusulkan asupan protein 0,8 g/kgBB/hari
untuk orang dewasa disertai DM atau tidak dan GFR <30
ml/menit/1,73m2.
4. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
Gangguan keseimbangan elektrolit yang paling sering dijumpai pada
CKD adalah hiperkalemia. Hiperkalemia dapat tetap asimptomatis
walaupun telah mengancam jiwa. (Askandar, 2015).
Pengobatan konservatif hiperkalemia adalah:
a. Tahap pertama adalah menstabilkan myokardium dengan pemberian
Ca Glukonat 10% sebanyak 10ml dalam waktu lebih dari 2 menit.
b. Tahap kedua adalah usaha untuk mendorong perpindahan K dari CES
masuk ke CIS, sehingga K serum dapat segera diturunkan:
Insulin : Insulin diberikan 5-10 ui IV. Untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia secara simultan diberikan Dekstrosa 50% sebanyak
50ml secara IV pelan lebih dari 5 menit. Pada pasien DM
hiperglikemi, cukup beri insulin tanpa Dekstrosa.
B-Agonis: diberikan Albuterol 10-20 mg dengan NaCl 0.9% 4 cc
melalui nebulizer dala waktu lebih dari 10 menit.
Sodium Bicarbonat (Nabic): banyak penelitian melaporkan bahwa
pemberian Nabic tidak atau hanya sedikit menurunkan K serum.
Diberikan bila juga didapatkan asidosis metabolik.
c. Mengeluarkan K dari tubuh dengan pemberian/tindakan:
Diuretik: hanya bisa bekerja bila fungsi ginjal masih adekuat,
bermanfaat bila produksi urin masih cukup.
Pottasium exchange resin
Hemodialisis: merupakan terapi definitif untuk mengeluarkan K
dari tubuh.
22
Pencegahan hiprekalemia meliputi diit K dibatasi 40-60 mEq/ hari,
hindari obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar K serum.
Asidosis metabolik merupakan gangguan asam-basa yang paling
sering dijumpai pada pasien CKD, menyebabkan keluhan mual, lemah,
air-hunger, dan drawsiness. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nafas
cepat dan dalam (kussmaul). Pengobatan IV dengan NaHCO3 hanya
diberikan pada keadaan asidosis berat, sedangkan jika tidak gawat
diberikan peroral.2 Bila konsentrasi bikarbonat serum < 22 mmol/l,
berikan terapi bikarbonat oral untuk memelihara bikarbonat serum dalam
rentang normal. (Askandar, 2015).
5. Pengelolaan Hipertensi
Pembatasan cairan mutlak dilakukan untuk pengendalian hipertensi pada
CKD, KDIGO 2012 mengusulkan/merekomendasikan pengelolaan
hipertensi sebagai berikut:
o Pada pasien DM maupun non DM dewasa disertai CKD dan ekskresi
albumin < 30 mg/24 jam (atau ekivalen dengan TDS > 140 mmHg
atau TDD ≤ 90 mmHg
o Pada pasien DM maupun non DM dewasa disertai CKD dan ekskresi
albumin urin ≥ 30 mg/24 jam dengan TDS > 130 mmHg atau TDD >
80 mmHg, diterapi dengan obat antihipertensi untuk memelihara TDS
≤ 130 mmHg atau TDD ≤ 80 mmHg.
o Diusulkan bahwa ARB atau ACE-I digunakan pada pasien DM
dewasa dengan CKD dan eksresi albumin urin 30-300 mg/24 jam
(atau ekivalen).
o Direkomendasikan bahwa ARB atau ACE-I digunakan pada pasien
DM maupun non DM dewasa dengan PGK dan eksresi albumin urin >
300 mg/24 jam (atau ekivalen)
o Bukti-bukti yang ada tidak cukup untuk merekomendasikan
kombinasi ACE-I dengan ARB untuk mencegah progesi CKD.
6. Pencegahan dan Pengobatan Metabolic Bone Disease
Adanya CKD berpengaruh terhadap regulasi Ca dan P, yang kemudian
akan menyebabkan hiperparatiroid sekunder dan penyakit tulang
metabolik. Lebih jauh, akibat dari gangguan metabolisme mineral atau
terapi yang diberikan (penambahan Ca atau vitamin D) dikaitkan dengan
23
komplikasi ke ekstraskeletal dan kardiovaskuler. Pendekatan terapi yang
dilakukan adalah: diit rendah phospatase (800-1000 mg/hari), pemberian
oral phospatase binder, bisa yang berbasis Ca (Ca karbonat, Ca asetat)
atau yang tidak berbasis Ca (sevelamer, lanthanum karbonat) sesuai
indikasi, pemberian suplemen vitamin D atau analog vitamin D, dan bila
tetap terjadi hiperparatiroid refrakter dilakukan paratiroidektomi. KDIGO
2012 merekomendasikan: (1) pemeriksaan kadar Ca, P, PTH serum, dan
aktivitas alkali phospatase, setidaknya PTH serum dan aktivitas alkali
phospatase, setidaknya sekali pada GFR <45 ml/men/1.73 m2 sebagai
data dasar. (2) pada nilai GFR tersebut diusulkan tidak melakukan
pemeriksaan densitas mineral tulang secara rutin. (3) Pada nilai GFR
tersebut diusulkan untuk memelihara konsentrasi P serum pada rentang
normal, sesuai nilai laboratorium di daerahnya, (4) pada nilai GFR
tersebut, kadar PTH optimal tidak diketahui. Diusulkan bila kadar iPTH
diatas harga normal, maka perlu evaluasi awal adanya hiperfosfatemia,
hipokalsemia, dan defisiensi vitamin D. (5) diusulkan untuk tidak
meresepkan secara rutin vitamin D atau vitamin D analog untuk menekan
peningkatan konsentrasi PTH bila tidak ada kecurigaan atau data adanya
defisiensi pada pasien CKD non dialisis. (Askandar, 2015).
7. Pengelolaan anemia
Anemia terjadi pada mayoritas pasien yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, dengan penyebab defisiensi eritropoietin, defisiensi besi
fungsional maupun absolut, kehilangan darah, adanya inhibitor uremik,
umur sel darah merah di sirkulasi memendek, defisiensi asam folat, dan
vitamin B12, kombinasi.(Askandar, 2015).
Menurut KDIGO 2012, dikatakan anemia bila Hb < 13 g/dL untuk
laki-laki atau < 12 g/dL untuk perempuan. Evaluasi anemia pada CKD
adalah pemeriksaan darah lengkap, juga dilengkapi dengan pemeriksaan
serum iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC), dan feritin serum.
Terapi eritropoietin rekombinan bisa diberikan pada penderita CKD pra-
HD.
8. Deteksi dan Pengobatan Infeksi
Penderita CKD merupakan penderita dengan respons imun yang
rendah, sehingga kemungkinan mengalami infeksi harus selalu
24
dipertimbangkan. Gejala febris terkadang tidak muncul karena keadaan
respons imun yang rendah ini. (Askandar, 2015).
9. Tata laksana pengobatan dan keselamatan pasien
Beberapa obat memerlukan penyesuaian dosis karena ekskresi
metabolitnya melalui ginjal. Penggunaan obat nefrotoksik misalnya
aminoglikosida, cotrimoxazole, amphotericin sebaiknya dihindari dan
hanya diberikan pada keadaan khusus dengan pertimbangan yang matang.
(Askandar, 2015).
Menurut KDIGO 2012 merekomendasikan untuk menghentikan
sementara obat-obat yang berpotensi nefrotoksik dan diekskresi melalui
ginjal pada GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 pada individu dengan penyakit
serius yang meningkatkan resiko terjadinya AKI, termasuk disini adalah
penggunaan RAAS Blokers (ACE-I, ARBs, inhibitor aldosteron, direct
renin nhibitor), diuretik, NSAIDs, metformin, lithium, dan digoxin.
KDIGO juga merekomendasikan untuk tidak menggunakan herbal pada
pasien CKD.
10. Persiapan dialisis dan transplantasi
Penderita CKD dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal
bahwa pada suatu saat penderita akan memerlukan HD atau transplantasi
ginjal. Pembuatan akses vaskuler sebaiknya sudah dikerjakan sebelum
klirens kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses
vaskuler jika klirens kreatinin di bawah 20 ml/menit. Perlu membatasi
pungsi pembuluh darah daerah ekstrimitas yang akan dipakai akses
vaskuler. Disamping persiapan dari segi medik perlu pula persiapan non
medik. (Askandar, 2015).
11. Terapi pengganti ginjal
Menurut Askandar, 2015 ada beberapa komplikasi merupakan indikasi
untuk segera dilakukan hemodialisis (HD) meskipun penderita belum
sampai pada tahap CKD stadium 5. Komplikasi yang merupakan indikasi
untuk tindakan HD antara lain:
Ensefalopati uremikum
Perikarditis atau pleuritis
Neuropati perifer progresif
25
ODK progresif
Hiperkalemia yang tak dapat dikendalikan dengan pengobatan medika
mentosa
Sindroma overload
Infeksi yang mengancam jiwa
Keadaan social
2. Efusi Pleura
A. Pengertian Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan
melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan
visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal
rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 m.l. (Halim, Hadi.
2007).
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura
yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat
penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan 1,2
transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura
parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01
mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di
pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura
parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2
mL/kg/jam.Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan 3 cairan
pleura melebihi kecepatan absorbsinya. (Khairani, Rita, 2012).
a. Eksudat
26
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas.Sebagai akibat
inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya
TBC, trauma dada, infeksi virus.Efusi pleura mungkin merupakan
komplikasi gagal jantung kongestif.TBC, pneumonia, infeksi paru,
sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme
paru, infeksi parasitik.(Suzanue C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
b. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler
yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan
tekanan hidrostaltik atau ankotik.Transudasi menandakan kondisi seperti
asites, perikarditis.Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal
sehingga terjadi penumpukan cairan.(Suzanue C Smeltezer dan Brenda G.
Bare, 2002).
C. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. (Dr.
Djojodobroto, R Darmanto, 2009).
Menurut Dr. Djojodobroto, R Darmanto, 2009 adalah Pembentukan cairan
yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul
pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi.
Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfa
Penurunan tekanan osmotic koloid
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
27
D. Hubungan antara CKD dengan Efusi Pleura
Efusi pleura
28
BAB III
PEMBAHASAN
29
1. Kerusakan ginjal (renal demage) selama Kesimpulan :
≥ 3 bulan berupa kelainan struktural atau
Hidroureteronephrosis gr.1-2 ec
fungsional dengan atau tanpa penurunan
uretrolithiasis 1/3 proksimal sinistra
GFR, dengan manifestasi :
- Kelainan patologis, atau Hidronephrosis gr.1 dextra ec.
- Terdapat kelainan ginjal, termasuk Nephrolithiasis multiple
kelainan dalam komposisi darah atau urin,
Suspect parenchymal liver disease
atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging 2. GFR = 5.46 ml/menit/1,73m²
test).
2. GFR kurang dari 60ml/menit/1,73m²
selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Etiologi Penyakit ginjal non diabetik
1. Penyakit Ginjal Diabetik : Diabetes tipe
1 dan 2
2. Penyakit Ginjal Non Diabetik :
- Penyakit glomerulus
(autoimun, infeksi sistemik,
obat-obatan, keganasan)
- Penyakit vascular : penyakit
pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati.
- Penyakit Tubulointerstitial :
ISK, uropati obstruktif
(jaringan parut ginjal atau
uretra, batu, neoplasma,
BPH, hidronefrosis, kelainan
kongenital pada leher vesika
urinaria dan uretra serta
penyempitan uretra),
pielonefritis, keracunan obat.
- Penyakit kista (penyakit
30
ginjal polikistik)
3. Penyakit pada transplantasi
-Rejeksi Kronik
-Toksisitas obat (siklosporin atau
takrolimus)
-Penyakit rekuren (penyakit
glomerulus)
-Glomerulopati translant.
Fakto Resiko Sosiodemografis: 1. Usia 50 tahun
-Usia (>50thn) 2. Ras Asia
-Jenis Kelamin (laki-laki lebih banyak)
-Ras (ras Asia dan Amerika lebih banyak)
-Genetik
Stadium CKD : Stadium 5 :
1. Kerusakan ginjal disertai GFR normal - GFR = 5,46ml/menit/1,73m²
atau meninggi : GFR ≥
90ml/menit/1,73m²
2. Penurunan GFR ringan : GFR 60-
89ml/menit/1,73m²
3. Penurunan GFR sedang : GFR 30-
59ml/menit/1,73m²
4. Penurunan GFR berat : GFR 15-
29ml/menit/1,73m²
5. Gagal ginjal : GFR <
15ml/menit/1,73m² atau dialisis
-
Sesuai dengan DM -
31
penyakit yang Infeksi Traktus Urinarius +
mendasari
Batu traktus urinarius +
Hipertensi -
Hiperurikemia -
SLE -
Letargi +
Anorexia +
Mual muntah +
Nokturia -
Neuropati perifer -
Pruritus -
Uremic frost -
Perikarditis -
Kejang, Koma +
Komplikasi Hipertensi _
Anemia +
Payah jantung -
32
Kemudian, dibawah ini merupakan tabel Penatalaksanaan CKD berdasarkan teori
yang dibandingkan dengan yang diberikan pada pasien:
Tabel 3.2 : Penatalaksanaan pada Teori dan pada Pasien
NO TEORI PASIEN
33
4. Pengendalian Ca Glukonat 10% sebanyak 10ml
gangguan dalam waktu lebih dari 2 menit untuk
imbalanced menstabilkan myokardium.
elektrolit dan
Menurunkan K dengan:
asam-basa
Pencegahan hiprekalemia meliputi diit
K dibatasi 40-60 mEq/ hari
Asidosis Metabolik:
34
9. Tata laksana Penyesuaian dosis penggunaan obat Pro Hemodialisis
pengobatan nefrotoksik
dan
keselamatan
pasien
35
BAB IV
KESIMPULAN
1. Diagnosa kasus ini adalah Chronic Kidney Disease Stage V dengan uremic
syndrome, Anemia< dan efusi pleura
2. Terapi yang diberikan pada kasus ini berupaterapi medikamentosa beserta
pemberian cairan serta pengaturan intake makanan.
3. Pasien dinyatakan meninggal diduga karena karena komplikasi dari CKD
ditandai dengan adanya koma kejang sehingga tidak dapan dilakukan
hemodialisa
36
DAFTAR PUSTAKA
Askandar J.P, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press. Hal: 71-81,525-540.
Denise, (2007) Assessment of the Impact of Weekly Versus Monthly Erythropoiesis
Stimulating Protein Therapy on Patients with CKD and Their Families.
Nephrology Nursing Journal
Dr. Djojodobroto, R Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicene). Jakarta :
EGC
Eskridge, (2010). Hypertension and Chronic Kidney Disease:The Role of Lifestyle
Modification and Medication Management. Nephrology Nursing Journal
Hasan, Irsan, Indra, Tities A., 2008. Peran Albumin Dalam penatalaksanaan Sirosis
Hati. Medicinus Vol. 21 No.2 Edisi April-Juni.h: 3.
Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.
KDIGO. 2013. Kidney International Supplements Volume 3. http://www.kidney-
international.org hal. 18-31
Khairani, Rita, 2012. Jurnal Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
NKF-K/DOQI. 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. New York: National Kidney
Foundation. Hal: 81-180
Patricia, (2006). Chronic Kidney Disease and Cardiovascular Disease - Using the
ANNA Standards and Practice Guidelines to Improve Care. Nephrology
Nursing Journal
PERKENI. 2016. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
Soewondo Pradana. Ketoasidosis Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Interna Publishing. 2009. 1906-11.
Thakkinstian, (2011), A simplified clinical prediction score of chronic kidney
disease: A cross-sectional-survey study. BMC Nephrology
37