Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH STATUS GIZI DAN RIWAYAT KONTAK TERHADAP

KEJADIAN TUBERKULOSIS ANAK DI KABUPATEN JEMBER


The Effect of Nutritional Status and Contact History toward Childhood Tuberculosis in Jember

Anasyia Nurwitasari1, Chatarina Umbul Wahyuni2


1FKM UA, anasyia26@gmail.com
2Departemen Epidemiologi FKM UA, chatrin03@yahoo.com

Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga


Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang mematikan di dunia. Sejak tahun 2013 Indonesia masuk kategori
negara dengan beban tuberkulosis tinggi. WHO mengestimasikan beban kejadian tuberkulosis anak pada tahun 2012 sekitar
530.000 kasus dan 74.000 anak meninggal di tahun tersebut. Kabupaten Jember dalam tiga tahun mengalami peningkatan
jumlah kejadian tuberkulosis. Pada tahun 2014 sebesar 6,5% dari jumlah kasus tuberkulosis di Kabupaten Jember
merupakan kasus pada anak. Pengendalian tuberkulosis anak merupakan komponen utama dalam pengendalian kejadian
tuberkulosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
anak di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan pendekatan observasional
analitik. Objek penelitian adalah anak berusia 0–14 tahun yang didiagnosis oleh Rumah Sakit Paru Jember menderita
tuberkulosis. Sampel diambil dengan metode pencuplikan acak sederhana. Besar sampel kasus sebanyak 24 responden
dan sampel kontrol sebanyak 48 responden. Variabel bebas penelitian ini adalah status gizi anak, riwayat kontak, lama
kontak, dan kedekatan dengan penderita tuberkulosis. Analisis pengaruh antara variabel bebas dan tergantung dilakukan
dengan menggunakan uji Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang memiliki pengaruh
dengan kejadian tuberkulosis anak adalah riwayat kontak (p = 0,000; OR = 26,6), lama kontak (p = 0,000; OR = 69),
dan kedekatan (p = 0,000; OR = 27,1). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa riwayat kontak, lama kontak, dan
kedekatan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember. Diperlukan pencarian kasus baru secara
aktif untuk memutus rantai penularan infeksi tuberkulosis dengan pemeriksaan kontak serumah sedini mungkin.

Kata kunci: status gizi, tuberkulosis anak, riwayat kontak, lama kontak, kedekatan

ABSTRACT
Tuberculosis remains one of diseases with highest mortality among other. Indonesia had categorized in one of high burden
countries since 2013. WHO estimated the annual global burden of childhood tuberculosis in 2012 was approximately
530.000 cases and that up to 74.000 children died that year. The last three years tuberculosis incidence in Jember
increased. In 2014, 6,5% of total tuberculosis incidence was childhood tuberculosis. Childhood tuberculosis is a
major component in controlling tuberculosis. The objective of this study is to analyze determining factors of childhood
tuberculosis incidence in Jember. This study is an analytical observational study using case-control design. The object
of this study is children aged 0–14 years who diagnosed with tuberculosis in Jember Paru Hospital. Sampling taken by
simple random sampling method. Sampel consisting 24 cases and 48 control. The independent variables is child nutritional
status, contact history, long-term contact, and proximity contact. Analysis using Logistic Regression test to determine the
influence between two variables. The results show that childhood tuberculosis incidence determined by contact history
(p = 0,000; OR = 26,6), long-term contact (p = 0,000; OR = 69), and proximity contact (p = 0,000; OR = 27,1).
The conclusion is, contact history, long-term contact, proximity contact determine childhood tuberculosis in Jember.
Stakeholder have to do active case finding to break the chain of tuberculosis transmission with early household contact
detection.

Keywords: nutritional status, childhood tuberculosis, contact history, long-term contact, and proximity contact

PENDAHULUAN laporan World Health Organization (WHO)


Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit pada tahun 2013 sekitar 9 juta orang menderita
menular mematikan dan sampai saat ini masih tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya meninggal
menjadi perhatian masyarakat dunia. Berdasarkan dunia. Tahun 2013 diestimasikan 9 juta orang di
dunia menderita tuberkulosis, dan lebih dari 56%

158
159 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

tersebar di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Pada anak meninggal karena tuberkulosis setiap tahunnya
tahun yang sama Indonesia masuk dalam negara (WHO, 2013).
dengan beban tinggi tuberkulosis dengan menduduki Kabupaten Jember dalam tiga tahun mengalami
peringkat ke-4 sebagai negara penyumbang penyakit peningkatan jumlah kejadian tuberkulosis namun
tuberkulosis setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan angka penemuan kasus tuberkulosis anak
(WHO, 2014). yang masih cukup rendah. Pada tahun 2012 kasus
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang tuberkulosis anak sebesar 7,04%, pada tahun 2013
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. mengalami penurunan penemuan kasus dengan
Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui kasus tuberkulosis anak yang berhasil ditemukan
percikan dahak (dorplet) dari penderita tuberkulosis sebesar 6,55%, pada tahun 2014 kasus tuberkulosis
kepada individu yang rentan. Sebagian besar anak yang ditemukan di Kabupaten Jember
kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang sebesar 6,44%. Pada tahun 2014 sebesar 6,5% dari
paru, namun dapat juga menyerang organ lain jumlah kasus tuberkulosis di Kabupaten Jember
seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar limfe, merupakan kasus pada anak yang tersebar merata
tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan lain-lain di 31 kecamatan di Kabupaten Jember (Dinkes
(Kemenkes RI, 2013). Menurut Crofton dkk (2002) Jawa Timur, 2014). Rendahnya angka penemuan
sebagian besar masyarakat dengan mudah terinfeksi kasus tuberkulosis anak mengindikasikan bahwa
kuman Mycobacterium tuberculosis, namun hanya kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember
10% yang dapat berkembang menjadi penyakit. masih under-diagnosis dikarenakan angka penemuan
Perkembangan infeksi menjadi suatu penyakit kasus tuberkulosis anak masih di bawah angka 8%.
sangat bergantung pada seberapa banyak kuman Proporsi kasus tuberkulosis anak di antara semua
yang masuk melalui pernapasan dan pertahanan kasus tuberkulosis yang ternotifikasi dalam program
tubuh seseorang yang terinfeksi. tuberkulosis berada dalam batas normal yaitu 8-11%
Prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada (Kemenkes, 2013).
tahun 2013 sebesar 272 per 100.000 penduduk dan Rumah Sakit Paru Jember adalah Unit Pelaksana
angka insiden sebesar 153 per 100.000 penduduk Tehnis (UPT) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
dengan jumlah kematian akibat tuberkulosis sebesar yang berada di wilayah Jawa Timur bagian timur
25 per 100.000 penduduk (WHO, 2014). Jumlah tepatnya di Kota Jember yang melayani penyakit
kasus tuberkulosis baru BTA positif pada tahun paru khususnya tuberkulosis meliputi Kabupaten
2011–2014 di Provinsi Jawa Timur cenderung Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
mengalami penurunan. Pada tahun 2014 jumlah Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten
kasus tuberkulosis baru BTA positif di Provinsi Lumajang. Berdasarkan data Rumah Sakit Paru
Jawa Timur sebanyak 21.036 orang menurun dari Jember yang merupakan salah satu pusat pelayanan
jumlah kasus baru BTA positif tahun 2013. Jumlah rujukan penyakit paru di Kabupaten Jember, dari
kasus tuberkulosis baru BTA positif di Provinsi Jawa 147 kasus tuberkulosis yang melakukan pengobatan
Timur sebagian besar terjadi pada penduduk usia di Rumah Sakit Paru Jember pada tahun 2013,
produktif antara usia 15 tahun hingga 65 tahun dan sebanyak 28 kasus merupakan kasus tuberkulosis
sebagian lagi menyerang anak-anak usia kurang dari anak (Rumah Sakit Paru Jember, 2013). Pada bulan
15 tahun (Dinkes Jawa Timur, 2014). April 2014 hingga bulan April 2015 jumlah penderita
Tuberkulosis anak adalah penyakit tuberkulosis tuberkulosis anak yang melakukan pengobatan
yang terjadi pada anak usia 0–14 tahun. Tuberkulosis di Rumah Sakit Paru Jember sebanyak 68 kasus
anak dapat mencerminkan efektivitas dari program dengan jumlah kasus yang berasal dari Kabupaten
pengendalian tuberkulosis termasuk deteksi kasus Banyuwangi sebanyak 2 kasus, Kabupaten
tuberkulosis dewasa, pelacakan kontak, dan Bondowoso sebanyak 5 kasus, Kabupaten Situbondo
vaksinasi BCG (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis sebanyak 1 kasus, Kabupaten Lumajang sebanyak 1
pada anak sampai saat ini mengalami perkembangan kasus, dan Kabupaten Jember sendiri sebanyak 59
yang cukup pesat. Sekitar 500.000 anak di dunia kasus. 59 kasus tuberkulosis anak yang melakukan
menderita tuberkulosis setiap tahun. WHO pengobatan di Rumah Sakit Paru Jember baik
mengestimasikan kasus tuberkulosis anak di tahun rawat inap maupun rawat jalan berasal dari seluruh
2012 kurang lebih 530.000 kasus atau sekitar 6% kecamatan yang ada di Kabupaten Jember.
dari total kejadian tuberkulosis dan sebanyak 74.000 Pengendalian tuberkulosis anak merupakan
faktor penting di negara berkembang khususnya
Anasyia Nurwitasari1 dan Chatarina Umbul Wahyuni, Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak… 160

dalam komponen pengendalian tuberkulosis. hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif. Sputum
Pentingnya pengendalian tuberkulosis anak dalam BTA positif rata-rata hanya terjadi pada kasus
komponen pengendalian tuberkulosis dikarenakan tuberkulosis dewasa. Menurut Rahajoe dkk (2008),
proporsi anak berusia kurang dari 15 tahun rata-rata meskipun anak mudah menerima infeksi dari orang
setiap negara sebesar 20–50% dari jumlah seluruh dewasa di sekitarnya, penderita tuberkulosis anak
populasi. Tuberkulosis anak juga mencerminkan justru jarang menularkan kuman tuberkulosis
transmisi tuberkulosis yang terus berlangsung pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya.
di populasi. Terus berlangsungnya transmisi Penderita tuberkulosis anak jarang menularkan
tuberkulosis dapat mengindikasikan kegagalan kuman tuberkulosis dikarenakan kuman tuberkulosis
pengendalian tuberkulosis di masyarakat (Kemenkes, sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial
2013). penderita anak-anak, selain itu tidak terdapatnya
Menurut WHO (2006) faktor risiko utama reseptor batuk dan sedikitnya produksi sputum
kejadian tuberkulosis pada anak terjadi pada sehingga jarang ditemui adanya gejala batuk pada
tingkat rumah tangga seperti kontak dengan sumber tuberkulosis anak.
penularan serta kondisi malnutrisi yang berat. Anak Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
yang terinfeksi kuman tuberkulosis sebagian besar memutus rantai penularan adalah dengan melakukan
tertular dari anggota keluarga, pengasuh ataupun penemuan kasus tuberkulosis sedini mungkin.
tetangga (Crofton dkk, 2002). Penemuan kasus pada anak melalui skrining kontak
Seorang penderita tuberkulosis dewasa dapat penting untuk deteksi awal infeksi tuberkulosis
menularkan pada 10-15 orang. Sekali batuk penderita pada anak yang mempunyai kontak dengan pasien
dapat meghasilkan sekitar 3000 percikan dahak tuberkulosis paru dewasa. Skrining tuberkulosis
(droplet). Sumber penularan tuberkulosis pada anak juga bermanfaat untuk komunitas secara umum,
rata-rata berasal dari batuk orang dewasa dengan karena seorang anak dengan infeksi tuberkulosis
sputum BTA positif. Saat orang dewasa batuk maka dapat menularkan infeksinya pada individu
droplet yang dikeluarkan mengandung kuman yang lainnya saat dewasa bila tidak diobati dengan baik
bisa menginfeksi lingkungan sekitar. Droplet dengan (Diani dkk, 2011). Penemuan kasus pada
ukuran yang lebih besar akan jatuh ke tanah, namun tuberkulosis anak ditemukan dengan cara melakukan
yang berukuran lebih kecil akan melayang-layang di pemeriksaan pada (1) Anak yang memiliki kontak
udara (Crofton dkk, 2002). erat ataupun kontak serumah dengan penderita
Risiko tertinggi untuk terinfeksi kuman tuberkulosis menular. Kontak erat adalah anak
tuberkulosis adalah seseorang yang paling memiliki yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan
kedekatan dengan penderita tuberkulosis. Risiko juga penderita tuberkulosis menular (ayah, ibu, pengasuh,
akan meningkat apabila orang yang mengalami batuk guru, sopir, teman). Kontak serumah adalah orang
tidak menutupi mulut menggunakan saputangan. yang saat ini tinggal bersama atau pernah tinggal
Hampir semua infeksi tuberkulosis lewat batuk, bersama selama satu malam atau lebih pada satu
bersin, berbicara, atau menggunakan saputangan tempat tinggal. (2) Anak yang mempunyai tanda
yang mengandung kuman tuberkulosis. Seorang dan gejala klinis yang sesuai dengan tuberkulosis
ibu yang infeksius juga merupakan risiko bagi (Kemenkes RI, 2013).
balita atau anak yang ada di sekitarnya khususnya Kondisi gizi anak juga sangat memengaruhi
yang tinggal dan tidur bersama di ruangan yang perjalanan suatu infeksi. Gizi buruk dapat
sempit dan lembab (Crofton dkk, 2002). Kuman mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit
tuberkulosis dapat bertahan melayang-layang tuberkulosis. Faktor ini menjadi sangat penting
di udara dalam waktu yang sangat lama sampai khususnya pada masyarakat miskin dengan
terhirup melalui pernapasan manusia dan hanya ketahanan pangan yang rendah (Crofton dkk, 2002).
bisa mati dengan paparan sinar matahari langsung Anak yang mengalami malnutrisi lebih rentan dalam
(Misnadiarly, 2006). menghadapi infeksi tuberkulosis dibandingkan
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan anak sehat. Meskipun demikian derajat berat
tingginya prevalensi tuberulosis pada anak sebagian ringannya malnutrisi, dan densitas partikel kuman
besar terjadi pada anak yang pernah mengalami yang terjadi juga turut berperan dalam terjadinya
kontak atau tinggal bersama dengan penderita infeksi tuberkulosis (Diani, 2011). Penyakit infeksi
tuberkulosis dewasa (Diani dkk, 2011). Penderita juga dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan
tuberkulosis yang menularkan kuman tuberkulosis gizi kurang dapat mempermudah terjadinya infeksi
161 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

(Arsin dkk, 2012). Proses pengobatan yang dijalani pertama kali anak didiagnosis tuberkulosis dengan
kasus dapat berpengaruh terhadap perbaikan status menggunakan teknik recall, yaitu dengan mengingat
gizi anak. Pengobatan akan memperbaiki tubuh dari kembali atau mengingat kembali dengan bantuan
kondisi infeksi. Semakin baik sistem imunitas dalam catatan BB/U yang terdapat pada formulir TB 01
tubuh, maka penggunaan zat gizi untuk melawan Rumah Sakit Paru Jember. Variabel status gizi
infeksi pun berkurang, zat gizi dapat digunakan anak dikategorikan menjadi status gizi normal dan
secara optimal untuk proses pertumbuhan sehingga status gizi buruk berdasarkan indikator berat badan
status gizi anak dapat meningkat (Oktaviani, 2011). berdasarkan umur (BB/U) yang telah ditetapkan
Status gizi anak, riwayat kontak, dan intensitas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
paparan, dan kedekatan dengan sumber penularan tentang Petunjuk Teknis Manajemen Tuberkulosis
merupakan faktor utama dalam menentukan Anak tahun 2013.
perjalanan infeksi tuberkulosis pada anak, sehingga Variabel riwayat kontak dikategorikan menjadi
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ada atau tidak adanya riwayat kontak penderita
pengaruh status gizi anak, riwayat kontak, lama tuberkulosis anak dengan penderita tuberkulosis
kontak, dan kedekatan dengan penderita terhadap dewasa sebelumnya. Variabel lama kontak di
kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember. kategorikan menjadi kontak lama dan kontak
tidak lama. Kategori anak memiliki kontak yang
lama terjadi apabila jangka waktu anak kontak
METODE
dengan penderita yang terdiagnosis tuberkulosis
Jenis penelitian ini adalah penelitian dewasa untuk pertama kali hingga anak tersebut
observasional analitik dengan desain studi kasus terdiagnosis tuberkulosis minimal selama 6 bulan.
kontrol. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, Variabel kedekatan dikategorikan dengan dekat
Jawa Timur. Populasi kasus adalah seluruh anak dan tidak dekat. Kedekatan anak dengan penderita
usia 0–14 tahun yang berdomisili di Kabupaten tuberkulosis dewasa dilihat dari intensitas anak
Jember yang selama bulan April 2014–April 2015 kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa setiap
yang tercatat berdasarkan formulir TB 01 di Rumah harinya. Kategori anak memiliki kontak yang dekat
Sakit Paru Jember, sedangkan populasi kontrol terjadi apabila anak kontak minimal 8 jam per hari
adalah anak usia 0–14 tahun yang tinggal di sekitar atau dengan indikator penggunaan tempat tidur yang
rumah tempat tinggal kasus dan berdasarkan hasil sama dengan penderita tuberkulosis dewasa.
wawancara tidak pernah menderita tuberkulosis Data hasil penelitian diolah secara statistik
atau tidak pernah mengalami tanda gejala klinis menggunakan Uji Chi-Square Yate’s correction
tuberkulosis. Besar sampel pada kelompok kasus dan for Continuity dan Fisher’s Exact Test dengan
kelompok kontrol adalah 1:2 yaitu kasus sebanyak tabel tabulasi silang (crosstab) untuk mengetahui
24 orang dan kontrol sebanyak 48 orang. Sampel pengaruh antara variabel bebas (status gizi, riwayat
dipilih dari populasi dengan metode pencuplikan kontak, lama kontak, dan kedekatan dengan
acak sederhana. penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya) terhadap
Pengumpulan data dilakukan dengan variabel tergantung (kejadian tuberkulosis anak)
mendatangi rumah responden (home visit) dan dengan mempertimbangkan nilai signifikansi
melakukan wawancara langsung pada responden α = 0,05 dan OR (besar risiko) pada tabel tabulasi
penelitian. Responden penelitian adalah orang silang analisis Chi-Square. Confident Interval (CI)
tua atau wali dari anak yang masuk dalam sampel 95% digunakan untuk melihat signifikansi OR (besar
penelitian. Wawancara dilakukan dengan bantuan risiko) pada masing-masing variabel bebas agar OR
instrumen berupa kuesioner. Kuesioner berisi (besar risiko) dapat disimpulkan pada populasi.
pertanyaan tertutup tentang variabel yang diteliti.
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
HASIL
status gizi anak, riwayat kontak, lama kontak, dan
kedekatan dengan penderita tuberkulosis dewasa Berdasarkan karakteristik kasus, penderita
sebelumnya, sedangkan variabel bebas dalam tuberkulosis anak di Kabupaten Jember tersebar
penelitian ini adalah kejadian tuberkulosis anak pada anak usia antara 10 bulan hingga 14 tahun.
usia 0–14 tahun. Mayoritas kasus tuberkolusis anak banyak terjadi
Variabel status gizi anak diukur berdasarkan pada anak usia lebih dari 5 tahun. Usia termuda
kondisi berat badan berdasarkan umur (BB/U) saat kasus tuberkulosis anak di Kabupaten Jember terjadi
Anasyia Nurwitasari1 dan Chatarina Umbul Wahyuni, Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak… 162

pada anak usia 10 bulan dengan kasus sebanyak 56,3%. Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel
dua anak. Kasus tuberkulosis anak yang terjadi 1 status gizi anak berhubungan antara status gizi
pada anak usia 5–14 tahun sebesar 62,5%. Kasus dengan kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten
tuberkulosis anak yang terjadi pada usia kurang dari Jember. Hubungan antara status gizi dengan kejadian
5 tahun hanya sebesar 37,5%. 24 kasus tuberkulosis tuberkulosis anak dibuktikan berdasarkan hasil uji
anak yang menjadi sampel penelitian sebanyak statistik dengan p-value sebesar 0,004 (p < 0,05).
1 kasus tidak melakukan imunisasi BCG ataupun Status gizi juga terkait dengan kebiasaan
imunisasi lainnya. Distribusi kasus tuberkulosis makan keluarga. Berdasarkan hasil wawancara baik
anak berdasarkan jenis kelamin yang terjadi pada pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol,
anak berjenis kelamin perempuan sebesar 54,2% dan sebanyak 58 keluarga (80,6%) telah membiasakan
sebesar 45,8% kasus tuberkulosis terjadi pada anak menyajikan dan mengonsumsi makanan dengan
berjenis kelamin laki-laki. menu lengkap (sumber karbohidrat, protein,
Distribusi kasus tuberkulosis anak berdasarkan vitamin dan mineral). Keluarga yang membiasakan
pendidikan terakhir orang tua, sebesar 33,30% menyajikan dan mengonsumsi makanan dengan
orang tua memiliki pendidikan terakhir setingkat menu lengkap pada kelompok kasus sebesar 75%
SMA, sebesar 25% memiliki pendidikan terakhir dan keluarga yang membiasakan menyajikan dan
setingkat SMP, sebesar 16% memiliki pendidikan mengonsumsi makanan dengan menu lengkap pada
terakhir setingkat Perguruan Tinggi, dan sebesar kelompok kontrol sebesar 83,3%.
16% memiliki pendidikan terakhir setingkat SD. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat
Terdapat 12,5% responden mengenyam pendidikan Kabupaten Jember memiliki pola konsumsi pangan
informal di pondok pesantren. Tingkat pendidikan harian nasi sebagai sumber karbohidrat, sayuran
orang tua mempengaruhi tingkat penerimaan seperti wortel, bayam, kacang panjang, sawi, daun
informasi dan pengetahuan orang tua. Pengetahuan pakis, sebagai sumber vitamin dan mineral, dan telur
pencegahan keluarga tentang kejadian tuberkulosis ayam, ikan laut, tempe, dan tahu sebagai sumber
anak di masyarakat Kabupaten Jember cukup protein yang dikonsumsi sebanyak 3 kali dalam
rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan pencegahan sehari. Produk olahan tepung seperti roti dan mie
tuberkulosis di masyarakat Kabupaten Jember dapat instan menjadi pola konsumsi mingguan masyarakat
dilihat dari hasil skor pengetahuan. Sebesar 62,5% di Kabupaten Jember. Sumber protein khususnya
responden yang menjadi sampel penelitian memiliki daging sapi merupakan makanan yang dikonsumsi
skor kurang dari 60. dalam bentuk pola bulanan. Beberapa sumber
vitamin dan mineral dikonsumsi dalam bentuk
Status Gizi musiman khususnya beberapa jenis buah.
Sebanyak 40 anak (55,6%) dari seluruh anak
Riwayat Kontak
yang menjadi sampel penelitian pada kelompok
kasus dan kelompok kontrol memiliki status gizi Sebesar 87,5% anak pada kelompok kasus
kurang. Anak dengan status gizi kurang pada memiliki riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
kelompok kasus sebesar 79,2% dan anak dengan gizi dewasa sebelumnya, sedangkan pada kelompok
normal sebesar 20,8%, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 79,2% anak tidak pernah kontak
kontrol anak yang memiliki status gizi kurang yaitu dengan penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya.
sebesar 43,8% dan anak dengan gizi normal sebesar Terdapat 10 kasus pada kelompok kontrol (20,8%)
yang memiliki riwayat kontak dengan pasien
tuberkulosis dewasa sebelumnya.
Tabel 1. Hubungan Status Gizi Anak dengan
Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember Tabel 2. Hubungan Riwayat Kontak dengan
tahun 2014–2015 Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember
TB Anak tahun 2014–2015
Status Gizi Kasus Kontrol TB Anak
n (%) n (%) Riwayat
Kasus Kontrol
Gizi Kurang 19 (79,2%) 21 (43,8%) Kontak
n (%) n (%)
Gizi Normal 5 (20,8%) 27 (56,3%) Ada 21 (87,5%) 10 (20,8%)
p = 0,004 Tidak Ada 3 (12,5%) 38 (79,2%)
p = 0,000
163 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 3
2 adanya riwayat kontak anak dengan penderita kontak yang lama dengan penderita tuberkulosis
tuberkulosis dewasa sebelumnya berhubungan dewasa sebelumnya berhubungan dengan kejadian
dengan kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten tuberkulosis anak di Kabupaten Jember. Hubungan
Jember. Hubungan antara riwayat kontak dengan antara lama kontak dengan kejadian tuberkulosis
kejadian tuberkulosis anak dibuktikan berdasarkan anak dibuktikan berdasarkan hasil uji statistik
hasil uji statistik dengan p-value sebesar 0,000 dengan p-value sebesar 0,000 (p < 0,05).
(p < 0,05).
Sumber penularan utama tuberkulosis anak di Kedekatan
Kabupaten Jember antara lain: keluarga (ayah, ibu,
nenek/kakek, atau saudara kandung), tetangga atau Tabel 4. Hubungan Lama Kontak dengan
pengasuh anak, dan lingkungan tempat di mana anak Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember
sekolah. Sebesar 58,3% kasus tuberkulosis anak di tahun 2014–2015
Kabupaten Jember sumber penularannya berasal
dari keluarga baik orang tua, saudara kandung, TB Anak
ataupun nenek. Sebesar 20,8% sumber penularan Kedekatan Kasus Kontrol
utama berasal dari tetangga yang mengasuh anak, n (%) n (%)
dan sebesar 4,8% sumber penularan anak berasal intensitas kontak ≥ 13 (54,2%) 2 (4,2%)
dari sekolah. Terdapat satu kasus tuberkulosis anak 8jam
di Kabupaten Jember yang sumber penularannya intensitas kontak < 11 (45,8%) 46 (95,8%)
berasal dari puskesmas tempat anak dirawat. Sebesar 8jam)
66,7% penularan kasus tuberkulosis pada anak di p = 0.000
Kabupaten Jember hanya berasal dari satu sumber
penularan. Sumber penularan rata-rata hanya berasal Sebesar 54,2% anak pada kelompok kasus
dari keluarga saja atau tetangga saja. Terdapat memiliki intensitas kontak lebih dari 8 jam/hari
5 kasus tuberkulosis anak (20,8%) di Kabupaten dengan pasien tuberkulosis dewasa, sedangkan pada
Jember yang penularannya berasal dari lebih dari kelompok kontrol hanya 4,2% anak yang memiliki
satu sumber penularan. intensitas kontak lebih dari 8 jam/hari dengan
penderita tuberkulosis dewasa. Sebesar 54,2%
Lama Kontak keluarga dari kasus tuberkulosis anak di Kabupaten
Jember memiliki jumlah anggota keluarga yang
Sebesar 75% anak pada kelompok kasus tinggal serumah sebanyak 5–7 orang dan sebesar
memiliki riwayat kontak lebih dari 6 bulan dengan 45,80% memiliki jumlah anggota keluarga yang
penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya, tinggal serumah sebanyak 2–4 orang.
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 85,8% Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel
anak tidak pernah mengalami kontak atau tidak 4 lamanya intensitas kontak dengan penderita
memiliki kontak lebih dari 6 bulan dengan penderita tuberkulosis sebelumnya berhubungan dengan
tuberkulosis sebelumnya. Anak pada kelompok kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember.
kontrol dengan riwayat kontak lebih dari 6 bulan Hubungan antara kedekatan dengan kejadian
dengan pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya tuberkulosis anak dibuktikan berdasarkan hasil uji
hanya sebesar 4,2%. statistik dengan p-value sebesar 0,000 (p < 0,05).
Berdasarkan hasil analisis hubungan yang
Tabel 3. Hubungan Lama Kontak dengan telah dilakukan menggunakan uji Chi square
Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember didapatkan bahwa terdapat empat variabel bebas
tahun 2014–2015 yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis
TB Anak anak di Kabupaten Jember (p value < 0,05). Variabel
Lama yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis
Kasus Kontrol
Kontak anak di Kabupaten Jember diantaranya adalah
n (%) n (%)
> 6 bulan 18 (75%) 2 (4,2%) status gizi anak, riwayat kontak, lama kontak, dan
≤ 6 bulan 6 (25%) 46 (85,8%) kedekatan dengan penderita tuberkulosis. Semua
p = 0,000 variabel yang berhubungan dilakukan analisis lebih
lanjut menggunakan Uji Regresi Logistik Sederhana
Anasyia Nurwitasari1 dan Chatarina Umbul Wahyuni, Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak… 164

Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Anak di Kabupaten Jember Tahun
2014–2015.
Uji Chi square Uji Regresi
Variabel
p Keterangan p Keterangan Exp(B) CI 95%
Status Gizi
Kurang Tidak 3,36E8 0,00–∞
0,004 Berhubungan 0,999
Normal Berpengaruh
Riwayat Kontak
Ada 26,6 6,586–107,43
0,000 Berhubungan 0,000 Berpengaruh
Tidak Ada
Lama Kontak
intensitas kontak ≥ 8jam 69 12,72–374,14
0,000 Berhubungan 0,000 Berpengaruh
intensitas kontak < 8jam)
Kedekatan
> 6 bulan 27,182 5,33–138,39
0,000 Berhubungan 0,000 Berpengaruh
≤ 6 bulan

untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh Berdasarkan nilai OR (besar risiko) pada
terhadap kejadian tuberkulosis anak. Metode yang tabel 5 anak dengan riwayat kontak dengan
digunakan untuk uji Regresi Logistik Sederhana penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya berisiko
adalah metode Enter dengan tingkat kemaknaan 26,6 kali terjadi tuberkulosis dibandingkan dengan
95%. anak yang tidak memiliki riwayat kontak dengan
Syarat melakukan uji Regresi Logistik penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya (CI 95%
Sederhana adalah variabel bebas yang telah diuji 6,58–107,43).
hubungan harus memiliki p value < 0,25. Semua Anak dengan riwayat kontak lebih dari 6 bulan
variabel bebas yang berhubungan dengan kejadian dengan pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya
tuberkulosis anak seperti status gizi anak, riwayat berisiko 69 kali terjadi tuberkulosis dibandingkan
kontak, lama kontak, dan kedekatan dengan dengan anak yang tidak memiliki riwayat kontak
penderita tuberkulosis telah memenuhi syarat p value atau tidak memiliki riwayat kontak lebih dari 6 bulan
> 0,25. Keempat variabel tersebut masuk dalam dengan pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya
tahap analisis regresi untuk mengetahui variabel (CI 95% 12,72–374,14).
mana yang memiliki pengaruh terhadap kejadian Anak yang memiliki intensitas kontak lebih dari
tuberkulosis anak di Kabupaten Jember. 8 jam/hari atau memakai tempat tidur yang sama
Hasil analisis regresi pada tabel 5 menunjukkan dengan pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya
bahwa variabel bebas yang berpengaruh terhadap berisiko 27,1 kali terjadi tuberkulosis dibandingkan
kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember dengan anak yang tidak memiliki kontak atau tidak
adalah riwayat kontak dengan, lama kontak, memiliki intensitas kontak lebih dari 8 jam/hari
dan kedekatan dengan penderita tuberkulosis atau tidak memakai tempat tidur yang sama dengan
sebelumnya. Pengaruh riwayat kontak, lama kontak, pasien tuberkulosis dewasa sebelumnya (CI 95%
dan kedekatan dengan penderita tuberkulosis dewasa 5,33–138,39).
terhadap kejadian tuberkulosis anak dibuktikan
berdasarkan hasil uji statistik dengan p-value sebesar
PEMBAHASAN
0,000 (p < 0,05). Status gizi merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian tuberkulosis, namun Distribusi kasus tuberkulosis anak di Kabupaten
bukan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Jember berdasarkan umur cukup variatif mulai umur
tuberkulosis anak di Kabupaten Jember. Status gizi 10 bulan hingga 14 tahun, namun sebesar 62,5%
tidak berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis kasus terjadi pada rentang umur 5–14 tahun. Hasil
anak dikarenakan dari hasil uji statistik, p value ini berbeda dengan penelitian Oktaviani (2011), yang
status gizi sebesar 0,99 (p > 0,05) yang artinya sebagian besar kasus tuberkulosis anak terjadi pada
status gizi tidak berpengaruh terhadap kejadian umur kurang dari 5 tahun. Anak dengan usia kurang
tuberkulosis anak di Kabupaten Jember.
165 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

dari 5 tahun merupakan kelompok yang rentan riwayat kontak, lama kontak, dan kedekatan dengan
terhadap masalah kesehatan dan gizi. Kerentanan penderita tuberkulosis. Ketiga variabel tersebut
anak usia kurang dari 5 tahun berkaitan dengan variabel yang paling pengaruh terhadap kejadian
sistem imunitas yang belum terbentuk dengan baik tuberkulosis anak di Kabupaten Jember adalah lama
(Rahajoe dkk, 2008). Distribusi kasus tuberkulosis kontak atau anak dengan riwayat kontak lebih dari
anak berdasarkan umur di Kabupaten Jember 6 bulan dengan penderita tuberkulosis sebelumnya.
sebesar 62,5% terjadi pada rentang umur 5–14 tahun Status gizi merupakan faktor yang berhubungan
didukung dengan data jumlah pasien tuberkulosis dengan kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten
anak yang rawat inap di Rumah Sakit Paru Jember Jember namun berdasarkan analisis multivariat status
selama tahun 2011 hingga 2013 dengan jumlah gizi bukan merupakan faktor yang berpengaruh
pasien tuberkulosis anak tertinggi pada rentang usia terhadap kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten
5–14 tahun. Data pada laporan penemuan kasus Jember.
pasien tuberkulosis tahun 2013 diketahui bahwa
jumlah kasus tuberkulosis anak umur kurang dari Status Gizi
5 tahun sebanyak 10 orang dan kasus tuberkulosis Kebiasaan makan terkait tingkah laku manusia
anak umur 5–14 tahun sebanyak 18 orang. Data dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan
lain yang juga mendukung adalah hasil penelitian meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan
Kertasasmita (2009) dengan peningkatan kasus TB makanan. Sikap orang terhadap makanan bersumber
paling banyak terjadi pada usia 25–44 tahun sebesar pada nilai-nilai yang berasal dari lingkungan (alam,
54,5%, diikuti oleh 5–12 tahun sebesar 38,1%, dan budaya, sosial, ekonomi) di mana manusia atau
usia 0–4 tahun sebesar 36,1%. kelompok manusia itu berada (Arsin dkk, 2012).
Distribusi kasus tuberkuloisis anak berdasarkan Sikap yang bersumber dari nilai-nilai sosial budaya
jenis kelamin di Kabupaten Jember sebesar 54,2% inilah yang menyebabkan rata-rata responden yang
kasus terjadi pada anak berjenis kelamin perempuan. berada di Kabupaten Jember memiliki kebiasaan
Jumlah kasus tuberkulosis anak lebih banyak terjadi makan dengan pola yang hampir sama. Masyarakat
pada anak berjenis kelamin perempuan sesuai Kabupaten Jember memiliki latar belakang kondisi
dengan penelitian Islamiyati dan Fairus (2009), sosial ekonomi yang hampir sama dikarenakan
yang didapatkan prevalensi kejadian KEP yang masyarakat Kabupaten Jember berasal dari suku
berlanjut menjadi penyakit infeksi TB Paru antara Jawa-Madura (Nurwitasari, 2015).
anak laki-laki dibandingkan perempuan adalah 1:4. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan
Tingginya kasus tuberkulosis pada anak berjenis dampak pada distribusi makanan antar anggota yang
kelamin perempuan disebabkan pada anak laki-laki rata-rata didasarkan pada status hubungan antar
mayoritas memiliki porsi makan yang lebih besar keluarga. Kebiasaan mendistribusikan makanan
dibandingkan pada anak perempuan, sehingga anak dilaksanakan bukan atas dasar-dasar pertimbangan-
laki-laki cenderung memiliki status gizi lebih baik pertimbangan gizi (Arsin dkk, 2012). Pendistribusian
dibandingkan anak perempuan. Keadaan status gizi makanan yang didasarkan pada hubungan antara
yang lebih memungkinkan anak laki-laki memiliki keluarga, menjadi dasar bahwa kebiasaan makan
pertahanan tubuh lebih baik dalam melawan penyakit yang cukup lengkap belum bisa menentukan besar
karena anak dengan status gizi baik akan memiliki asupan gizi masing-masing anggota keluarga.
respons imunitas dan produksi antibodi lebih baik Kekurangan lain dalam mengukur kebiasaan makan
(Kertasasmita, 2009). Tingginya kasus tuberkulosis seseorang adalah tidak dapat untuk menghitung
pada anak berjenis kelamin perempuan juga bisa intake zat gizi dikarenakan pengukuran kebiasaan
terjadi karena secara bawaan perempuan usia kurang makan keluarga bersifat kualitatif dan hanya terbatas
15 tahun lebih rentan dibandingkan laki-laki usia pada penggambaran jenis makanan dan frekuensi
kurang dari 15 tahun. mengonsumsi makanan (Nurwitasari, 2015).
Terdapat tiga variabel yang secara bersama- Berdasarkan hasil analisis data pada
sama berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis tabel 5, terdapat hubungan antara status gizi anak
anak di Kabupaten Jember dan satu variabel dengan kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten
dikeluarkan dari model karena tidak berpengaruh Jember. Status gizi yang baik akan menciptakan
terhadap kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten sistem kekebalan tubuh yang baik, sehingga zat
Jember. Variabel yang berpengaruh terhadap kejadian gizi dalam tubuh dapat digunakan untuk melawan
tuberkulosis anak di Kabupaten Jember antara lain: infeksi (Oktaviani, 2011). Keadaan kekurangan
Anasyia Nurwitasari1 dan Chatarina Umbul Wahyuni, Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak… 166

kalori, protein, dan vitamin, dan zat besi akan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penilaian/
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang. Crofton Pembobotan pada sistem skoring memiliki ketentuan
dkk (2002) menyatakan bahwa pada usia berapa pun di mana parameter uji tuberkulin dan kontak erat
kurangnya makanan dan asupan gizi menyebabkan dengan pasien tuberkulosis menular mempunyai
malnutrisi sehingga akan mengurangi kemampuan skor tertinggi apabila anak positif memiliki kontak
tubuh untuk melawan penyakit secara optimal. erat dengan pasien tuberkulosis menular dan hasil
Anak dengan gizi buruk dapat menderita penyakit uji tuberkulinnya positif. Penentuan riwayat kontak
paru dengan kavitas yang luas pada usia dini. sebagai salah satu indikator utama, menunjukkan
Tuberkolusis anak sangat dipengaruhi oleh faktor bahwa riwayat kontak merupakan faktor penting
status gizi yang bisa disebabkan karena kekurangan dalam proses terjadinya tuberkulosis pada anak
energi, protein, vitamin, dan zat gizi yang akan (Kemenkes, 2013). Berdasarkan penelitian
mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga rentan Pryjambodo (2008), faktor yang paling berperan
infeksi (Manulu, 2010). dalam tuberkulosis anak adalah adanya riwayat
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian kontak. Kontak dengan penderita tuberkulosis
Sari (2011) yang menemukan bahwa anak di merupakan faktor risiko utama terjadinya
Kota Surabaya dengan status gizi kurang berisiko tuberkulosis pada anak sehingga makin erat dan
mengalami tuberkulosis sebesar 8 kali dibandingkan lama kontaknya semakin besar risiko terjadinya
anak dengan status gizi baik (CI 95% 1,44–44,2). (Sidhi, 2010).
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Akmal Peluang peningkatan paparan tuberkulosis salah
(2013) dengan metode case control di Kota satunya sangat terkait dengan jumlah kasus menular
Mataram. Penelitian tersebut dapat disimpulkan di masyarakat dan intensitas batuk dari sumber
bahwa anak dengan status gizi kurang memiliki penularan (Kemenkes, 2014). Peluang peningkatan
risiko 7,03 kali lebih besar mengalami tuberkulosis paparan berhubungan dengan banyaknya jumlah
dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi sumber penularan sesuai dengan penelitian yang
baik (CI 95% 3,17–15,75). dilakukan Diani dkk (2011) di mana jumlah sumber
Status gizi merupakan faktor yang berhubungan penularan dalam satu rumah atau yang ada dalam
dengan kejadian TB anak di Kabupaten Jember masyarakat akan meningkatkan risiko infeksi
namun berdasarkan analisis uji regresi status gizi tuberkulosis pada seorang anak. Semakin banyak
dikeluarkan dari model karena bukan merupakan sumber penularan tuberkulosis dewasa, semakin
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB anak tinggi derajat sputum BTA pasien tuberkulosis,
di Kabupaten Jember. Anak dengan intensitas kontak maka semakin tinggi persentase infeksi tuberkulosis
yang lama atau kontak dengan penderita TB lebih pada subjek. Anak sangat rentan tertular bakteri
dari 6 bulan dengan penderita TB dewasa tetap tuberkulosis dari orang dewasa. Penderita dewasa
menyebabkan anak terapar kuman tuberkulosis dan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
tetap berkembang menjadi infeksi meskipun dalam (percikan dahak) pada waktu berbicara, batu, atau
keadaan status gizi baik (Pryjambodo, 2008). Status bersin. Droplet yang mengandung kuman dapat
gizi tidak mempengaruhi suatu infeksi dikarenakan bertahan hidup di udara pada suhu kamar dalam
infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan beberapa jam. Kuman akan terhirup oleh orang
hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat. sekitar termasuk anak-anak dan menyebar dari paru
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi (Crofton dkk, 2002).
dan keadaan gizi kurang dapat mempermudah Menurut Rahajoe dkk (2008), meskipun
terjadinya infeksi (Arsin dkk, 2012). anak mudah menerima infeksi dari orang dewasa
disekitarnya, penderita tuberkulosis anak justru
Riwayat Kontak jarang menularkan kuman tuberkulosis pada anak
Riwayat kontak merupakan indikator lain atau orang dewasa disekitarnya. Anak mudah
penting dalam proses diagnosis tuberkulosis menerima infeksi dari orang dewasa disekitarnya
anak menggunakan sistem skoring. Pemilihan dan jarang menularkan kuman tuberkulosis pada
sistem skoring dalam diagnosis tuberkulosis anak anak lain dikarenakan kuman tuberkulosis sangat
bermanfaat bagi daerah dengan akses pada sarana jarang ditemukan dalam sekret endobronkial
kesehatan terbatas (Nurwitasari, 2015). Skoring penderita anak-anak, selain itu tidak terdapatnya
merupakan salah satu cara untuk mempermudah reseptor batuk dan produksi sputum sedikit sehingga
penegakan diagnosis tuberkulosis anak terutama jarang ditemui adanya gejala batuk pada tuberkulosis
167 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

anak. Sumber infeksi tuberkulosis pada anak yang Mataram yang mempunyai lama kontak lebih dari
terpenting adalah pajanan kuman dari orang dewasa 6 bulan dengan penderita tuberkulosis dewasa
yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Anak sebelumnya memiliki risiko 40,19 kali lebih besar
dari keluarga dengan BTA sputum positif memiliki mengalami tuberkulosis dibandingkan dengan anak
risiko tinggi terinfeksi TB (Kertasasmita, 2009). yang tidak pernah kontak atau lama kontaknya
Pasien tuberkulosis dengan BTA negatif juga kurang dari 6 bulan dengan penderita tuberkulosis
masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit dewasa sebelumnya (CI 95% 5,07– 318,37).
tuberkulosis. Tingkat penularan pasien TB BTA
positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan Kedekatan
hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB Rahajoe dkk (2008) menyatakan bahwa seorang
dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif anak yang didiagnosis tuberkulosis harus dilakukan
adalah 17% (Kemenkes RI, 2014) pencarian sumber penularan di lingkungan sekitar
Penelitian ini sejalan dengan penelitian khususnya keluarga dan tetangga. Penemuan kasus
Akmal (2013) yang menemukan bahwa anak di pada tuberkulosis anak dapat dilakukan dengan
Kota Mataram yang pernah kontak serumah cara melakukan pemeriksaan pada anak yang
dengan penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya memiliki kontak erat ataupun kontak serumah
berisiko mengalami tuberkulosis sebesar 32,15 kali dengan penderita TB menular. Kontak erat adalah
dibandingkan anak yang tidak pernah kontak dengan anak yang tinggal serumah atau sering bertemu
penderita tuberkulosis dewasa sebelumnya (CI 95% dengan penderita tuberkulosis menular (ayah, ibu,
7,03–147,20). pengasuh, guru, sopir, teman). Penderita TB menular
adalah pasien tuberkulosis yang hasil pemeriksaan
Lama Kontak
sputumnya BTA positif dan rata-rata terjadi pada
Peluang peningkatan paparan tuberkulosis pasien tuberkulosis dewasa. Kontak serumah adalah
salah satunya sangat terkait dengan lamanya waktu orang yang saat ini tinggal bersama atau pernah
kontak dengan sumber penularan (Kemenkes, 2014). tinggal bersama selama satu malam atau lebih pada
Risiko tertinggi perjalanan infeksi menjadi sakit satu tempat tinggal. (Kemenkes RI, 2013).
tuberkulosis adalah selama 1 tahun pertama setelah Sumber penularan utama tuberkulosis di
infeksi, terutama 6 bulan pertama. Sedangkan Kabupaten Jember adalah keluarga dan rata-rata
pada bayi jarak terjadinya infeksi dan timbul hanya terdapat satu sumber penularan. Peluang
penyakit sangat singkat (kurang dari 1 tahun) dan seorang anak terinfeksi TB lebih banyak dijumpai
rata-rata langsung timbul gejala (Rahajoe dkk, pada kelompok anak yang memiliki intensitas lebih
2008). Kertasasmita (2009), juga menyatakan dari 8 jam/hari dibandingkan dengan kontak kurang
bahwa penularan TB salah satunya dipengaruhi dari 8 jam/hari. Semakin erat kontak seorang anak
oleh seberapa lama orang kontak dengan penderita dengan sumber penularan, semakin tinggi peluang
lain. Kontak jangka panjang dengan penderita TB anak tersebut mengalami infeksi TB. Kontak erat
menyebabkan risiko tertular penyakit lebih besar dengan pasien TB dewasa dapat dilihat dari dua
dibandingkan orang yang tidak ada kontak jangka aspek yaitu aspek jarak seperti menggunakan kriteria
panjang (Nurwitasari, 2015). penggunaan satu tempat tidur yang sama dengan
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman penderita dan aspek waktu yaitu intensitas kontak
tuberkulosis hingga terbentuknya kompleks primer (Diani dkk, 2011). Penggunaan satu tempat tidur
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. dan intensitas kontak yang sering rata-rata terjadi
Definisi masa inkubasi tersebut berbeda dengan apabila kasus dan sumber penularan terdapat dalam
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, satu keluarga (Nurwitasari, 2015).
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman Sebesar 58,3% kasus tuberkulosis anak di
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi Kabupaten Jember sumber penularannya berasal
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4–8 minggu dari keluarga baik orang tua, saudara kandung,
dengan rentang waktu antara 2–12 minggu. Dalam ataupun nenek. Sebesar 20,8% sumber penularan
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga utama berasal dari tetangga yang mengasuh anak
jumlah yang cukup untuk merangsang respons atau teman bermain anak, dan sebesar 4,8% sumber
imunitas seluler (Crofton dkk, 2002). penularan anak berasal dari sekolah. Sebagian
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Akmal besar anak dapat tertular dari orang tua, keluarga
(2013) yang menemukan bahwa anak di Kota yang tinggal dalam satu rumah, orang yang sering
Anasyia Nurwitasari1 dan Chatarina Umbul Wahyuni, Pengaruh Status Gizi dan Riwayat Kontak… 168

berkunjung di rumah, dan teman bermain (Crofton SIMPULAN DAN SARAN


dkk, 2002). Semakin erat anak tersebut dengan Simpulan
sumber penularan yang berada dalam satu rumah,
semakin besar pula kemungkinan anak tersebut Terdapat tiga variabel yang berpengaruh
terpajan droplet yang infeksius. Oleh karena itu terhadap insiden kejadian tuberkulosis anak
kontak di rumah (household contact) dengan anggota di Kabupaten Jember dan satu variabel tidak
keluarga yang sakit tuberkulosis sangat berperan berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis anak
untuk terjadinya infeksi tuberkulosis di keluarga, di Kabupaten Jember. Variabel yang menentukan
terutama keluarga terdekat (Nurwitasari, 2015). insiden kejadian tuberkulosis anak antara lain:
Faktor lain adalah jumlah orang serumah (kepadatan riwayat kontak, lama lontak, dan kedekatan dengan
hunian), lamanya tinggal serumah dengan pasien, penderita tuberkulosis. Dari ketiga variabel tersebut
pernah sakit tuberkulosis, dan satu kamar dengan variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian
penderita TB di malam hari, terutama bila satu tuberkulosis anak di Kabupaten Jember adalah lama
tempat tidur (Kertasasmita, 2009). kontak dengan penderita tuberkulosis sebelumnya.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal Status gizi merupakan faktor berhubungan dengan
akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten Jember
Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah namun bukan merupakan faktor yang berpengaruh
penghuninya akan menyebabkan overcrowded. terhadap kejadian tuberkulosis anak di Kabupaten
Rumah atau ruangan yang terlalu sempit atau terlalu Jember.
banyak penghuninya akan menyebabkan penularan Anak dengan riwayat kontak dengan penderita
penyakit saluran pernapasan misalnya tuberkulosis tuberkulosis sebelumnya berisiko 26,6 kali terjadi
paru akan mudah terjadi di antara penghuni rumah tuberkulosis dibandingkan dengan anak yang tidak
(Prasetyowati dan Wahyuni, 2009). Penularan memiliki riwayat kontak. Anak dengan riwayat
tuberkulosis dipengaruhi oleh jumlah orang yang kontak lebih dari 6 bulan dengan pasien tuberkulosis
menghuni suatu tempat seperti penjara, tempat sebelumnya berisiko 69 kali terjadi tuberkulosis
penampungan, dan rumah dengan penghuni yang dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki
banyak. Penularan tuberkulosis sangat dipengaruhi riwayat kontak atau tidak memiliki riwayat kontak
kepadatan suatu hunian dikarenakan penularan lebih dari 6 bulan dengan pasien tuberkulosis.
tuberkulosis melalui droplet, sehingga jika ada salah Anak yang memiliki kedekatan dengan pasien
satu penghuni positif tuberkulosis maka penyakit tuberkulosis dewasa sebelumnya berisiko 27,1 kali
akan cepat menyebar ke penghuni lainnya (Akmal, terjadi tuberkulosis dibandingkan dengan anak yang
2013). tidak memiliki kedekatan dengan pasien tuberkulosis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Diani dewasa sebelumnya.
dkk (2011) peluang seorang anak terinfeksi TB lebih
banyak dijumpai pada kelompok anak yang memiliki Saran
intensitas kontak lebih dari 8 jam/hari dibandingkan Melakukan pencarian kasus baru secara aktif
dengan kurang dari 8 jam/hari. Semakin erat kontak untuk menemukan suspek dan memutus rantai
seorang anak dengan sumber penularan, semakin penularan. Pencarian kasus baru dapat dilakukan
tinggi peluang anak tersebut mengalami infeksi dengan pemeriksaan kontak serumah sedini mungkin
tuberkulosis. Kontak erat dengan pasien tuberkulosis bagi penderita tuberkulosis dewasa untuk mencegah
dewasa dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek jarak anak yang tinggal serumah atau di sekitar tetangga
seperti menggunakan kriteria satu tempat tidur dan kasus terinfeksi tuberkulosis. Selain melakukan
aspek waktu yaitu intensitas kontak. pencarian kasus kegiatan yang dapat dilakukan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Akmal instansi terkait adalah melakukan konseling gizi saat
(2013) yang menemukan bahwa anak di Kota pertama anak didiagnosis tuberkulosis khususnya
Mataram yang memiliki intensitas kontak lebih dari terkait asupan nutrisi anak selama sakit. Konseling
8 jam/hari dengan penderita tuberkulosis dewasa gizi saat pertama anak didiagnosis tuberkulosis
memiliki risiko 59,33 kali lebih besar mengalami penting dilakukan karena sebagian besar tuberkulosis
tuberkulosis dibandingkan dengan anak yang tidak anak di Kabupaten Jember mengalami gangguan
pernah kontak atau memiliki intensitas kontak nafsu makan saat awal infeksi.
kurang 8 jam/hari dengan penderita tuberkulosis
dewasa sebelumnya (CI 95% 7,56– 465,15).
169 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 2 Mei 2015: 158–169

Keluarga dapat melakukan upaya pencegahan Kemenkes, R.I. 2014. Pedoman Nasional
terjadinya infeksi TB di tingkat rumah tangga dengan Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian
menjauhkan atau mengurangi intensitas kontak anak Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian
yang belum terinfeksi TB dengan anggota keluarga Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
yang menderita TB atau yang mengalami batuk Kertasasmita C.B. 2009. Epidemiologi Tuberkulosis.
lama. Keluarga juga dapat berperan melakukan Jurnal Sari Pediatri, Volume 11(2), p. 127.
pengasuhan anak dan lebih selektif untuk memilih Manulu, H.S.P. 2010. Faktor yang Mempengaruhi
pengasuh anak. Kejadian TB Paru dan Upaya Penanggulangannya.
Pengkajian ulang terkait pengelompokan Jurnal Ekologi Kesehatan. Volume IX(4), p.
umur kasus tuberkulosis anak dan mengidentifikasi 1340–1346.
sumber penularan di luar keluarga hendaknya perlu Misnadiarly. 2006. Pemeriksaan Laboratorium
dilakukan pada penelitian berikutnya. Pengkajian Tuberkulosis dan Mikrobakterium Apitik. 1st ed.
ulang diperlukan karena berdasarkan hasil Jakarta: Dian Rakyat.
penelitian menunjukkan jumlah kasus tuberkulosis Nurwitasari, A. 2015. Analisis Faktor Keluarga yang
anak sebagian besar terjadi pada umur 5–14 tahun Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis
yang sebagian besar anak menghabiskan waktu Anak di Kabupaten Jember. Skripsi. Surabaya:
bersama teman sekolah, sehingga perlu melakukan Universitas Airlangga.
identifikasi sumber penularan di sekolah atau pondok Oktaviani, D. 2011. Hubungan Kepatuhan Minum
pesantren. Obat Anti Tuberkulosis dengan Status Gizi Anak
Penderita Tuberkulosis Paru. Artikel penelitian.
Semarang: Universitas Diponegoro.
REFERENSI
Prasetyowati, I. & Wahyuni C.U. 2009. Hubungan
Akmal, H. 2013. Analisis Faktor yang Berhubungan antara Pencahayaan Rumah, Kepadatan Penghuni
dengan Kejadian Tuberkulosis anak di Kota dan Kelembapan, dan Risiko Terjadinya Infeksi
Mataram Provinsi NTB. Tesis. Surabaya: Tb Anak SD di Kabupaten Jember. Jurnal
Universitas Airlangga. Kedokteran Indonesia. Volume I(1), p. 89.
Arsin, A.A., Wahiduddin, Ansar, J. 2012. Gambaran Pryjambodo, M. 2008. Hubungan antara Kadar Seng
Asupan Zat Gizi dan Status Gizi Penderita TB (Zn) Serum dengan Skor Tuberkulosis Paru Anak.
Paru di Kota Makasar. Penelitian Kesehatan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Makasar: Universitas Hasanuddin. Raharjoe, N.N., Basir D., Makmuri M.S., Kertasasmita
Crofton, J., Horne, N.; Miller, F. 2002. Tuberculosis C.B. 2008. Pedoman Nasional Tuberkulosisis
Klinis. (Clinical Tuberkulosis). Jakarta: Widya Anak. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan dokter
Medika. Anak indonesia.
Diani, A.; Setyanto, D.B.; Nurhamzah, W. 2011. RS Paru Jember. 2014. Profil Rumah Sakit Paru
Proporsi Infeksi Tuberkulosis dan Gambaran Jember tahun 2013. Jember: Rumah Sakit Paru
faktor Risiko pada Balita yang tinggal dalam Satu Jember.
Rumah dengan Pasien Tuberkulosis paru Dewasa. Sari, D. N. 2011. Faktor Risiko Kejadian TB Paru
Jurnal Sari Pediatri, Volume XIII(1), p. 66. pada Anak yang Sudah Diimunisasi BCG (Studi
Dinkes Jawa Timur. 2014. Rekapitulasi Data di RS. Khusus Paru Surabaya Tahun 2010–2011).
Tuberkulosis Jawa Timur. Surabaya: Dinas Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Sidhi, D. P. 2010. Riwayat Kontak Tuberkulosis
Islamiyati & Fairus, M. 2009. Faktor yang sebagai Faktor Risiko Hasil Uji Tuberkulin.
Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Positif. 2010. Tesis. Semarang: Universitas
pada Balita di Poliklinik Anak RSU A Yani Diponegoro.
Metro 2009. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. WHO. 2006. Guidance for National Tuberculosis
Volume II(2), p. 68–69. Programmes on the Management of Tuberculosis in
Kemenkes, R.I. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen Children. Jenewa: World Health Organization
TB Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan, WHO. 2013. Roadmap for Childhood Tuberculosis.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Jenewa: World Health Organization.
Penyehatan Lingkungan. WHO. 2014. Global Tuberculosis Report 2014.
Jenewa: World Heah Organization.

Anda mungkin juga menyukai