(Islamization of Knowledge)
A. Prolog
1
Secara awam worldview atau pandangan hidup sering diartikan filsafat hidup. Setiap
kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang memiliki worldview
masing-masing. Maka dari itu jika worldview diasosiasikan kepada suatu kebudayaan maka spektrum
maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Lihat: Hamid Fahmy Zarkasyi,
“Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam”, ISLAMIA, Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam,
THN II No.5 April-Juni 2005, hal 10-20., Prof. Alparslan mengartikan worldview sebagai asas bagi
setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia
akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam pengertian itu maka aktifitas manusia
dapat direduksi menjadi pandangan hidup. (the foundation of all human conduct, including scientific
and technological activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such
it is reducible to that worldview. Alparslan Acikgence, "The Framework for A history of Islamic
Philosophy", Al-Shajarah, Journal of The International Institute of Islamic Thought and Civlization,
(ISTAC, 1996, vol.1. Nos. 1&2, 6). Dari definisi di atas setidaknya kita dapat memahami bahwa
worldview adalah identitas untuk membedakan antara suatu peradaban dengan yang lain. Dan dapat
kita mengerti bahwa worldview melibatkan aktifitas epistemologis manusia, sebab ia merupakan faktor
penting dalam aktifitas penalaran manusia.
2
Al-Attas, Risalah Kaum Muslimin, International Institute of Islamic Thought and
Civilization, 2000, hal. 49-50.
1
Pandangan hidup yang memiliki elemen kepercayaan terhadap Tuhan,
misalnya, sudah tentu akan menerima pengetahuan non-empiris. Sebaliknya
pandangan hidup yang mengingkari eksistensi Tuhan akan menafikan pengetahuan
non-empiris dan pengetahuan spiritual lainnya. Demikian pula pandangan hidup ateis
akan menganggap sumber pengetahuan moralitasnya hanyalah sebatas subyektifitas
manusia dan bukan dari Tuhan.3 Dalam Islam, ilmu pengetahuan terbentuk dan
bersumber dari pandangan hidup Islam, yang berkaitan erat dengan struktur
metafisika dasar Islam yang telah terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadith, akal,
pengalaman dan intuisi.4 Pembentukan itu sudah tentu melalui proses pendidikan.
Namun, karena pengaruh pandangan hidup Barat melalui Westenisasi dan globalisasi
pendidikan Islam kehilangan perannya dalam mengaitkan ilmu pengetahuan dengan
pandangan hidup Islam.
Sehubungan dengan masalah ini, berikut akan dibahas islamisasi yang digagas
oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang cendikiawan Muslim asal Malaysia
yang kini banyak dirujuk oleh cendikiawan Muslim Indonesia. Ia dikenal karena
kritiknya atas bangunan epistemologi yang telah terbangun dalam tradisi intelektual
Islam maupun Barat. Al-Attas menyadari bahwa “virus” yang terkandung dalam Ilmu
Pengetahuan Barat modern-sekuler merupakan tantangan yang paling besar bagi
kaum Muslimin saat ini. Dalam pandangannya, peradaban Barat modern telah
membuat ilmu menjadi problematis.5
3
Lihat Thomas F Wall, Thinking About Philosophical Problem, Wadsworth, Thomson
Learning, United States, hal. 126-127
4
al-Attas, A Commentary on the Hujat al-siddiq of Nur al-Din al-Raniry: being an exposition
of the salient point of distinction between the position of the theologians, the philosophers, the Sufi
dan the pseudo-Sufi on the ontological relationship between God and the world and related questions,
Ministry of Education and Culture, Kuala Lumpur, 1986, 464-465.
5
Al-Attas juga menjelaskan bahwa; Westernisasi ilmu tidak dibangun di atas Wahyu dan
kepercayaan agama. Namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis
yang terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional.
Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus
menerus berubah.Lihat definisi Syed Muhammad Naquib al-Attas mengenai ‘peradaban Barat’ dalam
karyanya Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, edisi kedua, 1993), 133-35, selanjutnya
2
B. Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Islamization of Knowledge)
Usaha islamisasi ilmu pada dasarnya telah terjadi sejak masa Rasulullah saw
dan para sahabatnya, yang waktu itu diturunkan Al-Quran dengan bahasa Arab,
sehingga dengannya mampu mengubah watak serta pandangan hidup (worldview) dan
tingkah laku bangsa Arab.6 Oleh karena itu, wacana islamisasi ilmu bukanlah suatu
3
yang baru, hanya saja dalam konteks operasionalnya pengislaman ilmu-ilmu masa
kini dicetuskan oleh tokoh-tokoh ilmuwan islam, seperti: Prof. Syed Muhammad
Naquib al-Attas, al-Faruqii, Syed Husein Nasr , dan lain-lain.
4
kerancuan ilmu (corruption of knowledge) dan lemahnya penguasaan ummat terhadap
ilmu pengetahuan. Karena kerancuan 'ilmu dan penguasaan terhadap ilmu lah maka
ummat Islam menghadapi berbagai masalah dibidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Pandangan ini berbeda secara mendasar dari pendapat-pendapat yang bersifat
umum yang mengatakan bahwa kemunduran ummat Islam disebabkan oleh kekalahan
politik, lemahnya ekonomi, rusaknya budaya atau rendahnya mutu pendidikan, yang
sebenarnya hanyalah merupakan bola salju dari problem ilmu pengetahuan.8
Sentralitas ilmu dalam peradaban Islam digambarkan oleh F.Rosenthal sbb:
..‘ilm is one of those concept that have dominated Islam and given Muslim
civilization its distinctive shape and complexion. In fact there is no other
concept that has been operative as determinant of Muslim civilization in all
its aspects to the same extent as ‘ilm.9
(Artinya ilmu adalah salah satu konsep yang mendominasi Islam dan yang
memberi bentuk dan karakter yang khas terhadap peradaban Muslim.
Sebenarnya tidak ada konsep lain yang setanding dengan konsep ilmu yang
secara efektif menjadi (faktor) penentu dalam peradaban Muslim dalam
berbagai aspek)
Al-Attas menekankan akan perlunya islamisasi ilmu Sebab, saat ini telah
terjadi westernisasi (pembaratan) ilmu pengetahuan oleh Barat. Sedang epistimologi
yang dibangun oleh konsep ilmu ini sangat merugikan Islam dan kaum muslimin.
Westernisasi ilmu itu telah melenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu. Dampak ilmu
pengetahuan sekuler ini seperti; a) Hilangnya Adab (desacralization of knowledge)
8
Hamid Fahmy Zarkasyi, Pandangan Hidup, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Islam, hal: 9.
Makalah disampaikan pada workshop Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan di Sekolah Tinggi Lukman ul
Hakim, Hidayatullah Surabaya, 12-13 Agustus 2005
9
Franz Rosenthal, Knowledge Triumphant, The Concept of Knowledge in Medieval Islam,
Leiden E.J.Brill, 1970, hal.2. dikutip dari Hamid Fahmy Zarkasyi, Pandangan Hidup, Ilmu
Pengetahuan dan Pendidikan Islam, Makalah disampaikan pada workshop Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan di Sekolah Tinggi Lukman ul Hakim, Hidayatullah Surabaya, 12-13 Agustus 2005
5
dalam masyarakat dg menyamaratakan setiap orang dengan dirinya dalam hal pikiran
dan perilaku, b) Penghilangan otoritas resmi dan hirarki sosial dan keilmuan.
Mengkritik ulama dimasa lalu yang banyak memberi kontribusi kepada ilmu
pengetahuan Islam, c) Hilangnya Adab berimplikasi pada hilangnya sikap adil dan
kebingunan intelektual (intellectual confusion) d) Tidak-mampu membedakan antara
ilmu yang benar dari ilmu yang dirasuki oleh pandangan hidup Barat.10
“[Loss of `adab is] the loss of discipline of body, mind, and soul, the
discipline that assure the recognition and acknowledgement of one’s proper
place in relation to one’s selft, society and community; the recognition and
acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s physical,
intellectual, and spiritual capacities and potentials; the recognition and
acknowledgment of the fact that knowledge and being are ordered
hierarchically”.12
10
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the Future,
London, Mansell, 1985. hal. 104 - 105
11
Syed Muhammad Naquib al-Attas, ‘Aims and objectives of Islamic education, (London &
Jeddah: 1979)
12
Dikutip dari Syed Muhammad Dawilah al-Edrus, Islamic Epistemology and intrudiction to
the Theory of Knowledge in al-Qur`an, The Islamic Academy, Cambrige Universiti Sains Malaysia,
1992, p. 38, Al-Attas juga menjelaskan bahwa hilangnya adab berimplikasi pada hilangnya keadilan,
yang pada gilirannya menghianati kebingungan dalam ilmu pengetahuan.
6
Proses pembentukan pandangan hidup sejalan dengan proses pembentukan
elemen-elemen pokok yang merupakan bagian dari struktur pandangan hidup itu.13
Prof. Alparslan menjelaskan bahwa worldview Islam adalah “visi tentang realitas dan
kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas
yang tidak nampak (non-observable) bagi semua perilaku manusia, termasuk aktifitas
ilmiah dan teknologi”.14 Artinya standar suatu peradaban dalam menentukan apa
yang disebut riel dan apa yang disebut benar, akan mempengaruhi perilaku
manusianya, termasuk mempengaruhi kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
13
Thomas Wall dan Ninian Smart menjelaskan 5 elemen penting worldview adalah konsep
Tuhan, konsep realitas, konsep ilmu, konsep etika atau nilai dan kebajikan, dan konsep tentang diri
manusia. Sementara Naquib Al-Attas menetapkan bahwa elemen asas bagi worldview Islam adalah
konsep tentang hakekat Tuhan, tentang Wahyu (al-Qur’an), tentang penciptaan, tentang hakekat
kejiwaan manusia, tentang ilmu, tentang agama, tentang kebebasan, tentang nilai dan kebajikan,
tentang kebahagiaanLihat: Hamid Fahmy Zarkasyi, Pandangan Hidup, Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan Islam, Makalah disampaikan pada workshop Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan di Sekolah
Tinggi Lukman ul Hakim, Hidayatullah Surabaya, 12-13 Agustus 2005
14
Alparslan Acikgence, Islamic Science, Towards Definition, Kuala Lumpur, ISTAC 1996,
29.
7
bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan
humaniora. Namun, ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga
khususnya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan dalam formulasi teori-
teori. Prosesnya mengisolir metode-metode, konsep-konsep, teori-teorinya, dan
simbol-simbol ilmu modern; Aspek-aspek empiris dan rasional, dan aspek-aspek
yang bersinggungan dengan nilai dan etika; Teorinya tentang alam semesta;
Pemikirannya tentang eksistensi dunia nyata, Klasifikasinya tentang ilmu; batasan-
batasannya dan kaitannya antara satu ilmu dengan ilmu-ilmu lain, dan hubungan
sosialnya.15
15
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An
Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), p.
114
16
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena…, p. 114 Menurut al-Attas, jika tidak
sesuai dengan pandangan-hidup Islam, maka fakta menjadi tidak benar.
17
Al-Attas menyatakan: “Islamization is the liberation of man first from magical,
mythological, animistic, national-cultural tradition opposed to Islam, and then from secular control
over his reason and his language.” Lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 44.
8
kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan materi.18 Islamisasi akan
mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dari ideologi,
makna dan ungkapan sekular.19
D. Epilog
Daftar Pustaka
18
Wan Mohd Nor Wan Daud , The Educational Philosophy, 312.
19
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, 43.
9
Al-Attas, Risalah Kaum Muslimin, International Institute of Islamic Thought and
Civilization, 2000, hal. 49-50
Bahtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
10