Anda di halaman 1dari 61

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI IKAN ASIN, IKAN/DAGING ASAP,

DAN MAKANAN BERKALENG DENGAN KARSINOMA NASOFARING


DI RSUD ABDUL MOELOEK PERIODE TAHUN 2014-2016

(Skripsi)

Oleh
Nailul Azizah

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT

THE ASSOCIATION OF SALTED FISH, SMOKED FISH/BEEF, AND CANNED


FOOD CONSUMPTION WITH NASOPHARYNGEAL CARCINOMA AT RSUD
ABDUL MOELOEK PERIOD 2014-2016

BY

NAILUL AZIZAH

Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is commonly malignant cancer in Ear,


Nose, and Throat (ENT) Department. Many studies have examined the risk factors for
NPC. The risk factors are salted fish, smoked fish/beef, and canned food consumption.
The purpose of this study is to examine the association of salted fish, smooked fish/beef,
and canned food consumption with NPC at RSUD Abdul Moeloek.
Metode: The type of this study is observational analytic with cross sectional study. The
sample of this study are 45 patients of NPC and non NPC from ENT department and
patiensts of NPC from oncology surgery department between 2014 and 2016 at RSUD
Abdul Moeloek with the consecutive sampling technique Chi square analysis was
performed to examine the association.
Results: The analysis result of the association of salted fish consumption with NPC
showed p value=0,000 (p≤0,005), smooke fish/beef consumption with NPC showed p
value=0,007 (p≤0,005), and canned food consumption with NPC showed p value=0,024
(p≤0,005).
Simpulan: There is association of salted fish, smoked fish/beef, and canned food
consumption with NPC.

Keywords: canned food, nasopharyngeal carcinoma, salted fish, smoked fish/beef.


ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI IKAN ASIN, IKAN/DAGING ASAP, DAN


MAKANAN BERKALENG DENGAN KARSINOMA NASOFARING DI RSUD
ABDUL MOELOEK PERIODE TAHUN 2014-2016

OLEH

NAILUL AZIZAH

Latar Belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan suatu keganasan terbanyak di


bidang Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT). Terdapat beberapa studi yang
menyatakan bahwa fator risiko KNF adalah konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan
makanan berkaleng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi ikan
asin, ikan/daging asap, dan makanan berkaleng dengan KNF di RSUD Abdul Moeloek.
Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross
sectional. Sampel penelitian ini adalah 45 pasien KNF dan non KNF dari poli THT dan
pasien KNF dari poli bedah onkologi periode tahun 2014-2016 di RSUD Abdul Moeloek
dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Data selanjutnya dianalisa dengan uji
statistik Chi Square.
Hasil Penelitian: Hasil analisis data hubungan konsumsi ikan asin dengan KNF
diperoleh nilai p=0,000 (p≤0,005), konsumsi ikan/daging asap dengan KNF diperoleh
nilai p=0,007 (p≤0,005), dan konsumsi makanan berkaleng dengan KNF diperoleh nilai
p=0,024 (p≤0,005).
Simpulan: Terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan makanan
berkaleng dengan KNF.

Kata kunci: karsinoma nasofaring, ikan asin, ikan/daging asap, makanan berkaleng.
HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI IKAN ASIN, IKAN/DAGING ASAP,
DAN MAKANAN BERKALENG DENGAN KARSINOMA NASOFARING
DI RSUD ABDUL MOELOEK PERIODE TAHUN 2014-2016

Oleh

Nailul Azizah

Skripsi:

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar:


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Nailul Azizah. Penulis dilahirkan di Dayamurni, 18

April 1996, sebagai anak terakhir dari empat bersaudara, dari pasangan H.

Slumun, S.Pd dan Hj. Sri Mustika Ningsih, S.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Aisyiah Tulang

Bawang Barat pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1

Dayaasri pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di

SMPN 1 Tumijajar pada tahun 2011, Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan

di SMAN 9 Bandar Lampung pada tahun 2014.

Penulis terdaftar menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran pada tahun 2014

melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung angkatan

2014, penulis pernah mengikuti organisasi Paduan Suara FK Unila dan Genetalial

and Education Health (GEN-C).


PERSEMBAHAN SEDERHANA
UNTUK IBU DAN BAPAK
TERCINTA

‫َو َم ْن َي هت ِق ه‬
‫َّللاَ َي ْج َع ْل لَ ُه َم ْخ َر ًجا‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar.”

(QS. At- Thalaq:2)


SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat, dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW.

Skripsi dengan judul “Hubungan Konsumsi Ikan Asin, Ikan/Daging Asap, dan

Makanan Berkaleng dengan Karsinoma Nasofaring di RSUD Abdul Moeloek

Periode Tahun 2014-2016” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya

kepada:

 Ibu dan Bapak saya, Hj. Sri Mustika Ningsih, S.Pd dan H. Slumun, S.Pd

atas cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan secara material maupun non

material yang tiada akhir diberikan kepada penulis,

 Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung,

 Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dan dosen Pembimbing Akademik yang


telah memberikan bimbingan, nasehat, dan motivasi selama dalam bidang

akademik penulis,

 dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp.PA., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk

memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasehat, motivasi dan

bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

 dr. Nora Ramkita, S.Ked., selaku Pembimbing Pendamping atas

kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk

memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasehat, motivasi, dan

bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini,

 dr. Mukhlis Imanto S.Ked., M.Kes., Sp.THT-KL., selaku Pembahas atas

kesediaannya dalam memberikan koreksi, kritik, saran, nasehat, motivasi,

dan bantuannya untuk perbaikan penulisan skripsi yang dilakukan oleh

penulis,

 Pihak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung bagian diklat, poli

bedah onkologi, poli THT, ruang mawar, dan rekam medik: Ibu Masrita,

Ibu Irina, Bunda Arohmani, Mas Rusli, dan staf-staf lain yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi,

 Pasien karsinoma nasofaring (KNF) dan non KNF di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung atas kesediaannya untuk menjadi sampel dalam

penelitian skripsi ini,


 Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu

yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang

menjadi landasan untuk mencapai cita-cita,

 Seluruh staf Bagian Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung serta pegawai yang turut membantu dalam

penyusunan skripsi ini,

 Kakak-kakaku: Mbak Adhim, Mbak Rima, dan Mbak Kiki, yang telah

memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis,

 Teman terdekatku: Rayman yang telah sabar membantu dalam penelitian

ini, semangat dalam memberi motivasi, dan setia menemani di kala suka

dan duka,

 Teman sepermainanku sejak awal masuk kuliah: Belmon, Ufa, Mitha,

Ranoy semoga kita menjadi dokter yang amanah,

 CRAN14L (mahasiswa FK Unila angkatan 2014) semoga kita menjadi

dokter yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama serta membanggakan

almamater FK Unila,

Dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah

membantu dalam kelancaran pengerjaan skripsi.


Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, November 2017

Penulis

Nailul Azizah
i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................................ 4
1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan ......................................................... 5
1.4.3 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ................... 5
1.4.4 Bagi Peneliti Lain ................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6


2.1 Anatomi dan Histologi Nasofaring .................................................... 6
2.1.1 Anatomi Nasofaring ................................................................ 6
2.1.2 Histologi Nasofaring ............................................................... 7
2.1.3 Perdarahan dan Persarafan ...................................................... 8
2.1.4 Sistem Limfatik Nasofaring .................................................... 9
2.2 Karsinoma Nasofaring ..................................................................... 10
2.2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring ............................................ 10
2.2.2 Epidemiologi ......................................................................... 10
2.2.3 Etiologi.................................................................................. 11
ii

2.2.4 Patogenesis............................................................................ 18
2.2.5 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis ..................................... 22
2.2.6 Diagnosis .............................................................................. 22
2.2.7 Tatalaksana ........................................................................... 26
2.2.8 Prognosis ............................................................................... 26
2.3 Hubungan Ikan Asin, Ikan/Daging Asap, dan Makanan Berkaleng
dengan Karsinoma Nasofaring......................................................... 27
2.4 Kerangka Teori ................................................................................ 28
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................. 29
2.6 Hipotesis .......................................................................................... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 30


3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 30
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 30
3.3 Populasi ............................................................................................ 30
3.4 Sampel ............................................................................................. 31
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................... 32
3.5.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 32
3.5.2 Kriteria Eksklusi .................................................................... 32
3.6 Variabel Penelitian .......................................................................... 32
3.6.1 Variabel Bebas ....................................................................... 32
3.6.2 Variabel Terikat ..................................................................... 32
3.7 Definisi Operasional ....................................................................... 33
3.8 Prosedur Penelitian ......................................................................... 34
3.9 Instrumen Penelitian ....................................................................... 34
3.10 Pengumpulan Data .......................................................................... 34
3.11 Pengolahan Data ............................................................................. 35
3.12 Analisa Data .................................................................................... 35
3.13 Etika Penelitian ............................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37


4.1 Gambaran Umum Penelitian ........................................................... 37
iii

4.2 Hasil Penelitian ............................................................................... 37


4.3 Pembahasan ..................................................................................... 41
4.4 Keterbatasan Penelitian.................................................................... 49

BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 50


5.2 Kesimpulan ...................................................................................... 50
5.3 Saran ................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51


LAMPIRAN ......................................................................................................... 56
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Klasifikasi Stadium Karsinoma Nasofaring ........................................... 25

Tabel 2. Definisi Operasional ............................................................................... 33

Tabel 3. Distribusi Jumah Karakteristik Responden............ Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4. Hubungan Konsumsi Ikan Asin dengan KNF........ Error! Bookmark not

defined.

Tabel 5. Hubungan Konsumsi Ikan/Daging Asap dengan KNF . Error! Bookmark

not defined.

Tabel 6. Hubungan Konsumsi Makanan Berkaleng dengan KNF ................. Error!

Bookmark not defined.


v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Anatomi Nasofaring. ............................................................................. 7

Gambar 2. Vaskularisasi dan Inervasi Kepala dan Leher. ...................................... 9

Gambar 3. Kelenjar Getah Bening Kepala dan Leher............................................. 9

Gambar 4. Langkah-Langkah Karsinogenesis. ..................................................... 18

Gambar 5. Langkah-Langkah Metastasis .............................................................. 19

Gambar 6. Patogenesis Karsinoma Nasofaring ..................................................... 20

Gambar 7. Histologi KNF .................................................................................... 24

Gambar 8. Diagram Kerangka Teori . ................................................................... 28

Gambar 9. Diagram Kerangka Konsep. ................................................................ 29

Gambar 10. Diagram Prosedur Penelitian. ............................................................ 34

Gambar 11. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. . Error! Bookmark not

defined.

Gambar 12. Jumlah Responden Berdasarkan Usia. .Error! Bookmark not defined.

Gambar 13. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan. ........ Error! Bookmark not

defined.

Gambar 14. Jumlah Responden Berdasarkan Suku. .Error! Bookmark not defined.

Gambar 15. Jumlah Responden yang Mengonsumsi Ikan Asin. ... Error! Bookmark

not defined.
vi

Gambar 16. Jumlah Pasien KNF yang Mengonsumsi Ikan/Daging Asap. ...... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 17. Jumlah Responden yang Mengonsumsi Makanan Berkaleng. ..... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 18. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Makanan yang dikonsumsi.

...................................................................................Error! Bookmark not defined.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan penyakit endemik di seluruh dunia,

khususnya di wilayah Asia dan memiliki prognosis yang buruk (Cao et al.,

2011). Menurut Global Cancer Statistic tahun 2012, terdapat 86.700 kasus

baru dari KNF dan 50.800 diantaranya meninggal. KNF merupakan jenis

kanker yang langka di dunia, tetapi terdapat beberapa negara yang memiliki

insidensi KNF yang tinggi, khususnya di negera berkembang. Pada

umumnya, insidensi KNF tertinggi terletak di wilayah Asia, dengan urutan

negara yang memiliki insidensi KNF tertinggi yaitu Cina, Malaysia,

Indonesia, dan Singapura (Torre et al., 2015).

KNF merupakan jenis kanker terbanyak setelah kanker payudara, kanker

serviks, dan kanker kulit di Indonesia. KNF juga menempati urutan pertama

keganasan di bidang Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT). Terdapat

13.000 kasus KNF baru setiap tahun di Indonesia dengan perbandingan

jumlah laki-laki dengan wanita yaitu 2,18:1. Frekuensi usia pasien KNF

tertinggi di Indonesia yaitu pada usia 40-60 tahun. Berdasarkan jenis ras,

pasien KNF dominan dengan ras deutro melayu yang terdiri dari suku Jawa,
2

Sunda, dan Betawi. Sedangkan berdasarkan pekerjaan, petani mendominasi

pasien KNF (Adham et al., 2012).

Karsinoma nasofaring merupakan penyakit multifaktoral yang disebabkan

oleh genetik, virus, dan lingkungan (Hsu et al., 2009). Faktor lingkungan

dapat menjadi salah satu faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian

timbulnya karsinoma nasofaring (Rahman et al., 2015). Faktor lingkungan

tersebut adalah asap rokok, pajanan formaldehid, dan konsumsi ikan asin

(Yong et al,. 2017).

Terdapat berbagai penelitian yang menyatakan bahwa ikan asin menjadi

paparan non viral yang paling konsisten dan berhubungan dengan karsinoma

nasofaring (Feng et al., 2009). Orang yang mengonsumsi ikan asin >3 kali

sebulan dapat meningkatkan risiko terkena KNF sebesar 1,7 sampai 7,5 kali

lebih tinggi daripada orang yang tidak mengonsumsinya (Rahman et al.,

2015).

Ikan asin mengandung zat karsinogenik yaitu nitrosamin yang memiliki

metabolik aktif CYP2E1 yang dapat meningkatkan risiko karsinoma

nasofaring (Yong et al,. 2017). Hal ini diperkuat dengan penelitian pada tikus

yang diawetkan dengan garam yang jumlahnya berlebihan menimbulkan

akumulasi nitrosamin pada hewan tersebut (Lau et al., 2013). Penelitian di

Cina menunjukkan bahwa 62% pasien karsinoma nasofaring mengonsumsi


3

secara rutin ikan asin dan 38% penderita karsinoma nasofaring secara rutin

mengonsumsi daging asap dan makanan berkaleng (Sharma et al., 2011).

Salah satu industri penghasil ikan asin di Bandar Lampung yaitu Pulau

Pasaran. Pulau Pasaran merupakan pulau yang terletak di pinggir pantai kota

Bandar Lampung, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Timur.

Pulau Pasaran menjadi pusat wilayah pemasok biota laut di Bandar Lampung

dan menjadi pusat pengasinan ikan sehingga menyebabkan tingginya

konsumsi ikan asin di Bandar Lampung (Pusat Data Statistik dan Informasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan makanan berkaleng dengan

karsinoma nasofaring di RSUD Abdul Moeloek periode tahun 2014-2016.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan

makanan berkaleng dengan karsinoma nasofaring di RSUD Abdul Moeloek

Bandar Lampung periode tahun 2014-2016?


4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan

1.3.1.1 Mengetahui hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging

asap, dan makanan berkaleng dengan karsinoma nasofaring di

RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung periode tahun 2014-

2016.

1.3.1.2 Melihat frekuensi distribusi pasien karsinoma nasofaring

berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan suku di

RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung periode tahun 2014-

2016.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Peneliti

1.4.1.1 Peneliti dapat memanfaatkan ilmu yang didapat selama

pendidikan dan menambah pengetahuan serta pengalaman

dalam membuat penelitian ilmiah.

1.4.1.2 Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai hubungan

antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan makanan

berkaleng dengan karsinoma nasofaring.

1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian dapat menjadi data masukan untuk mengetahui

hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan makanan


5

berkaleng dengan KNF di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung

periode tahun 2014-2016

1.4.3 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Menjadi dasar untuk promosi kesehatan dan pencerdasan publik

mengenai edukasi pada kelompok yang berisiko tinggi untuk terkena

karsinoma nasofaring.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Dapat memberikan informasi ilmiah untuk bahan penelitian

selanjutnya mengenai faktor risiko karsinoma nasofaring di RSUD

Abdul Moeloek Bandar Lampung periode tahun 2014-2016.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Nasofaring

2.1.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan organ berbentuk kuboid terletak di atas

palatum molle (vellum palatinum) dan lanjutan cavitas nasi ke

belakang yang dibagi menjadi beberapa regio, yaitu dinding anterior,

posterosuperior, dan lateral. Pada dinding anterior, nasofaring

berhubungan hidung melalui kedua choana (sepasang lubang antara

cavitas nasi dan nasofaring) (Moore, K. L., 2014).

Dinding posterosuperior nasofaring berbatasan dengan ruang

retrofaring dan otot dinding faring. Terdapat massa jaringan limfoid

yaitu tonsil faringeal pada regio tersebut. Dinding lateral nasofaring

merupakan muara dari tuba eustachius dan fossa Rosenmuller (resesus

faringeal) (Moore, K. L., 2014).


7

Gambar 1. Anatomi Nasofaring (Moore, K. L., 2014).

Fossa Rosenmuller merupakan area yang menjadi asal dari sebagian besar

sel karsinoma nasofaring dan memiliki hubungan secara anatomis dengan

beberapa organ penting yang menjadi tempat penyebaran tumor dan

menentukan presentasi klinis serta prognosis.

2.1.2 Histologi Nasofaring

2.1.2.1 Mukosa Nasofaring

Sekitar 60% dari total permukaan epitel, terutama bagian posterior

dan inferior nasofaring, dilapisi oleh epitel skuamosa stratified

(epitel berlapis gepeng bertingkat). Pada bagian anterior dan

kranial dari nasofaring dilapisi oleh epitel silindris pseudostratified

bersilia dengan sel goblet (Regauer, 2010).

Selama kehidupan janin terdapat perubahan epitel secara bertahap

dari epitel silindris pseudostratified menjadi epitel skuamosa. Zona

transisional ini yang dapat menjadi tempat tumbuhnya karsinoma.

Mukosa dari nasofaring mengandung banyak jaringan limfoid yang

terdiri dari limfosit, sel retikular, dan fibroblas. Epitel limfoid


8

bersama gabungan dari jaringan limfoid dan tonsil membentuk

cincin Waldeyer (Waldayer’s ring) (Mescher, A. L., 2011).

2.1.2.2 Submukosa Nasofaring

Pada submukosa nasofaring terdapat kelenjar seromusinus dan

agregat limfoid yang merupakan keadaan normal dan tidak boleh

diinterpretasikan sebagai suatu proses peradangan (Regauer, 2010).

2.1.3 Perdarahan dan Persarafan

Perdarahan nasofaring berasal dari cabang-cabang arteri karotis

eksterna, yaitu arteri faringeal ascenden, arteri palatina ascenden,

dan cabang faringeal arteri sfenopalatina. Arteri faringeal ascenden

memperdarahi dinding lateral nasofaring. Arteri palatina ascenden

memperdarahi tuba eustachius dan palatum mole. Arteri

sfenopalatina memperdarahi bagian dasar nasofaring. Drainase

vena melalui pleksus faring ke vena jugularis interna di bawah

(Regauer, 2010).

Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal di atas otot

konstriktor faringeus medial. Sebagian besar saraf sensoris

nasofaring berasal dari saraf glossofaringeus (IX) dan juga saraf

maksilaris (V2). Saraf motoris berasal dari saraf vagus dan saraf

mandibularis (V3) (Regauer, 2010).


9

Gambar 2. Vaskularisasi dan Inervasi Kepala dan Leher (Moore, K. L., 2014).

2.1.4 Sistem Limfatik Nasofaring

Pada submukosa nasofaring terdapat banyak anyaman limfatik sehingga

dapat mempermudah dan mempercepat terjadinya metastasis. Aliran limfe

yang menuju bagian posterior-inferior nasofaring bermuara di kelenjar

retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Aliran limfe yang menuju ke

bagian lateral nasofaring bermuara di mastoid dan serabut saraf trigeminus

(Regauer, 2010).

Gambar 3. Kelenjar Getah Bening Kepala dan Leher (Moore, K. L., 2014).
10

2.2 Karsinoma Nasofaring

2.2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di belakang

cavitas nasal dan di atas palatum molle dengan predileksi di fossa

Rossenmuller yang merupakan daerah transisional dimana epitel

silindris pseudostratified berubah menjadi epitel skuamosa (MD et al.,

2009).

2.2.2 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring dapat ditemukan diseluruh negara dari 5 benua.

Insiden tertinggi terdapat di Cina bagian selatan khususnya di provinsi

Guangdong dan jarang ditemukan di Eropa dan Amerika Utara. Insiden

di provinsi Guangdong pada pria mencapai 20-50/100.000 (Adham et al.,

2012).

KNF di Indonesia merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker

payudara, kanker serviks, dan kanker kulit. Berdasarkan Globocan

(Global Burden Cancer) pada tahun 2012 terdapat 87.000 kasus baru

nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi

pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan), 51.000

kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada

perempuan) (Adham et al., 2012).


11

Laki-laki memiliki risiko terkena KNF sebesar 2,18 kali lebih tinggi

daripada perempuan. Pasien KNF berusia 25-60 tahun dengan puncak

usia 40–49 tahun. Insidensi KNF meningkat setelah umur 20 tahun dan

tidak ada lagi peningkatan setelah umur 60 tahun (Adham et al., 2012).

2.2.3 Etiologi

2.2.3.1 Faktor Genetik

Kerentanan genetik sebagai faktor predisposisi KNF didasarkan

atas fakta banyaknya penderita dari bangsa atau ras Cina, ras

mongoloid, termasuk bangsa-bangsa di Asia terutama Asia

Tenggara yang masih tergolong rumpun Melayu. Secara umum

didapatkan sekitar 10% dari penderita KNF mempunyai keluarga

yang menderita keganasan nasofaring atau organ lain, dan 5%

diantaranya sama-sama menderita KNF dalam keluarganya (Ren et

al., 2010).

Kelainan genetik pada metabolisme enzim seperti kelainan enzim

sitokrom P450 2E1 (CYP2E1), sitokrom P450 2A6 (CYP2A6), dan

tidak adanya enzim Glutathione S-transferase M1 (GSTM1)

berkontribusi untuk terjadinya karsinoma nasofaring. Adanya

reseptor immunoglobulin PIGR (Polymeric Immunoglobulin

Receptor) pada sel epitel nasofaring dapat meningkatkan kejadian

karsinoma nasofaring. PIGR merupakan reseptor permukaan pada


12

sel epitel nasofaring yang berfungsi menghantarkan masuknya

virus Epsteinn Barr kedalam epitel nasofaring (Ren et al., 2010).

2.2.3.2 Virus Epsteinn Barr

Virus Epsteinn Barr (EBV) merupakan faktor risiko mayor

karsinoma nasofaring. Transmisi utama melalui saliva kemudian

EBV dapat memasuki sel-sel epitel orofaring dan bereplikasi,

bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten), dan sepanjang

masa (long life) (Yenita, 2012).

Hampir semua individu dibawah 25 tahun sudah terinfeksi EBV

karena mudah dan cepatnya terjadi penularan. Infeksi primer

alamiah dimulai pada masa anak-anak, biasanya gejala klinik

ringan atau bahkan tanpa gejala. Hampir semua (99,9 %) anak

umur 3 tahun telah terinfeksi EBV di negara berkembang (Zhang et

al., 2015).

Bukti kuat adanya peran EBV sebagai penyebab KNF berdasarkan

atas laporan hasil penelitian epidemiologi maupun laboratorium

terutama serologi, virologi, patologi, dan biologi molekuler dengan

ditemukannya (Tan, I., et al., 2016):

1. Peningkatan antibodi IgG dan IgA.

2. Antigen inti EBV di dalam sel karsinoma nasofaring.


13

3. Genom EBV dalam bentuk plasmid di jaringan tumor nasofaring dan

isolasi virus.

4. DNA EBV pada jaringan karsinoma nasofaring.

5. mRNA-EBV di sel karsinoma nasofaring.

2.2.3.3 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, asap kayu bakar, infeksi

saluran pernafasan atas berulang, serta konsumsi makanan berpengawet

(ikan asin, ikan/daging asap, makanan berkaleng) berhubungan dengan

kejadian karsinoma nasofaring. Berikut penjelasan dari masing-masing

faktor (Afrika, 2013):

1. Ikan Asin

Konsumsi ikan asin merupakan salah satu penyebab karsinoma

nasofaring yang sering dilaporkan. Hal ini berkaitan dengan substansi

karsinogen yang terdapat di dalamnya yaitu nitrosamin. Nitrosamin

adalah suatu molekul yang terdiri dari nitrogen dan oksigen, molekul

tersebut dapat berbentuk senyawa nitrit dan NOx (Nitrogen Oxides)

yang terdiri dari senyawa amino dan senyawa campuran nitroso (Lau

et al., 2013).

Sumber utama nitrosamin dapat berasal dari eksogen maupun

endogen. Nitrosamin endogen berasal dari sintesis di dalam lambung

dari prekursor yang berasal dari makanan yang dicerna, sedangkan

nitrosamin eksogen berasal dari makanan, rokok, emisi industri dan


14

bahan kosmetik yang mengandung nitrosamin itu sendiri (Yong et al.,

2017).

Nitrosamin dapat berbagai bentuk senyawa kimia diantaranya N-

nitrosodimethylamine (NDMA), N-nitrosodiethylamine (NDEA), dan

N-nitromorpholine (NMOR). Selain itu nitrosamin dapat juga berupa

senyawa industri seperti N-nitrosodiisopropylamine (NDiPA), N-

nitrosodibutylamine (NDPA), N-nitrosopiperidine (NPip), N-

nitrosopyrrolidine (NPyr), N-nitrosomethylphenylamine (NEPhA).

Sekitar 80% dari total nitrosamin terbanyak dalam bentuk senyawa

NDMA. NDMA terutama diabsorpsi di saluran pernafasan, saluran

pencernaan dan terkadang pada kulit (Afrika, 2013).

Proses keganasan dapat terjadi akibat metabolisme nitrosamin yang

diaktivasi oleh mekanisme oksidasi sehingga terjadi mutasi DNA.

Konsentrasi total NDMA pada kandungan nitrosamin yaitu 0,74-11,43

μg/m3. Berdasarkan penelitian dan sejumlah literatur bahwa ambang

dasar paparan nitrosamin pada manusia antara 2-15 μg/m3 selama

periode waktu 10 tahun berhubungan dengan kejadian keganasan

(Rahman et al., 2015).

Dalam uji kasus kontrol menunjukkan bahwa konsumsi ikan asin yang

berlebihan selama 10 tahun berhubungan dengan peningkatan risiko

berkembangnya karsinoma nasofaring. Pada ikan asin selain


15

mengandung nitrosamin juga mengandung bakteri mutagen dan

komponen yang dapat mengaktivasi virus Epstein Barr (Lin et al,.

2015).

Selain ikan asin, makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan juga

dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker nasofaring seperti

sayuran yang diasinkan, udang asin, dan telur asin. Konsumsi teh dan

buah-buahan segar dapat menurunkan angka kejadian kanker

nasofaring karena mengandung zat antioksidan dan zat antikanker

yang dapat merubah struktur kimia nitrosamin (Rahman et al., 2015).

2. Ikan/Daging Asap dan Makanan Berkaleng

Makanan berkaleng mengandung garam nitrat yang dapat membentuk

nitrosamin sehingga dapat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.

Ikan/daging asap merupakan makanan berpengawet yang mengandung

formaldehid. International Agency for Research on Cancer (IARC)

memasukkan formaldehid menjadi kategori grup I sebagai bahan yang

bersifat karsinogen dalam tubuh manusia (Lin et al,. 2015).

Formaldehid yang dalam perdagangan larutannya dikenal sebagai

formalin, sengaja dibuat dan dipakai untuk memenuhi kebutuhan

industri dan rumah tangga (Afrika, 2013).

Formaldehid yang berbentuk debu, asap, dan uap biasanya digunakan

antara lain sebagai bahan dasar perekat, bahan pengikat kayu, bahan
16

campuran plastik, bahan pengawet, anti kusut tekstil, bahan penyamak

kulit, bahan desinfektan, insektisida, cairan pembalsam, serta bahan

pengawet jaringan. Selain itu formaldehid secara alami terdapat di

lingkungan manusia sebagai akibat dari proses pembakaran (Afrika,

2013).

Proses pembuatan ikan atau daging asap dengan cara pembakaran

yang memiliki efek pengawetan dari gas/asap pembakaran yaitu

senyawa kimia berupa formaldehid. Gas formaldehid (CH2O)

merupakan senyawa yang mudah terbakar, tidak berwarna dan banyak

juga digunakan dalam pembuatan resin, pelapis kayu, foto film, dan

pengawet jaringan (Afrika, 2013).

Formaldehid dapat mengiritasi mata dan mukosa saluran nasofaring

dengan konsentrasi 0,5-1 ppm (Afrika, 2013). Menurut Occupational

Safety and Health Administration (OSHA) bahwa standar pajanan

maksimal formaldehid yaitu 2 ppm (part per million) dalam STEL

(Short Term Exposure Limit) (Turkoz et al., 2011).

Formaldehid memiliki efek karsinogen pada nasofaring karena dapat

menyebabkan mutasi gen pendorong pertumbuhan, perubahan gen

yang mengendalikan pertumbuhan, dan penonaktifan gen supresor

kanker. Hal ini mengakibatkan timbulnya karsinoma nasofaring

(Afrika, 2013).
17

3. Lain-Lain

Faktor risiko KNF lainnya adalah rokok yang di dalamnya terkandung

lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin (Xue et al.,

2013). Merokok dapat meningkatkan serum anti-EBV yang merupakan

marker untuk menilai adanya proses keganasan pada nasofaring (Wyss

et al., 2013).

Risiko terjadinya KNF juga meningkat terhadap paparan debu kayu

yang terakumulasi dalam jangka waktu lama (Shiels et al. 2014). Debu

kayu menyebabkan iritasi dan inflamasi pada epitel nasofaring sehingga

mengurangi bersihan mukosiliar dan perubahan sel epitel di nasofaring.

Hal ini memudahkan penyerapan zat kimia yang bersifat karsinogen ke

dalam epitel nasofaring (Afrika, 2013).

Infeksi kronik berulang pada telinga-hidung-tenggorok serta saluran

nafas bagian atas meningkatkan 2 kali lipat kejadian KNF. Beberapa

bakteri dapat merubah nitrat menjadi nitrit sehingga menghasilkan

struktur kimia yang bersifat karsinogenik yaitu campuran nitroso.

Bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik seperti deposit aerosol

pada nasofaring menyebabkan perubahan struktur sel didaerah tersebut

(Kementerian Kesehatan, 2014).


18

2.2.4 Patogenesis

2.2.4.1 Patogenesis Molekular Kanker

Prinsip-prinsip dasar terbentuknya kanker terangkum dalam

gambar berikut:

Zat perusak
DNA didapat : Sel normal
- Kimiawi
- Radiasi
- Virus
Kerusakan DNA
Pengaktifan Penonaktifan gen
onkogen supresor tumor
Mutasi DNA
pendorong
pertumbuhan

Perubahan gen regulator


apoptosis

Apoptosis terganggu

Ekspansi klonal

Neoplasma ganas

Gambar 4. Langkah-Langkah Karsinogenesis (Kumar et al., 2015).

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa sel yang normal

mula-mula terpajan agen yang dapat merusak DNA. Apabila reparasi

DNA gagal terjadi karena gen-gen pengatur pertumbuhan sel rusak, maka

sel akan mengalami pertumbuhan klonal yang tak terkontrol. Akibatnya

terjadi progresi tumor yang dapat berujung pada neoplasma yang maligna.

Neoplasma maligna memiliki karakteristik berupa invasi dan metastasis

(Kumar et al., 2015).


19

Metastasis terjadi saat sel tumor terlepas dari massa primer kemudian

memasuki aliran darah atau sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang

jauh dari situs awalnya. Proses metastasis terdiri dari invasi sel tumor ke

matriks ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor, dan

kolonisasi (Kumar et al., 2015).

Gambar 5. Langkah-Langkah Metastasis (Kumar et al., 2015).

2.2.4.2 Patogenesis Karsinoma Nasofaring

EBV tidak dapat mengubah sel-sel epitel nasofaring menjadi sel-sel

klon yang proliferatif (Tsao et al., 2014). EBV dapat mentransformasi

sel epitel nasofaring premaligna menjadi sel kanker jika terpapar oleh

faktor lingkungan yang mengandung zat karsinogen seperti ikan asin,

ikan/daging asap, dan makanan berkaleng dapat merangsang

perubahan epitel nasofaring (Yoshizaki et al., 2013).

Salah satu protein yang diekspresikan oleh KNF yaitu LMP1 (Latent

Membrane Protein 1). LMP1 disekresi melalui eksosom dan masuk ke


20

dalam sel-sel yang tidak terinfeksi EBV melalui endositosis dan

mempengaruhi lingkungan di sekeliling tumor (Kumar et al., 2015).

LMP1 merupakan onkogen primer yang dapat meniru fungsi salah

satu reseptor TNF (Tumor Necrosis Factor), yakni CD40 (Cluster of

Differentiation 40) sehingga dapat menginisasi beberapa pathway

persinyalan yang merangsang perubahan fenotip dan morfologi sel

epitel. LMP1 juga mengakibatkan peningkatan EMT (Epithelial

Mesenchymal Transition) (Yoshizaki et al., 2013).

Pada proses EMT sel-sel karsinoma akan menurunkan penanda epitel

tertentu dan meningkatkan penanda mesenkim tertentu sehingga

menimbulkan perkembangan fenotip promigratori yang penting dalam

metastasis. Oleh karena itu, LMP1 juga berperan dalam menimbulkan

sifat metastasis dari KNF (Kumar et al., 2015). Patogenesis KNF

terangkum dalam gambar berikut:

Nasofaring Normal

Faktor Diet LMP1 dan LMP2 Infeksi Virus


EBV

Karsinoma
Nasofaring

Metastasis

Gambar 6. Patogenesis Karsinoma Nasofaring (Yoshizaki et al., 2013).


21

2.2.5 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis KNF sebagai berikut:

2.2.5.1 Massa pada Leher

Gejala paling umum dari KNF merupakan massa pada leher yang

dapat dipalpasi. Penyebab munculnya massa pada leher adalah

metastasis tumor ke kelenjar getah bening (nodus limfatik) bagian

servikal (Drake, 2012).

2.2.5.2 Gejala Terkait Massa di Nasofaring

Gejala terkait massa di nasofaring yang dialami pasien pada

pemicu ini adalah epistaksis dan hiposmia. Tumor mula-mula

tumbuh di fossa rosenmuller lalu meluas ke dinding belakang dan

atap nasofaring sehingga permukaan nasofaring meninggi.

Permukaan tumor rapuh sehingga iritasi ringan menyebabkan

perdarahan dan kadang dijumpai epistaksis (Mangunkusumo,

2012).

Gangguan indera penghidu dapat terjadi akibat terhalangnya

partikel bau untuk sampai ke reseptor atau kelainan nervus

olfaktorius. Hiposmia seperti pada kasus ini dapat terjadi akibat

obstruksi oleh tumor di rongga nasal yang menghalangi partikel

bau untuk sampai ke reseptor indera penghidu (Bashiruddin, 2012).


22

2.2.5.3 Gejala Terkait Disfungsi Tuba Eustachius

Tuli (deafness) termasuk gejala yang umum pada KNF dengan

gangguan konduktif. Penyebabnya adalah obstruksi pada tuba

eustachius (Tan L, 2015).

2.2.5.4 Gejala Terkait Keterlibatan Basis Cranii

Meluasnya tumor sampai ke daerah intrakranial melalui foramen

laserum dapat menyebabkan gangguan nervus cranialis. Nervus

yang paling umum terpengaruhi adalah nervus V, dilanjutkan

dengan VI, IX, X, dan XII. Manifestasi yang dapat ditemukan

contohnya neuralgia trigeminal dan diplopia. (Tan et al., 2016).

2.2.6 Diagnosis

2.2.6.1 Anamnesis

Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus,

otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium

lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf,

diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI) (Capozzi et

al., 2012).

2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik

A. Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.


23

B. Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band

Imaging) digunakan untuk melihat mukosa dengan kecurigaan

karsinoma nasofaring (Kementerian Kesehatan, 2014).

2.2.6.3 Pemeriksaan Radiologik

- CT Scan (Computerized Tomography Scan)

Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai

setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula, potongan

koronal, aksial, dan sagital, tanpa atau dengan kontras. CT scan

berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan

sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening regional

(Wang et al., 2016).

- USG (Ultrasonography) Abdomen

Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila

dapat keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan

dengan CT Scan Abdomen dengan kontras (Bashiruddin, 2012).

- Foto Toraks

Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai

adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Toraks

dengan kontras (Efiaty et al., 2014).

- Bone Scan

Untuk melihat adanya metastasis tulang (Tan et al., 2016).


24

2.2.6.4 Pemeriksaan Patologi Anatomik

Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi nasofaring

(Tan et al., 2016). Diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan

kriteria WHO adalah:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO 1)

2. Karsinoma tidak berkeratin

a. Berdiferensiasi (WHO 2)

b. Tidak berdiferensiasi (WHO 3) (Tan et al., 2016).

Gambar 7. Histologi KNF Berkeratin (A), Tidak Berkeratin (B), Tidak Berdiferensiasi
(C) (Kumar et al., 2015).

Karsinoma berkeratin ditandai dengan sel keratin yang nyata dan

adanya formasi mutiara skuamosa dan jembatan interselular.

Karsinoma tidak berdiferensiasi ditandai dengan gambaran

mikroskopik sel-sel tumor dengan inti vesikuler spindle-oval atau

hiperkromatik yang menonjol. Histologi karsinoma tidak berkeratin

hampir serupa dengan karsinoma tidak berdiferensiasi namun dengan


25

susunan bertingkat sel tumor dengan batasan sel yang jelas (Kumar et

al., 2015).

2.2.6.5 Pemeriksaan Laboratorium

- Hematologik: darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.

- Alkali fosfatase, LDH, SGOT, SGPT (Kumar et al., 2015).

2.2.6.6 Diagnosis Banding

- Limfoma malignum.

- Proses non keganasan (TB kelenjar).

- Metastasis (tumor sekunder) (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2015).

2.2.6.7 Klasifikasi Stadium

Adapun klasifikasi stadium karsinoma nasofaring berdasarkan TNM

AJCC Edisi ke-7 sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Stadium Karsinoma Nasofaring TNM AJCC Edisi ke-7


TNM Stadium AJCC
T Tumor Primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan atau
rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis cranii dan atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial,
hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa infratemporal/masticator
space
N KGB (Kelenjar Getah Bening) Regional
N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa supraklavikula
26

N2 Metastasis bilateral di KGB <6 cm dalam dimensi terbesar di atas fosa


supraklavikula.
N3 Metastasis di KGB ukuran >6 cm
N3a Ukuran >6 cm
N3b Perluasan ke fosa supraklavikula
M Metastasis Jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Pengelompokan Stadium
0 TisN0M0
I T1N0M0
II T1N1M0, T2N0M0, T2N1M0
III T1-2N0M0, T3N0-2M0
IVA T4N0-2M0
IVB T1-4N3M0
IVC T1-4N0-3M1

2.2.7 Tatalaksana

Pada pasien KNF stadium I (T1N0M0) diberikan terapi radiasi. Pasien

KNF stadium II (T1-2, N1-2, M0) dilakukan kemoradiasi konkuren.

Pasien KNF stadium III, IVA, IVB (T3-4, N0-3, M0) diberikan

kemoradiasi konkuren dengan atau tanpa kemoterapi adjuvan. Pada pasien

KNF Stadium IVA, IVB (T4 atau N3) diberikan kemoterapi induksi,

diikuti dengan kemoradiasi konkuren (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2015).

2.2.8 Prognosis

Prognosis pada pasien keganasan paling sering dinyatakan sebagai

kesintasan 5 tahun. Menurut AJCC tahun 2010, kesintasan relatif 5 tahun

pada pasien dengan KNF Stadium I hingga IV secara berturutan sebesar

72%, 64%, 62%, dan 38% (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,

2015).
27

2.3 Hubungan Ikan Asin, Ikan/Daging Asap, dan Makanan Berkaleng

dengan Karsinoma Nasofaring

Di Indonesia pembuatan ikan asin dilakukan secara tradisional, yang pada

umumnya dibuat dari ikan segar dengan menambahkan garam dapur (NaCl)

sebanyak 25-30% berat ikan, kemudian dikeringkan di bawah sinar

matahari. Ikan asin dibuat dengan menambahkan garam sendawa yang

mengandung kalium nitrat dan natrium nitrit. Kandungan di dalam garam

sendawa tersebut merupakan prekusor nitrosamin yang bersifat karsinogenik

(Jia et al., 2010).

Nitrosamin dapat terbentuk sebagai hasil reaksi antara nitrit dan senyawa

amin pada daging ikan dan makanan berpengawet lainnya (Cao et al., 2011).

Reaksi nitrosasi dapat terjadi baik in vitro maupun in vivo. Pada sebuah

penelitian di Cina menemukan 2000 ppm garam nitrat pada makanan

berkaleng seperti kornet, mengakibatkan terbentuknya senyawa nitrosamin.

Metabolisme nitrosamin yang diaktivasi oleh mekanisme oksidasi dapat

menyebabkan mutasi DNA sehingga terjadi karsinoma nasofaring (He et al.,

2015).

Pembuatan ikan/daging asap menghasilkan efek pengawetan dari asap

pembakaran yang mengandung senyawa kimia yaitu formladehid. Efek

karsinogen formaldehid antara lain bersifat genotoksik, yang menyebabkan

mutasi p53 (gen onkogenesis) sehingga efeknya meningkat, selanjutnya


28

terjadi perubahan sel, pemendekan kromosom, kerapuhan rantai DNA, dan

mutasi genetik (Coggon et al., 2014).

Formaldehid sebagai pro-carcinogen dan co-carcinogen sering mencapai

area nasofaring melalui inhalasi dan per oral. Formaldehid akan melalui

metabolisme oleh enzim-enzim tubuh menjadi ultimate-carcinogen (bersifat

reaktif dalam ikatan dengan DNA) dan akan menyebabkan mutasi genetik

yang menimbulkan KNF (Coggon et al., 2014).

2.4 Kerangka Teori

Ikan asin Makanan berkaleng Ikan/daging asap

Kalium nitrat dan 2000 ppm garam Formaldehid


natrium nitrit nitrat

Dekomposisi nitit Efek karsinogen

Amina sekunder + Nitrogen Oxides

Nitrosamin

Fase laten EBV


LMP

Mutasi DNA

Karsinoma nasofaring
Gambar 8. Diagram Kerangka Teori (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
29

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Bebas

- Konsumsi ikan asin Variabel Terikat


- Konsumsi ikan/daging asap Karsinoma nasofaring
- Konsumsi makanan
berkaleng

Gambar 9. Diagram Kerangka Konsep.

2.6 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan

makanan berkaleng dengan dengan karsinoma nasofaring di RSUD Abdul

Moeloek periode tahun 2014-2016.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan untuk

menjelaskan makna suatu hubungan dengan pengumpulan data sekaligus

pada suatu waktu.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poli bedah onkologi dan poli THT di RSUD

Abdul Moeloek Bandar Lampung bulan Agustus sampai September tahun

2017.

3.3 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien KNF dan non KNF di poli THT

dan pasien KNF di poli bedah onkologi RSUD Abdul Moeloek periode

2014-2016.
31

3.4 Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode non probability

consecutive sampling. Sampel dihitung menggunakan analisis kategorik

tidak berpasangan:
2
Zα 2PQ + Zβ P1 Q1 + P2 Q2
𝑛1 = 𝑛2 =
P1 − P2

2
1,9 2.0,375.0,625 + 0,84 0,5.0,5 + 0,25.0,75
𝑛1 = 𝑛2 =
0,25

2
𝑛1 = 𝑛2 = 6,7

𝑛1 = 𝑛2 = 44,89 ≈ 45

Keterangan :

n : jumlah sampel

Z𝛼 : Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, Z𝛼 = 1,96

Z𝛽 : Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20 %, Z𝛽 = 0,84

P2 : Poporsi pajanan terhadap kelompok kontrol yang sudah diketahui

nilainya, P2 = 0,25

Q2 : 1- P2 = 0,75

P1 -P2 : Selisih proporsi pajanan minimal = 0,25

P1 : 0,25 + 0,25 = 0,5

Q1 : 1- P1 = 0,5

P 1 +P 2 0,5+0,25
P : = = 0,375
2 2

Q : 1-P = 0,625

Jumlah sampel yang didapatkan berdasarkan perhitungan di atas yaitu 45

pasien.
32

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien KNF dan non KNF yang masih follow up di poli THT dan

poli bedah onkologi RSUD Abdul Moeloek periode tahun 2014-

2016.

2. Terdapat data rekam medik meliputi: nama, alamat, jenis kelamin,

dan usia.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang meninggal.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas

1. Konsumsi ikan asin.

2. Konsumsi ikan/daging asap.

3. Konsumsi makanan berkaleng.

3.6.2 Variabel Terikat

Karsinoma Nasofaring.
33

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional untuk memudahkan pelaksanaan penelitian agar

penelitian tidak menjadi terlalu luas (Tabel 2).

Tabel 2. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Variabel Bebas
a. Konsumsi Konsumsi ikan Wawancara - Ya Nominal
ikan asin asin >3 kali - Tidak
sebulan
b. Konsumsi Konsumsi Wawancara - Ya Nominal
ikan/daging ikan/daging - Tidak
asap asap >3 kali
sebulan
c. Konsumsi Konsumsi Wawancara - Ya Nominal
makanan makanan - Tidak
berkaleng berkaleng >3
kali sebulan
2 Variabel Terikat
Karsinoma Pasien yang Data rekam - Ya Nominal
Nasofaring terdiagnosis medis - Tidak
KNF dan non
KNF
34

3.8 Prosedur Penelitian

Menetapkan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Pengumpulan data rekam medis dan hasil patologi anatomi KNF

Informed consent

Wawancara pasien KNF dan non KNF

Pengolahan data

Analisis data

Gambar 10. Diagram Prosedur Penelitian.

3.9 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Alat tulis.

2. Lembar persetujuan (informed consent).

3. Lembar daftar pertanyaan wawancara.

4. Rekam medis.

5. Hasil pemeriksaan patologi anatomi.

3.10 Pengumpulan Data

Data yang diteliti pada penelitian ini adalah data primer yang didapatkan

langsung dari hasil wawancara dan data sekunder yang didapatkan dari
35

rekam medik dan hasil pemeriksaan patologi anatomi pasien karsinoma

nasofaring di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3.11 Pengolahan Data

Setelah dokumentasi dikumpulkan, selanjutnya dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut:

3.11.1 Editing

Pemeriksaan hasil wawancara yang telah masuk apakah semua

pertanyaan terjawab dan ada ketidakserasiaan.

3.11.2 Coding

Perubahan bentuk data yang sudah terkumpul menjadi kode agar

lebih ringkas sehingga memudahkan dalam menganalisis data.

3.11.3 Pemindahan Data

Memindahkan data yang terkumpul ke software SPSS 17.0 yang

akan digunakan untuk analisis data.

3.11.4 Tabulating

Pengelompokan data dalam bentuk tabel (Dahlan, 2014).

3.12 Analisa Data

3.12.1 Anilisis Univariat

Analisis univariat untuk mendapatkan hasil distribusi dan

presentase dari tiap variable penelitian.


36

3.12.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara

masing-masing variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan

uji parametrik yaitu uji Chi-square menggunakan SPSS 17.0. Uji ini

digunakan untuk mencari hubungan variabel kategorik dengan kategorik.

Pada penelitian ini tingkat kepercayaan/Confidence Interval (CI)

ditetapkan sebesar 95% (Dahlan, 2014).

Syarat uji Chi-square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang

dari lima maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat Chi-square tidak

terpenuhi, maka dapat digunakan uji Fisher untuk tabel 2x2 (Dahlan,

2014).

Dari hasil perhitungan uji statistik akan diketahui ada atau tidaknya

hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti dengan melihat

nila p. Berikut interpretasi nilai p:

a. Nilai p>0,05 maka terdapat hubungan bermakna.

b. Nilai p≤0,05 maka tidak terdapat hubungan bermakna.

3.13 Etika Penelitian

Pada penelitian ini telah lolos uji kaji Komite Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor persetujuan

etik penelitian yaitu No. 3711/UN26.8/DL/2017.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang sudah

dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin, ikan/daging asap, dan

makanan berkaleng dengan KNF.

2. Jumlah pasien KNF terbanyak yaitu laki-laki, usia 38-60 tahun, pekerjaan

petani, dan suku Jawa.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk melakukan penelitian

lebih lanjut dengan pendalaman masing-masing variabel secara tersendiri serta

jumlah sampel yang lebih banyak.


DAFTAR PUSTAKA

Adham M, Antonius NK , Arina IM, Averdi, Bambang H, Soehartati G, et al.


2012. Nasopharyngeal carcinoma in indonesia. Chinese Journal of Cancer,
31(4): 185–96.

Afrika dan Cina Selatan. 2013. Faktor risiko karsinoma nasofaring. Karsinoma
Nasofaring, 40(5): 348–51.

Ariwibowo. 2013. Faktor risiko karsinoma nasofaring. Karsinoma Nasofaring,


40(5):1-5.

Ardita. 2011. Analisis hubungan antara faktor risiko dengan tipe histopatologi
pada karsinoma nasofaring. Sarjana Kedokteran. Universitas
Diponegoro: Semarang.

Bashiruddin J dan Sosialisman. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala & leher. Edisi 7. FK UI: Jakarta: 154-64.

Cao, Simons MJ dan Qian CN. 2011. The prevalence and prevention of
nasopharyngeal carcinoma in Cina. Chinese Journal of Cancer, 30(2): 114–9.

Capozzi, Lauren CL, Harold R, Raylene AM, Margaret GD, Janine CR, et al.
2012. Exercise and nutrition for head and neck cancer patients: a patient
oriented, clinic-supported randomized controlled trial. BMC Cancer, 12(2):
446.

Coggon, David N, Georgia H, Clare P, Keith T. 2014. Upper airway cancer,


Myeloid Leukemia, and other cancers in a cohort of British Chemical
workers exposed to formaldehyde. American Journal of Epidemiology,
179(11): 1301–11.

Dahlan S. 2014. Statistik kedektoran dan kesehatan. Edisi 6. Epidemiologi


Indonesia: Jakarta: 163-79.

Drake, Vogl AW, MA. 2012. Gray’s basic anatomy. Edisi 2. Elsevier:
Birmingham: 221-30.

Efiaty, Arsyad S, Nurbaiti I, Jenny B. 2014. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
52

hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi 7. FK UI: Jakarta: 154-64.

Feng, Khyatti, Ben A, Dahmoul, Ayad, Maachi, et al. 2009. Cannabis, tobacco and
domestic fumes intake are associated with nasopharyngeal carcinoma in
North Africa. British Journal of Cancer, 101(7): 1207–12.

Guo X, Johnson RC, Deng H, Liao J, Guan L, Nelson GW, et al. 2009.
Evaluation of nonviral risk factors for nasopharyngeal carcinoma in a high
risk population of Southern China. International Journal of Cancer,
124(12):2942-7.

He YQ, Xue, Shen, Tang, Zeng, Jia, et al. 2015. Household inhalants exposure
and nasopharyngeal carcinoma risk: a large-scale case-control study in
Guangdong, Cina. BMC Cancer, 15(3):1022.

Hsu, Chen JY, Chien YC, Liu MY, You SL, Hsu MM, et al. 2009. Independent
effect of EBV and cigarette smoking on nasopharyngeal carcinoma: A 20-
year follow-up study on 9,622 males without family history in Taiwan.
Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention, 18(4): 1218–26.

Ibrahim. 2008. Hubungan merokok dengan karsinoma nasofaring. Spesialis


THT. USU: Medan.

Izzaty. 2015. Hubungan Antara Faktor Usia Dengan Kejadian Kanker Kolorektal
Di Rsud Moewardi Surakarta Tahun 2010-2013. Sarjana Kedokteran.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Jia, Xiang YL, Bing JF, Hong LR, Jin XB, Wen SL, et al. 2010. Traditional
Cantonese Diet and Nasopharyngeal Carcinoma Risk: A Large-Scale Case-
Control Study in Guangdong, Cina. BMC Cancer, 10(2): 446.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2015. Kanker nasofaring. Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Nasofaring. 12(2): 90.

Kumar Abbas KA dan Fausto N. 2015. Robbins and cotran pathologic basis of
disease. Edisi 7. EGC: Jakarta: 788–801.

Lau, Chit ML, Yap HC, Anne WML, Dora LWK, Maria LL, et al. 2013. Secular
trends of salted fish consumption and nasopharyngeal carcinoma: a multi-
jurisdiction ecological study in 8 regions from 3 continents. BMC Cancer,
13(1): 298. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3729410&tool=p
mcentrez&rendertype=abstract\nhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23782
497\nhttp://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC37294
10 [diakses tanggal 20 Maret 2017].

Lin, Chao QJ, Sai YH, Wei SZ, Zhi M M, Lin X, et al., 2015. Smoking and
nasopharyngeal carcinoma mortality: a cohort study of 101,823 adults in
53

Guangzhou, Cina. BMC Cancer, 15(1): 906.

Mangunkusumo dan Wardani RS. Epistaksis. Editor: Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti RD. 2012. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala & leher. Edisi 7. FK UI : Jakarta: 154-64.

MD, Wei TL, Sen TT, ChunYO, Hung IL, Tung YW, et al. 2009. National Cancer
Database report on cancer of the head and neck: 10-Year update. Journal of
The Sciences and The Specialties of The Head and Neck, 31(6): 748–758.
Available at: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hed.21022/full
[diakses tanggal 10 Maret 2017].

Mescher AL. 2011. Histologi dasar junqueira teks & atlas. Edisi 12. EGC: Jakarta:
396–402.

Moore KL. 2014. Anatomi berorientasi klinis jilid 1. Edisi 5. Erlangga: Jakarta:
105–12.

Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015.
Kelautan dan perikanan. Edisi 1. Erlangga: Jakarta: 308.

Rahman, Budiman BJ dan Subroto H. 2015. Tinjauan pustaka faktor risiko non
viral pada karsinoma nasofaring. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(3): 988–95.

Regauer. 2010. Pathology of the head and neck. Edisi 2. EGC. Austria: 171-96.

Ren, Liua WS, Qina HD, Xua YF, Yua DD. 2010. Effect of family history of
cancers and environmental factors on risk of nasopharyngeal carcinoma in
Guangdong, Cina. Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention, 34(4):
419–424. Available at: https://www.deepdyve.com/lp/elsevier/effect-of-
family-history-of-cancers-and-environmental-factors-on-risk-nQHEqa6ePd
[diakses tanggal 15 Maret 2017].

Sharma, Dhaneshor S, Tomcha L, Rajesh SS, L Durlav CS, Imchen, Tiameren, et


al. 2011. Nasopharyngeal carcinoma--a clinico-pathological study in a
regional cancer centre of northeastern India. Asian Pacific journal of Cancer
Prevention, 12(6): 1583–7.

Shofiyah A. 2012. Analisis nitrosodietilamin (NDEA) dalam ikan asin dan daging
kaleng dengan teknik kromatofrafi gas melalui headspace single drop
microextraction. Sarjana Sains. Universitas Airlangga: Surabaya.

Shiels, Todd G, Joshua S, Demetrius A, Gabriella A, Laura BF, et al. 2014.


'Cigarette smoking prior to first cancer and risk of second smoking-
associated cancers among survivors of bladder, kidney, head and neck, and
stage I lung cancers'. Journal of Clinical Oncology, 32(35): 3989–95.

Tan I, Chien JC, Wan LH, Yin C C, Allan H, James DM, et al. 2016. Proceedings
54

of the 7th biannual international symposium on nasopharyngeal carcinoma


2015. BMC Proceedings, 10(S1): 1.

Tan L dan Loh T. 2015. Benign and Malignant Tumors of the Nasopharynx. In:
Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas JR, et al,
editors. Cummings otolaryngology. Edisi 6. Birmingham: Elsevier: 530-655.

Torre, Lindsey AB, Freddie S, Rebecca LF, Jacques L, Joannie J. 2015. Global
cancer statistics. A Cancer Journal of Clinicians., 65(2): 87–108. Available
at: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.3322/caac.21262/abstract. [diakses
tanggal 15 Maret 2017].

Tsao SW. Yim LY, Chi MT, Pei SP, Victoria Ming YL, Guitao Z, et al. 2014.
Etiological factors of nasopharyngeal carcinoma. Oral Oncology, 50(5): 30–
338.

Turkoz FP, Vui H, Telisinghe, Pemsari U, Lim, Edwin, et al. 2011. Risk factors of
nasopharyngeal carcinoma in Turkey-an epidemiological survey of the
Anatolian Society of Medical Oncology. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, 12(11): 3017–21. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22393983 [diakses tanggal 20 Maret
2017].

Wang HY, Yih LC, Ka FT, Jacqueline SG, Hwang, Hai QM, Yan FF, et al. 2016.
A new prognostic histopathologic classification of nasopharyngeal
carcinoma. Chinese Journal of Cancer, 35(2):41. Available
at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27146632\nhttp://www.pubmedcent
ral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC4857443 [diakses tanggal 10 Maret
2017].

Wyss, A., Hashibe M, Chuang SC, Lee YC, Zhang ZF, Yu GP, et al. 2013.
Cigarette, cigar, and pipe smoking and the risk of head and neck cancers:
Pooled analysis in the international head and neck cancer epidemiology
consortium. American Journal of Epidemiology, 178(5): 679–90.

Xue, Wen QQ, Hai DR, Hong LS, Yin YJ, Wei H. 2013. Quantitative association
of tobacco smoking with the risk of nasopharyngeal carcinoma: A
comprehensive meta-analysis of studies conducted between 1979 and 2011.
American Journal of Epidemiology, 178(3): 325–38.

Yenita AA. 2012. Penelitian Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus
Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan).
Jurnal Kesehatan Andalas, 1(1): 4–6.

Yong, Sook KH, Tam CY, Ming CRG, Valerie MK, James DW. 2017.
Associations of lifestyle and diet with the risk of nasopharyngeal carcinoma
in Singapore: a case-control study. Chinese Journal of Cancer, 36(1): 3.
55

Yoshizaki T, Kondo S, Wakisaka N, Murono S, Endo K, Sugimoto H, Nakanishi


S, et al. 2013. Pathogenic role of Epstein-Barr virus latent membrane protein-
1 in the development of nasopharyngeal carcinoma. Cancer Letters, 337(1):
1–7.

Zhang LF, Yan HL, Shang HX, Wei L, Sui HC, Qing L, et al. 2015. Incidence
trend of nasopharyngeal carcinoma from 1987 to 2011 in Sihui County,
Guangdong Province, South Cina: an age-period-cohort analysis. Chinese
Journal of Cancer, 34(3):15.

Anda mungkin juga menyukai