Anda di halaman 1dari 11

UJI BIOLOGI HORMON AUKSIN DAN GIBERELIN

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TANAMAN

Oleh:
Matias Kristika Hardi Nugraha - (512016008)
Christian Ardianto Nugroho - (512016047)
Bagas Yanu Prayoga - (512016038)

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
I. DASAR TEORI
Zat pengatur atau zat yang membantu tumbuhnya tumbuhan adalah hormon. Hormon
tumbuhan atau dikenal juga dengan fitohormon adalah sekumpulan senyawa organik bukan
hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar
sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan hanya terdapat satu mikromol per liter)
mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
(taksis) tumbuhan.
A. AUKSIN
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan.
Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri
belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan
mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan
ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah
koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat
terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross,
1995).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi auksin tertinggi dijumpai pada
meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun muda. Auksin diangkut dari daerah
meristem konsentrasinya semakin rendah, demikian juga pada jaringan yang telah dewasa dan
telah berhenti memanjang. Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat
merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan
pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem
primordial akar dalam jaringan batang (Latunra dkk., 2012).
Auksin yang ditemukan Went, yang kini diketahui sebagai Indole Asetat Acid (IAA)
atau Asam Indole Asetat dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin.
Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan
menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap
sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat
(PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1990).
Asam 4 kloroindol asetat ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan.
Asam fenilasetat (PAA) ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan dan sering lebih banyak
jumlahnya dari pada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respon IAA. Asam indol
butirat merupakan senyawa yang ditemukan belakangan. Senyawa ini ditemukan pada daun
jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil, sehingga kemungkinan besar zat tersebut tersebar
luas pada dunia tumbuhan (Tjitrosoma, 1984).
Ada tiga senyawa lainnya yang ditemukan pada banyak tumbuhan dan mempunyai
aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya mudah teroksidasi menjadi IAA invivo dan barangkali
hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga senyawa tersebut belum dikelompokkan sebagai
auksin. Mereka adalah indolasetaldehid, indolsetonitril dan indoletanol. Masing-masing
memiliki struktur serupa dengan auksin, hanya saja mereka tidak memiliki gugus karbonil
(Salisbury dan Ross, 1995).
Pengangkutan IAA sebagai hormon dari jaringan ke jaringan yang lain berbeda dengan
pengangkutan atau pergerakan gula, ion, dan linarut tertentu lainnya. IAA biasanya tidak
dipindahkan melalui tabung tapis floem atau melalui xilem, tetapi terutama melaui sel parenkim
yang bersinggungan dengan berkas pembuluh. IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika
diberikan dipermukaan daun yang cukup matang untuk mengangkut gula kelur, tetapi biasanya
pengangkutan pada batang dan tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah
sepanjang berkas pembuluh (Kimball, 1999).
Cara pengangkutan auksin atau IAA ini memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda
dengan pengangkutan floem. Beberapa keistimewaan tersebut antara lain (Goldsworhty dan
Fisher, 1992) :
1. Pergerakan auksin itu lambat
Pergerakan auksin hanya sekitar 1 cm/jam di akar dan di batang tumbuhan.
2. Pengangkutan berlangsung secara polar
Pada batang arahnya lebih sering batipetal (mencari dasar), tanpa menghiraukan dasar
tersebut berada dalam posisi normal ataupun terbalik. Pengangkutan diakar juga
berlangsung secara polar, tetapi arahnya akropetal (mencari apex atau ujung).
3. Pengangkutan memerlukan energi hasil metabolisme
Pergerakan auksin ini memerlukan energi metabolisme berupa adenosine triphospat
(ATP). Hal ini ditunjukkan dengan terhambatnya pergerakan auksin apabila ditemukan
zat-zat penghambat sintesa ATP. Zat-zat penghambat tersebut antara lain adalah asam
2,3,5-triodobenzoat (TIBA) dan asam alfa naftilamat (NPA). Meskipun kedua senyawa
tersebut tidak terlibat langsung dalam penghambatan pergerakan senyawa auksin, namun
senyawa-senyawa tersebut sering disebut senyawa antiauksin.
IAA terdapat pada akar, pada konsentrasi yang hamper sama dengan konsentrasi
dibagian tumbuhan yang lain. Diperkirakan, sel akar umumnya mengandung cukup atau hampir
cukup auksin untuk memanjang secara normal. Banyak potongan kar tumbuh selama beberapa
minggu atau beberapa hari secara invitro tanpa penambhan auksin. Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan auksin pada akar tersebut sudah terpenuhi dari hasil sintesis sendiri (Lakitan, 1993).
Setelah mencoba menginduksi pembungaan dengan cara membuat variasi suhu,
kelembapan, dan nutrisi mineral, Garner dan Allard mempelajari bahwa pemendekan siang hari
pada musim dinginlah yang merangsang tumbuhan Maryland berbunga. Jika tumbuhan itu
dpelihara dalam kotak yang kedap cahaya sehingga lampu dapat digunakan untuk
memanipulasi durasi siang dan malam, pembungaan akan terjadi jika panjang siang hari adalah
14 jam atau lebih pendek. Tumbuhan ini tidak berbunga selama musim panas, karena posisi
garir lintang di Maryland, sehingga siang hari terlalu panjang selama musim itu (Lakitan, 1993).
Peranan auksin (Latunra dkk., 2012):
a. Pembentukan dan perkembangan buah
Pada tumbuhan angiospermae, pembentukan biji diawali oleh penyerbukan. Saat biji mulai
berkembang, biji mengeluarkan auksin ke bagian-bagian bunga sekitarnya, dengan
demikian merangsang pembentukan buah.
b. Dominasi apikal
Pada umumnya pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan menghambat perkembangan
kuncup lateral di batang sebelah bawah, Pada pohon yang membentuk batang tunggal dan
lurus, misalnya pinus, dominasi apikalnya sangat jelas terlihat.
c. Absisi
Baibach Cs (1933_) menemukan peranan auksin dalam mencegah gugurnya daun dan
buah. Daun dan buah muda membentuk auksin, dan selama itu tetap kuat menempel pada
batang.
d. Permulaan akar
Auksin juga merangsang pembentukan akar liar pada banyak spesies. Akar liar tumbuhan
dari batang atau daun dan bukan dari sistem akar tumbuhan yang biasa.
Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim,
yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat bukti
kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan
kar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah
pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan
auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu,
misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu
pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh
apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang
diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai
100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan
akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Pentingnya proses pembungaan menyebabkan banyak ahli fisiologi tumbuhan mencoba
mencari apa yang memulainya. Dalam beberpa kasus, rangsangan semata-mata tampaknya dari
dalam, seperti pada varietas tomat tertentu secar otomasis membentuk primodial bunga setelah
terbentuk 13 ruas pada batang yang tumbuh (Lakitan, 1993).

B. GIBERELIN
Giberelin (GA) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir semua seluruh
siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan biji, batang perpanjangan,
induksi bunga, pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. Selain itu,
hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui regulasi fisiologis
berkaitan dengan mekanisme biosntesis GA. Giberelin pada tumbuhan dapat ditemukan dalam
dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA bioaktif) dan giberelin nonaktif (Harjadi dan Sri
Setyati, 2009).
Hormon pertumbuhan yang dapat merangsang pertumbuhan batang dan dapat juga
meningkatkan besar daun dan beberapa jenis tumbuhan, besar bunga dan buah adalah giberelin.
Giberelin juga dapat menggantikan perlakuan suhu rendah (2º-4º) pada tanaman. Giberelin pada
tanaman dapat menyebabkan peningkatan sel, pembelahan dan pembesaran sel,
(Zummermar,1961).
Biji pada umumnya mengandung Asam Giberellin (GA) dalam kadar yang tinggi
terutama di embrio. Setelah imbibisi air berlangsung, terjadi pelepasan GA dan ini memberi
signal bagi biji untuk mematahkan dormansinya dan berkecambah. GA juga menunjang
pertumbuhan kecambah tanaman sereal dengan cara menstimulasi sintesis dari enzim pencerna
cadangan makanan seperti α-amilase yang berfungsi memobilisasi cadangan makanan. Bahkan
sebelum enzim ini muncul, GA telah menstimulasi sintesis dari mRNA yang mengkode
terbentuknya α-amilase (Salisbury and Ross, 1992).
Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada organ-organ tanaman
yaitu pada akar, batang, tunas, daun, bintil akar, buah, dan jaringan halus. Giberelin dapat
merangsang pertumbuhan batang dan juga dapat meningkatkan besarnya daun pada beberapa
jenis tumbuhan. Giberelin dapat pula menggantikan perlakuan suhu rendah (20-40C) pada
tanaman yang membutuhkan perlakuan tersebut bagi pembungaan (Heddy, 1986).
Giberelin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini disebabkan
karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang
menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa
tumbuh lebih cepat (Jacobsen et al., 1995).
Giberelin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini disebabkan
karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang
menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa
tumbuh lebih cepat. Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh giberelin. Hal ini karena giberelin
diberikan pada umbi bibit sebelum ditanam sehingga pengaruhnya hanya pada fase awal
pertumbuhan yaitu berupa pemacuan pertumbuhan tunas lateral. Pengaruh tersebut tidak
terbawa ke fase pertumbuhan selanjutnya sehingga tinggi tanaman tidak terpengaruh (Ni Luh
Arpiwi, 2007).
Efek yang ditimbulkan oleh giberelin umumnya bertitik berat pada pola pertumbuhan
normal. Giberelin alami ada lebih dari 30 macam, semuanya memiliki konfigurasi kimia yang
khusus tetapi yang paling sering digunakan adalah Asam giberelat (GA3) dan efek fisiologi
giberelin kebanyakan dianggap hanya dari senyawa ini. Giberelin bekerja pada gen dengan
menyebabkan aktivasi gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk enzim-
enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik (penampilan tanaman)
(Rukmana, 1997).
Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut:
1. mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga
tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses
pembelahan sel.
2. meningkatkan pembungaan.
3. memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong terjadinya
sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan
merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan
memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan
mendobrakendosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatas
pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
4. pemanjangan sel (Fernie and Willmitzer, 2001).
II. TUJUAN
1. Melihat pengaruh auksin terhadap sel tumbuhan
2. Melihat pengaruh pemberian substansi pengatur tumbuh gliberelin (GA3) terhadap
pemanjangan ruas batang tanaman.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Penggaris
2. Cater untuk memotong
Bahan :
1. Kertas merang 8. Plastik hitam
2. Plastik
3. Larutan Auksin
4. 5 kecambah kacang hijau
5. Karet
6. Tanaman kacang merah yang sebelumnya ditumbuhkan dipolibag
7. Larutan GA3

IV. CARA KERJA


 Untuk cara kerja hormon Auksin :
Langkah pertama ambil 5 kecambah kacang hijau kemudian dan dipotong dari
bagian plomula sepanjang 2 cm setelah itu siapkan kertas merang dan palstik, letakan 2
buah kertas merang diatas plastik tersebut dimana bagian kasar kertas merang diletakan
dibagian bawah setelah itu basahi kertas merang tersebut lalu letakan potongan 5
potongan plomula kecambah kacang hijau tersebut disalah satu bagian ujung kertas
merang setelah itu diberikan larutan Auksin sesuai perlakuan kelompok masing-masing
untuk perlakuan kontrol tidak diberikan larutan auksin, setelah itu tutup potongan
plomula kecambah kacang hijau tersebut dengan menggunakan 2 kertas merang dan
dibasahi lagi setelah itu digulung kemudian diikat dengan karet gelang lalu digulung
lagi dengan menggunakan polibag lalu diikat lagi setelah itu diletakan kedalam ruang
gelap selama 48 jam/ 2 hari. Lalu diukur kembali panjang plomula.
 Untuk cara kerja Gliberelin (GA3) :
Langkah pertama tanaman kacang merah yang sebelumnya sudah ditanam didalam
polibag diukur masing-masing setiap polibag 2 tanaman, kemudian setelah itu
semprotkan tanaman kacang merah dengan menggunakan larutan GA3 sesuai dengan
perlakuan masing-masing kelompok untuk perlakuan kontrol cukup diberikan air tidak
diberikan larutan GA3, setelah itu simpan tanaman selama 1 minggu dan dirawat seperti
biasa dilakukan penyiraman jika tanah dalam polibag kering agar tanaman tidak mati,
kemudian setelah 1 minggu dilakukan pengukuran lagi pada tanaman.
V. HASIL PENGAMATAN
A. Hormon Auksin
Konsentrasi IAA Rata-rata panjang Rata-rata panjang Pertambahan
(ppm) awal (cm) akhir (cm) panjang (cm)

Kontrol 2 cm 2 cm 0 cm

0,01 ppm 2 cm 4,12 cm 2,12 cm

0,1 ppm 2 cm 5,9 cm 3,9 cm

1 ppm 2 cm 2,2 cm 0,2 cm

10 ppm 2 cm 2,05 cm 0,05 cm

B. Gliberelin (GA3)
Konsentra GA3 (ppm) Rata-rata panjang Rata-rata panjang Pertambahan
ruas awal (cm) ruas akhir (cm) panjang (cm)

Kontrol 20 cm 20,12 cm 0,12 cm

0,1 ppm 9,62 cm 10,5 cm 0,88 cm

1 ppm 14,25 cm 15,25 cm 1 cm

10 ppm 20,85 cm 25,69 cm 4,84 cm

100 ppm 23,25 cm 29,23 cm 5,98 cm

VI. PEMBAHASAN

Dalam suatu laju pertumbuhan tanaman faktor yang sangat berpengaruh yaitu; Hormon
tumbuhan atau dikenal juga dengan fitohormon adalah sekumpulan senyawa organik bukan
hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar
sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan hanya terdapat satu mikromol per liter)
mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
(taksis) tumbuhan. Ada banyak sekali jenis hormon yang mempengaruhi laju pertumbuhan,
tetapi pada praktikum kali ini hanya digunakan hormon auksin (IAA) dan giberelin (GA3).
Menurut Latunra, (2012) Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang
mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsentrasi
auksin tertinggi dijumpai pada meristem (akar, batang) yang aktif tumbuh dan daun muda.
Auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya semakin rendah, demikian juga pada
jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang. Sifat penting auksin adalah
berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin
berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan
mempengaruhi jaringan meristem primordial akar dalam jaringan batang.
Menurut Heddy,(1986) Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada
organ-organ tanaman yaitu pada akar, batang, tunas, daun, bintil akar, buah, dan jaringan halus.
Giberelin dapat merangsang pertumbuhan batang dan juga dapat meningkatkan besarnya daun
pada beberapa jenis tumbuhan. Giberelin dapat pula menggantikan perlakuan suhu rendah (20-
40C) pada tanaman yang membutuhkan perlakuan tersebut bagi pembungaan.
Fungsi dari hormon auksin dan giberelin :
 Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan,
baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan,
membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi
jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan
hormon giberelin. Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi
tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena
kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut
cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.
 fungsi giberelin pada tumbuhan:
1. mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga
tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses
pembelahan sel.
2. meningkatkan pembungaan.
3. memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong terjadinya
sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan
merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan
memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan
mendobrakendosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatas
pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
4. pemanjangan sel (Fernie and Willmitzer, 2001).

Dalam praktikum kali ini dilakukan beberapa perlakuan konsentrasinya untuk auksin
(IAA) maupun giberelin(GA3).
Kosentrasi untuk auksin(IAA) yaitu; kontrol tanpa auksin, 0,01 ppm, 0,1ppm, 1
ppm,dan 10 ppm, sedangkan konsentrasi giberelin (GA3) kontrol, 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm,
dan 100 ppm. Pada hasil pengamatan auksin (IAA) diatas pada kosentrasi kontrol tidak ada
perubahan sama sekali panjang masih tetap 2 cm, untuk konsentrasi 0,01 ppm ada perubahan
pada tanaman yaitu bertambah tinggi rata-ratanya dari 2 cm menjadi 4,12 cm untuk kosentrasi
0,1 ppm ada perubahan tinggi rata-rata tanaman dari 2 cm menjadi 5,9 cm, untuk kosentrasi 1
ppm ada perubahan tinggi rata-rata tanaman dari 2 cm menjadi 2,2 cm, untuk kosentrasi 10
ppm ada perubahan tinggi rata-rata tanaman dari 2 cm menjadi 2,05 cm, untuk kosentrasi
kontrol, 0,01ppm, 0,1 ppm, jika dibuat grafik maka grafiknya akan semakin keatas sedangkan
pada kosentrasi, 1 ppm dan 10 ppm grafik menjadi turun drastis, hal ini disebabkan karena
banyak sedikitnya kosentrasi aukisin (IAA) sangatlah berpengaruh besar terhadap laju
pertumbuhan tanaman, jika kosentrasi auksin (IAA)nya pas maka dapat merangsang
pertumbuhan menjadi sangat cepat tetapi sebaliknya jika kosentrasinya terlalu banyak maka
akan menghambat laju pertumbuhan tanaman.
Kosentrasi untuk giberelin yaitu; kontrol, 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, untuk
kontrol tanaman bertambah tinggi rata-ratanya dari 20 cm menjadi 20,12 cm, untuk kosentrasi
0,01 tanaman bertambah tinggi rata-ratanya dari 9,62 cm menjadi 10,5 cm, untuk kosentrasi 1
ppm tanaman bertambah tinggi rata-ratanya dari 14,25 cm menjadi 15,25 cm, untuk kosentrasi
10 ppm tanaman bertambah tinggi rata-ratanya dari 20,85 cm menjadi 25,69 cm, untuk
kosentrasi 100 ppm tanaman bertambah tinggi rata-ratanya dari 23,25 cm menjadi 29,23 cm,
jika dibuat grafik pada hasil pengamatan giberelin maka grafik akan naik terus tanpa turun,
jadi banyak sedikitnya giberelin yang diberikian pada tanaman akan berpengaruh pada laju
pertumbuhannya semakin banyak kosentrasi giberelin pada tanaman maka semakin cepat laju
pertumbuhannya.
Auksin dan giberelin sangatlah berpengaruh besar bagi laju pertumbuhan tanaman. Sifat
auksin sendiri tergantung pada konsetrasinya yang dapat merangsang dan menghambat lajunya
pertumbuhan tanaman, sedangkan giberelin merangsang batang dan daun tanaman, semakin
banyak konsentrasi giberelin maka semakin cepat laju pertumbuhannya.

VII. KESIMPULAN
1. Auksin dan giberelin sangatlah berpengaruh besar bagi laju pertumbuhan tanaman.
2. Banyak sedikitnya kosentrasi auksin akan merangsang dan bahkan menghambat laju
pertumbuhan pada tanaman, sedangkan untuk giberelin (GA3) semakin banyak
kosentrasinya maka semakin cepat laju pertumbuhan tanamanya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D., 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goldsworthy, F.R., dan Fisher, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press,
Yogyakarta.

Kimball, J.W., 1999. Biologi Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Lakitan, B., 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Latunra, A.I., Eddyman W. F., Elis T., 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Salisbury, F.B. dan Cleon W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

Tjitrosoma, S.S., 1984. Botani Umum 3, Angkasa, Bandung

Harjadi,Sri Setyati.2009.Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Zummermar,P.W.1961. Plant Growth Regulation.The Lowa State University Press.USA

Salisbury, F.B. and Ross, C. W., 1992, Plant Physiology, 4th edition. Wadswoth Publishing
Company, Belmont, California.

Fernie, A.R. and L. Willmitzer. 2001. Molecular and biochemical triggers of potato tuber
development. Plant Physiology 127: 1459-1465.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Rajawali Press, Jakarta.

Jacobsen, J.V., F. Gubler and P.M. Chandler. 1995. Gibberellin action in germinated cereal
grains. In 'Plant hormones physiology, biochemistry and molecular biology'. (Ed PJ
Davies) pp. 246-271. (Kluwer Academic Publisher: Dordrecht).

Ni Luh Arpiwi. 2007. Pengaruh Konsentrasi Giberelin Terhadap Produksi Bibit Kentang
(Solanum tuberosum L. cv. GRANOLA) Ukuran M (31 - 60 gram). Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Udayana.

Rukmana, R. 1997. Kentang Budidaya dan Pascapanen. Penerbit Kanisius Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai