Anda di halaman 1dari 40

A.

Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta

mempengaruhi semua aspek kehidupan diberbagai tempat. Pentingnya transportasi

disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas

orang serta barang dan juga sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi

pertumbuhan daerah karena di dalamnya hampir semua kegiatan seperti di bidang

ekonomi, politik, sosial, keamanan, pendidikan dan sebagainya akan dapat berjalan

lancar dan mudah. Untuk itulah diperlukan suatu fasilitas yang dapat memudahkan

masyarakat luas di bidang transportasi yang bersifat umum.

Angkutan umum sebagai suatu sarana kebutuhan yang digunakan masyarakat

untuk menunjang akivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari perkembangan suatu daerah. Pada dasarnya angkutan umum

merupakan sarana untuk memindahkan orang atau mengirim barang dari satu tempat

ke tempat tujuan dengan sistem sewa atau bayar.

Keberadaan angkutan umum sangat dirasakan penting bagi masyarakat yang tidak

memiliki kendaraan pribadi dan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan. Tidak

hanya itu, angkutan juga dapat mengurangi kemacetan lalu lintas karena mempunyai

daya angkut yang cukup besar. Tujuannya adalah menyelenggarakan pelayanan yang
baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik yaitu aman, nyaman,

cepat, dan murah.

Angkutan harus memiliki 4 (empat) unsur yaitu: pertama, sarana penghubung

adalah jalan raya atau jalur yang menghubungkan dua titik atau lebih; kedua,

kendaraan adalah alat yang digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari

satu titik ke titik lain; ketiga, terminal adalah tempat yang digunakan untuk mengatur

kedatangan dan keberangkatan serta menaikkan atau menurunkan orang maupun

barang; dan keempat, manajemen dan tenaga kerja adalah orang-orang yang terlibat

dalam mengoperasikan, mengatur serta memelihara sarana penghubung, kendaraan

dan terminal.

Unsur masing-masing yang tidak dapat hadir dan beroperasi sendiri-sendiri,

semuanya harus terintegrasi secara serempak dan seandainya ada salah satu saja

komponen yang tidak hadir, maka alat pendukung proses perpindahan (sistem

transportasi) tidak dapat bekerja dan berfungsi.1

Angkutan umum dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu angkutan umum yang

disewakan (paratransit) dan angkutan umum massal (masstransit). Angkutan umum

yang disewakan (paratransit) yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh

setiap orang berdasarkan ciri tertentu dan pada umumnya tidak memiliki trayek

misalnya taksi. Sedangkan angkutan umum massal (masstransit) adalah layanan jasa

1
Fidel Miro SE. MSTr., Perencanaan Transportasi (Jakarta: Airlanggah, 2005), h.5.
angkutan yang menyediakan layanan tetap, baik jadwal maupun tarif dan pada

umumnya memiliki trayek misalnya bus dan kereta api.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan KM. 35 Tahun 2003 Bab III,

angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek terdiri dari:

1. Angkutan Lintas Batas Negara

2. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)

3. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)

4. Angkutan Kota

5. Angkutan Perdesaan

6. Angkutan Perbatasan

7. Angkutan Khusus.2

Pada umumnya sebagian besar masyarakat sangat bergantung dengan angkutan

umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat

tingkat ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki

kendaraan pribadi.

Salah satu moda transportasi yang cukup banyak diminati oleh masyarakat di

adalah angkutan perdesaan, karena seperti diketahui angkutan perdesaan merupakan

angkutan yang bersifat massal. Angkutan perdesaan adalah angkutan dari suatu

2
Repeblik Indonesia, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, bab I, pasal I.
tempat ke tempat lain dalam suatu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam

trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan

mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.3 Sarana ini

digunakan oleh sebagian masyarakat kecil yang berpenghasilan menengah ke bawah.

Pengguna angkutan umum ini bervariasi mulai dari buruh, ibu rumah tangga,

mahasiswa, pelajar dan lain-lain.

Dalam Surat Keputusan Gubernur No. 15/12/1/2016 tentang Tarif Angkutan Antar

Kota Dalam Provinsi (AKDP) Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus

Penumpang Umum Di Provinsi Gorontalo yang menetapkan bahwa kepada pelaksana

angkutan baik pengusaha maupun awak kendaraan diwajibkan memelihara kondisi

kendaraan dan menjamin kelangsungan pelayanan angkutan umum serta jumlah

penumpang disesuaikan dengan jumlah tempat duduk yang tersedia. Dan bagi

lintasan trayek yang belum tercantum dalam lampiran Keputusan Gubernur ini akan

ditetapkan kemudian dan untuk sementara melaksanakan tarif dengan berpedoman

pada keputusan ini.4 Tarif angkutan umum yang berlaku saat ini di Kecamatan

Batudaa Kabupaten Gorontalo adalah dari terminal pusat Kota ke Batudaa dengan

membayar sejumlah Rp. 6000 sampai Rp. 7000.

3
Repeblik Indonesia, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, bab I, pasal I0.
4
Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 15/12/1/2016 tentang Tarif Angkutan Antar Kota
Dalam Provinsi (AKDP) Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Penumpang Umum Di Provinsi
Gorontalo.
Banyaknya masyarakat yang masih tergantung dengan angkutan umum ini tidak

diimbangi dengan penyediaan angkutan yang memadai, terutama ditinjau dari

kapasitas angkut. Akibanya semua angkutan yang tersedia terisi penuh sesak oleh

penumpang. Hal ini menyebabkan para penumpang dalam memakai jasa angkutan

umum terkadang merasa kurang nyaman dan berusaha memilih alternatif angkutan

umum lainnya yang dirasa lebih nyaman, efektif dan efisien meskipun dengan biaya

yang cukup besar.

Tindakan lainnya adalah pengemudi menurunkan penumpang disembarang tempat

yang tidak dikehendaki tanpa suatu alasan yang jelas, sehingga tujuan pengangkutan

yang sebenarnya diinginkan oleh penumpang tidak terlaksana dikarenakan adanya

perilaku pengemudi yang tidak memperhatikan keselamatan, keamanan dan

kenyamanan penumpang.

Kenyamanan dan kepuasaan oleh penumpang merupakan hal yang penting dalam

pengangkutan angkutan umum mikrolet menggunakan mobil penumpang, sehingga

kualitas pelayanan dalam melayani konsumen dapat terlaksana dengan baik dan tidak

adanya hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian baik itu kerugian yang secara nyata

dialami oleh penumpang kerugian materiil dan immaterial seperti kekecewaan dan

kegelisahan yang dirasakan oleh penumpang.

Pada kenyataannya praktek yang ada di lapangan banyak masyarakat sebagai

pengguna jasa enggan membayar tarif sesuai dengan Peraturan tersebut dengan alasan
bahwa mereka tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana yang diharapkan. Besaran

tarif yang dibayarkan penumpang kepada penggemudi yaitu Rp. 5000.

Islam menjelaskan bahwa Allah melarang pada umatnya untuk berbuat keji atau

munkar dari aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh hukum Islam. Sebagaimana

dalam firman Allah sebagai berikut:

ِ‫عنِ ْالفَ ْحشَاءِ َِو ْال ُم ْن َكر‬ َ ‫ّللاَ يَأ ْ ُم ُِر ب ْال َعدْلِ َِو اإل ْح‬
َ ‫سانِ َِو إيتَاءِ ذي ْالقُ ِْر َبى َو َي ْن َهى‬ َِ ‫ن‬ َِ ‫إ‬

َِ‫ظ ُكم لَ َعلَ ُك ْمِ تَذَ َك ُرِ ون‬ ِ ‫ْال َب ْغ‬


ُ ‫ي ْْ َيع‬

ِ‫َو‬

Terjemahnya:

Sesunggunya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi


kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (QS. al-Nahl (16): 90)5

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian yang

lebihِ mendalamِ tentangِ masalahِ dalamِ skripsiِ yangِ berjudulِ “Respon Masyarakat

terhadap Kualitas Pelayanan dan Tarif yang dibayar oleh Pengguna Jasa Angkutan

Umum ditinjau dari Mashlahah Muursalah di Kecamatan Batudaa Kabupaten

Gorontalo”

5
Departemen Agama, Al-qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2000), h. 267.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pokok dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas pelayanan dan tarif yang dibayar oleh pengguna jasa angkutan

umum di Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo?

2. Bagaimana respon masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan tarif yang dibayar

oleh pengguna jasa angkutan umum yang ditinjau dari Mashlahah Mursalah di

Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo?

C. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui gambaran secara rinci dan jelas tentang kualitas pelayanan

dan tarif yang dibayar oleh pengguna jasa angkutan umum di Kecamatan

Batudaa Kabupaten Gorontalo.

b. Untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat terhadap tentang kualitas

pelayanan dan tarif yang dibayar oleh pengguna jasa angkutan umum ditinjau
dari maslahah mursalah di Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo, agar

dapat dijadikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan ilmiah, untuk menembah khazanah pengetahuan yang berkaitan

dengan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia sehingga dapat dijadikan

informasi atau input bagi para pembaca dalam menambah pengetahuan tentang

hukum Islam dan hukum positif yang dipakai di Indonesia

b. Kegunaan praktis:

1) Diharapkan hasil dari penelitian ini sebagai bahan masukan sekaligus

sumbangsih kepada para pemikir hukum Islam, untuk dijadikan sebagai

salah satu metode ijtihad terhadap peristiwa-peristiwa yang muncul

dipermukaan yang belum diketahui status hukumnya.

2) Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang langkah

hukum syari’ dalam memberikan kualitas pelayanan dan tarif yang dibayar,

dan sebagai sumbangan sarana dalam mengaplikasikan cara bermuamalah

yang benar menurut hukum Islam di tengah masyarakat yang madani.

c. Sebagai kelengkapan syarat guna memperoleh gelar Sarjana.

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian


1. Tarif angkutan umum adalah biaya yang harus dibayar oleh pengguna jasa

angkutan umum atas fasilitas yang diterima sesuai dengan harga yang dikeluarkan

oleh operator yang menyediakan jasa angkutan umum tersebut.6

2. Respon masyarakat adalah suatu reaksi baik secara positif maupun negatif yang

berasal dari sifat masyarakat secara langsung maupun tidak langsung bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kebutuhan mempertahankan diri, dan

memperjuangkan harapan-harapannya.7

3. Mashlahah mursalah adalah melihat aspek positif atau menimbang baik buruknya

tarif tersebut terhadap keberlanjutan angkutan umum ke depannya bagi masyarakat

dan bagaimana keuntungan dan kemudaratannya bagi masyarakat.8

Jadi, secara operasional penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam

tentang sikap masyarakat yang tidak mau menerima perilaku penggemudi yang hanya

memikirkan keuntungan atas biaya yang dibayarkan oleh pengguna jasa angkutan

umum dengan jumlah Rp. 6000-Rp. 7000 tetapi tidak memperdulikan keselamatan

penumpang itu sendiri, dan mengembangkannya dalam mashlahah mursalah.

E. Telaah Pustaka

6
Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Perangkutan (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), h. 17.
7
Sukamto, Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi (Jakarta: Integrita Press,
1985), h. 101.
8
Ahmad Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam (Jakarta:
Kencana, 2008), h. 123-125.
Telaah pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah

pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat jelas bahwa

penelitian yang sedang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau

duplikasi dari penelitian tersebut.

Dalam penelusuran, peneliti belum menemukan penelitian atau penulisan yang

secara spesifik mengkaji tentang Respon Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan

dan Tarif yang dibayar oleh Pengguna Jasa Angkutan Umum yang ditinjau dari

Mashlahah Mursalah.

Namun peneliti menemukan penelitian yang ada hubungannya dengan masalah

tarif yaitu: pertama, Analisis Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Operasional

Kendaraan, ATP Dan WTP oleh Taty Yuniarti, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

Penentuan besaran tarif angkutan membutuhkan penanganan kebijakan yang arif.9

Kedua, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Angkutan Umum (Studi

kasus pada Dinas Perhubungan Kota Medan) oleh Zainal Fikri Nasution, Jurusan

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Medan Area. Permasalahan yang

dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap

penumpang angkutan umum berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hasil penelitian dan pembahasan

Tatyِ Yuniarti,ِ “Analisisِ Tarifِ Angkutanِ Umumِ Berdasarkanِ Biayaِ Operasionalِ Kendaraan,ِ
9

ATPِDanِWTP,”ِ(SkripsiِSarjana,ِFakultasِTeknikِUniversitasِSebelasِMaret,ِ2009), h. 28-45.
menjelaskan bahwa bagaimana bentuk dari perlindungan hukum bagi konsumen

angkutan umum apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan

lalu lintas maupun tindakan apabila tidak terpenuhinya hak-hak atas konsumen yang

disebabkan faktor-faktor tertentu dari penyedia jasa. Perusahaan angkutan umum

bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang

dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan umum. Selain itu,

perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan,

terkecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah karena kesalahan

penumpang.10

Ketiga, Perspektif Hukum Islam Terhadap Penetapan Harga Jual Beli Tiket Tarif

Lebaran Bus Ramayana (Studi kasus di Jogja-Palembang di Yogyakarta tahun 2008)

olehِ Dessyِ Rosita,ِ Jurusanِ Muamalatِ Fakultasِ Syari’ahِ Universitasِ Islamِ Negeriِ

Sunan Kalijaga Yogyakarta. Permasalahan yang dikaji adalah Bagaimana mekanisme

jual beli yang dilakukan oleh agen kepada konsumen, serta bagaimana pandangan

hukum Islam terhadap penetapan harga tersebut.11

Sedangkan judul penelitian yang peneliti angkat ini fokus mengenai masalah

tanggapan masyarakat atau reaksi baik secara positif maupun negatif terhadap

10
Zainalِ Fikriِ Nasution,ِ “Perlindunganِ Hukumِ Terhadapِ Penggunaِ Jasaِ Angkutanِ Umum,”ِ
(Skripsi Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Medan Area, 2016), h. 35-46.
Dessyِ Rosita,ِ “Perspektifِ Hukumِ Islamِ Terhadapِ Penetapanِ Hargaِ Jualِ Beliِ Tiketِ Tarif
11

LebaranِBusِRamayana,”ِ(SkripsiِSarjana,ِFakultasِSyari’ahِUniversitasِIslamِNegeriِSunanِKalijagaِ
Yogyakarta, 2008), h. 56-59.
kualitas pelayanan dan tarif yang dibayar oleh pengguna jasa angkutan umum dengan

menggunakan pendekatan ushul fiqh yang dilihat dari mashlahah mursalah.

F. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Respon Masyarakat

a. Pengertian Respon

Respon sering diartikan sebagai jawaban, tanggapan, dan balasan.12 Secara

etimologi pengertian respon berasal dari bahasa Inggris yaitu respons yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai tiap-tiap tindakan/perubahan

kondisi yang dibangkitkan oleh stimulus atau jawaban atas tantangan.13

Secara terminology pengertian respon adalah rangsangan-rangsangan yang

menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sikap.14 Respon juga bisa diartikan

sebagai goresan dari pengamatan membentuk sikap setuju atau tidak setuju,

senang atau tidak senang, menerima atau tidak menerima.15

Respon mempunyai dua bentuk, yaitu:

12
Mas’udِ Khasanِ Abdulِ Qadir,ِ Kamus Istilah Pengetahuan Populer (Gresik: CV. Bintang
Pelajar, 1990), h. 216
13
Komarudin, Kamus Riset (Bandung: Angkasa, 1982), h. 234.
14
M. Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar (Yogyakarta: BPFE, 1980), h. 58.
15
Sukamto, Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi (Jakarta: Integrita Press,
1985), h. 101.
1) Respon positif (positive feedback) yaitu apabila masyarakat mempunyai

tanggapan atau reaksi positif di mana mereka dengan antusias ikut

berpartisipasi menjalankan program yang diselenggarakan pribadi atau

kelompok.

2) Respon negatif (negative feedback) yaitu apabila masyarakat memberikan

tanggapan yang negatif dan kurang antusias ikut berpartisipasi menjalankan

program yang diselenggarakan pribadi atau kelompok, di mana mereka

menanggapi skeptis dan pragmatis.

Menurut Walgito, respon adalah suatu perbuatan yang merupakan hasil akhir

dari adanya stimulus atau rangsangan di mana respon terbagi dua, yaitu:

1) Respon atau perbuatan yang reflektif (terjadi tanpa didasari individu)

merupakan reaksi dari stimulus yang diterima tidak sampai ke otak sebagai

pusat kesadaran.

2) Respon atau perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan organisme atas adanya

motif dari individu yang bersangkutan, dan stimulus yang diterima individu itu

sampai ke otak dan benar-benar disadari oleh individu yang bersangkutan.16

Adapun menurut Steven M. Caffe respon dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu

16
Walgito Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
1980), h. 16-17.
1) Kognitif yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan

informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila ada

perubahan terhadap yang dipahami atau persepsi oleh khalayak.

2) Afektif yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai

seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang

disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu.

3) Konatif yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi

tindakan atau perbuatan.17

b. Pengertian Masyarakat

Menurut Abdulsyani, dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata

musyarak (arab) yang artinya bersama-sama, kemudian berubah menjadi

masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama, dengan saling

berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan

menjadi masyarakat (Indonesia).18

Aguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok

makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-

hukumnya sendiri dan berkembang menurut dengan polanya sendiri. Masyarakat

dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya

17
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 118.
18
Abdulsyani, Sosiologi Sistematika Teori dan Terapan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h.
30.
kelompok, manusia tidak akan mampu untuk berbuat banyak dalam

kehidupannya.19

Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, dengan menunjuk pada Selo

Soemardjan, menulis bahwa masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang

hidup bersama dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menghasilkan

kebudayaan.20

Menurut Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup

atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai

ciri-ciri pokok, yaitu:

1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak

atau angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus

ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimum ada dua orang yang hidup

bersama.

2) Bersama untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama

dengan kumpulan benda-benda mati. Oleh karena berkumpulnya manusia,

maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-

cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan untuk

menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup

19
Ibid,. h. 31.
20
Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,
1994), h. 105.
bersama, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang

mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut.

3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.

4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan yang lainnya.21

Menurut W.J.S. Poerwadarminta, mengartikan masyarakat sebagai pergaulan

hidup manusia atau sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat

dengan ikatan-ikatan aturan tertentu.

Ciri-ciri masyarakat di atas nampak selaras dengan definisi masyarakat

sebagaimana telah dikemukakan oleh J.L. Gilian dan J.P. Gilian, bahwa

masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan mempunyai kebiasaan,

tradisi sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi

pengelompokkan-pengelompokkan yang lebih kecil.

Abu Ahmad, mengatakan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat

sebagai berikut:

1) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan

binatang

2) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu

21
Abdulsyani, Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial (Jakarta: Fajar Agung, 1987), h. 32.
3) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk

menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.22

Menurut Selo Sumardjan berpendapat bahwa masyarakat adalah orang-orang

yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dari beberapa pandangan

tentang definisi masyarakat di atas, maka nampak adanya proses kehidupan

bersama yang merupakan inti dari dinamika hidup bermasyarakat. Secara umum

dinamika masyarakat cenderung menunjukkan pada satu kesatuan proses saling

mempengaruhi antara anggota masyarakat yang kemudian menyebabkan proses

perubahan.23

Berdasarkan beberapa teori di atas bahwa masyarakat adalah suatu kelompok

manusia yang bekerja sama cukup lama dan saling mempengaruhi serta

menanggapi diri sebagai satu kesatuan serta mampu membentuk sebuah

kebudayaan yang merupakan cerminan dari kebiasaan hidup sehari-hari mereka.

Dengan demikian yang dimaksud respon masyarakat adalah suatu tanggapan

atau reaksi baik secara positif maupun negatif yang berasal dari sifat masyarakat

secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, kebutuhan mempertahankan diri, dan memperjuangkan harapan-

harapannya.

22
Abdulsyani, Sosiologi Sistematika Teori dan Terapan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h.
32-33.
23
Soerjono Soekanto, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Press, 1992),
h. 24.
2. Tinjauan Tentang Angkutan Umum

a. Pengertian Angkutan Umum

Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu

tempat ke tempat lain. Tujuan membantu orang atau kelompok orang menjangkau

berbagai tempat yang dikehendaki, atau mengirim barang dari tempat asalnya ke

tempat tujuannya. Prosesnya dapat dilakukan menggunakan sarana angkutan

berupa kendaraan atau kendaraan diangkut oleh orang. Dan menurut Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 1ayat 1 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan bahwa perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.24 Di dalam

pengangkutan terdapat 5 (lima) unsur pokok yaitu:

1) Manusia yang membutuhkan perangkutan

2) Barang yang dibutuhkan

3) Kendaraan sebagai alat angkut

4) Jalan sebagai sarana prasarana angkutan

5) Organisasi sebagai pengelola angkutan

24
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, 2009 Pasal 1Ayat 1.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, angkutan

adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor

yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik

langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah mempunyai asal dan tujuan

perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal.25

Pemerintah dalam kaitan ini perlu ikut campur tangan dengan tujuan antara lain:

1) Menjamin sistem operasi yang aman bagi kepentingan masyarakat pengguna

jasa angkutan umum, petugas pengelola angkutan dan petugas jasa angkutan.

2) Mengarahkan agar lingkungan tidak terlalu terganggu oleh kegiatan angkutan.

3) Menciptakan persaingan yang sehat.

4) Membantu perkembangan dan pembangunan nasional maupun daerah dengan

meningkatkan pelayanan jasa angkutan.

5) Menjamin pemerataan jasa angkutan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan

dan mengendalikan operasi pelayanan jasa angkutan.

b. Jenis Angkutan Umum

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 Bab III, angkutan

orang di jalan dengan kendaraan umum dalam trayek terdiri dari:

1) Angkutan lintas batas Negara

25
Repeblik Indonesia, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, Bab I Pasal 1 Ayat 1, 3 dan 4.
2) Angkutan antar Kota antar Propinsi

3) Angkutan antar Kota dalam Propinsi

4) Angkutan kota

5) Angkutan perdesaan

6) Angkutan perbatasan

7) Angkutan khusus26

c. Angkutan Perdesaan

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Bab I ayat

10, angkutan perdesaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam

satu daerah Kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada

wilayah ibukota Kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil

penumpang umum yang terikat dalam trayek.27 Pelayanan angkutan perdesaan

dilaksanakan dalam jaringan trayek yang berada dalam satu daerah Kabupaten

yang menghubungkan:

1) Kawasan perdesaan dengan kawasan perdesaan.

2) Kawasan ibu kota kabupaten perdesaan.

Pelayanan angkutan perdesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal

26
Repeblik Indonesia, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, Bab III Pasal 16.
27
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Bab I Pasal 1 Ayat 10.
2) Jadwal tetap diberlakukan apabila permintaan angkutan cukup tinggi

3) Pelayanan angkutan bersifat lambat, berhenti pada setiap terminal, dengan

waktu menunggu relatif cukup lama

4) Terminal yang merupakan asal pemberangkatan dan tujuan sekurang-kurangnya

terminal tipe C

5) Dilayani dengan mobil bus kecil atau mobil penumpang umum.

d. Jaringan Trayek

Jaringan trayek adalah kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan

angkutan orang. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan

Darat No: SK 687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan

Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek dan Teratur,

harus memperhatikan faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut:

1) Pola tata guna tanah

Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas

yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan

melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi. Demikian

juga lokasi-lokasi yang potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi

prioritas pelayanan.

2) Pola pergerakan penumpang angkutan umum

Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan

penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. Trayek


angkutan harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang

terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan

perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan.

3) Kepadatan penduduk

Salah satu faktor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah

kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah

yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang

ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu.

4) Daerah pelayanan

Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial

pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai

dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan

umum.

5) Karakteristik jaringan

Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan

umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi

lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi

oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.28

e. Tarif Angkutan Umum

28
Departemen Perhubungan RI, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No: SK
687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di
Wilayah Perkotaan Dalam Trayek dan Teratur, h. 3.
Tarif angkutan umum adalah tarif yang dikenakan pada angkutan umum.

Besarnya tarif ditentukan oleh beberapa aspek, antara lain: kepentingan konsumen

pengguna, produsen atau operator pengguna jasa dan kemampuan/kepentingan

Pemerintah. Tingkat tarif angkutan dipengaruhi juga oleh perubahan biaya operasi

alat angkutan yang ditetapkan berdasarkan biaya operasi satu unit (unit cost) dari

jasa angkutan tersebut. Pengusaha angkutan selalu menginginkan agar jasa tarif

ditetapkan tinggi, sedangkan konsumen menginginkan tarif yang rendah. Tarif

yang dikatakan wajar selama masih berada dalam jangkauan daya beli pemakai

jasa angkutan serta dapat menjamin penerimaan yang layak bagi pengusaha

angkutan.29 Adapun jenis tarif yang berlaku dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Tarif menurut trayek angkutan berdasarkan atas pemanfaatan operasional dari

moda transportasi yang dioperasikan dengan perhitungan jarak yang dijalani

oleh moda transportasi.

2) Tarif lokal adalah tarif yang berlaku dalam satu daerah tertentu.

3) Tarif defensial adalah tarif angkutan di mana terdapat perbedaan tinggi tarif

menurut jarak, berat muatan, kecepatan atau sifat khusus dari muatan yang

diangkut.

4) Tarif peti kemas adalah tarif yang diberlakukan untuk membawa kotak/box di

atas truk berdasarkan ukuran kotak yang diangkut dari asal pengiriman ke

tempat tujuan barang.

29
Suwardjoko Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Bandung: Penerbit ITB,
2002), h. 72.
f. Sistem Penerapan Tarif

Sistem penerapan tarif adalah cara penggenaan tarif pada penumpang. Cara

yang dipakai akan memegang peranan penting dalam pengolahan angkutan umum

agar nilai tarif yang sudah ditetapkan dapat memberikan keadilan bagi semua

pengguna dan dapat menggerakkan lalu lintas dengan lancar. Secara umum,

menjelaskan tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk

pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur dan dihitung menurut

kemampuan angkutan. Tarif operasional ialah tarif angkutan di mana terdapat

perbedaan tarif menurut jarak kecepatan, atau sifat khusus dari muatan yang

diangkut, sedangkan dalam melakukan penetapan besar nilai tarif didasari oleh dua

nilai pokok yaitu:

1) Biaya penyedia angkutan umum

2) Keuntungan atau laba yang diinginkan.

Secara umum sistem penerapan tarif digolongkan menjadi:

1) Sistem flat atau rata, yaitu sistem yang menetapkan tarif untuk penumpang

seluruh penumpang dan semua jarak.

2) Sistem mileage basis atau berdasarkan jarak, yaitu sistem menetapkan tarif

yang berbeda-beda untuk masing-masing penumpang sesuai dengan jauhnya

jarak perjalanan.

3) Sistem group rates, merupakan gabungan dari flat dan mileage basis, yaitu

sistem tarif angkutan yang berdasarkan pada asal dan tujuan penumpang.
4) Sistem tapering rates yaitu sistem dengan mileage basis atau berdasarkan jarak

tetapi pertambahan tarif tidak proforsional dengan perubahan jarak. Semakin

jauh jarak perjalanan, maka pertambahan tarif akan kecil. Sistem ini sangat

tepat digunakan untuk perjalanan jarak jauh dengan banyak transit dengan kata

lain diberikan harga khusus untuk perjalanan langsung dan menerus.

5) Sistem tarif berdasarkan status penumpang dalam hal ini tarif dibedakan sesuai

dengan status penumpang, sehingga ada kelompok penumpang dengan tarif

berbeda. Pembagian kelompok ini dapat berdasarkan usia, status, dan lain-lain

misalnya pelajar dan non pelajar.

6) Sistem pembedaan tarif sesuai dengan waktu, yaitu pembedaan berdasarkan

jumlah penumpang pada waktu bersangkutan. Keberhasilan pembadan tarif

sistem ini sangat bergantung dari elastisitas perjalanan yaitu perubahan jumlah

penumpang jika ada perubahan tarif atau perubahan biaya total. Elastisitas dan

keberhasilan penetapan tarif dengan pembedaan ini sangat ditentukan oleh

jumlah penumpang dan harga tiket awal.

3. Tinjauan Tentang Mashlahah Mursalah

a. Pengertian Mashlahah Mursalah

Menurut bahasa, kata maslahah berasal dari Bahasa Arab dan telah dibakukan

ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kata maslahah, yang berarti mendatangkan


kebaikan atau membawa kemanfaatan dan menolak kerusakan.30 Menurut bahasa

aslinya kata maslahah berasal dari kata salahu, yasluhu, salahan, artinya sesuatu

yang baik, patut, dan bermanfaat.31 Sedang kata mursalah artinya terlepas bebas,

tidak terikat dengan dalil agama (alquran dan al-Hadits) yang membolehkan atau

yang melarangnya.32

Menurut Muhammad Abu Zahrah, al-mashlahah al-mursalah adalah maslahah-

maslahah yang bersesuaian dengan tujuan-tujuan syariat Islam dan tidak ditopang

oleh dalil yang khusus, baik yang bersifat melegitimasi atau yang membatalkan

maslahah tersebut.33

Menurut para ahli Ushul Fiqih, al-mashlahah al-mursalah adalah suatu

kemaslahatan yang tidak ditetapkan oleh asy-Syari’ (Pembuat Syariat) hukum

untuk melegitimasinya dan tidak ada pula dalil-dalil syara’ yang memerintahkan

untuk memperhatikan atau mengabaikannya.34

Berbeda dengan kedua rumusan tersebut, Dr. Husain Hamid Hasan

mendefinisikan al-mashlahah al-mursalah ialah maslahah yang tidak termasuk di

30
Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah (Semarang: Bulan Bintang,
1955), h. 43.
31
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah
dan Penafsiran al-Qur’an,ِ1973),ِh.ِ219.
32
Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah (Semarang: Bulan Bintang,
1955), h. 43.
33
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqih (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi,ِt.th.), h. 249.
34
‘Abdِal-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (Cet. ke-12, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), h. 84.
dalam jenis yang diungkapkan asy-Syari’ (Pembuat Syariat) secara global tanpa

adanya dalil yang jelas.

Maslahat sebagaimana disebutkan di atas disebut oleh Dr. Husain Hamid Hasan

dengan istilah al-mashlahah al-mula’imah li jins tasharrufat asy-Syari’ yang

mengandung arti: penetapan hukum yang diambil dari makna implisit (tersirat)

dari nas dan ijma.35

Dengan kalimat sederhana tetapi mudah difahami, Prof. Dr. Mukhtar Yahya

dan Prof Drs. Fatchurrahman memberikan definisi al-mashlahah al-mursalah

sebagaiِ “sesuatuِ kemaslahatanِ yangِ tidakِ ditetapkanِ olehِ syara’ suatu hukum

untuk mewujudkannya dan tidak pula terdapat suatu dalil syara’ yang

memerintahkan untuk memperhatikannyaِatauِmengabaikannya”.

Dengan definisi tentang al-mashlahah al-mursalah tersebut, jika dilihat dari

segi redaksi nampak adanya perbedaan, tetapi dilihat dari segi isi pada hakikatnya

ada satu kesamaan yang mendasar, yaitu menetapkan hukum dalam hal-hal yang

sama sekali tidak disebutkan dalam alquran maupun as-Sunnah, dengan

mepertimbangkan untuk kemaslahatan atau kepentingan hidup manusia yang

bersedikan pada asas menarik manfaat dan menghindari kerusakan.

35
Dr. Husain Hamid Hasan, Nazharriyah al-mashlahah fi al-Fiqh al-Islamiy (Kairo: Dar an-
Nahdhah al-‘Arabiyyah,ِ1971),ِh.ِ322.
Dari beberapa definisi tersebut, terlihat bahwa unsur-unsur utama dalam al-

mashlahah al-mursalah adalah:

1) Adanya kemaslahatan yang terkandung di dalam suatu peristiwa atau kasus

yang akan ditentukan hukumnya melalui al-mashlahah al-mursalah.

2) Maslahat yang terkandung di dalam peristiwa atau kasus tersebut tidak

bertentangan dengan maqashid asy-syariah (tujuan syariat)

3) Tidak ada nas yang jelas dan tegas (konkret) yang memotivasi untuk

mewujudkan kemaslahatan tersebut dan tidak ada pula nas memerintahkan

mengabaikannya.

Dengan demikian, inti pokok dari al-mashlahah al-mursalah adalah ketiadaan

nas mengenai suatu peristiwa yang di dalamnya terdapat kemaslahatan yang tidak

bertentangan dengan tujuan syariat. Dengan kata lain, nas tidak membicarakan

kemaslahatan tersebut, baik dalam bentuk meetapkan hukumnya, memerintahkan

mewujudkannya, maupun melarang memperhatikannya.

Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori al-mashlahah al-mursalah

adalahِ “mengadakanِ lembagaِ pemasyarakatanِ (penjara),ِ mencetak mata uang

sebagai alat pertukaran resmi dari suatu Negara dan membiarkan tanah-tanah

agraria yang terdapat di daerah-daerah yang telah dikuasai oleh kaum muslimin

tetap berada di tangan pemiliknya semula dengan ketentuan mereka dikenakan

membayar pajak atau kewajiban-kewajibanِlainnya”.


b. Kehujjahan Al-Mashlahah Al-Mursalah

Karena tidak ada nas yang memerintahkan atau melarang perwujudan

kemaslahatan yang terkandung di dalam al-mashlahah al-mursalah maka para

ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan penggunaannya sebagai dalil syara’.

Sebagian mereka menerima dan sebagian lain menolaknya.

Jumhur ulama menerimanya sebagai dalil syara’ karena beberapa alasan:

1) Kemaslahatan manusia itu terus berkembang dan bertambah mengikuti

perkembangan kebutuhan manusia. Seandainya kemaslahatan-kemaslahatan

yang sedang berkembang itu tidak diperhatikan, sedang yang diperhatikan

hanyalah kemaslahatan yang ada nasnya saja, niscaya banyak kemaslahatan

manusia yang terdapat di beberapa daerah dan pada masa yang berbeda akan

mengalami kekosongan hukum dan syariat sendiri tidak dapat mengikuti

perkembangan kemaslahatan manusia. Padahal tujuan syariat adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan masa.

2) Menurut penyelidikan, hukum-hukm, putusan-putusan, dan peraturan-peraturan

yangِ diproduksiِ olehِ paraِ sahabat,ِ tabi’inِ danِ imam-imam mujtahidin adalah

untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.36

36
Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum
Fiqh Islami (Bandung: PT. Al-Ma’rif,ِ1986),ِh.ِ105-106.
Alasan jumhur ulama di atas sejalan dengan alasan Imam Malik bin Anas, yang

dikenal sebagai tokoh dan pelopor al-mashlahah al-mursalah. Menurut Imam

Malik al-mashlahah al-mursalah dapat dijadikan sebagai dalil syara’ dengan

alasan sebagai berikut:

1) Para sahabat banyak yang menggunakan al-mashlahah al-mursalah di dalam

mengambil kebijaksanaan dan istinbat hukum, seperti sahabat yang

mengumpulkan alquran, al-Khulafa’ al-Rasyidun yang menetapkan keharusan

menanggung ganti rugi kepada para tukang, Umar bin Khaththab yang

memerintahkan para pejabat agar memisahkan harta kekayaan pribadinya dari

kekayaan yang diperoleh karena jabatannya, Umar bin Khaththab yang sengaja

menumpahkan susu yang dicampur dengan air guna memberi pelajaran kepada

orang-orang yang mencampur susu dengan air, dan para sahabat yang

menetapkan hukuman mati terhadap semua anggota kelompok atau jamaah

yang melakukan pembunuhan terhadap satu orang jika mereka melakukan

pembunuhan itu secara bersama-sama.

2) Perwujudan kemaslahatan itu sesuai dengan tujuan syariat. Mengambil

maslahat berarti sama dengan merealisasikan tujuan syariat. Mengesampingkan

maslahat berarti mengesampingkan tujuan syariat.

3) Seandainya maslahat tidak diambil pada setiap kasus yang jelas mengandung

maslahat selama berada di dalam konteks maslahat syar’iyyah maka orang-

orang mukallaf akan mengalami kesulitan dan kesempitan, padahal Allah SWT.
Tidak menghendaki adanya kesulitan itu, sebagaimana dikemukakan Allah di

dalam Surah al-Baqarah ayat 185 dan al-Hajj ayat 78.37 Surah al-Baqarah ayat

185 dimaksud sebagai berikut:

َِ ‫َولت ُ ْكمِلُوا ْالعدَِة َ لت ُ َكب ُرواَْو‬


َِ‫ّللاَ َعلَى َما َهدَا ُك ِْم َولَعَلَ ُك ِْم ت َ ْش ُك ُرون‬

ِ‫يُرِ ي ِد ُ ب ُك ُِم ْالعُ ْس َر‬

Terjemahnya:

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.38

Dan Surah al-Hajj ayat 78 sebagai berikut:

ِ‫ْاجتَب َو َما َج َع َلِ َعلَ ْي ُك ِْم في الدينِ م ْنِ َح َرج‬


ْ َ ‫ق ج َهاد ِه ُه َوِ ا ُك ِْم‬
َِ ‫َح‬

َ ‫َو َجاهدُوا في‬


ِ‫ّللا‬

Terjemahnya:

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan.39

37
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqih (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi,ِt.th.),ِh.ِ281-282.
38
Departemen Agama, Al-qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2000).
39
Departemen Agama, Al-qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2000).
Meskipun Imam Malik merupakan tokoh dan pelopor al-mashlahah al-

mursalah namun di dalam penerapannya, pendiri mazhab Maliki ini menetapkan

syarat-syarat sebagai berikut:

1) Adanya persesuaian antara maslahat yang dipandang sebagai sumber dalil yang

berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syariat.

2) Maslahat itu harus masuk akal dengan mempunyai sifat-sifat yang sesuai

dengan pemikiran yang rasional.

3) Penggunaan dalil maslahat ini adalah dalam rangka menghilangkan kesulitan

yang mesti terjadi. Dengan kata lain, jika maslahat itu tidak diambil, manusia

akan mengalami kesulitan.

Para ulama yang tidak menerima al-mashlahah al-mursalah sebagai dalil

syara’ juga mengemukakan beberapa alasan:

1) Maslahat yang tidak didukung oleh dalil khusus akan mengarahkan kepada

salah satu bentuk pelampiasan dari keinginan hawa nafsu yang cenderung

mencari yang enak-enak saja, padahal prinsip Islam tidak demikian.

2) Jika maslahat dapat diterima (mu’tabarah), ia termasuk ke dalam kategori qiyas

dalam arti luas. Jika tidak mu’tabarah, ia tidak termasuk qiyas. Tidak

dibenarkan anggapan yang menyatakan bahwa pada suatu masalah terdapat

mashlahah mu’tabarah, sementara maslahat itu tidak termasuk di dalam nas

atau qiyas.
3) Mengambil dalil maslahat tanpa berpegang kepada nas terkadang akan

berakibat kepada suatu penyimpangan dari hukum syariat dan tindakan

kezaliman terhadap rakyat dengan dalil maslahat, sebagaimana dilakukan oleh

raja-raja yang zalim.

4) Jika maslahat dijadikan sebagai sumber hukum pokok yang berdiri sendiri,

niscaya hal itu akan menimbulkan terjadinya perbedaan pendapat perorangan di

dalam suatu perkara.40

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara terarah dan sistematika, peneliti

menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis, Sifat Dan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif yakni dengan

menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang ada. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan

(field research) yakni penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data langsung

di lapangan tentang respon masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan tarif yang

dibayar oleh pengguna jasa angkutan umum ditinjau dari mashlahah mursalah.

Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Kecamatan Batudaa

Kabupaten Gorontalo.

2. Metode Pendekatan

40
Muhammad Abu Zahrah,. h. 282-283.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode pendekatan

yang digunakan adalah metode pendekatan ushul fiqh yaitu pengetahuan tentang

hukum dalam Islam yang memepelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber

secara terperinci mengenai perilaku atau sikap manusia dalam kehidupan.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data

1) Observasi (pengamatan) yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan langsung di lokasi yang dijadikan obyek penelitian dan

mencatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti

dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan dan tarif yang dibayar oleh

pengguna jasa dalam memakai jasa angkutan umum

2) Wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung kepada masyarakat

sebagai pengguna jasa angkutan umum dengan menggunakan suatu daftar

pertanyaan yang telah disusun sesuai kebutuhan penelitian dan untuk

memperoleh keterangan yang valid..

b. Sumber data

Sumber data dalam penelitian menggunakan adalah:

1) Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian langsung dari

lapangan melalui observasi dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait

yaitu masyarakat yang menggunakan jasa angkutan umum di Kecamatan

Batudaa.
2) Data primer yaitu data yang bersumber dari buku-buku dan catatan-catatan

atau dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan masalah respon,

angkutan dan mashlahah mursalah antara lain:

a) Abdulsyani, Sosiologi Sistematika Teori dan Terapan.

b) AbdulِMas’udِKhasanِQadir,ِKamus Istilah Pengetahuan Populer.

c) Walgito Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.

d) Ahmad Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian Perkembangan dan Penerapan

Hukum Islam.

e) Husain Hamid Hasan, Nazharriyah al-mashlahah fi al-Fiqh al-Islamiy.

f) ‘Abdِal-Wahhab Khallaf,. ‘Ilm Ushul al-Fiqh.

g) Komarudin, Kamus Riset.

h) Dimyati M. Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar.

i) Fidel Miro, SE. MSTr., Perencanaan Transportasi.

j) Abu Zahrah Muhammad, Ushul al-Fiqih.

k) Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

l) Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi.

m) Soerjono Soekanto, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.

n) Sukanto, Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi.

o) Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum

Fiqh Islami.

p) Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia.

q) Warpani Suwardjoko, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


c. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna jasa angkutan umum Kecamatan

Batudaa Kabupaten Gorontalo, sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 15 orang pengguna jasa angkutan umum.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini digunakan “metode purposive

sampling”ِ (sengaja)ِ yaituِ memilihِ secaraِ sengajaِ denganِ pertimbanganِ bahwaِ

responden yang dipilih dianggap banyak mengetahui dan berkompoten terhadap

masalah yang dihadapi dan diharapkan agar responden yang dipilih mewakili

populasi. Sehingga dalam penelitian ini ditentukan jumlah 20 orang.

4. Metode Analisis Data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif yaitu

menganalisa dengan jalan mengklasifikasikan data-data berdasarkan persamaan jenis

dari data tersebut. Kemudian diuraikan antara data satu dengan lainnya dihubungkan

sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang masalah yang

diteliti.

Setelah data yang terkumpul dianalisis, maka peneliti membahas data tersebut

dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan cara mengemukakan

data-data yang diperlukan, lalu dianalisis, sehingga dapat disusun menurut kebutuhan

yang diperlukan dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami hasil penelitian ini, maka dibutuhkan

sistematika penulisan. Penulis membagi dalam tiga bab yang terdiri dari beberapa sub

bab yaitu sebagai berikut:

Bab pertama, yakni bagian pendahuluan yang membahas latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, definisi operasional dan ruang lingkup

penelitian, maupun telaah pustaka. Adapun latar belakang yaitu berisi penjelasan

tentang alasan akademik memilih permasalahan tersebut, sehingga ia dipandang

menarik, penting dan perlu diteliti. Kemudian rumusan masalah merupakan

serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya melalui

penelitian. Tujuan serta kegunaan penelitian dapat memberikan konstribusi bagi

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu keislaman pada

khususnya. Definisi operasional diperlukan untuk menghindari terjadinya kekeliruan

penafsiran pembaca terhadap terhadap variabel-variabel atau kata-kata dan istilah-

istilah teknis yang terkandung dalam judul, sedangkan ruang lingkup penelitian untuk

menjelaskan batasan dan cakupan penelitian, baik dari segi rentang waktu maupun

jangkauan wilayah objek penelitian. Telaah pustaka memuat uraian tentang hasil

bacaan peneliti secara demonstrative terhadap literature-literatur yang berkaitan

dengan pokok masalah yang akan diteliti.

Bab kedua, yakni kerangka teori yang membahas dan menjelaskan terkait dengan

tinjauan tentang respon masyarakat, tinjauan tentang angkutan umum dan tinjauan

tentang maslahah mursalah.


Bab ketiga, yakni metode penelitian yang menjelaskan metode yang dipergunakan

dalam tahap-tahap penelitian, meliputi: jenis, pendekatan, pengumpulan data dan

pengolahan/analisis data.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdulsyani. Sosiologi Sistematika Teori dan Terapan. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2007.

Abdul Qadir, Mas’udِ Khasan.ِ Kamus Istilah Pengetahuan Populer. Gresik: CV.
Bintang Pelajar, 1990.

Bimo, Walgito. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas


Psikologi UGM, 1980.

Djazuli, Ahmad. Ilmu Fiqh: Penggalian Perkembangan dan Penerapan Hukum


Islam. Jakarta: Kencana, 2008.

Hasan, Husain Hamid. Nazharriyah al-mashlahah fi al-Fiqh al-Islamiy. Kairo: Dar


an-Nahdhah al-‘Arabiyyah,ِ1971.

Khallaf,ِ‘Abdِal-Wahhab. ‘Ilm Ushul al-Fiqh. Cet. 12; Kuwait: Dar al-Qalam, 1978.

Komarudin, Kamus Riset. Bandung: Angkasa, 1982.

M. Mahmud, Dimyati. Psikologi Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE, 1980.

Miro, Fidel SE. MSTr., Perencanaan Transportasi. Jakarta: Airlanggah, 2005.

Muhammad, Abu Zahrah. Ushul al-Fiqih. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi,ِt.th.

Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Semarang: Bulan


Bintang, 1955.
Rahmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Soekanto, Soerjono. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali


Press, 1992.

Soekanto, Soerjono dan Soleman B. Taneko. Hukum Adat Indonesia. Jakarta:


Rajawali Press, 1994

Sukanto, Nafsiologi: Suatu Pendekatan Alternatif Atas Psikologi. Jakarta: Integrita


Press, 1985.

Yahya, Mukhtar dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami.


Bandung: PT. Al-Ma’rif,ِ1986.

Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan


Penerjemah dan Penafsiran al-Qur’an,ِ1973.

Suwardjoko Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung:


Penerbit ITB, 2002.

B. al-Qur’an

Departemen Agama. Al-qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Diponegoro, 2000.

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan, 2009.

Repeblik Indonesia. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 35 Tahun 2003


Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan
Umum.

Departemen Perhubungan RI, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No:


SK 687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek dan Teratur
Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 15/12/1/2016 tentang Tarif Angkutan Antar
Kota Dalam Provinsi (AKDP) Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus
Penumpang Umum Di Provinsi Gorontalo.

D. Skripsi

Tatyِ Yuniarti,ِ “Analisisِ Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Operasional


Kendaraan,ِ ATPِ Danِ WTP,”ِ Skripsiِ Sarjana,ِ Fakultasِ Teknikِ Universitasِ
Sebelas Maret, 2009.

Zainalِ Fikriِ Nasution,ِ “Perlindunganِ Hukumِ Terhadapِ Penggunaِ Jasaِ Angkutanِ


Umum,”ِSkripsiِSarjana,ِFakultasِHukumِUniversitas Medan Area, 2016.

Dessyِ Rosita,ِ “Perspektifِ Hukumِ Islamِ Terhadapِ Penetapanِ Hargaِ Jualِ Beliِ Tiketِ
Tarifِ Lebaranِ Busِ Ramayana,”ِ Skripsiِ Sarjana,ِ Fakultasِ Syari’ahِ Universitasِ
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai