yang berjudul “Tinjauan Aspek Agronomi Pada Budidaya Pengelolaan Tanaman Sorgum”.
Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing serta teman – teman
satu kelompok yang telah memberikan materi pendukung, masukan, dan bimbingan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari dosen terkait dan rekan – rekan sekalian sangat dibutuhkan untuk
Kelompok 5
BAB I PENDAHULUAN
Sorgum (Sorghum bicolor L.) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan
dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia.
Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap
kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan
penyakit dibading tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun
pakan ternak alternatif.
Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah
Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya petani
menanamnya secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum
Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-
pasar.
Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari wilayah sekitar sungai
Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari Etiopia ke Mesir dilaporkan telah terjadi sekitar
3000 tahun sebelum masehi. Sekarang, sekitar 80 % areal pertanaman sorgum berada di
wilayah Afrika dan Asia, namun produsen sorgum dunia masih didominasi oleh Amerika
Serikat, India, Nigeria, Cina, Mexico, Sudan dan Argentina.
Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani khususnya di Jawa, NTB dan NTT. Di
Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, sering ditanam oleh petani sebagai tanaman sela
atau tumpang sari dengan tanaman lainnya. Budidaya, penelitian dan pengembangan tanaman
sorgum di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan secara umum produk sorgum belum
begitu populer di mastarakat. Padahal sorgum memiliki potensi besar untuk dapat
dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial karena memiliki daya adaptasi luas,
produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit
tanaman, serta lebih toleran kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam).
Dengan daya adaptasi sorgum yang luas tersebut membuat sorgum berpeluang besar untuk
dikemangkan di Indonesia sejalan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang
kemungkinan berupa lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya.
Sorgum adalah tanaman serbaguna yang banyak kegunaannya. Sebagai sumber bahan pangan
global sorgum berada di peringkat ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley. Sedangkan
menurut laporan U.S. Grain Council (2005), di Amerika Serikat sorgum merupakan serealia
terpenting ketiga. Sorgum dilaporkan memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan
kandungan protein dan unsur-unsur nutrisi penting lainnya lebih tinggi daripada beras sperti
terlihat dalam Tabel 1.
Selain digunakan sebagai sumber pangan, sorgum juga dimanfaatkan untuk pakan ternak,
yaitu biji sorgum untuk bahan campuran ransum pakan ternak unggas, sedangkan batang dan
daun sorgum (stover) untuk ternak ruminansia.
Biji sorgum yang mengandung karbohidrat cukup tinggi sering digunakan sebagai bahan
baku bermacam industri seperti industri beer, pati, gula cair (sirup), jaggery (semacam gula
merah), etanol, lem, cat, kertas, degradable plastics dan lain-lain. Adapula jenis sorghum
yang batangnya mengandung kadar gula cukup tinggi dan disebut sorgum manis (sweet
sorghum). Sorgum manis sangat ideal digunakan untuk pakan ternak ruminansia, gula cair
(sirup), jaggery dan bioetanol .
Kandungan/100 g
Unsur Nutrisi
Beras Jagung Singkong Sorgum Kedele
Kalori (cal) 360 361 146 332 286
Protein (g) 6.8 8.7 1.2 11.0 30.2
Lemak (g) 0.7 4.5 0.3 3.3 15.6
Karbohidrat (g) 78.9 72.4 34.7 73.0 30.1
Kalsium (mg) 6.0 9.0 33.0 28.0 196.0
Besi (mg) 0.8 4.6 0.7 4.4 6.9
Posfor (mg) 140 380 40 287 506
Vit. B1 (mg) 0.12 0.27 0.06 0.38 0.93
Sorgum memiliki potensi hasil yang relatif lebih tinggi dibanding padi, gandum dan jagung.
Bila kelembaban tanah bukan merupakan faktor pembatas, hasil sorgum dapat melebihi 11
ton/ha dengan rata-rata hasil antara 7-9 ton/ha. Pada daerah dengan irigasi minimal, rata-rata
hasil sorgum dapat mencapai 3-4 ton/ha. Selain itu, sorgum memiliki daya adaptasi luas
mulai dari dataran rendah, sedang sampai dataran tinggi. Hasil biji yang tinggi biasanya
diperoleh dari varietas sorgum berumur antara 100-120 hari. Varietas sorgum berumur dalam
cenderung akan cocok bila digunakan sebagai tanaman pakan ternak (forage sorghum).
Sorgum terkenal sebagai tanaman yang tahan tumbuh pada kondisi kekeringan. Secara
fisiologis, permukaan daun sorgum yang mengandung lapisan lilin dan sistem perakaran yang
ekstensif, fibrous dan dalam cenderung membuat tanaman efisien dalam absorpsi dan
pemanfaatan air (laju evavotranspirasi sangat rendah). Untuk menghasilkan 1 kg akumulasi
bahan kering sorgum hanya memerlukan 332 kg air, sedangkan jagung, barley dan gandum
berturut-turut memerlukan 368, 434 dan 514 kg air. Dibanding tanaman jagung, sorgum juga
memiliki sifat yang lebih tahan terhadap genangan air, kadar garam tinggi dan keracunan
aluminium.
Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum diklasifikasikan ke dalam 5 ras yaitu ras
Bicolor, Guenia, Caudatum, Kafir, dan Durra. Ras Durra yang umumnya berbiji putih
merupakan tipe paling banyak dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain sorgum) dan
digunakan sebagai sumber bahan pangan. Diantara ras Durra terdapat varietas yang memiliki
batang dengan kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (sweet sorghum). Sedangkan
ras-ras lain pada umumnya digunakan sebagai biomasa dan pakan ternak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat 30 spesies sorgum, yaitu :Sorghum almum, Sorghum amplum, Sorghum angustum,
Sorghum arundinaceum, Sorghum bicolor, Sorghum brachypodum, Sorghum bulbosum,
Sorghum burmahicum, Sorghum controversum, Sorghum drummondii, Sorghum ecarinatum,
Sorghum exstans, Sorghum grande, Sorghum halepense. Sorghum interjectum,Sorghum
intrans,Sorghum laxiflorum,Sorghum leiocladum, Sorghum macrospermum, Sorghum
matarankense,Sorghum miliaceum, Sorghum nitidum, Sorghum plumosum, Sorghum
propinquum, Sorghum purpureosericeum, Sorghum stipoideum, Sorghum timorense,
Sorghum trichocladum, Sorghum versicolor, Sorghum virgatum, Sorghum vulgare,
Andropogon sorghum.
Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan
lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan
kelembaban sangat rendah. Lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu
hidup dalam cekaman kekeringan.
Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira -kira 4 x 2,5 x 3,5 mm.
Berat biji bervariasi antara 8 mg – 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya
sorgum dibagi atas:
– sorgum biji kecil (8 – 10 mg)
– sorgum biji sedang ( 1 2 – 24 mg)
– sorgum biji besar (25-35 mg)
Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum kafir
dan yang ber-warna merah/cokelat biasanya termasuk varietas Feterita. Warna biji in]
merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang
akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai
makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Sedangkan varietas yang berwarna gelap akan
menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok
untuk bahan dasar pembuatan minuman. Untuk memperbaiki warna biji ini, biasanya
digunakan larutan asam tamarand atau bekas cucian beras yang telah difermentasikan dan
kemudian digiling menjadi pasta tepung.
Selain persyaratan di atas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah podzolik merah kuning
yang masam, namun untukmemperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih
tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup. Tanaman sorgum dapat
beradaptasi pada tanah yang sering tergenang air pada saat banyak turun hujan apabila system
perakarannya sudah kuat.
Pengolahan tanah secara ringan sangat efektif untuk menghambat penguapan air tanah
sampai tanaman panen. Tanah yang sudah diolah sebaiknya diberikan pupuk organik,
misalnya pupuk kandang atau kompos. Pengolahan tanah ini bertujuan antara lain untuk
memperbaiki struktur tanah, memperbesar persediaan air, mempercepat pelapukan,
meratakan tanah dan memberantas gulma. Sebaiknya pengolahan tanah paling baik dilakukan
24 minggu sebelum tanam.
Varietas Kawali dan Numbu yang dilepas tahun 2001 juga mempunyai rasa olah sebagai nasi
cukup enak, namun umurnya relatif lebih panjang. Sedangkan untuk pakan ternak dipilih
varietas sorgum yang tahan hama penyakit, tahan rebah, tahan disimpan dan dapat diratun.
Pada lingkungan yang ketersedian airnya terbatas dan masa tanam yang singkat dipilih
varietasvarietas umur genjah seperti Keris, Badik, Lokal Muneng dan Hegari Genjah.
Ditinjau dari segi hasil, varietas umur genjah memang hasilnya jauh lebih rendah daripada
varietas umur sedang atau dalam, tetapi keistimewaannya dapat segera dipanen,
menyelamatkan dari resiko kegagalan hasil akibat kekeringan.
Pada areal yang telah disiapkan sebelumnya dibuatkan lubang tanam dengan jarak tanam
disesuaikan dengan varietas yang digunakan, ketersediaan air dan tingkat kesuburan tanah.
Pada tanah yang kurang subur dan kandungan air tanah rendah sebaiknya di gunakan jarak
tanam lebih lebar atau populasi tanam dikurangi dari populasi baku (seharusnya).
2.2.5. Penanaman
Jarak tanam sorgum dapat bervariasi sesuai dengan varietas yang digunakan, ketersediaan air
tanah dan kesuburan. Untuk mencapai hasil yang optimum, varietas pendek dan sedang
memerlukan jarak tanam yang lebih rapat dibandingkan dengan varietas tinggi.
Pada jenis varietas sedang sampai batas tertentu terjadi kenaikkan hasil dengan semakin
tingginya populasi tanam. Sedangkan kebutuhan benih untuk pertanaman sorgum berkisar 10
kg/ha dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm atau 15 – 20 kg/ha dengan jarak tanam 60 cm x 20
cm.
Pada tanah yang kurang subur dan kandungan air tanah rendah, sebaiknya digunakan jarak
tanam lebih lebar atau populasi tanam kurang dari populasi baku. Untuk mengurangi
penguapan air tanah, jarak tanam antar baris dipersempit tetapi jarak dalam baris diperlebar.
Menanam sorgum dapat dilakukan dengan cara ditugal seperti halnya menanam jagung, bila
jarak tanamnya tidak terlalu rapat. Lubang tanam diisi sekitar 3 5 biji, kemudian ditutup
dengan tanah ringan. Penutupan tanah secara padat dan berat menyebabkan biji sukar
berkecambah.
Tanaman rapat dilakukan dengan menyebar biji di sepanjang alur garitan dan pengaturan
jarak tanam dilakukan pada saat penjarangan. Tetapi cara ini hanya dapat dilakukan pada
tanah yang mempunyai struktur gembur.
Setelah umur 3 minggu, tanaman harus segera dijarangi dan ditinggalkan 2 tanaman agar
dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Pertanaman yang hanya mengandalkan
residu air tanah tidak perlu digemburkan. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan
pemupukan ke 2 (3 – 4 minggu setelah tanam), dengan tujuan untuk memperkokoh
kedudukan tanaman dan untuk menekan penguapan air tanah.
2.2.6. Pemeliharaan
a. Pengairan
Tujuan pengairan adalah menambah air bila tanaman kekurangan air. Bila tidak kekurangan
maka pengairan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, bila kebanyakan air justru harus segera
dibuang dengan cara membuat saluran drainase.
Sorgum termasuk tanaman yang tidak memerlukan air dalam jumlah yang banyak, tanaman
ini tahan terhadap kekeringan, tetapi ada masa tertentu tanaman tidak boleh kekurangan air
yaitu :
· Tanaman berdaun empat, masa bunting waktu biji malai berisi; pada waktu
tersebut tanaman tidak boleh kekurangan.
· Selama pertumbuhan pemberian air cukup dilakukan 3 – 6 kali setiap 4 – 10 hari sekali.
· Pemberian air dilakukan pada sore/malam hari, setelah suhu tanah tidak terlalu tinggi.
· Pemberian air dihentikan setelah biji mulai agak mengeras, hal ini dikarenakan agar biji
dapat masak dengan serempak.
b. Pemupukan
Tanaman sorgum banyak membutuhkan pupuk N (Nitrogen), Namun demikian pemupukan
sebaiknya diberikan secara lengkap (NPK) agar produksi yang dihasilkan cukup tinggi. Dosis
pemupukan yang diberikan berbeda-beda tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan
varietas yang ditanam, tetapi secara umum dosis yang dianjurkan adalah 200 kg Urea, 100 kg
TSP atau SP36 dan 50 kg KCl.
Pemberian pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu 1/3 bagian diberikan pada waktu tanam
sebagai pupuk dasar bersamasama dengan pemberian pupuk TSP/SP36 dan KCl. Sisanya (2/3
bagian) diberikan setelah umur satu bulan setelah tanam. Pemupukan dasar dilakukan saat
tanam dengan cara di tugal sejauh 7 cm dari lubang tanam. Urea dan TSP/SP36 dimasukkan
dalam satu lubang, sedang KCl dalam lubang di sisi yang lain.
Pemupukan kedua juga ditugal sejauh ± 15 cm dari barisan, kemudian ditutup dengan tanah.
Lubang tugal baik untuk pupuk dasar maupun susulan sedalam ± 10 cm.
c. Penjarangan Tanaman
Pertumbuhan tanaman sorgum biasanya sudah merata/seragam pada umur 2 minggu setelah
tanam. Namun demikian tidak semuanya tanaman yang tumbuh di tiap lubang dengan baik.
Apabila terdapat tumbuh yang kurang baik perlu dilakukan penjarangan dengan mencabut
tanaman yang kurang baik tersebut. Sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang terbaik
untuk dipelihara hingga panen.
d. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut tumbuhan pengganggu (gulma) hingga perakarannya
secara hati-hati, agar tidak mengganggu perakaran tanaman utama. Keberadaan gulma akan
menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam mendapatkan air dan unsur hara yang ada di
dalam tanah atau bahkan menjadi tempat hama atau penyakit.
Oleh sebab itu gulma harus secara rutin disiangi. Gulma yang telah dicabut sebaiknya
ditampung atau dikubur di suatu tempat agar membusuk sehingga kemudian dapat dijadikan
kompos.
e. Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar tanaman sorgum,
kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang tanaman sorgum sehingga
membentuk guludanguludan kecil yang bertujuan untuk mengokohkan batang tanaman agar
tidak mudah rebah dan merangsang terbentuknya akarakar baru pada pangkal batang.
· Hama bubuk
Disebabkan oleh serangan Sitophilus sp yang menyerang biji sorgum di gudang
penyimpanan. Serangga ini menyerang biji sorgum yang berlubanglubang dan keropos
sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Pengendalian hama bubuk ini dengan cara
menyimpan biji sorgumyang dicampur dengan serbuk daun putri malu (Mimosa pudica)
dengan perbandingan 10 : 1. Hal ini disebabkan karena daun putri malu mengandung protein
mimosan yang dapat merusak dan menghambat pertumbuhan larva hama bubuk.
· Karat daun
Gejala serangannya adalah munculnya nodanoda kecil berwarna merah karat yang kemudian
diikuti dengan timbulnya massa tepung berwarna coklat kekuningkuningan yang menutupi
permukaan daun. Pengendaliannya dengan cara memangkas daun yang terinfeksi berat dan
melakukan pergiliran/rotasi tanaman.
· Bercak daun
Ditandai dengan munculnya bercak bulat berukuran kecil dan berwarna kuning yang
dikelilingi warna coklat pada daun yang terinfeksi. Pengendalian penyakit bercak dapat
dilakukan dengan menanam varietas yang tahan (Mandau) dan disemprot dengan fungisida
(Dithane M45 atau Antracol 70 WP).
· Kapang Jelaga
Gejala serangan pada permukaan atas daun tertutup oleh lapisan yang berwarna hitam, kering
dan tipis dan dapat dikendalikan dengan menyemprotkan kapur atau menghembuskan
belerang
2.3.1. Panen
Tanaman sorgum sudah dapat dipanen pada umur 3 – 4 bulan tergantung varietas. Penentuan
saat panen sorgum dapat dilakukan dengan berpedoman pada umur setelah biji terbentuk atau
dengan melihat ciriciri visual biji. Pemanenan juga dapat dilakukan setelah terlihat adanya
cirri-ciri seperti daun-daun berwarna kuning dan mengering, biji -biji bernas dan keras serta
berkadar tepung maksimal.
Panen yang dilakukan terlambat atau melampaui stadium buah tua dapat menurunkan kualitas
biji. Biji-biji akan mulai berkecambah bila kelembaban udara cukup tinggi. Pemanenan
sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca cerah/terang. Pada saat pemanenan sebaiknya
pemotongan dilakukan pada pangkal tangkai/malai buah sorgum dengan panjang sekitar 15 –
25 cm.
Untuk meningkatkan produksi sorgum dapat dilakukan budidaya lanjutan dengan cara ratun
(ratoon) yaitu pemangkasan batang tanaman pada musim panen pertama yang dilanjutkan
dengan pemeliharaan tunas-tunas baru pada periode kedua.
Adapun tata cara budidaya sorgum ratun setelah panen musim pertama adalah sebagai
berikut:
· Seusai panen pada musim pertama segera dilakukan pemotongan batang yang tua tepat
diatas permukaan tanah.
· Tanah disekitar tanaman sorgum dibersihkan dari rumput liar/gulma.
· Di buatkan larikan kecil sejauh 10 15 cm dari pangkal batang tanaman sorgum kemudian
disebarkan pupuk yang terdiri dari 45 kg Urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl per hektar. Satu
bulan kemudian diberikan pupuk susulan berupa 90 kg Urea/ha.
· Tanaman yang berasal dari tunas-tunas baru (ratun) dipelihara dengan baik seperti pada
pemeliharaan tanaman periode pertama.
· Pada stadium buah tua dilakukan panen musim ke dua.
Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah tata cara pemotongan batang tanaman.
Pemotongan harus tepat dilakukan diatas permukaan tanah agar tunas-tunas baru tumbuh dari
bagian batang yang berada di dalam tanah. Ratoon sorgum dapat dilakukan 2-3 kali. Dengan
pemeliharaan yang baik, dapat diperoleh hasil ratoon menyamai atau melebihi tanaman
induknya, seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Sorgum UPCA-S2 dengan Dua kali Ratoon pada Beberapa Tingkat Populasi
di KP Genteng
b. Perontokan
Biji sorgum dirontokan dari malainya dengan cara diirik atau dapatpula dengan menggunakan
mesin perontok. Biji sorgum dibersihkan dari kotoran atau limbah (sekam) kemudian dijemur
ulang dengan disebarkan secara merata diatas lantai jemur.
Di lahan tegal dan sawah tadah hujan, sorgum ditanam sebagai tanaman sisipan atau tumpang
sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah atau tembakau, sehingga luas tanaman sorgum
yang sesungguhnya agak sulit diukur. Demikian juga di lahan sawah, sorgum sering ditanam
secara monokultur pada musim kemarau, namun sejak awal tahun 1980-an tanaman ini
terdesak oleh tanaman lain, seperti jagung, kedelai, tebu, semangka, dan mentimun.
Rata-rata luas tanam dan produktivitas sorgum pada beberapa daerah sentra produksi sorgum
di Indonesia cukup bervariasi (Tabel 3). Variasi tersebut disebabkan oleh perbedaan
agroekologi serta teknologi budi daya yang diterapkan oleh petani, terutama varietas dan
pupuk. Pengusahaan sorgum terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, disusul oleh Jawa
Timur, DI Yogyakarta, serta NTB dan NTT. Rata-rata produktivitas sorgum tertinggi dicapai
di Amerika Serikat, yaitu 3,60 t/ha, bahkan secara individu dapat mencapai 7 t/ha.
Produktivitas yang tinggi ini dapat dicapai dengan menerapkan teknologi budi daya secara
optimal, antara lain penggunaan varietas hibrida, pemupukan secara optimal, dan pengairan.
Sebaliknya di beberapa negara produsen sorgum, rata-rata produktivitas sorgum masih di
bawah 1 t/ha, yang disebabkan oleh pengaruh iklim yang kering, penggunaan varietas lokal
yang hasilnya rendah, pemupukan minimal, dan penanaman secara tumpang sari. Luas areal
sorgum dunia sekitar 50 juta hektar setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton dan
rata-rata produktivitas 1,30 t/ha. Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria,
dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia termasuk negara yang masih ketinggalan, baik
dalam penelitian, produksi, pengembangan, penggunaan, maupun ekspor sorgum.
Meskipun dalam jumlah yang terbatas, produksi sorgum Indonesia telah diekspor ke
Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Jepang untuk digunakan sebagai bahan baku
pakan serta industri makanan dan minuman. Ekspor sorgum selama Pelita V mencapai
1.092.400 kg dengan nilai US$ 116.211, sedangkan impor sorgum mencapai 4.615 kg atau
US$ 3.988, sehingga masih terjadi net ekspor 1.087.785 kg atau perolehan nilai devisa US$
112.233.
Hingga kini, perkembangan produksi sorgum nasional belum masuk dalam statistik pertanian,
yang menunjukkan bahwa komoditas tersebut belum mendapat prioritas untuk
dikembangkan. Namun ditinjau dari daerah pengusahaan yang cukup luas, rata-rata
produktivitas yang lebih tinggi dibanding Negara produsen utama sorgum, serta adanya
defisit permintaan sorgum di beberapa negara, sorgum mempunyai prospek yang cukup cerah
di Indonesia
Kandungan nutrisi sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan lainnya, sehingga
cukup potensial sebagai bahan pangan substitusi beras. Begitu pula kandungan asam
aminonya tidak kalah dengan bahan makanan lainnya. Beberapa jenis makanan dari sorgum
berdasarkan cara pengolahannya yaitu :
• Makanan sejenis roti tanpa ragi, misalnya chapati, tortila.
• Makanan sejenis roti dengan ragi, misalnya injera, kisia, dosai.
• Makanan bentuk bubur kental, misalnya to, tuwu, ugali, bagobe, sankati.
• Makanan bentuk bubur cair, misalnya ogi, ugi, ambili, edi.
• Makanan camilan, misalnya pop sorgum, tape sorgum, emping sorgum.
• Sorgum rebus, misalnya: urap sorgum, som.
• Makanan yang dikukus, misalnya couscous, wowoto, juadah-sorgum.
Biji sorgum dapat diberikan langsung berupa biji atau diolah terlebih dulu dan dicampur
dengan bahan-bahan lain dengan komposisi sebagai berikut: biji sorgum 55-60%, bungkil
kedelai/kacang tanah 20%, tepung ikan 2,50-20%, dan vitamin-mineral 2-8%. Penggunaan
sorgum 30−60% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap performa ayam. Sorgum dapat
mengganti seluruh jagung dalam ransum pakan ayam, itik, kambing, babi, dan sapi tanpa
menimbulkan efek samping.
Penggunaan biji sorgum dalam ransum dengan berbagai rasio tidak mempengaruhi produksi
telur dan bobot ayam. Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14-16% dari bobot segar batang
atau sekitar 3 t daun segar/ ha dari total produksi 20 t/ha. Setiap hektar tanaman sorgum dapat
menghasilkan jerami 2,62 t bahan kering. Konsumsi rata-rata setiap ekor sapi adalah 15 kg
daun segar/hari.
Daun sorgum tidak dapat diberikan secara langsung kepada ternak, tetapi harus dilayukan
dahulu sekitar 2-3 jam. Nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu.
Komposisi kimia dari limbah sorgum yang didukung oleh nilai daya cerna dan komponen
serat dari limbah tersebut, tidak kalah dibanding jerami jagung dan pucuk tebu.
Setiap ton biji sorgum dapat menghasilkan 384 liter alkohol. Alkohol umumnya dibuat dari
biji sorgum yang berkualitas rendah atau berjamur. Alkohol dapat juga dibuat dari nira
sorgum yang terdapat dalam batang. Kualitas nira sorgum manis setara dengan nira tebu,
kecuali kandungan amilum dan asam akonitat yang relative tinggi. Kandungan amilum yang
tinggi tersebut merupakan salah satu masalah dalam proses kristalisasi nira sorgum sehingga
gula yang dihasilkan berbentuk cair. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) telah merekayasa alat “Amylum Separator” yang mampu
menurunkan kandungan amilum sampai 50% dari kadar awal.
Biji sorgum juga dapat dibuat pati (starch) yang berwarna putih. Pati sorgum digunakan
dalam berbagai industri, seperti perekat, bahan pengental, dan aditif pada industri tekstil,
sedangkan hasil samping dari pembuatan pati dapat digunakan sebagai makanan ternak. Pati
merupakan bahan utama pada berbagai sistem pengolahan pangan, antara lain sebagai sumber
energi utama, serta berperan sebagai penentu struktur, tekstur, konsistensi, dan penampakan
bahan pangan.
Sorgum dapat digunakan sebagai pengganti dalam industri pati jagung karena adanya
beberapa persamaan, namun ekstraksi pati sorgum masih menjadi masalah. Pengikatan pati
pada sorgum berkisar antara 35-38%, sedangkan pada jagung 8-15% .
Produk industri penting dari biji sorgum adalah bir. Selama dekade terakhir, biji sorgum
dapat menggantikan barley dalam pembuatan bir. Sifat kimia biji sorgum yang sangat penting
dalam pembuatan bir adalah aktivitas diastatik, alfa-amino nitrogen, dan total nitrogen yang
dapat larut. Namun, konsentrasi amilopektin yang tinggi dalam pati sorgum menyebabkan
pati sangat sulit dihidrolisis. Aktivitas diastatik yang tinggi dapat meningkatkan fraksi
albumin-globulin protein, di mana albumin dan alfa-amino protein digunakan untuk faktor
rasa, stabilitas busa, dan kepekaan dingin dari bir.
Tantangan dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat petani yang rendah
terutama pada saat panen serta kesulitan dalam pengupasan biji. Nilai sorgum yang rendah
dapat diatasi apabila sorgum dapat diangkat menjadi salah satu komoditas strategis dalam
pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri. Sementara itu kesulitan pengupasan biji
sorgum diatasi dengan pengadaan mesin penyosoh beras tipe “Satake Polisher Rice
Machine”. Penyosohan dengan alat ini dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan
tidak pahit.
Masalah penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin yang cukup
tinggi. Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh beras sorgum dengan mesin
penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu.
Demikian juga jerami sorgum cukup potensial sebagai pakan ternak, namun kandungan serat,
lignin dan silika yang tinggi serta kadar nitrogen yang rendah merupakan kendala
pemanfaatan jerami sorgum untuk pakan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan
meningkatkan kualitas jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi urea.
Tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan pascapanen serta
jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi belum
tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang
paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen baik primer maupun sekunder serta
jaminan pasar dan permintaan.
Secara umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :
1. Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah dibandingkan
komoditas serealia lain.
2. Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit
dilakukan.
3. Pangsa pasar sorgum belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
4. Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
5. Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
6. Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang.
7. Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).
3.1 Kesimpulan
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan di
Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas. Teknik budidaya
tanaman yang relatif mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya tanaman jagung yang
sudah biasa dilakukan oleh petani.
Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sebagai bahan pakan ternak, dan
sebagai bahan baku industri. Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun
kandungan taninnya tinggi dan biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan
menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan
silinder gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif
sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit, biji mudah
rusak dalam penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan system produksi sorgum secara
menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi, yaitu: 1) wilayah (areal tanam sorgum), 2)
ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3)
sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), dan
4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak).
3.2 Saran
Pengelolaan tanaman dan lahan yang baik merupakan hal yang paling penting dalam
budidaya tanaman sorgum agar dapat meningkatkan hasil produksi dan kualitas dari produksi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://edysof.wordpress.com/2011/04/21/aspek-budidaya-prospek-kendala-dan-solusi-
pengembangan-sorgum-di-indonesia/ Di akses pada tanggal 15 November 2016
pukul 12.53 WIB