Anda di halaman 1dari 55

BAB I

FRAKTUR

Definisi

Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi


pemutusan tulang maupun jaringan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau
komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari atas
kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung
dari jenis (ringan, sedang, dan berat), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma
dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau
kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau
gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya
dislokasi. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan
patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur
patologis. Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus
- menerus (chronic stress / overuse) yang disebut fatique fracture.1
Klasifikasi Fraktur

1. Menurut Pola Garis Fraktur

Setiap fraktur perlu diperhatikan garis fraktur. Pada fraktur hairline yang
sukar dilihat pada radiograph dan biasanya akibat trauma ringan sehingga tidak
terjadi pergeseran pada ujung-ujung fragmen. Pada keadaan ini memerlukan

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 1
pemotretan tambahan dengan proyeksi oblik atau pemotretan diulangi setelah hari ke
7 - 10. Garis fraktur akan terlihat setelah terjadi dekalsifikasi pada fraktur tersebut.2
Garis fraktur greenstick sering terjadi pada anak-anak walaupun tidak semua anak. Perlu diketahui bahwa elastisitas periosteum

menimbulkan pengulangan angulasi (recurrence of angulation) sehingga memerlukan perhatian khusus pada penggipan (plaster cast) dan waktu

follow - up. Tetapi penyambungan fraktur lebih cepat.2

Fraktur Hairline Fraktur Greenstick


pada bagian proksimal os tibia pada bagian distal os ulna

Fraktur simpel (simple fracture) adalah fraktur dengan garis fraktur


transversal, oblik atau spiral. Garis fraktur transversal bila sudut garis fraktur
terhadap aksis panjang tulang tersebut kurang dari 30°, bila sudut tersebut 30° atau
lebih disebut garis fraktur oblik. Pada garis fraktur oblik akan mengakibatkan fraktur
tresebut tidak stabil dan menghasilkan pemendekan (shortening) dan pergeseran
ujung-ujung fragmen bahkan kontak ujung –ujung tersebut tidak terjadi bila
dilakukan tindakan konservatif.2
Kata simpel yang dimaksud adalah garis patah yang sirkumferensial sehingga tulang tersebut menjadi dua fragmen. Adapun fraktur

spiral adalah garis fraktur yang melingkar pada tulang tersebut sebagai akibat gaya memutar. Pada klasrfikasi AO fraktur simpel dimasukkan tipe A

dengan grup A1, A2, dan A3.


2

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 2
Fraktur Transversal Fraktur Spiral Fraktur Oblik

2. Menurut Bentuk Fraktur

Fraktur kominutif (comminuted multifragmented) adalah fraktur dengan jumlah fragmen lebih dari dua. Fraktur kominutif dapat

berupa spiral wedge fracture akibat gaya memutar atau akibat trauma langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan bentuk disebut butterfly

fragment dan bila fragmen tersebut terjadi fraktur maka disebut fragmented (comminuted) wedge fracture. Pada klasifikasi AO fraktur kominutif

dimasukkan tipe B dengan grup B1, B2, dan B3.


1,2

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 3
Fraktur Kminutif

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen


proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua
atau lebih garis spiral adapun complex segmental fracture terdapat satu segmen
fragmen yang terpisah sehingga kadangkala disebut double fractures. Pada complex
irregular fractures terdapat pecahan beberapa fragmen kecil di daerah antara
fragmen proksimal dan distal. Multifragmentary complex fracture sebagai akibat
trauma berat (severe) dan sering menimbulkan fraktur terbuka dan,jangan di sekitar
fraktur terjadi kerusakan berat, fraktur tidak stabil serta sukar direposisi, delayed
union maupun kekakuan sendi merupakan komplikasi yang sering terjadi. Menurut
klasifikasi AO multifragmentory complex fracture dimasukkan tipe C dengan gaip
C1, C2, dan C3.1,2
Fraktur Kompresi sering terjadi pada korpus vertebra akibat gaya trauma fleksi atau pada kalkaneus akibat jatuh dan ketinggian serta

fraktur ini terjadi pada daerah tulang kanselous.


1,2

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 4
Fraktur Kompresi

Fraktur avulsi dapat diakibatkan oleh kontraksi otot yang mendadak sehingga tempat perlekatan otot tersebut tertepas dan membawa

fragmen tulang daerah tersebut. Kejadian ini sering pada daerah basis metatarsal V, karena tarikan otot peroneus, tibial turosity atau upper pole

dari patella oleh otot quadriceps, dan trochanter minor oleh otot iliopsoas. Fraktur avulsi sering terjadi pada perlekatan ligament atau kapsul sendi

dan sering berhubungan dengan kejadian dislokasi sendi.


1,2

Fraktur Avulsi

Fraktur impacted terjadi bila fragmen-fragmen fraktur saling tancap dan


biasanya terjadi pada daerah tulang kanselous. Proses penyambungan lebih cepat dan
fraktur cukup stabil.2
Fraktur intraartikular yaitu garis fraktur mencapai permukaan sendinya

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 5
dapat parsial tapi sisanya atau sisi lainnya masih utuh dan solid berhubungan tulang
yang membentuk sendi. Complete articular fractures atau fraktur bikondiler adalah
fraktur intraartikuler dengan terlepasnya permukaan sendi secara keseluruhan.
Permukaan sendi yang tidak rata akan mengakibatkan osteoarthiritis.2

Fraktur intraartikular

Fraktur - disiokasi adalah fraktur yang terjadi pada salah satu tulang
yang menyusun send! dengan disertai dislokasi sendi tersebut sehingga dapat
menimbulkan masalah reposisi, stabilitas, kekakuan sendi dan nekrosis avaskular.1,2
a. Fraktur Colles
Kelainan yang umumnya bisa terlihat adalah:
1) Angulasi dorsal dengan hilangnya sudut kemiringan volar dari permukaan
artikular radius (normalnya sebesar 5-10o);
2) Displacement kearah dorsal dari fragmen fraktur bagian distal;
3) Impaksi pada daerah fraktur
4) Displacement kea rah radius dari fragmen bagian distal; dan
5) Fragmen bagian distal mirig kea rah radius.3

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 6
Fraktur Colles

b. Fraktur Smith
1) Diperlukan dua proyeksi, yakni AP dan lateral antebrachii
2) Fraktur trasversal melalui bagian distal dari metafisis radius yang disertai
dengan angulasi kea rah volar dan pergeseran ke volar.3

Fraktur Smith

c. Fraktur Monteggia
1) Dislokasi caput radius dan fraktur ulna yang terisolir3

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 7
Fraktur Monteggia

d. Fraktur Galeazzi
1) Proeksi AP dan lateral antebrachii yang meliputi wrist joint
2) Fraktur pada radius umumnya pada perbatasan 1/3 tengah dengan 1/3
distal
3) Nilai sendi radio-ulna distal akan adanya pelebaran
4) Proeksi lateral caput ulna biasanya akan terdorong ke dorsal
5) Sering kali fraktur radius angulasi ke dorsal.3

Fraktur Galeazzi

e. Fraktur Jones
1) Faktur transversal pada bagian distal metatarsal V, 1,5 sampai 3 cm dari
distal tuberositas sampai proksimal di persimpangan metadiaphyseal ,
tanpa ekstensi bagian distal.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 8
Fraktur Jones

Fraktur Terbuka

Integritas kulit disekitar fraktur perlu dinilai dengan teliti guna menentukan
diagnosis fraktur terbuka (open fracture) dengan nama lain counpound fracture
(literatur Inggris) atau fraktur tertutup (closed fracture). Luka pada fraktur terbuka
dapat diakibatkan oleh tusukan ujung fragmen sehinggan menembus kulit akibat
gaya trauma atau kesalahan pada pertolongan pertama (open from within out).
Biasanya kerusakan jaringan lunak sekitar fraktur sangat ringan demikian juga
kontaminasi. Adapun fraktur open from within in akibat trauma yang sangat hebat
sehingga terjadi kerusakan jaringan Iunak maupun tulang yang hebat. Perlu
dipikirkan terjadinya perdarahan yang dapat menimbulkan shock pada kejadian ini.
Berdasarkan kerusakan jaringan Iunak disekitar fraktur terbuka maka fraktur tersebut
menurut Gustilo dibagi menjadi:5
1. tipe I yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka kurang dan 1 cm dan luka
bersih;
2. tipe II yaitu fraktur terbuka dengan panjang luka lebih dan 1 cm tanpa
kerusakan jaringan Iunak yang berat;
3. tipe III, fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan Iunak dan kontaminasi yang
berat / hebat. Tipe III ini dibagi menjadi:
a. tipe III A fragmen fraktur tersebut masih terbungkus dengan jaringan
Iunak / periosteum,
b. tipe III B fragmen tulang tidak terbungkus oleh jaringan Iunak / periosteum,

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 9
c. tipe III C memerlukan penyambungan arteri (arterial repairing) agar
terjamin kehidupan bagian distal dari iesi.
Fraktur Patologis

Fraktur patologis adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami
kelainan patologis sehingga tulang itu menjadi lemah dan trauma ringan (trivial
injury) saja akan terjadi pemutusan tulang adapun pada orang normal tidak akan
menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu dapat akibat kelainan kongenital,
metabolik dan neoplastik. Kelainan tersebut meliputi:5
1). Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur tulang
belakang, fraktur kolum femoris dan fraktur Codes. Hal ini dapat diakibatkan
oleh penurunan hormon pada usia lanjut, atau disuses osteoporosis, artritis
reumatik, dan kekurangan vitamin C.
2). Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid
seperti penyakit ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang
kalsium atau pengeluaran kalsium pada renal acidosis dimana terjadi
pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron Fanconi atau gangguan
absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea.
3). Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya
adalah fraktur sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur adalah
transversal. Penyakit dapat beruba menjadi sarkomatous. Perubahan tulang
sangat mirip dengan penyakit hiperparathyroidisme dan kadangkala seperti
tumor metastase.
4). Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah itu
terjadi proses destruksi tulang seperti tuberkulosis.
5). Osteogenesis imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant
transmission) dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone)
akibatnya tulang panjang menjadi bengkok (bowing), deformities of bone
modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur patologis dengan gangguan
pertumbuhan. Penderita tuli dengan skelera wama kebiruan. Proses
penyambungan fraktur sangat cepat dan dengan konservatif cukup berhasil.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 10
6). Simple bone cyst, seperti enchondromata di metakarpal, metatarsal dan phalang
sering menimbulkan fraktur Pada anak umur 5-12 tahun unicameral bone cyst
sering menimbulkan fraktur patologis terutama di humerus proksimal dan
diafisi. Kortek menipis tapi jarang ekspansi.
7). Tumor maligna sekunder, sering berasal dan tumor paru-paru atau bronkhus,
mammae, prostat atau ginjal. Adapun lokalisasi sering pada tulang belakang,
bagian subtrokhanter femoris dan humerus diafisis.
8). Tumor maligna primer, meliputi osteogenik sarcom, khondrosarcom,
fibrosarcom, Ewing tumor dan osteoklastoma yang mengalami keganasan.
Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita
dan keluarga, pemeriksaan klinis yang mencakup pemeriksaan pelvis, pemeriksaan
X-ray torak, pelvis, survey kepala dan tulang, laju endap darah, darah rutin dan
differential cell count serum kalsium.fosfat, alkaline phosphatase, dan kalau periu
acid phosphatase, pemeriksaan serum protein, eletrophoresis, Bence-Jones proteose,
Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan kadangkala pemeriksaan X-ray
orang tua.
Diagnosis

Menuliskan diagnosis fraktur yang didasarkan pada jenis tulang yang patah
(femur, tibia, dan sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal dan
sebagainya), pola garis fraktur (simpel seperti transversal, oblik, kominutif, dan
sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang mengalami fraktur (tertutup atau
terbuka ). Sebagai contoh: fraktur femur distal dengan garis fraktur transversal
tertutup sinister.6
Membuat riwayat keluhan penderita dengan deskripsi yang jelas, mencakup
biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta kondisi penderita sebelum
kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan sebagainya. Pemeriksaan fisik pada
penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel dan terakhir movement.
Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan jelas pada
pertengahan tulang panjang, apalagi teriihat tulang patah melalui luka yang terbuka.6

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 11
Pada inspeksi (look) bagian lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun posture,
kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang
terlokalisir dan berakhir menjadi diffuse.6
Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tendernessPada palpasi (feel) terasa
nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah fraktur, gerakan abnomal,
krepitasi, dan deformitas. Serta memeriksa gangguan sensibilitas dan temperatur
bagian distal lesi serta nadinya. 6
Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi
terdekat dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan
untuk mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut. Umumnya
suspek fraktur dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.6
Pemeriksaan Radiologi

Untuk setiap penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis


dapat sebagai konfirmasi / diagnosis, rencana terapi, serta perkiraan prognosis nya.
Oleh karena itu pada permintaan X-ray proyeksi ada yang diminta harus jelas.
Kadangkala proyeksi khusus seperti proyeksi oblik diperlukan. atau proyeksi stress
guna menentukan adanya lesi pada ligamen sebagai stabilitas sendi. Bahkan
pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI, CT-scan dan lainnya perlu dipikirkan
untuk informasi yang rinci terhadap penderita. Ada beberapa kesalahan yang harus
dipikirkan seperti: fraktur scaphoid sukar dilihat dengan proyeksi konvensional /
standard maka perlu proyeksi khusus. Fraktur kalkaneus memerlukan visualisasi
tulang kalkaneus dengan proyeksi tangensial dengan ataupun tanpa proyeksi oblik.
Pada pemotretan kolum femur yang kurang terpusat pada lehernya maka visualisasi
fraktur tersebut sukar dilihat. Demikian juga fraktur avulsi pada tibial spine yang
tidak terfokus pada daerah tersebut akan mengalami kesukaran dalam menilai lesi
daerah itu. 7
Ada beberapa kesalahan dalam penilaian radiograph seperti: penderita lanjut
usia dengan keluhan tidak dapat menyangga berat badannya dengan salah satu
tungkai bawah setelah jatuh. Untuk hal ini Anda memerlukan pemeriksaan yang teliti
adanya fraktur kolum femoris. Bila ditemukan daerah tersebut utuh maka perlu dicari
adanya fraktur pada rami pubik. Pada penderita fraktur patela karena dashboard

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 12
injury, maka perlu dicari apakah ada fraktur femur dan dislokasi sendi panggul.
Fraktur kalkaneus akibat jatuh dari ketinggian, perlu pemeriksaan yang teliti pada
sisi lainnya. Penderita dengan sprain ankle pertu diperiksa kaki secara keseluruhan
karena sering disertai fraktur basis metatarsal ke lima sebagai akibat trauma inversi.
Penderita tidak sadar perlu pemeriksaan leher, torak dan pelvis. Sehingga, seperti
salah satu contoh diatas,pemeriksaan radiologi langsung untuk penderita fraktur
patella adalah foto X-Ray Genu, namun bisa diakukan pemeriksaan radiologi tidak
langsung dengan foto X-Ray Femur dan foto X-Ray Coxae/Pelvis, serta foto X-Ray
Femur.7
Terapi

Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan
atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang
diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko
komplikasi.8
Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringan
lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringan Iunak
tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai
dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi.8
Pada tindakan awal yang dilakukan adalah memberikan pembidaian
sementara (temporary splinting) agar fraktur tertutup tidak menjadi terbuka
disamping dapat menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi perdarahan. Bila
deformitas hebat sekali maka dianjurkan untuk mengkoreksi secara perlahan-lahan
dengan menarik bagian distal secara gentle. Pada fraktur terbuka perlu dilakukan
pemeriksaan bakteriologis dan foto kondisi luka dengan kamera digital, demikian
juga pemberian antibiotika spectrum luas disamping melakukan irigasi cairan
fisiologis atau water sterilize for irrigation sebanyak dua liter; kemudian luka ditutup
dengan kasa steril. Lalu kemudian penderita dikirim ke bagian radiologi untuk
dilakukan pengambilan X-ray. Penilaian fraktur berdasarkan data dari pemeriksaan
fisik dan radiograph berupa lokasi, bentuk garis fraktur (pattern), pergeseran dan
angulasi fragmen fraktur, dan kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur seperti saraf

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 13
atau pembuluh darah. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan pada terapi
penderita fraktur yaitu: secara konservatif atau secara operatif.8
1. Secara konservatif
Pada konservatif dapat melakukan tanpa reposisi manipulatif karena fragmen
fraktur tidak bergeser atau bergeser tapi kedudukan fragmen fraktur masih memadai
(acceptable) kemudian diikuti dengan pemasangan gip (plaster casf) atau pada
fraktur inkomplit dengan pemasangan sling atau collar & cuff dan lain-lain, dengan
harapan mengurangi gerakan fragmen, mencegah pembengkakan atau edema dan
mengurangi penyebaran hematoma disamping memberikan support dan elevasi. Bila
kondisi fraktur memerlukan reposisi dan manipulasi karena aposisi dan angulasi
yang tidak dapat diterima maka penderita sebaiknya dilakukan pembiusan umum
atau anestesi blok. Setelah terjadi relaksasi pada otot-otot maka dilakukan reposisi
dan manipulasi agar fragmen kembali ke posisi anatomi dan diikuti pemasangan gip
yang memfiksasi dua sendi terdekat pada tulang panjang yang mengalami fraktur
tersebut. Adapun teknik reposisi tertutup pertama kali yang dilakukan adalah traksi
sehingga pemendekan yang terjadi kembali seperti semula , kemudian deformitas
sisa dilakukan koreksi yang arahnya beriawanan dengan gaya trauma yang
menimbulkan fraktur. Contoh reposisi fraktur Codes.8

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 14
Pemasangan gip harus dikerjakan dengan tiga titik fiksasi (three point
fixation). Kadangkala kita mengalami kesukaran mereposisi disebabkan adanya spike
fragment atau jaringan lunak diantara fragmen ( interposisi ).8
Memberi edukasi agar penderita melakukan latihan sendi-sendi yang tidak
terfiksir oleh gip, bila jari-jari tangan atau kaki terjadi edema, kebiruan, nyeri atau
sendi-sendi kaku maka anggota tersebut dielevasi. Apabila nyeri dalam waktu ½ jam
tidak kembali normal, maka penderita harus segera berkonsultasi dengan dokternya
atau pergi ke rumah sakit bila penderita berada di rumah. Jika gip yang diberikan
pada anggota gerak bawah dalam bentuk model yang bisa berjalan (walking plaster)
penderita dianjurkan untuk berjalan. Jika gip kendor atau pecah harus segera lapor.
Pada waktu tertentu gip dapat diganti dengan pemasangan brace sehingga sendi
dapat melakukan gerakan. Pada terapi konservatif dapat juga dilakukan traksi yang
berupa traksi kulit atau traksi skeletal. Hal ini tergantung beban yang dibutuhkan

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 15
pada traksi. Bila traksi 3 kg atau kurang dapat dilakukan traksi kulit tapi bila lebih
dan 3 kg sebaiknya dengan traksi skeletal.8
2. Secara operatif
Terapi operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, fraktur intraartikular,
fraktur multipel karena punya resiko terjadinya gangguan respirasi (acute respiratory
distress syndrome), emboli lemak dan komplikasi lain. Sekarang, perlu
dipertimbangkan bahwa tidak semua fraktur dilakukan pembedahan dengan alasan
bahwa kualitas reduksi tidak menjamin akan outcome yang baik, alasan utama adalah
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation / Operasi dengan pemasangan fiksasi
dalam) akan mempengaruhi proses penyembuhan secara biologis. Operasi itu sendiri
akan merusak jaringan lunak sekitar fraktur termasuk periosteum yang merupakan
gudang sel-sel yang dibutuhkan pada proses penyembuhan tulang tersebut. Fiksasi
yang sangat kaku (rigid) terlalu baik untuk imobilisasi tetapi imobilisasi itu sendiri
sangat berefek buruk terhadap pertumbuhan kalus. Hukum Wolf telah membuat
kesimpulan bahwa pertumbuhan tulang sangat berhubungan erat dengan stres
mekanis sehingga beban mekanis (loading stress) asal tidak berlebihan akan
menghasilkan regenerasi tulang yang optimal.8
Penyembuhan Fraktur (Healing Process)

Ada lima stadium dalam proses penyembuhan fraktur yaitu: stadium


hematoma dan inflamasi, stadium angiogenesis dan pembentukan tulang rawan
(kartilago), stadium kalsifikasi kartilago, stadium pembentukan tulang dan terakhir
stadium remodeling.1,8

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 16
Pada fraktur akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi
hematoma. Daerah tersebut banyak terdapat sel-sel aktif dalam pembentukan kalus
(angiogenesis). Pada hematoma segera terjadi infiltrasi vascular sehingga daerah
tersebut diganti dengan jaringan fibrovascular, serabut kolagen masuk dan
mendeposit mineral. Proses kalsifikasi jaringan kartilago sampai terjadi kalus yang
menjembatani fragmen maka diikuti proses remodeling. Namun deformitas rotasi
tidak akan terjadi proses remodeling oleh sebab itu periu tindakan koreksi setiap
rotasi yang terjadi pada fraktur. Proses ini disebut penyambungan fraktur secara
sekunder (secondary healing).1,8
Pada pemasangan fiksasi yang kaku (rigid) maka proses penyambungan
fraktur tersebut adalah primary healing karena terjadi kontak kortek secara langsung,
remodeling haversian langsung dan menghambat pembentukan kalus. Hal ini
disebabkan reduksi anatomi, pemasangan fiksasi yang kaku dan pembuluh darah
yang utuh. Pada x-ray terlihat: peningkatan bayangan osteoporosis pada ujung-ujung
fragmen.8
Ada tiga istilah dalam proses abnormal penyambungan fraktur yaitu:
penyambungan lambat (slow union), delayed union dan non-union. Penyambungan
lambat yaitu penyambungan fraktur membutuhkan waktu lama dibanding dengan
waktu biasanya (normal), tetapi stadium proses penyambungan berjalan seperti
normal tanpa ada pergeseran. Penderita cukup diberi pengertian dan menjaga kondisi

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 17
kesehatan yang baik. Adapun delayed union adalah union gagal terjadi dalam waktu
yang diperkirakan. Perbedaannya dengan penyambungan lambat dapat dilihat pada
radiograph terjadi perubahan abnormal di tulang pada delayed union.1,8
Permasalahannya adalah kesukaran dalam menentukan bahwa kondisi ini
akan berlanjut union atau berakhir menjadi non-union. Oleh sebab itu dalam waktu
dua bulan tidak ada tanda-tanda union periu dinilai fiksasinya pada radiograph
penderita Bila yakin tidak akan terjadi non-union maka fiksasi dilanjutkan. Setelah 4-
6 minggu dinilai kembali secara radiograph dan apabila tidak ada perubahan maka
terapi secara aktif seperti pembedahan memperbaiki fiksasi dsb periu dipikirkan. 1,7,8
Pada non-union yaitu fraktur gagal terjadinya penyambungan artinya fragmen
fraktur tidak akan pernsah bersatu lagi. Ada dua tipe yang perlu Anda ketahui yaitu: 8
1). Hypertrophic non-union atau disebut juga elephant foot appearance, dimana
ujung fragmen fraktur pada radiograph terlihat sklerotik dan melebar. Garis fraktur
masih teriihat jelas dengan disertai gap yang berisi kartilago atau jaringan fibrus.
Adanya peningkatan densitas tulang menunjukan vaskularisasi disitu baik. Oleh
karena itu perbaikan fiksasi akan terjadi mineralisasi jaringan fibrus dan kartilago di
gap tersebut menjadi tulang dan bone induction.
2). Atrophic non-union di tempat fraktur tidak terjadi kegiatan sel-sel, sehingga
ujung-ujung terlihat menyepit, bunder, osteoporortik dan umumnya avaskular. Oleh
sebab itu perlu pemasangan fiksasi yang kaku, membuang jaringan fibrus diantra
fragmen, dekortikasi dan grafting.
Proses penyambungan fraktur berjalan normal tapi terdapat angulasi atau
rotasi maupun sedikit deformitas yang mempunyai potensi akan gangguan fungsi
atau terjadi pemendekan tulang (discrepancy) yang tidak dapat ditolerir maka akan
mengganggu fungsi ekstremitas tersebut. Hal tersebut diatas disebut malunion. Periu
Anda ketahui bahwa pemendekan 1-1,5 cm dapat diterima.8
Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses penyambungan Fraktur

Proses penyambungan fraktur dipengaruhi oleh umur penderita seperti pada


anak-anak lebih cepat dibanding dengan orang dewasa. Lokasi atau tipe tulang itu
sendiri sebagai contoh di daerah kanselous lebih cepat disbanding dengan daerah
kortikal. Perlu Anda ketahui bahwa peranan pembuluh darah memegang peranan

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 18
dalam pembentukan kalus. Ada lagi beberapa faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur seperti: pola fraktur seperti: comminuted / segmental,
interposisi, distraksi (gap), severe energy trauma, diabetes, alkoholisme, perokok,
pengobatan fraktur yang terlambat, pengobatan steroid, anti-inflammatory agent,
anti-convulsant agent, vasculopathy, infeksi mobilitas fragmen fraktur, fraktur
intraartikular, fraktur patologis dan gender.8
Komplikasi

Komplikasi fraktur sebaiknya harus mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi proses penyembuhan fraktur itu sendiri. Ada beberapa faktor: tipe
tulang (kanselous, kortikel), umur pasien, gerakan ujungujung fragmen, separasi dari
ujung fragmen (interposisi, distraksi, ORIF), infeksi, gangguan suplai darah,
meluasnya fraktur ke sendi, adanya kelainan patologi di tulang itu sendiri dan faktor-
faktor yang masih belum jelas seperti fraktur klavikula sangat jarang terjadi
nonunion dan sebagainya. Komplikasi fraktur dapat meliputi kerusakan jaringan
lunak sehingga dapat menimbulkan perdarahan, hypovolemic shock, infection,
gangguan keseimbangan elektrolit, kerusakan protein dan gangguan metabolisme
akibat trauma. Perdarahan juga menimbulkan pembekuan dan dapat ikut aliran darah.
Bila sampai ke paru-paru akan terjadi gangguan pemafasan. Oteh sebab itu perlu
dicegah terjadi thrombus dengan memberi anti-koagulan. Perdarahan juga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra kompartemen sehingga terjadi sindrom
kompartemen Bila dibiarkan akan terjadi nekrosis bagian distal fraktur dan ini
merupakan indikasi untuk dilakukan fasiotomi.1,8
Komplikasi juga dapat disebabkan perawatan yang lama seperti pneumonia
hypostatic, luka lecet akibat penekanan (decubitus), kencing batu dan infeksi saluran
kencing. Demikian juga komplikasi dapat diakibatkan karena pembedahan dan
anastesi atau komplikasi akibat fraktur itu sendiri seperti kekakuan sendi, sudeck
atrophy, nekrosis avaskular, emboli lemak dan komplikasi dari implant yang dipakai
untuk fiksasi. Gangguan proses penyambungan fraktur dapat berupa penyambungan
yang lambat (slow union), delayed union dan nonunion. Perbedaan antara slow union
dengan delayed union tertetak pada gambaran radiograph. Pada delayed union
terdapat perubahan tulang yang abnormal terutama di daerah fraktur sedangkan pada

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 19
stow union radiograph masih menunjukkan proses penyambungan. Adapun
nonunion sama sekali tidak ada proses penyambungan dengan tertutupnya kanalis
medularis pada tulang panjang. Ada 2 macam nonunion yaitu hypertrophic nonunion
atau juga disebut elephant foot appearance artinya vaskularisasinya masih baik,
sedangkan atrophic nonunion tidak ada aktivitas seluler pada daerah fraktur. Ujung
fragmen kelihatan menyempit, bundar dan osteoporotik dengan sering avaskuler.1,8
Tujuan terapi terhadap gangguan penyambungan fraktur adalah memperbaiki
aktifitas sel-sel yang berperan dalam pembentukan kalus disamping menilai
imobilisasi fragmen itu sendiri. Penderita yang mengalami fraktur, baik dilakukan
terapi konsevatif maupun terapi operatif, akan kehilangan penghasilan akibat
penurunan fungsi selama perawatan sehingga penderita mengalami depresi yang
kadangkala membutuhkan terapi psikologi.8

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 20
BAB II

OSTEOARTHRITIS

Definisi

Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang
bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul
artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.9

Etiologi

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik


dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya
osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara
lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-tulang.
Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-faktor
protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain
seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.9

Klasifikasi

Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi 13 :

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 21
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang
terjadi pada sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh.
Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban tubuh (weight
bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan
akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan
sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari
tangan, dan jari pada kaki

b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau


terjadi akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada
kongenital dan adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis
sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.

Epidemiologi

Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA terjadi pada 13,9%
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah
pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut
gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa
berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan
panggul 4,4%.

Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.10,12

Faktor resiko

a. Faktor resiko sistemik

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 22
1. Usia merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago
pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks
kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi.
Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi
pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi
semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls.
Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan
sendi terhadap OA.

2. Jenis kelamin masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA


pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini
dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca
menopause.

3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi


dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

b. Faktor intrinsik

1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.

2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

c. Faktor beban pada persendian

1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat


kerusakan pada sendi.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 23
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang
membantu pergerakan sendi.13,14,15

Patogenesis

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.15

Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan


sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan
dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-
sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi
dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat
menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan
IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.13

Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :16

1. Dektruksi kartilago yang progresif

2. Terbentuknya kista subartikular

3. Sklerosis yang mengelilingi tulang

4. Terbentuknya osteofit

5. Adanya fibrosis kapsul

Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang


rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang
rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut
KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 24
saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan
mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan
matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui
mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya
tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan
timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan
membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang
dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan
awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi
sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan
tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut
merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang
subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya
tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus,
rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan
deformitas.14,15,16

Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang
diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.14

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 25
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.

Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta


proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan
terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan
rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena
itu bengkak.13,15

Gambar Osteoarthritis

Tanda dan Gejala Klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang


dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 26
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ).
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya
bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh
arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).15

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada


sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri
yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.15

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang.

Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit


tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.14

Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.15,16

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri.15

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau

tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.15

d. Krepitasi

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 27
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.15

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.15

f. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.15

g. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.15

h. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan


ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 28
KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 29
Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis
dan laboratoris 18

a. Klinis:

Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun

2. kaku sendi < 30 menit

3. krepitus

4. nyeri tekan tepi tulang

5. pembesaran tulang sendi lutut

6. tidak teraba hangat pada sendi

Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

b. Klinis, dan radiologis:

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun

2. kaku sendi <30 menit

3. krepitus disertai osteofit

Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

c. Klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

1. usia >50 tahun

2. kaku sendi <30 menit

3. Krepitus

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 30
4. nyeri tekan tepi tulang

5. pembesaran tulang

6. tidak teraba hangat pada sendi terkena

7. LED<40 mm/jam

8. RF <1:40

9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis

Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:18

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan

Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan


gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. 10

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 31
Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :

a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya


celah sendi (tanda panah)

b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang


ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)

c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)


menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah
terbuka)

d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 32
Gambar Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).17

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 33
Gambar Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Keterangan :Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).18

Gambar Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang


superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).18

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 34
Pemeriksaan Laboratorium dan MRI

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein. 18

Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit
ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.

Penatalaksanaan

Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh


letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan
edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau holistic.19

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:19

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas

hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:

Nonfarmakologis: 19

a. Modifikasi pola hidup


KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 35
b. Edukasi

c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi

d. Modifikasi aktivitas

e. Menurunkan berat badan

f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi

o Latihan statis dan memperkuat otot-otot

o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,


dan menambah luas pergerakan sendi

g. Penggunaan alat bantu

Farmakologis

1. Sistemik

a. Analgetik

- Non narkotik: parasetamol

- Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

- Oral

- injeksi

- suppositoria

c. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat


menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 36
tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.

a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime


MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru
dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.

b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan


dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.
Pada penelitian Rejholec tahun 1987

c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam


rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir),
yang secara statistik bermakna.

d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan


kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas


enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA

f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam


mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 37
2. Topikal

a. Krim rubefacients dan capsaicin.

1 Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada


umumnya bersifat counter irritant.

b. Krim NSAIDs

2 Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan


campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat
digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.

3. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama


dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam
bidang reumatologi.

a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi
yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs
atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang
timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari
sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga
tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 38
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

4. Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan


terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.

Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

1 1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

2 2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan


rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah


sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair .

2. . Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a. Partial replacement/unicompartemental
KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 39
b. High tibial osteotmy : orang muda

c. Patella &condyle resurfacing

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan


sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang


hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,


deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.19

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 40
BAB III

OSTEOPOROSIS

Definisi

Penurunan kekuatan tulang yang menyebabkan meningkatnya resiko


terjadinya fraktur. Kondisi dimana masa jenis tulang dengan standart defiasi kurang
2.5 dari rerata kelompok dewasa muda sehat dengan jenis kelamin yang sama (T-
Score -2.5) (WHO). Wanita post menopause dengan T-Score <-1.0 sangat rentan
untuk terkena osteoporosis.23

Epidemiologi

Di USA lebih kurang 9 juta orang dewasa menderita osteoporosis dengan T-


Score <-2.5. 48 juta orang memiliki massa tulang dengan resiko tinggi terkena
osteoporosis (T-Score<-1.0). Osteoporosis terjadi lebih sering pada peningkatan usia
dikarenakan pada peningkatan usia terjadi penurunan jaringan tulang secara
progresif. Pada wanita hilangnya fungsi ovarian pada menopause mempresipitasi
kerusakan tulang dengan cepat sehingga kebanyakan wanita memiliki kriteria
diagnostic osteoporosis pada usia 70-80 tahun.23

Semakin meningkatnya populasi orang tua maka penderita osteoporosis dan


fraktur juga akan meningkat. Di USA diestimasi bahwa terdapat 2 juta korban fraktur
yang disebabkan osteoporosis setiap tahunnya.23

Jumlah kejadian fraktur pada paha dan vertebra meningkat seiring


meningkatnya usia. Fraktur distal radius terjadi pada usia dibawah 50 tahun dan
stabil pada usia 60 tahun dan sedikit peningkatan pada usia selanjutnya. Insiden
fraktur meningkat sampai 2 kali lipat setiap 5 tahun sejak usia 70. Persentasi manusia
yang mengalami fraktur dalam hidupnya mencapai 14% wanita dan 5% pada pria.
Resiko fraktur pada ras Africa America lebih rendah daripada ras kaukasia dan asia.23

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 41
Klasifikasi

Osteoporosis terbagi menjadi Primer dan Sekunder. 25

a. Osteoporosis Primer

 Osteoporosis primer tipe I adalah osteoporosis pasca menopause. Pada


masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormone estrogen dan progesterone juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorpsi tulang
serta pembentukan osteoklas melalui sitokin. Ketika kadar hormone
estrogen darah menurun, proses pengeroposan tulang dan
pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang
menjadi lebih dominan.

 Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya


terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteoporosis terjadi akibat dari
kekurangan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya usia.

 Osteoporosis primer tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan


osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini
sering menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relative jauh lebih muda.
KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 42
b. Osteoporosis Sekunder

Osteoporosis yang disebabkan penyakit tertentu yang dapat


mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat.
Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah :

 penyakit ekdokrin : tiroid, hiperparatiroid, hipogonadisme

 penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorbs gizi kalsium,


fosfor, vitamin D terganggu

 penyakit keganasan (kanker)

 konsumsi obat-obatan seperti kostikosteroid

 gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga

Faktor Resiko

Faktor risiko dapat dibagi menjadi dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable) 23:

a. Tidak dapat dimodifikasi


Usia, baik pada perempuan dan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan
defisiensi hormon, estrogen pada perempuan dan testosteron pada
laki-laki. Penurunan estrogen pada perempuan menyebabkan
penurunan bone mineral density (BMD) yang cepat, sementara
penurunan testosterone pada laki-laki memiliki efek yang hamper
sama tetapi tidak secepat perempuan.23


Ras. walaupun semua ras dan etnisitas memiliki risiko untuk
mengidap osteoporosis, ras asia dan eropa memiliki risiko paling
besar.23


Hereditas. Pasien yang memiliki riwayat fraktur atau osteoporosis
dalam keluarganya memiliki risiko lebih besar untuk mengidap
osteoporosis.23

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 43

Build. Tubuh kurus diasosiasikan dengan osteoporosis.


Amenorrhea, menarche terlambat, menopause dini.

b. Dapat dimodifikasi


Konsumsi alcohol 23

Terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa sejumlah kecil


alkohol mungkin menguntungkan (kepadatan tulang meningkat dengan
meningkatnya asupan alkohol), tetapi minum terlalu banyak alkohol secara
berkepanjangan (asupan alkohol lebih dari tiga unit / hari) mungkin
meningkatkan risiko patah tulang, meskipun adanya efek menguntungkan
pada kepadatan tulang.


Defisiensi vitamin D akibat inaktifitas 23

Kadar vitamin D rendah pada darah sering terjadi pada usia lanjut.
Kekurangan vitamin D dalam tahap ringan berhubungan dengan peningkatan
hormon paratiroid (PTH). PTH meningkatkan resorpsi tulang, yang
menyebabkan hilangnya massa tulang.


Malnutrisi 23

Nutrisi memiliki peran penting dan kompleks dalam pemeliharaan


tulang yang baik. Faktor risiko yang diidentifikasi termasuk kalsium dalam
makanan yang rendah dan fosfor, magnesium, seng, boron, besi, fluoride,
tembaga, vitamin A, K, E dan C (dan D di mana paparan kulit terhadap sinar
matahari memberikan pasokan vitamin D yang tidak memadai).


Merokok 23

Merokok telah diusulkan dapat menghambat aktivitas osteoblas, dan


merupakan faktor risiko independen untuk osteoporosis. Merokok juga
menghasilkan peningkatan pemecahan estrogen eksogen, penurunan berat
badan dan menopause dini, yang semuanya berkontribusi untuk menurunkan
kepadatan mineral tulang.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 44

Eksposure terhadap logam berat 23

Patofisiologi

a. Bone Remodelling 23

 Mekanisme dasar terjadinya osteoporosis merupakan


ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang,
akibat tingkat resorpsi tulang yang terlalu cepat, tingkat pembentukan
tulang yang lambat dan massa puncak tulang yang inadekuat akibat
pertumbuhan yang terhambat. Ketiga faktor ini berkontribusi terhadap
pertumbuhan jaringan tulang yang rapuh

 Tulang terus menerus di remodeling selama hidup, akibat terjadinya


mikro-trauma, Remodelling ini terjadi ditempat-tempat tertentu di
tubuh, dan berjalan secara teratur. Resorpsi tulang selalu diikuti
dengan pembentukan tulang, proses ini dinamakan coupling. Proses
ini terjadi pada bone multicellular unit (BMU) (Frost & Thomas).
Osteoklas, dibantu oleh faktor transkripsi PU.1 berfungsi untuk
mendegradasi matriks tulang, sementara osteoblas berfungsi untuk
membentuk matriks tulang. Kepadatan tulang yang rendah dapat
terjadi akibat osteoklas mendegradasi tulang lebih cepat dari
pembentukan tulang oleh osteoblas.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 45
b. Kalsium 23

 Pada kondisi kekurangan kalsium massa puncak tulang akan


terganggu sehingga resiko terkena osteoporosis pada masa tua
menjadi lebih tinggi.

 Pada orang dewasa kekurangan kalsium akan menyebabkan


hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroisisme akan menstimulasi
hidroksilasi vitamin D pada ginjal yang menyebabkan peningkatan
1.25dihidroksi vitamin D dan kalsium intake pada gastrointestinal.
Hal tersebut akan meningkatkan proses bone remodeling yang pada
jangka panjang akan menyebabkan ketidakseimbangan resorpsi dan
formasi tulang sehingga merusak jaringan tulang.

 Jumlah Konsumsi kalsium yang dianjurkan ialah 1000-1200mg per


hari.

c. Vitamin D 23

 Pada kondisi kekurangan vitamin D akan terjadi system kompensasi


dari hiperparatiroidisme sekunder. Yang dalam jangka waktu panjang
akan menyebabkan ketidakseimbangan resorpsi dan formasi tulang
sehingga merusak jaringan tulang.

 Jumlah konsumsi Vitamin D yang dianjurkan ialah 800-1000 unit per


hari.

d. Estrogen 23

Pada kondisi kekurangan estrogen terjadi aktivasi remodeling tulang


pada lokasi baru dan gangguan keseimbangan resorpsi dan formasi tulang.
Gangguan keseimbangan tersebut akan berdampak pada penurunan permanen

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 46
massa tulang. Akivasi remodeling tulang pada lokasi baru meningkatkan
resiko kerusakan pada trabekula yang merupakan template untuk formasi
tulang baru.

Estrogen juga dapat mengontrol life span dari tulang dengan cara
mengontrol apoptosis. Pada keadaan kekurangan hormone estrogen life span
osteoblast akan berkurang dan life span osteoklas akan bertambah sehingga
kerusakan tulang lebih cepat disbanding formasinya dan menyebakan
penurunan massa tulang.

Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, Osteoporosis


merupakan silent disease dimana biasa tidak menimbulkan gejala. Tanda klinis
utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, panggul,
humerus, dan tibia.26

1. Anamnesis 26

Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang


menunjang terjadinya osteoporosis seperti:

a. Tinggi badan yang makin menurun

b. Obat-obatan yang diminum

c. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, seperti :


penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit endokrin, penyakit saluran
cerna

d. Jumlah kehamilan dan menyusui

e. Kegiatan aktivitas diluar rumah, sering mendapat paparan sinar


matahari

f. Kebiasaan minum susu, asupan kalsium lainnya.

g. Kebiasaan merokok, minum alkohol.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 47
2. Pemeriksaan Fisik 26

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas
tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis
dorsal atau gibus dan penurunan tinggi badan. Pemeriksaan fisik hendaknya
menyeluruh, misalnya pembesaran tiroid pada pasien dengan sangkaan
parathyroidism. Fraktur adalah merupakan manifestasi lanjut dari
osteoporosis. Daerah yang sering mengalami fraktur adalah vertebra,
pergelangan tangan, colum femoris clan proksimal humerus. Munculnya
Dowager's Hump (curvatura punggung) pada pasien tua menunjukkan adanya
fraktur multipel pada vertebra dan adanya penurunan volume tulang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk menegakkan


diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan densitometri, computed tomography
scan (CT Scan), atau ultrasound. Pada saat ini bakuan untuk diagnosis osteoporosis
diperoleh dengan menggunakan teknik Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DEXA)
yang mengukur kepadatan tulang sentral. Kelangkaan dan mahalnya DEXA untuk
sementara dapat digantikan dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative
Ultrasound (QUS) yang lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak terdapat efek
radiasi tetapi tidak dapat mengukur secara langsung BMD .

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral


tulang adalah sebagai berikut 23,27, 28, 29 :

a. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA.

b. Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA)

c. Dual Photon Absorptiometry (DPA)

d. Ultrasounds

e. Quantitative Computed Tomography (QCT)


KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 48
Hasil pengukuran kepadatan tulang dapat dinilai dengan:

1. T-score

T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai rata-rata


kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral tulang
selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok yang
direferensikan (WHO).

a. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan yang lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat pada usia 30 tahun.

b. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan mineral


lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat pada usia 30
tahun.

Tabel 1 menunjukkan kepadatan tulang berdasarkan T-score menurut World Health

Organization (WHO).

Tabel 1 Kepadatan Tulang Berdasarkan T-Score

Kategori Nilai T-Score


Normal -1 ≤ SD < 2.5
Osteopenia -2.5 ≤ SD <-1
Osteoporosis < -2.5
< -2.5 dan adanya satu atau lebih
Osteoporosis parah
fraktur

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 49
2. Z-score.

Nilai kepadatan tulang yang diperoleh dibandingkan dengan hasil


yang lain dari kelompok orang yang mempunyai umur, jenis kelamin dan ras
yang sama. Nilai Z-score hasil pengukuran kepadatan tulang diberikan dalam
standar deviasi (SD) dari nilai rata-rata kelompoknya. Nilai kepadatan
mineral tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean
kelompok yang direferensikan.

1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai


kepadatan yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang
yang lain dalam kelompoknya. (WHO)

2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai


kepadatan mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan
tulang yang lain dalam kelompoknya.

Z-score direkomendasikan bagi pria dan wanita yang berusia muda


serta anak-anak. Penilaian kepadatan tulang dengan menggunakan Z-Score
disajikan menurut International Society for Clinical Densitometry (ISCD)
sebagaimana pada tabel 2

Tabel 2 Kepadatan Tulang Berdasarkan Z-Score

Kategori Z-Score
Normal ≥ -2 SD
Kepadatan tulang rendah < -2 SD
Penatalaksanaan

a. Hormonal. 25

- Estrogen

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 50
- Kombinasi estrogen dan progesteron

- Testosteron

- Steroid anabolik

b. Non-hormonal 25

- Kalsitonin

- Bifosfonat

- Kalsium

- Vitamin D dan metabolismenya

- Tiasid

- Fitoestrogen (berasal dari tumbuhan:semangi, kedelai, kacang


tunggak)

Pencegahan

a. Cukup Konsumsi Kalsium 23

b. Paparan sinar matahari 22

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin


D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 51
Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.
Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari
sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang

c. Melakukan olahraga dengan beban 22

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga


dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.

d. Hindari rokok dan minuman beralkohol. 22

Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam


mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum
alkohol juga bisa merusak tulang.

e. Deteksi dini osteoporosis. 22

Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak


diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah
dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk
mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari
pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 52
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.


Jakarta:ECG;1996. Hal. 840-848
2. Swischuk, Fractures in Kids.2002.Di Akses pada tanggal 22 September 2014.
Dari: http://www.medscape.com/viewarticle/446548_2
3. Murtala, Bachtiar. Radiologi Trauma & Emergensi.Bogor:IPB Press;2012. Hal.
68-71
4. Ekayuda, Iwan. Tulang, dalam: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2.
Jakarta:Balai Penerbit Buku Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006.
Hal: 31-34
5. Carter A. M. Fraktur dan dislokasi, dalam: price Sylvia dkk. Patofisiologi,
volume 2. Jakarta;ECG,2006. Hal.1365-1367
6. Singh H, Neutz J. Radiology Fundamentals:Introducing to maging and
technology. Springer. New York. Hal: 287-290
7. Patel R, Pradip. Lecture notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta: Erlangga; 2007. Hal.
221-224

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 53
8. Rasjad C. Trauma, dalam: Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi.Edisi 2. Makassar:
Bintang Lamumpatue;2003. Hal. 370-1, 449-456

9. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s


Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
10. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
11. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
12. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
13. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
14. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 15 maret 2013.
15. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
16. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
17. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
18. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
19. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
20. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational Services.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 54
21. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis Kadar
Osteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian Journal of
clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2
22. [Guideline] Institue for Clinical System Improvement. Health Care Guideline.
Available at:
http://web.archive.org/web/20070718014056/http://www.icsi.org/osteoporosis/di
agnosis_and_treatment_of_osteoporosis__3.html
23. Anthony S. Fauci, 2008. Harrison’s Internal Medicine, 19th Edition, USA,
McGraw – Hill

24. Guyton, 2011, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 8, Jakarta. EGC
25. Wirakusmah, E.S., 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkar Dengan 39 Jus dan 38
Resep. Available at url : http://books.google.co.id/books?
id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=osteoporosis#PPP1M1.[Diskses 12 Nov
2016]
26. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
27. "Dual Energy X ray Absorptiometry - Bone Mineral Densitometry".
International Atomic Energy Agency.
https://rpop.iaea.org/RPOP/RPoP/Content/index.htm
28. "Bone densitometry". Courses.washington.edu.
29. “Bone Density Scan (DXA)”. http://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?
pg=dexa.

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI PANTI WERDHA KRISTEN HANA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Periode 31 Oktober – 3 Desember 2016 55

Anda mungkin juga menyukai