Anda di halaman 1dari 12

TUGAS – KEPANITERAAN GERIATRI

PANTI WERDHA KRISTEN HANA


PERIODE 9 JULI – 12 AGUSTUS 2012
NAMA : FAZA GHANI Y.
NIM : 406172112

Target Tekanan Darah Pada Lansia (JNC 8)

A. Tanpa Penyakit lain (DM atau CKD)


a. ≥ 60 tahun : < 150/90 mmHg
b. < 60 tahun : < 140/90 mmHg

B. Dengan Penyakit lain (DM dan/atau CKD) : < 140/90 mmHg

Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah SBP DBP


Normal < 120 mmHg DAN < 80mmHg
Prehipertensi 120 – 139 mmHg ATAU 80 – 89 mmHg
Hipertensi grade 1 140 – 159 mmHg ATAU 80 – 89 mmHg
Hipertensi grade 2 ≥ 160 mmHg ATAU ≥ 100 mmHg

Obat-obat hipertensi

1. Diuretik

Diuretik bekerja dengan mendeplesi simpanan natrium tubuh. Beberapa diuretik

juga memiliki efek vasodilatator selain efek diuresisnya. Diuretik efektif

menurunkan tekanan darah 10-15 mmHg pada sebagian besar penderita hipertensi.
Golongan obat ini baik digunakna pada pasien dengan hipertensi esensial ringan

sampai dengan sedang.

2. Beta blocker

Beta blocker menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan curah jantung,

dan menurukan tahanan vaskuler perifer. Beta blocker bekerja dengan menghambat

reseptor β adrenergik baik di jantung, pembuluh darah dan ginjal.

3. Ace Inhibitor

Menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menurunkan

jumlah angiotensin II yang memegang peranan penting dalam pathogenesis

hipertensi.

4. Angiotensin reseptor blocker

ARB bekerja dengan memblok angiotensin II pada reseptor AT1. sehingga jumlah

angiotensin II plasma akan meningkat. Seperti ACE inhibitor, ARB menurunkan

tekanan darah dengan cara menurunkan resistensi sistemik.

5. Calcium channel blocker


CCB menurunkan tahanan vaskuler perifer dan tekanan darah. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat influx kalsium pada otot polos arteri.
6. Aldosteron Receptor Blocker
Golongan aldosteron receptor blocker bekerja dengan menghambat kerja aldosteron
sehingga terjadi penurunan reabsorbsi natrium. Penurunan reabsorbsi natrium ini
kemudian akan menurunkan volume intravaskuler, menurunkan preload dan akhirnya
menurunkan tekanan darah. Contoh golongan obatnya adalah spironolakton.
7. Antihipertensi lain
Beberapa golongan obat antihipertensi lain adalah :
a) Agonis α2 sentral
Contoh obat Agonis α2 sentral adalah metildopa dan klonidin. Obat-obatan
golongan ini menurunkan tekanan darah dengan mencegah fisiologi normal NE
post ganglion saraf simpatis.
b) Golongan obat penyekat α
Obat penyekat α menurunkan tekanan arteri dengan cara mendilatasi pembuluh
darah.
c) Vasodilatator
Merelaksasi otot polos arteriol sehingga mengurangi tahanan vaskuler sistemik.
Rumus SVR (Systemic Vascular Resistance)

𝑴𝑨𝑷 − 𝑪𝑽𝑷
𝑺𝑽𝑹 = 𝐗 𝟖𝟎
𝑪𝑶

SVR = systemic vascural resistance


2 X tekanan darah diastol
MAP = mean arterial pressure. MAP = Tekanan darah Sistol + ( )
3

CVP = central venous pressure. Tekanan darah balik yang masuk ke dalam atrium kanan

CO = cardiac output. Volume darah yang dipompa oleh jantung dari ventrikel per menit,
dipengaruhi oleh stroke volume (volume darah yang dipompa oleh jantung tiap kali kontraksi)
dan heart rate (denyut jantung)

DIABETES MELITUS TIPE 2

Definisi
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita.

Kriteria diagnosis DM
1. pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
Atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau

4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh


National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.

HbA1c (%) Glukosa darah Glkosa plasma 2


puasa (mg/dl) jam setelah TTGO
(mg/dl)
DIABETES >6,5 > 126 > 200
PREDIABETES 5,7-6,4 100-125 140-199
NORMAL < 5,7 < 100 < 140

OBAT ANTIHIPERGLIKEMIA ORAL

a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)


 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia
(orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).

 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


 Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2).
Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan,
PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan
saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

 Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila
diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan


Penghambat Alfa Glukosidase.

Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat
glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan
faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi
berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh
obat golongan ini adalah Acarbose.

1. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga


GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh
obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

2. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari Badan
POM RI pada bulan Mei 2015.
FISIOLOGI PANKREAS

PULAU LANGERHANS
Pankreas adalah organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin
mengeluarkan laruta, alkali dan enzim pencernaan melalui saluran pankreas ke lumen saluran
pencernaan. Tersebar di seluruh pankreas antara sel-sel eksokrin, berbentuk pulau-pulau sel
endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans. Pulau-pulau ini membuat sekitar 1 – 2% dari total
massa pankreas. Sel endokrin pankreas yang paling banyak adalah sel β (beta), yang merupakan
sintesis insulin dan sekresi insulin serta merupakan sekitar 60% dari total massa pulau. Sel α (alpha)
adalah sel yang menghasilkan hormon glukagon dan membentuk 25% dari massa pulau. Sel D
(delta) adalah situs pankreas sintesis somatostatin, yang mengisi kurang dari 10% total massa
pulau. Sel islet yang terakhir adalah sel F (1% dari massa islet) yang mensekresi polipeptida
pancreas yang berperan dalam mengurangi nafsu makan dan asupan makanan. Empat persen
sisanya dari massa pulau terdiri dari ikat jaringan, pembuluh darah, dan saraf. sel-sel
terkonsentrasi secara terpusat di pulau, dengan sel-sel lain berkerumun di sekeliling pinggiran.

SOMATOSTATIN
Bertindak sebagai hormon, somatostatin pankreas menghambat sistem pencernaan dalam
berbagai cara, efek keseluruhannya adalah menghambat pencernaan nutrisi dan mengurangi
penyerapan nutrisi. Somatostatin dilepaskan dari sel D pankreas dalam respon langsung terhadap
peningkatan glukosa darah dan asam amino darah selama penyerapan makanan. Dengan
mengerahkan efek penghambatannya, somatostatin pankreas bekerja dengan cara umpan balik
negatif untuk mengerem laju makan yang dicerna dan diserap, sehingga tidak berlebihan.
Kadar plasma nutrisi. Somatostatin pankreas juga bertindak sebagai parakrin dalam mengatur
sekresi hormon pankreas. Keberadaan lokal somatostatin menurunkan sekresi insulin, glukagon,
dan somatostatin itu sendiri, tetapi kepentingan fisiologis fungsi parakrin seperti itu belum
ditentukan.
Somatostatin juga diproduksi oleh sel-sel yang melapisi saluran pencernaan, di mana ia bertindak
secara lokal sebagai parakrin untuk menghambat sebagian besar proses pencernaan (lihat hal.
609). Selanjutnya, somatostatin (alias GHIH) diproduksi oleh hipotalamus, di mana ia menghambat
sekresi hormon pertumbuhan dan TSH (lihat hal. 681). Kami selanjutnya mempertimbangkan
insulin dan kemudian glukagon, diikuti dengan diskusi tentang bagaimana insulin dan fungsi
glukagon sebagai unit endokrin untuk memindahkan roda gigi metabolik antara keadaan absorpsi
dan postabsorptif.

GOLONGAN AGEN PEREDA KONSTIPASI

a) Bulking Agents (serat)


Psyllium adalah sejenis serat yang biasa digunakan sebagai agen bulking. Agen bulking
menyerap air dan membengkak di usus untuk membuat tinja yang lebih lembut dan padat
yang mudah dilewati. Ini berarti bahwa bulk laxative harus diminum dengan banyak air
ketika digunakan sebagai laksatif, jika tidak dapat membuat sembelit lebih buruk atau
menyebabkan obstruksi usus.
Metilselulosa adalah serat larut lain yang juga merupakan bulking agent.

b) Chloride Channel Activators


Bekerja pada membran saluran usus untuk meningkatkan sekresi cairan dan memperbaiki
jalannya tinja. Mereka memiliki penyerapan minimal di luar usus (tidak terserap seluruhnya
ke dalam aliran darah). Mereka dapat digunakan untuk mengobati sembelit yang diinduksi
oleh opioid atau konstipasi yang tidak responsif terhadap obat pencahar lainnya. Mereka
juga dapat digunakan untuk mengobati sindrom iritasi usus yang memiliki konstipasi
sebagai gejala utamanya. Salah satu contoh obatnya adalah Lubiprostone

c) Guanylate cyclase-C (GC-C) Agonists


Agonis GC-C menstimulasi sekresi klorida dan bikarbonat ke dalam usus, yang
meningkatkan jumlah cairan dalam usus, melonggarkan feses dan mempercepat transit
feses di usus.
Ini adalah obat pencahar yang kuat yang seharusnya hanya digunakan untuk sembelit yang
tidak merespon dengan obat lain. Tidak pernah diberikan kepada anak-anak yang berusia
kurang dari enam tahun. Contoh obat-obatan agonis GC-C adalah linaclotide dan
plecanatide

d) Lubricants
Mengandung sejenis minyak yang melapisi tinja dan melumasi dinding usus,
memungkinkan tinja meloloskan usus besar dengan lebih mudah. Mereka biasanya hanya
diberikan jangka pendek untuk sembelit. Pelumas yang sering digunakan adalah mineral oil

e) Osmotic and hyperosmotic laxatives


Pencahar osmotik dan hiperosmotik menarik air ke dalam usus melalui proses yang disebut
osmosis. Osmosis adalah ketika air bergerak dari larutan yang kurang pekat ke larutan yang
lebih pekat, untuk menyeimbangkan konsentrasinya. Jadi laksatif osmotik dan
hiperosmotik bersifat hipertonik, yang berarti mereka memiliki konsentrasi garam yang
lebih tinggi dibandingkan dengan materi usus normal. Penting untuk diketahui bahwa
dibutuhkan asupan cairan yang cukup agar pencahar untuk bekerja secara efektif dan juga
untuk mencegah dehidrasi. Beberapa (seperti Prepopik) hanya digunakan untuk
pembersihan usus sebelum prosedur usus atau operasi dubur. Obat-obatnya antara lain,
glycerin, lactulose, polyethylene glycol, sodium phosphate, dll.

f) Stimulant
Obat pencahar stimulan langsung merangsang lapisan usus dengan mempercepat
kecepatan di mana tinja bergerak melalui usus besar. Sebagian besar bekerja dalam
beberapa jam. Penggunaan jangka panjang dan teratur dapat menyebabkan
ketergantungan. Contohnya adalah bisacodyl.
g) Stool softeners
Stool softeners bertindak seperti surfaktan dan melunakkan tinja yang memungkinkan air
untuk menembus tinja lebih mudah. Pelunak feses mungkin membutuhkan waktu lebih
lama daripada jenis obat pencahar lainnya untuk mulai bekerja tetapi mungkin lebih disukai
oleh orang yang baru pulih dari operasi, hanya melahirkan, atau dengan wasir, contohnya
adalah docusate
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI, 2015 Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta
2. James PA. Oparil S, Cushman WC, Dennison-Himmerlfarb C, Handler J,
dkk. 2014. Evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: report form the panel members appointed to the Eight
Joint National Committee (JNC 8). JAMA 2014:311(5):507-20.
3. JAMA. Special Communication 2014 Evidence – Based Guideline For the
Management of High Blood Pressure in Adults Report from the Panel
Members Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8).
JAMA, 2014, 311(5).507-520.
4. https://www.drugs.com/drug-class/laxatives.html
5. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Australia;
Belmont, CA : Thomson/Brooks/Cole; 2010.

Anda mungkin juga menyukai