Anda di halaman 1dari 48

BENIGN PROSTATIC HYPERTROPHY

CASE REPORT

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Ujian Stase Bedah

Diajukan oleh:

Munafiah
NIM J510170060
Pembimbing

dr. H. Bakrie Hasbullah, Sp. B FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2017

LEMBAR PENGESAHAN
1
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN PENDIDIKAN DOKTER
UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHMMADIYAH
SURAKARTA

Yang Diajukan Oleh

Munafiah J510170060

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari, 2017

Pembimbing:

dr. H. Bakrie Hasbullah., Sp.B FINACS ( )

dipresentasikan di hadapan

dr. H. Bakrie Hasbullah., Sp.B FINACS ( )

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. Dona Dewi Nirlawati ( )

2
BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 67 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngemplak-Karangpandan
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 5 Juni 2017
No. RM : 404XXX

2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Sulit buang air kecil
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak
kurang lebih 6bulan yang lalu. Untuk memulai buang air kecil pasien
membutuhkan waktu sekitar 3-5 menit.pasien juga harus mengedan
agar air kencing pasien keluar.
Pasien mengeluhkan pancaran air kencing yang mulai
melemah, terputus-putus dan lalu menetes.mulai mengeluh sering
mengejan saat kencing, pancaran kencing kurang deras dan kurang
jauh sehingga penderita lama di kamar mandi. Pasien juga
mengeluhkan buang air kecil merasa tidak lampias dan merasa masih
ada sisa air kencing di kandung kemih pasien.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien dipasang
selang untuk buang air kecil sebanyak satu kali. Kemudian berobat
jalan tetapisetiap obat habis masih merasakan hal yang serupa.

3
Riwayat kencing berdarah disangkal, kencing berpasir atau
batu disangkal, riwayat kencing bernanah disangkal, riwayat trauma
pada saluran kencing disangkal, demam disangkal, nyei pada pinggang
disangkal, susah buang air besar dan buang air besar berdarah
disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


1) Riwayat keluhan serupa : Disangkal
2) Riwayat DM : Disangkal
3) Alergi obat dan makanan : Disangkal
4) Riwayat trauma : Disangkal
.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Riwayat keluhan serupa : Disangkal
2) Riwayat DM : Disangkal
3) Alergi obat dan makanan : Disangkal
4) Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
1) Merokok : Disangkal
2) Menggunakan alkohol : Disangkal
3) Menggunakan obat HT : Disangkal
4) Suka menahan BAK : Diakui

3. Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), Lemah (-), Demam (-)
Sistem Cardiovascular Akral hangat (+), Sianosis (-), Anemis (-),
Berdebar-debar (-)
Sistem respiratorius Batuk (+), Sesak nafas (-)
Sistem Genitourinarius Sulit untuk buang air kecil, VU terasa
penuh

4
Sistem Gastrointestinal Nyeri perut (-), Mual (-), Muntah (-),BAB
(dbn)
Sistem Musculoskeletal Badan terasa lemas (-), atrofi otot (-),
kelemahan otot (-)
Sistem Integumen Sikatriks (-), keringat dingin (-)

4. Pemeriksaan Fisik
1) Status Generalis
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Vital Sign
 Tekanan Darah : 120/80
 Heart Rate : 84x/menit
 Nadi :84x/menit
 Respirasi : 18x/menit
 Suhu : 36,5oC/axiller
Kepala : Normocephal, deformitas (-),
konjungtiva anemis (+/+), sclera
ikterik (-/-), Reflek Cahaya (+/+),
pupil isokor.
Leher : Simetris, deviasi trakea (-),
peningkatan JVP (-), pembesaran
kelenjar limfe (-)

Toraks
Paru Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada
ketinggalan gerak, retraksi intercostae (-)
Palpasi Fremitus dada kanan dan kiri sama, krepitasi (-)
Perkusi Sonor di dada kanan dankiri depan
Sonor diseluruh punggung belakang

5
Auskultasi Terdengat suara dasar vesikular (+/+), wheezing
(-/-), ronkhi (-/-)

Jantung Hasil pemeiksaan


Inspeksi Dinding dada pada daerah pericordium tidak
cembung/cekung, tidak ada memar maupun
sianosis,ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordi teraba di SIC V agak ke medial dari
LMCS, ictus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung
Batas kiri jantung :

 Atas : SIC III sinistra di linea parasternalis


sinistra
 Bawah : SIC V sinistra 1 cm lateral linea
midclavicula sinistra

Batas kanan jantung :

 Atas : SIC III dextra di sisi lateral linea


parasternalis dextra
 Bawah : SIC IV dextra di sisi lateral linea
parasternalis dextra

Auskultasi BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Distended (-), ascites (-), sikatriks (-)
Auskultasi Suara peristaltik (normal), suara tambahan (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba, defans muskular (-)

6
Perkusi Suara timpani (+), nyeri ketok costovertebrae (-)

Ekstremitas
Ekstremitas Superior Akral Hangat (+), Edema (-)
Dextra
Ekstremitas Superior Akral Hangat (+), Edema (-)
Sinistra
Ekstremitas Inferior Akral Hangat (+), Edema (-)
Dextra
Ekstremitas Inferior Akral Hangat (+), Edema (-)
Sinistra

2) Status Lokalis
a. regio costo vertebre
inspeksi: bentuk pinggang simetris
palpasi: balotemen (-)
perkusi: nyeri ketok (-)
b. regio suprapubik
inspeksi: terdapat rambut pubis, benjolan(-)
palpasi: nyeri tekan (-)
c. regio genetalia eksterna
inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-
), OUE tak tampak kelainan
d. rectal toucher
didapatkan tonus sfingter ani baik, mukosa licin teraba
massa konsistensi kenyal lunak, uninoduler, lobus kanan kiri
asimetris, tidak ada lendir darah.
Pemeriksaan IPSS

Untuk pertanyaan no.1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut :


0 = tidak pernah 3 = kurang lebih separuh kejadian

7
1 = <1 dari 5 kejadian 4 = lebih dari separuh kejadian
2 = separuh kejadian 5 = hampir selalu
Dalam 1 bulan terakhir ini berapa seringkah anda :
1. Merasakan masih terdapat sisa urin sehabis kencing? Skor 5
2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu Anda
kencing? Skor 5
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal
ini dilakukan berkali-kali? Skor 5
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing? Skor 2
5. Merasakan pancaran urin yang lemah? Skor 5
6. Harus mengejan dalam memulai kencing? Skor 5
Untuk pertanyaan no.7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini :
0 = tidak pernah 3 = 3 kali
1 = 1 kali 4 = 4 kali
2 = 2 kali 5 = 5 kali
7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur
malam untuk kencing? Skor 4
Pertanyaan penilaian tentang kualitas hidup :
8. Bagaimana anda menikmati hidup? Tidak bahagia
Kesimpulan : S ,L ,Q ,R ,V
(S : skor, L: kualitas hidup, Q: pancaran urin ml/det, V:vol.prostat
)

3) Pemeriksaan Penunjang
27-05-2017
pemeriksaan angka satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13.9 Gr/dl 14-18
Hematokrit 43.0 % 42.00-52.00
Leukosit 7.28 103ul 5-10
Trombosit 181 103ul 150-300

8
Eritrosit 4.29 106ul 4.50-5.50
MCV 100.3 Fl 82-92
MCH 32.4 Pg 27-31
MCHC 32.2 Gr/dl 32-36
Eosinofil 1.9 % 1-3
Basofil 0.4 % 0-1
Limfosit 24.6 % 20-40
Monosit 2.6 % 2-8
GDS 89 Mg/dl 70-150

9
Foto toraks

10
USG

11
Interpretasi :
VU : mukosa menebal, batu (-)
prostat: struktur echoparenkim normal, ukuran membesar, capsul utuh
kesan: pada waktu dilakukan pemeriksaan USG tampak pembesaran kelenjar
prostat (BPH) terukur volume: 36,78cc struktur ekoparenkim berbecak calsifikasi
kapsul utuh

5. Resume
A. Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 67 tahun datang dengan keluhan:
1) Pasien mengeluhkan sulit untuk buang air kecil dan tidak lampias
2) Kencing memancar dengan pelan dan diakhiri dengan menetes
3) keluhan dirasakan kurang lebih 6 bulan yang lalu
4) kandung kemih terasa penuh
B. Pemeriksaan fisik
Status Generalis : Dalam batas normal
Status Lokalis
Regi costovertebrae : tidak ada keluhan
Regio suprapubis : tidak ada keluhan
Regio genetalia eksterna : tidak ada keluhan
Rectal toucher : didapatkan tonus sfingter ani baik,
mukosa licin teraba massa konsistensi kenyal lunak, uninoduler,
lobus kanan kiri asimetris, tidak ada lendir darah.

6. Diagnosis kerja
Benigna Prostat hyperplasia
7. Diagnosis Banding
a. Striktur uretra
b. Karsinoma prostat
c. Prostatitis

12
8. Terapi
Direncanakan operasi prostatektomi
9. Prognosis
quo ad vitam : dubia ad bonam
quo at bonam : dubia ad bonam
10. Laporan operasi
Diagnosis pre-operasi : BPH
Diagnosis post-operasi : BPH
Teknik operasi : Open Prostatektomi

FOLLOW UP
04/06/2017 S/ Pasien mengeluh buang air kecil P/ inf. RL 20tpm
pelan, lama dan diakhiri dengan Inj. Ceftriaxon 1A/12j
menetes, pasien mengedan pada saat Lavement supp
buang air kecil dan kandung kemih pre operasi prostatektomi
terasa penuh. Mual (-), muntah(-), Pasien dipuasakan
BAB (+)
O/ TD: 120/80
N: 84X/menit
S:36,5
RR: 18 X/menit

KU: baik
KS: CM (E4V5M6)
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-)
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni
Abd: NT(-), Peristalti(+)
Eks: akral hangat, edem (-)

13
A/ Pre Op benigna prostat hiperplasia
05/06/2017 S/ nyeri pada daerah post op, Mual (-), P/ Inf. RL 20tpm
muntah(-), pusing (-) Inf. Metronidazole
O/ TD: 110/70 500mg/8j
N: 84X/menit Inj. Ranitidin 1amp/12j
S:36,5 Inj. Ceftiaxone 1A/12J
RR: 18 X/menit Inj. Asam tranexamat
1A/8j
KU: baik Drip ketesw 2A +
KS: CM (E4V5M6) Diazepam 1A dalam
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-) infus D5
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni
Abd: NT(-), Peristalti(+)
Eks: akral hangat, edem (-)

A/ post op H+0 benigna prostat


hiperplasia
06/06/2017 S/ nyeri pada daerah post op, Mual (-), P/ Inf. RL 20tpm
muntah(-), Pusing (-), muntah(-) Inf. Metronidazole
O/ TD: 100/60 500mg/8j
N: 84X/menit Inj. Ranitidin 1amp/12j
S:36,5 Inj. Ceftriaxone 1A/12J
RR: 18 X/menit Inj. Asam tranexamat
1A/8j
KU: baik Drip ketesw 2A +
KS: CM (E4V5M6) Diazepam 1A dalam
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-) infus D5
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni Traksi dikendorkan

14
Abd: NT(-), Peristalti(+)
Eks: akral hangat, edem (-)

A/ post op H+1 benigna prostat


hiperplasia
07/06/2017 S/ pasien merasa vesika urinaria P/ Inf. RL 20tpm
penuh, nyeri pada daerah post op. Inf. Metronidazole
batuk (+) 500mg/8j
O/ TD: 110/60 Inj. Ranitidin 1amp/12j
N: 75X/menit Inj. Ceftriaxone 1A/12J
S:36,5 Inj. Asam tranexamat
RR: 18 X/menit 1A/8j
Drip ketesw 2A +
KU: baik Diazepam 1A dalam
KS: CM (E4V5M6) infus D5
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-) Codein 10 mg/8j
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni Posisi ½ duduk
Abd: NT(-), Peristalti(+) Diet nasi
Eks: akral hangat, edem (-) Besok:
Medikasi
A/ post op H+2 benigna prostat Up DC irigasi kunci
hiperplasia SCL
Posisi duduk

08/06/2017 S/ batuk (+), setelah batuk nyeri pada P/ Inf. RL 20tpm


daerah post op, Mual (+), muntah(-), Inf. Metronidazole
pusing (-) 500mg/8j
O/ TD: 110/70 Inj. Ranitidin 1amp/12j

15
N: 84X/menit Inj. Ceftriaxone 1A/12J
S:36,5 Inj. Asam tranexamat
RR: 18 X/menit 1A/8j
Drip ketesw 2A +
KU: baik Diazepam 1A dalam
KS: CM (E4V5M6) infus D5
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-) Codein 10 mg/8j
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni Up DC yang diperut
Abd: NT(-), Peristalti(+) SCL
Eks: akral hangat, edem (-) Besok
Up drain
A/ post op H+3 benigna prostat Medikasi
hiperplasia
09/06/2017 S/ pasien merasanya nyeri pada P/
daerah operasi, batuk (+) Mual (+), Terapi dilanjutkan
muntah(-), pusing (-) Besok
O/ TD: 100/70 Cek AL <10.000
N: 84X/menit BLPL
S:36,5
RR: 19 X/menit

KU: baik
KS: CM (E4V5M6)
K/L: PKGB(-), CS (-/-), SI(-/-)
Tho: P: SDV(+/+), wh (-/-), rh(-/-)
C: BJ I/II reg murni
Abd: NT(-), Peristalti(+)
Eks: akral hangat, edem (-)

16
A/ post op H+4 benigna prostat
hiperplasia

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti
pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria;
tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20
gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran
ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini
terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan
oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan
dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk
18
ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai
lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat.
Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar.
Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir
lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Batas-batas prostat
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica
urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang
lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
19
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum
retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin
oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang
semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m.
levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus
ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara
pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :


a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat:


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.

20
Peripheral zone

Transition zone

Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula
dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke
pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca
interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti
pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke
nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus
hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal
dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris,
mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma
dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah.

21
2. Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama


sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.
Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar

4. Etiologi hiperplasia Prostat Jinak


Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab
terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori
Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-
testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.

22
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat
berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah,
meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone
menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara
23
intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.

5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak


Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar
25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada
usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.

6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak


Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan
struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
24
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

↓ ↓

Buli-buli: Ginjal dan ureter:

Hipertrofi otot detrusor Refluks VU

Trabekulasi Hidroureter

Selula Hidronefrosis

Divertikel buli-buli Gagal ginjal

Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

25
7. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Obstruksi Iritasi
 Hesitansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuria
 Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot
buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli
mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi
yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus
antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan
yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi
otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic α)
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara
lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis)

26
8. Pemeriksaan fisik:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar
lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna
menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal
pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan
transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses
prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)


9. Diagnosa banding
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
 Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
 Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi

27
 Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
 Divertikulum buli
 Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
 Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
 Kanker prostat Gejala obstruksi
 Striktur uretra
 Kontraktur/striktur buli

Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

10. Pemeriksaan laboratorium :


a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal
kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat

28
11. Pemeriksaan Patologi Anatomi
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous
hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a. Foto polos
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar
tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak
memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum
biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong
jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama
dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk
pengukur volume prostat, caranya antara lain :

29
 Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
 Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height)
,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x
L).
c. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah
“cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter
melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan
dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan
derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal


 Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan
pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding
zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central
dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer
adalah “surgical capsule”.
 USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

30
Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


e.Sistografi buli

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat


Hiperplasia

13. Pemeriksaan lain :


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur:
 Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
 Pancaran urin/flow rate :

31
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200
ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air
kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih
dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.

14. Komplikasi
 Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
 Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba,
tidak nyeri
32
 Infeksi traktus urinaria
 Batu buli
 Hematuri
 Inkontinensia-urgensi
 Hidroureter
 Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal

15. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri
tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun
adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang
lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal
Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka  TUMT
waiting adrenergik α  TUBD
Penghambat Endourologi  Stent uretra
reduktese α  TUNA
Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

33
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala Retensi urinaria+gejala yang


AUA berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Gejala ringan Gejala sedang Batu buli
(AUA≤7)/ Infeksi saluran urinaria
tdk ada /berat berulang
gejala Tes(AUA≥8)
diagnostic Insufisiensi renal
Uroflow
Residu urin postvoid Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi

Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala Efek samping


BPH
Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi
retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%

34
5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
inhibitors Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
heat Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-
10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-
23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat


Hiperplasia

a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi
atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5)
jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan

35
miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang
lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase.
 Penghambat reseptor adrenergik α
 Penghambat 5 α reduktase
 Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

36
Detrusor
Prostate Trigone
Internal
Gland
Sphincter
Pelvic
External Floor
Sphincter

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2) Penghambat 5 α reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam
sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara

37
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
OH OH

5 -reductase type 1 and 2

O O
NADPH NADP H
Testosterone Dihydrotestosterone

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase

Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :


 Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
 Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3) Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth
factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang
banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat
yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan
menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang
disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian

38
prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem
pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan
secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan
menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi
microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi
kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui


transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk
pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat
rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields
melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat
(TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal


39
3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk
menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter
mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon
pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu
air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya.
Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar
jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur
keluar melalui urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara
leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine
dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang
selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman
dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa
gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

40
Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah
1) Operasi transurethral
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen
melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi
lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak
segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma.
Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru
smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.

41
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu
pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP
adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen
mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar
uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan

42
(a)

(b)

(c)

Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),
prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di
leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini
digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

43
Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar
(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak
dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).
Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-
10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan
pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser
44
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation),
sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak
flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke
dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi
laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,
koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke
jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara
sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak

45
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e. Kontrol berkala

 Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui
apakah terdapat perbaikan klinis
 Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
 Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan
melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
 Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian
skor miksi, juga diperiksa kultur urin
 Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.

46
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau
lanjut.
 Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi
antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel
(apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.
 Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat
(≥ 20)
 Penatalaksanaannya dengan menggunakan skor IPSS, jika ringan maka
watcful waiting, jika skor sedang maka dilakukan medikamentosa, dan
jka skor berat maka dilakukan tindakan operasi (terbuka atau tertutup).

47
DAFTAR PUSTAKA

Fawzy A, Pool JL. 2016. Benign Prostatic Hypertrophy and the Role of Alpha
Adrenergic Blockade. http://www.medscape.com/viewprogram/2016
Gardjito W.Retensi Urin : Permasalahan dan Penatalaksanaan. JURI 1994; 4: 18-
26
Sjamsuhidayat, Jong WD.2007 . Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3 . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Purnomo,B. 2013. Dasar-dasar Urologi : Hiperplasia Prostat Beigna. Edisi 3.
Jakarta: Sagung Seto
Wang D, Foo KT. 2013. Staging of Benign Prostate Hyperplasia is helpful in
patients with LUTS suggestive of Benign Prostate Hyperplasia. Ann,
Acad. Med. Singapore ; 39

48

Anda mungkin juga menyukai