Salah satu operasi mata yang umum dilakukan pada kelompok usia anak-anak.
Prosedur operasi sederhana dan singkat namun sering dikaitkan dengan komplikasi
perioperatif yang tidak terduga, namun sebagian besar dapat berhasil ditangani
dengan segera oleh para dokter anestesi. Masalah anestesi termasuk kontroversial.
penggunaan suxamethonium untuk induksi, jalan napas yang sulit, insidensi mual dan
muntah pascaoperasi yang tinggi, efek sistemik dari obat-obatan topikal, malformasi
kongenital lainnya, refleks okulokardiak, butuhnya analgesic pasca operasi dan
kecenderungan adanya hiperpireksia maligna.
Insiden jalan napas yang sulit: Pasien strabismus mungkin memiliki kelainan
kongenital yang terkait seperti sindrom Down, sindrom Marfans atau distrofi
muskular, dengan keterlibatan jalan nafas. Pemeriksaan hati-hati terhadap jalan napas
sangatlah wajib dilakukan sebelum melakukan manajemen anestesi.
Efek obat yang diberikan pada mata: Tetes mata mudah diserap melalui hiperemia,
konjungtiva yang terbuka menyebabkan efek sistemik Phenylephrine yang diberikan
pada mata untuk menyebabkan mydriasis dan haemostasis, namun absorbsi
phenylephrine dapat menyebabkan vasokonstriksi yang dalam dan hipertensi sistemik.
Hal ini juga dapat menyebabkan aritmia. dan sakit kepala. Untuk mencegah hipertensi
sistemik hanya 1 sampai 2% phenylephrine yang harus digunakan dan hanya satu
tetes yang harus dimasukkan ke masing-masing mata. Adrenalin (2%) menyebabkan
hipertensi & aritmia, Timolol (B-blocker) menyebabkan bradikardia, hipotensi &
asma eksaserbasi, Phospoline iodide (echothiophate iodide) adalah anti-cholinesterase
long-acting yang digunakan untuk kasus glaukoma yang memperpanjang
suxamethonium dalam menginduksi relaksasi otot. Pasien yang telah diobati dengan
echothiophate iodide dapat mempertahankan kadar pseudokolinesterase rendah dalam
darah selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan setelah stop dari
pengobatan. Oleh karena itu penggunaan suxamethonium dikontraindikasikan ketika
fosfat iodida digunakan karena khawatir terjadnya apnea pasca operasi. Efek sistemik
dari siklopentolat hidroklorida meliputi disorientasi, dysarthria dan kejang.
Manajemen refleks okulokardiak harus segera dilakukan dan dengan injeksi intravena
atropin pada dosis 0,005 sampai 0,4 mg / kg. obat-obatan antikolinergik membantu
mencegah terjadinya refleks ini. Episode yang berulang memerlukan infiltrasi lokal
lignocaine di dekat otot ekstrinsik. Epinephrine intravena 6-12 mg digunakan untuk
pasien dengan kolaps kardiovaskular. Lidokain intravena 1,5-2 mg / kg diberikan
untuk aritmia ventrikel disertai dengan pijat jantung. Blok retrobulbar dengan 1
sampai 3 ml lidokain 1% atau 2% (Xylocaine) dapat mencegah refleks jantung
okulokardiak dengan menghalangi aferen limbus pada refleks vagus trigeminal.
Mual dan muntah pasca operasi: hal ini sangat umum terjadi setelah koreksi
strabismus. Mekanisme pastinya tidak diketahui. Ini mungkin secara sekunder terjadi
akibat persepsi visual yang berubah atau refleks okuloemetik, yang analog dengan
refleks okulokardiak. Hal ini lebih umum terjadi pada pasien yang dipremedikasi
dengan opioid. Midazolam oral 0,5 mg / kg tampaknya merupakan premedikasi yang
lebih baik untuk kasus strabismus. Penggunaan metoklopramid intraoperative 0,1-
0,15 mg / kg intravena, droperidol 70 mic / kg, ondansetron 0.1mg / kg, dan induksi
anestesi intravena oleh propofol dll, membantu mengurangi kejadian PONV.
Manajemen nyeri pasca operasi: hal ini juga sama pentingnya untuk mengurangi
rasa nyeri sakit dan rasa tidak nyaman pada anak-anak. Parasetamol rectal atau
diklofenak suppositoria biasanya digunakan. Pemberian lovobupivacaine pada
preoperasi di subtenon juga dapat membantu.
Manajemen anastesi: Operasi strabismus pada orang dewasa dapat dilakukan dengan
anestesi lokal (retrobulbar atau blok peribulbar) dengan atau tanpa sedasi. Pasien non-
kooperatif dewasa dapat dimanajemen dengan teknik anestesi intravena total dengan
sedasi dan narkotika. Anak-anak akan selalu membutuhkan anestesi umum untuk
operasi korektif. Premedikasi dapat diberikan dengan midazolam oral 0,5 mg / kg
disertai atropin 0,02 mg / kg. Induksi inhalasi dengan sevofluran dalam oksigen dan
nitrous oxide, fentanil 1 mg / kg intravena, rocuronium 1 mg / kg intravena atau
atrcurium 0,5 mg / kg intravena, LMA / ETT proseal, ventilasi terkontrol. Induksi
intravena dengan fentanil 1mg / kg, propofol 2,5mg / kg, vecuronium / atracurium
dengan nitrous oxide dalam oksigen dan isofluran. Penggunaan monitoring
neuromuskular sangat disarankan dan monitoring EKG bersifat wajib. Selanjutnya
sangat penting untuk mempertahankan normokarbia selama prosedur ini. Ekstubasi
pelepasan LMA dilakukan di dalam keadaan anestesi yang dalam. Profilaksis
intraoperative terhadap PONV dengan ondansetron atau metoklopramid dalam dosis
yang disarankan harus diberikan.