Anda di halaman 1dari 52

Asuhan Keperawatan ISPA

1. Pengkajian

A. Identitas Pasien

Nama : AN. J

Umur : 3 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Jalan Nanas 3

Tanggal Masuk : 05 oktober 2014

Diagnosa medis : ISPA

Nama Ayah : TN. I

Umur :35 tahun

Pekerjaan : wiraswasta

Pendidikan : SMA

Alamat : Jalan Nanas 3

Nama Ibu : NY.F

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : wiraswasta

Pendidikan : SMA

Alamat : Jalan Nanas

2. Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam

3. Riwayat penyakit sekarang

Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

5. Riwayat penyakit keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

6. Riwayat social

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya

PEMERIKSAAN FISIK

B1 (Breath)

1. Inspeksi:

Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan Tonsil tanpak kemerahan dan edema Tampak
batuk tidak produktif Tidak ada jaringan parut pada leher Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi

2. Palpasi

Adanya demam Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3. Perkusi Suara paru normal (resonance)

4. Auskultasi Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi

B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan
penciuman

B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan

B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan
pada tenggorokan
B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman,

2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia

3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny:2010)

DIAGNOSA

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

2. Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

4. Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia.

5. Resiko tinggi penularan infeksi( Khaidir:2008)

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasionalisasi

1.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan antara produksi panas, peningaktan panas, dan
kehilangna panas).

Suhu tubuh kembali normal

Nadi : 60-100 denyut per menit

Tekanan darah : 120/80 mmHg

RR : 16-20 kali per menit

Observasi :

tanda-tanda vital

Mandiri :

1. Kompres pada kepala / aksila.


2. Atur sirkulasi udara kamar pasien

Health Education:

Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian tipis dan dapat menyerap keringat

2 Anjurkan klien untuk minum banyak 2000-2500 ml/hari.

3 Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama masa febris penyakit

Kolaborasi :

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya

1. Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan bahan
perantara

2. Penyediaan udara bersih

1. Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak menyerap keringat

2. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

Berbaring mengurangi metabolisme


Untuk mengontrol infeksi dan menurunkan panas

2.

Nyeri telan berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Nyeri berkurang skala

1-2

Observasi :

Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10), faktor yang memperburuk atau meredakan
nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya

Mandiri :

1) Anjurkan klien untuk menghindari alergen atau iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokok, dan
mengistirahatkan atau meminimalkan bicara bila suara serak

2) Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi


Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan

1) Mengurangi bertambah beratnya penyakit

2) Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.

Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi atau menghambat pengeluaran histamin dalam
inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri

3.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret

Bersihan jalan nafas efektif

Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea, dan sianosis

Mandiri :

1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada


2. Auskultasi area paru, satat area penurunan atau tidak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius,
mis. Crackles, mengi.

3. Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukan atau bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
4. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml perhari(kecuali kontraindikasi). Tawrakan air hangat daripada dingin .

Kolaborasi :

1. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain, mis. Spirometer insentif, IPPB, tiupan
botol, perkusi, postural drainage. Lakukan tindakan diantara waktu makan dan batasi cairan bila mungkin.

2. Berikan obat sesuai indikasi mukolitik, ekspektoran, bronchodilator, analgesic.

1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan atau cairan paru

2. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas bronchial dapat juga
terjadi pada area konsolidasi. Crackles, ronchi dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada
respon teradap pengupulan cairan , secret kental dan spasme jalan nafas atau obstruksi.

3. Nafas dalam memudakan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersiaan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertaankan jalan nafas paten.
Penenkanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinan upaya nafas lebih dalam
dan lebih kuat.

4. Cairan (khususnya yang hangat)memobilisasi dan mengluarkan secret


1. Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret. Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi secret.

2. Analgesic diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekan pernafasan.

4.

Nutrisi tidak seimbang berhubungan dengan anorexia

Nutrisi kembali seimbang

A:Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan Berat badan


tidak turun (stabil)

B: Biokimia:

- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)

- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)

C: Clinis:

- Tidak tampak kurus

- Rambut tebal dan hitam

- Terdapat lipatan lemak subkutan

D: Diet:

- Makan habis satu porsi

- Pola makan 3X/hari


Mandiri :

1. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.

2. Berikan porsi makan kecil tapi sering dalam keadaan hangat.

3. Tingkatkan tirah baring.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

5. Berikan heath education pada ibu tentang Nutrisi : makanan yang bergizi yaitu 4 sehat 5 sempurna,
hindarkan anak dari snack dan es, beri minum air putih yang banyak.

6. Menjauhkan dari bayi lain.

7. Menjauhkan bayi dari keluarga yang sakit

1. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
2. Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.

3. Untuk mengurangi kebutuhan metabolic.

4. Metode makan dan kebutuhan kalori di dasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.

5. Ibu dapat memberikan perawatan maksimal kepada anaknya. Makanan bergizi dan air putih yang
banyak dapat membantu mengencerkan lendir dan dahak.

6. Tidak terjadi penularan penyakit.

7. Tidak terjadi pemaparan ulang yang menyebabkan bayi tidak segera sembuh

5.

Resiko tinggi penularan infeksi

Meminimalisir penularan infeksi lewat udara

Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA

Mandiri :

1.Batasi pengunjung sesuai indikasi

2.Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktifitas


3.Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.

4.Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usis 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis.
Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau antioksidan jika kondisi tubuh menurun atau asupan
makanan berkurang.

Kolaborasi :

Pemberian obat sesuai hasil kultur

1. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.

2. Menurunkan konsumsi atau kebutuhan keseimbangn oksigen dan memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

3. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

4. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi

Dapat diberikan untuk organisme usus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan
secara profilaktik
KDS

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.

Secara umum kejang demam diklasifikasikan menjadi:

1. Kejang demam sederhana (KDS)

Beberapa criteria modifikasi Livingstone adalah sbb:

a. Umur anak waktu kejang pertama 6 bulan-4 tahun

b. Kejang terjadi dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

c. Kejang bersifat umum

d. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit

e. Frekuensi bangkitan kejang tidak lebih dari 4x/tahun.

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat 10-14 hari sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan

g. Tidak ditemukan kelainan neurologik

2. Kejang demam kompleks, ditandai dengan:

a. Kejang disertai demam

b. Bersifat fokal dan umum

c. Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

Kejang multiple (lebih dari 4x dalam 24 jam), anak dapat memiliki kelainan neurologist sebelumnya atau
riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam.

B. Patofisiologi dan manifestasi klinik

Pada keadaan umum demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-
15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi K+ dan Na+ melalui
membrane, terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan neuron transmitter dan terjadilah
kejang. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa, tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya terjadi disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobic, hipertensi arteria disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin tinggi disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan peningkatan metabolisme otak. Kerusakan neuron otak terjadi karena adanya gangguan
peredaran darah menyebabkan hipoksia sehingga meningkatnya permeabilitas kapiler dan timbulnya
edema otak.

Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik, atonik klonik bilateral, fokal atau
akinetik, dapat terjadi seperti mata terbalik ke atas seperti kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan
berulang tanpa disertai kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Seringkali kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak bereaksi ataupun sejenak dan setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologis.

C. Etiologi dan factor resiko

Penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, sering disebabkan ISPA, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan ISK. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tinggi.

Factor resiko kejang demam antara lain:

Demam

Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung

Perkembangan terhambat

Problema pada masa neonatus

Anak dalam perawatan khusus

Kadar Na rendah

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dari
kira-kira 9% anak mengalami 3x rekurensi atau lebih.

Resiko rekurensi meningkat dengan:


usia dini

Cepatnya nak mengalami kejang setelah demam timbul

Tempertaur yang rendah saat kejang

Riwayat keluarga kejang demam

Riwayat keluarga epilepsy

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan organis didalam
susunan saraf pusat (otak). Kelainan bisa karena infeksi, misalnya meningitis, encephalitis, abses otak, dll

Fungsi lumbal teridentifikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis, terutama pada bayi kurang dari 6 bilan,
karena gejala meningitis tidak jelas.

EEG kurang memiliki nilai prognostic. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsy atau kejang demam terulang di kemudian hari.

E. Penatalaksanaan

Anak yang mengalami kejang demam pertama kali dan harus dirawat di RS, untuk dilakukan fungsi lumbal
dan pemeriksaan penunjang lain. Penderita baru harus dirawat inap bila:

Kejang pertama perlu dilakukan fungsi lumbal dan observasi sehari.

Kejang lebih dari 20 menit

Dalam sehari terjadi 2x/lebih serangan kejang tidak beruntun

Ada penurunan kesadaran dan kelainan neurologik yang meragukan.

Penatalaksanaan kejang meliputi 3 hal yaitu:


Pengobatan fase akut

Saat kejang:

a. Pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan

b. Membebaskan jalan napas dan memberikan oksigenasi yang cukup

c. Mengukur suhu tubuh yang tinggi dengan kompres dan antipiretik

d. Memonitor keadaan vital: kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung

e. Memberikan cairan yang cukup bila berlangsung cukup lama (>10 menit)

Mencari penyebab dan mengobati penyebab

Pengobatan profilaksis

Terdapat 2 cara profilaksis yaitu profilaksis intermiten saat demam dan profilaksis terus menerus dengan
anti konvultan setiap hari.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah epilepsy. Diberikan antikonvultan rumatan:
fenitoin (Difenilhidantoin 5-8 mg/kgBB/hari) dalam 2 x pemberian atau dengan fenobarbitol: 5-8
mg/kgBB/hari dalam 2x pemberian. Profilaksis terus menerus dipertimbangkan bila ada criteria:

a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (ex.
Serebral palsy, RM atau mikrosefal)

b. KD lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurology sementara atau menetap

c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada keluarga

d. Bila kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam 1 episode demam

F. Diagnosa dan Rencana Keperawatan


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Hipertermia b.d proses infeksi.

Suhu tubuh dalam batas normal. Indikator:

Suhu tubuh 36 OC - 37 OC

Fever treatment:

1. Monitor warna dan suhu kulit

2. Anjurkan klien untuk minum yang banyak

3. Monitor TTV

4. Anjurkan untuk kompres dengan air hangat

5. Ciptakan lingkungan yang aman dan hangat

6. Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat


7. Kolaborasi antipyretik

Mengetahui tingkat hipertermia

Mengganti cairan yang hilang.

Menilai kemajuan

Mempecepat penguapan

Mengurangi produksi panas dan membantu penguapan.

Menurunkan demam

2.

Resiko cedera b.d penurunan kesadaran pada saat kejang.

Pengetahuan: Kontrol resiko.

Indiaktor:

1. Hitung lamanya periode kejang

2. Hindari penggunaan pengikatan. Diskusikan dengan dokter bila diperlukan


3. Pertimbangkan penggunaan pengaman tempat tidur khusus di sekeliling klien

4. Minta keluarga untuk menemani klien

5. Jelaskan semua kemungkinan bahaya seperti benda-benda keras dis ekeliling anak

6. Hindarkan menaruh apapun di mulut anak seperti spatel lidah, makanan atau minuman saat kejang

Untuk mengetahui durasi kemungkinan hipoksia, dan kebutuhan perawatan khusus

Klien yang diikat sering menunjukkan peningkatan frekuensi jatuh, kemungkinan sebagi hasil hilangnya
koordinasi

Tempat tidur khusus merupakan alternative pilihan pengikatan dan dapat menjaga keamanan klien selama
periode kejang

Mencegah klien dari jatuh secara tiba-tiba

Melindungi anak dari benturan fisik

Mencegah aspirasi yang dapat mengganggu sistenm pernapasan

Melindungi dari resiko cedera servikalis

3
Cemas b.d krisis situasional

Koping keluarga meningkat.

Kriteria hasil:

1. Verbalisasi pengontrolan perasaan

2. Verbalisasi penerimaan stuasi

3. Melaporkan penurunan pikiran negatif

Mengurangi cemas:

1. Jelaskan semua prosedur, meliputi sensasi yang mungkin dialami selama prosedur

2. Sediakan informasi faktual tentang diagnosis, penanganan dan prognosis

3. Dukung klien untuk menemani anak dengan cara yang tepat

4. Dengarkan dengan penuh perhatian

5. Bantu klien untuk mengidentifikasikan situasi yang menciptakan cemas

6. Bantu klien untuk menjelaskan deskripsi realistik tentang kejadian yang akan dialami
ASMA

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakheobronkhial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (The American Thoracic Society, 1962).

B. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronkhial:

1. Genetik

Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus.

2. Alergen

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri, dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.

3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

4. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5. Olah raga/aktivitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mukus,edema
dan inflamasi dinding bronkus.obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran
napas menyempit pada fase tersebut.Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa di ekspirasi.Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar.Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang
besar,sedang,maupun kecil.Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar,sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding
mengi.Penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi


2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah
paru

3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:

1. Hipoksemia

2. Hiperkapnia

3. Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut

E. Manifestasi Klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta
tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas, mengi (wheezing),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih
berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering terjadi pada malam hari.

F. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:

1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.

2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen

4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

G. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi
pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.

- Pengobatan

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1) Pengobatan non farmakologik

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi

e. Beri O₂ bila perlu

2) Pengobatan farmakologik

- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)

Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).

b. Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.

- Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian 1 bulan.

- Ketolifen

Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2 kali 1 mg/hari.
Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu

- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya

- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan

b. Aktivitas

- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas

- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-hari

- Tidur dalam posisi duduk tinggi

c. Pernapasan

- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur

- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.

- Adanya bunyi napas mengi

- Adanya batuk berulang

d. Sirkulasi

- Adanya peningkatan tekanan darah

- Adanya peningkatan frekuensi jantung

- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis

e. Integritas ego

- Ansietas

- Ketakutan

- Peka rangsangan

- Gelisah

f. Asupan nutrisi

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan

- Penurunan berat badan karena anoreksia


g. Hubungan sosial

- Keterbatasan mobilitas fisik

- Susah bicara atau bicara terbata-bata

- Adanya ketergantungan pada orang lain

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:

- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.

b. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.

c. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan
dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:

- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation

- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)

- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.

d. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

e. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri tdak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI

RASIONAL

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema


mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental

Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan napas kembali efektif

Kriteria hasil :

· Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

· Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

· Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)

· Pernapasan klien normal (16-20x/m) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
1. Kaji warna dan kekentalan sputum

2. Atur posisi semi fowler

3. Ajarkan cara batuk efektif

4. Bantu klien napas dalam

5. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan

6. Kolaborasi dengan melakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase, perkusi dan fibrasi
dada.

7. Kolaborasi pemberian obat :

Bronkodilator golongan B2

· Nebuler (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0.25 mg, fenoterol HBr 0.1% solution,
orciprenaline sulfur 0.75 mg.

· Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg/kgBB.

· Agen mukolitik dan ekspektoran

· kortikosteroid

1. karateristik sputum dapatmenunjukkan berat ringannya obstruksi.

2. Meningkatkan ekspansi dada

3. Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang melekat pada jalan
napas.

4. Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan
napas besar untuk dikeluarkan.

5. Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

6. Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

7.

· Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkhus yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat berdilatasi
· Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaaan agar dilatasi jalan napas dapat
optimal.

· Agen mukolitik menurunkan kekntalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas.

· Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi
akibat edema mukosa dan dinding bronkhus.

Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap

Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi, pertukaran gas membaik

Kriteria hasil :

· Frekuensi napas 16-20x/menit, nadi 70=90x/m, sianosis (-), dispnea (-).

· GDA dalam batas normal

1. Kaji kefektifan jalan napas

2. Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator secara aerosol

3. Lakukan fisioterapi dada

4. Kolaborasi untuk pemantauan analisa gas arteri

5. Kolaborasi pemberian oksigen via nasal

1. Bronkhospasme di deteksi ketika terdengar mengi saat di askultasi dengan stetoskop. Peningkatan
pembentukan mukus sejalan dengan oenurunan aksi mukosiliaris menunjang penurunan lebih lanjut
diameter bronkhi dan mengakibatkan penurunan aliran udra serta penurunan pertukaran gas, yang
diperburuk oleh kehilangan daya elastisitas paru.

2. Terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga dapat dibuang. Bronkhodilator yang
dihirup sering ditambahkan ke dalam nebulizer untuk memberikan aksi bronkhodolator langsung pada jalan
napas, dengan demikiam memperbaiki pertukaran gas. Tindakan inhalasi atau aerosol harus diberikan
sebelum waktu makan untuk memperbaiki ventilasi paru dengan demikian mengurangi keletihan yang
menyertai kativitas makan.

3. Setelah inhalasi bronkhodilator nebuliser, klien disarankan untuk meminum air putih untuk lebih
mengencerkan sekresi. Kemudian membatukkan dengan ekpulsif atau postural drainase akan membantu
dalam pengeluaran sekresi. Klien dibantu untuk melakukan hal ini dengan cara yang tidak membuatnya
keletihan.

4. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi.

5. Oksigen diberikan ketika terjadi hipoksemia. Perawat harus memantau kemanjuran terapi oksigen
dan memastikan bahwa klien patuh dalam menggunakan alat pemberi oksigen. Klien diinstruksikan tentang
penggunaan oksigen yang tepat dan tentang bahay peningkatan laju aliran oksigen tanpa ada arahan yang
eksplisit darp perawat.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan keperawatan intake nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil :

· Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang menjadi adekuat.

Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

1. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan,
riwayat mual/muntah dan diare.

2. Pantau intake –output, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu)

3. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis yang tepat

5. Fasilitasi pemberian diet berikan dalam porsi kecil tapi sering.

6. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan albumin.

7. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin.


1. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan piihan intervensi yang tepat.

2. Berguna dalam mengukur kefektifan intake gizi dan dukungan cairan.

3. Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat pada pengobatan sistem
pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.

4. Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik klien.

5. Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta menurunkan iritasi saluran
cerna.

6. Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi selanjutnya.

7. Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari rosres
pemkeberhasilan peningkatan laju metabolisme umum.

Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian (kesulitan bernapas)

Dalam waktu 1x24 jam klien mampu memahami dan menerima keadaanya sehingga tidak terjadi
kecemasan.

Kriteria hasil :

· Klien terlihat mampubernapas secara normal dan mapu beradaptasi dengan keadaannya.

· Respon nobverbal klien tampak lebih rileks dan santai.

1. Bantudalam mengidentifikasi sumber koping yang ada

2. Ajarkan tehnik relaksasi

3. Pertahankan hubungan saling percaya antara klien dengan perawat

4. Kaji faktor yang menimbulkan rasa cemas

5. Bantu klien mengenali dan mengakui rasa cemasnya


1. Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam menagatasi
stres.

2. Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

3. Hubungan saling percaya membantu memperlancar proses teraupetik

4. Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun
kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

5. Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, maka
perasaan yang nenganggu dapat diketahui.

ANALISA DATA

NO

DATA

ETIOLOGI

MASALAH

1.

DS :
· Kien mengatakan sesak napas

DO :

· Adanya suara napas tambahan dan wheezing

· Pernapasan >20x/m

Faktor pencetus serangan asma

Edema mukosa dan dinding bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan

Penggunaan otot bantu napas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2.

DS :

· Kien mengatakan sesak napas

DO :

· Frekuensi napas >20x/m

· Frekuensi nadi >90x/m


· Dispnea

· Sianosis

· GDA abnormal

Faktor pencetus serangan asma

Edema mukosa dan dinding bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan

Penggunaan otot bantu napas

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

3.

DS :

· Pasien mengeluh nafsu makan menurun (tak ada keinginan makan)

DO :

· ¯ BB

· Mual/ muntah

· Tampak letih dan lemah

Faktor pencetus serangan asma


¯

Edema mukosa dan dinding bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan

Penggunaan otot bantu napas

Keluhan sistemis, mual/muntah, intake nutrisi tidak adekuat, malaise kelemahandan keletihan fisik

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4.

DS :

· Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang dialaminya

DO :

· Pasien tampak gelisah

· Berkeringat dingin

Faktor pencetus serangan asma

Edema mukosa dan dinding bronkhus

¯
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan

Penggunaan otot bantu napas

Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis

Ansietas
TFA

PENGERTIAN

Faringitis akut

adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid

pada dinding fari

ng (Rospa, 2011). Menurut

Vincent (2004)

Faringitis akut

adalah

infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh

adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran

limfonodi

leher dan malaise. Pendapat lain di kemukakan oleh Ika

tan Dokter Anak

Indonesia (2008)

Faringitis

merupakan peradangan akut membrane mukosa faring

dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan

tonsil, jarang terjadi hanya infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena itu

, pengertian

faringitis secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Faringitis akut
adalah suatu peradangan akut yang menyerang tenggorokan atau faring yang

disebabkan

oleh virus atau bakteri tertentu yang di tandai dengan nyeri tenggorokan.

2.

ETIOLOGI

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008)

Virus merupakan etiologi

terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah). Virus

penyebab penyakit r

espiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus

parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr

virus,EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi

mononikleosis seperti splenomegali dan lim

fadenopati genelisata. Infeksi sistemik

seperti infeksi virus campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat

menunjukan gejala

faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah bakteri

penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri ters

ebut mencakup 15

30 % dari

penyebab faringitis akut pada anak.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bibhat K Mandal (2006) etiologi dari

faringitis akut adalah :

a.
Streptococcus pygenes

b.

Virus EPSTEIN

BARR (EBV)

c.

Corynebacterium

diphtheria

3.

PATHOFISIOLOGI

Menurut

Arif Mansjoer

(2007

pathofisiologi dari faringitis akut adalah

enularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan

radang dengan infiltrasi le

ukosit polimorfonuklear.

Pada stadium awal terdapat

hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula

mula serosa

tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding
faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dindi

ng faring menjadi lebar.

Bentuk

sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu

abu terdapat folikel atau jaringan

limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak

bercak pada dinding faring posterior

atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengk

ak sehingga timbul

radang pada tenggorok atau faringitis.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut

yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang

kemudian menyebabkan respon peradangan lok

al.

Rhinovirus

menyebabkan iritasi

mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan

nasofaring uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi

dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradang

an local, sehingga

menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai

dengan invasi local serta penglepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi

dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan de
ngan

secret hidung di bandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa

inkubasi yang pendek, yaitu 24

72 jam.

4.

PATHWAYS

Sumber : Arif Mansjoer, 2007

Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2008

; Modifikasi

FARINGITIS

Inflamasi

Demam

dema

mukosa

Mukosa kemerahan

Batuk

Penguapan

afsu makan turun

esulitan menelan
S

putum

Resti defisit

volume cairan

angguan

utrisi

yeri

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

rop

let

Resti p

enularan

urang pengetahua

5.

MANIFESTASI KLINIS

Menurut

Ikatan Dokter Anak Indonesia

(2008)
Faringitis streptokokus sangat

mungkin jika di jumpai tanda dan gejala

berikut:

a.

Awitan akut, disertai mual dan muntah

b.

Faring hiperemis

c.

Demam

d.

Nyeri tenggorokan

e.

Tonsil bengkak dengan eksudasi

f.

Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri

g.

Uvula bengkak dan merah

h.

Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder

i.

Ruam ska

rlantina

j.

Petikie palatum mole

Menurut Wong
(

2010

manifestasi klinik dari faringitis akut :

a.

Demam (mencapai 40°C)

b.

Sakit kepala

c.

Anorexia

d.

Dysphagia

e.

Mual, muntah

f.

Faring edema atau bengkak

6.

KOMPLIKASI

Menurut Kazzi (2006)

Biasanya faringitis dapat sembuh

sendiri. Namun jika

faringitis ini berlangsung lebih dari 1 minggu, masih terdapat demam, pembesaran

nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan. Hal tersebut berarti dapat terjadi

komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Beberapa komplikasi farin

gitis
akut yang lain adalah :

a.

Demam scarlet, yang di tandai dengan demam dan bintik kemerahan

b.

Demam reumatik, yang dapat menyebabkan inflamasi sendi, atau kerusakan

pada katup jantung. Demam reumatik merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi pada fa

ringitis akut.

c.

Glomerulonefritis, komplikasi berupa glomerulonefritis akut merupakan

respon inflamasi terhadap protein M spesifik. Komplek antigen

antibody

yang terbentuk berakumulasi pada glomerulus ginjal yang akhirnya

menyebabkan glomerulonefritis ini.

d.

Abses peritonsilar biasanya disertai dengan nyeri faringeal, disfagia, demam

dan dehidrasi

7.

PENATALAKSANAAN

Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika terjadi

infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan dengan dosis

yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin memang tidak
mencegah p

erkembangan glomerunefritis akut pada anak

anak yang rentan namun

dapat mencegah penyebab strein nefrogenik dari streptococcus hemolitik ß grup A ke

anggota keluarga lainnya. Antibiotic lain yang di gunakan untuk mengobati

streptococcus hemolitik ß grup A

adalah eritromisin, azitromisin, klaritromisin,

sefalosporin seperti sefdinir (omnicef) dan amoksisilin.

Pendapat lain dikemukakan oleh Natalia (2003) jika diduga faringitis

streptokokus (biasanya pada anak usia 3 tahun atau lebih), berikan Benzatin penisi

lin

(suntikan tunggal) 600.000 unit untuk anak usia di bawah 5 tahun, 1.200.000 unit

untuk usia 5 tahun atau lebih. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau penisilin

V (fenoksimetilpenisilin) 2

4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol tidak

dire

komendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus karena

tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari selama 10

hari.

SIMPULAN DAN SARAN

A.

SIMPULAN

Asuhan keperawatan pada An. D


dilaksanak

an selama tiga hari diru

ang Mina

, RS.

PKU Muhammadiyah Surakarta. Proses keperawatan dimulai dari pengkajian,

menegakan diagnosa, melakukan perencanaan tindakan , pelaksanaan dan evaluasi maka

penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1.

Pada pasien An. D

dengan kasus

Farin

gitis Akut

di ruang Mina

, RS.PKU

Muhammadiyah Surakarta. Penulis menemukan masalah keperawat

an sebagai

berikut : Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan denga

n peningkatan sekresi ,

Nyeri akut

berhubungan de

ngan proses inflamasi

. Adapun masalah la

in yang muncul

pada saat dilakukan pengkajian


yaitu

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik

2.

Penentuan kriteria waktu dalam rencana keperawatan harus realistis dan intervensi

harus berdasarkan teori yang ada.

3.

Kolaborasi dengan tim kesehat

an yang lain sangat diperlukan dalam pelaksanaan

intervensi keperawatan. Adanya kolaborasi membantu penulis melakukan

implementasi sesuai dengan intervensi walaupun belum sempurna.

4.

Penulis ingin menunjukan bahwa semua masalah keperawatan pada dasarnya dapa

diatasi meskipun belum sempurna. Ada beberapa masalah yang teratasi sebagian yaitu

bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi intervensi dilanjutkan

dirumah. Masalah keperawatan yang lain adalah nyeri akut berhubungan denga

proses

inflamasi intervensi dilanjutkan dirumah. Sedangkan untuk masalah yang

sudah teratasi adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

B.

SARAN

Setelah melaksa
kan asuhan keperawatan pada An. D

dengan

kasus Faringitis

Akut diruang Mina

RS.PKU

Muhammadiyah Surakarta selama tiga hari. Penulis

menyusun karya tulis ini diharapkan berguna dan dapat dijadikan masukan kearah yang

lebih baik dalam memberikan asuhan keperawatan. Adapun saran yang penulis

kemukakan sebagai berikut :

1.

Perawat

Sebagai

seorang perawat hedaknya lebih teliti dalam melakukan pengkajian supaya

dalam menegakan diagnosa tepat pada masalah sebenarnya pasien.

2.

Pasien

Pasien disarankan untuk tidak

takut dalam mengatakan apa yang dirasakan saat

pengkajian keperawatan, dan lebih ter

buka dengan perawat.

3.

Instansi rumah sakit

Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pemberian

asuhan

keperawatan
Faringitis Akut

serta dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

4.

Instansi pendidikan

Penulis menyarankan pada instit

usi pendidikan untuk dapat menjadikan karya

tulis ini sebagai bahan bacaan yang dapat menambah pengetahuan tentang

Faringitis

Akut

Anda mungkin juga menyukai