Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman ini

menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain (Depkes, 2011).

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995 doperkirakan ada 9 juta pasien TB

baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 90% kasus TB

dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada Negara-negara berkembang.

Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena

kehamilan dan nifas (Depkes,2011).

Menurut WHO, 2009 bahwa Indonesia merupakan Negara dengan pasien

TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria.

Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 58% dari total jumlah pasien

TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 423.730 kasus baru dan kematian

62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk

(Depkes, 2011).

Pada tahun 1995, WHO telah memperkenalkan strategi penanggulangan

TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcours).

Strategi tersebut dinilai sebagai strategi intervensi yang sangat cost effective dan

1
dianjurkan oleh WHO dan bank dunia untuk diterapkan secara terpadu setiap unit

pelayanan kesehatan. Target utama pengendalian TB ini adalah menemukan

pasien TB menular BTA (+) sedikitnya 70% pada akkhir tahun 2005 dan

menyembuhkan pasien TB yang diobati sedikitnya 85% (Depkes, 2006).

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan dahak

yang paling efesien,mudah dan murah. Pemeriksaan mikroskopis bersifat spesifik

dan cukup sensitive karena pemeriksaan 3 spesimen (Sewaktu Pagi Sewaktu)

dahak secara mikroskopis langsung nilainya identic dengan pemeriksaan dahak

secara kultur dan biakan. Dalam pengelolaan laboratorium TB perlu dilakukan

Pemantapan Mutu Internal (PMI) untuk mencegah kesalahan laboratorium dan

mengawasi proses pemeriksaan laboratorium agar hasil pemeriksaan tepat dan

benar. Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PMI yaitu

tersedianya Standar Operasional Prosedur (SOP), untuk seluruh proses kegiatan

pemeriksaan laboratorium (Depkes, 2011).

Kegiatan pemantapan mutu laboratorium untuk memantau kualitas tata

laksana pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan

cross check atau uji silang yaitu pengiriman satu sediaan dari seluruh slide BTA +

masing-masing tersangka penderita ditambah 10% BTA – hasil pemeriksaan

Puskesmas yang diambil secara acak ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau

BP4 yang ditunjuk (Depkes RI, 2002). Angka error rate (angka kesalahan

laboratorium) yang didapat dari hasil cross check merupakan salah satu indicator

program penanggulangan tb paru (Depkes RI, 2002)

2
Menurut WHO di mana jika error rate ≤5% maka mutu pemeriksaan dahak

di Kabupaten atau Kota tersebut dinilai bagus. Dengan dilaksanakannya cross

check specimen maka dapat diketahui kualitas hasil pemeriksaan sediaan dahak

pada puskesmas yang bersangkutan. Akurasi pemeriksaan specimen ini sangat

penting karna menyangkut ketepatan diagnosis pada tersangka penderita. Apabila

angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) dari hasil cross check diketahui

˃5% maka dapat berdampak pada hasil pembacaan specimen yang pada akhirnya

terjadi kesalahan pengobatan pada penderita sehingga dapat mengganggu

program penanggulanngan penyakit TB paru. Selain itu apabila angka kesalahan

tersebut melampaui batas maka akan diadakan tindak lanjut kepada petugas

laboratorium Puskesmas yang bersangkutan, seperti mendapatkan bimbingan

atau petugasnya perlu maganng di BLK (Depkes,2011).

Menurut Dinkes kabupaten konawe, hasil angka kesalahan baca sediaan

dahak (error rate) di Kabupaten Konawe Dari Tahun 2016 – 2017, menunjukkan

hasil cross check ˃5% yaitu pada tahun 2016 triwulan IV terdapat angka kesalahan

baca sebesar (6%). Pada tahun 2017 triwulan I terdapat angka kesalahan baca

sebesar (5,4%). Pada Tahun 2017 triwulan II angka kesalahan baca sebesar

(6,2%).

Kabupaten Konawe mempunyai 27 unit puskesmas yang terdiri dari 5

Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), yaitu Puskesmas Unaaha, Puskesmas

Lambuya, Puskesmas Abuki, Puskesmas Pondidaha Dan Puskesmas Ahuhu.

3
untuk pemeriksaan mikroskopis dahak yang masing-masing berbeda dalam hal

cakupan penemuan penderita TB.

Berdasarkan data tersebut maka peneliti ingin mengetahui apakah ada

hubungan penerapan Standar Operasional Prosedur pemeriksaan mikroskopis

dahak terhadap error rate di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di

Kabupaten Konawe.

B. Batasan Masalah

Adanya kemungkinan kurangnya penerapan standar operasional prosedur

pemeriksaan mikroskopis dahak (penngumpulan dahak, pembuatan sediaan hapusan,

pewarnaan Zhiel Neelsen, pemeriksaan sediaan hapusan, dan pelaporan) terhadap

angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan

Mikroskopis Di Kabupaten Konawe

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran penerapan standar operasional prosedur

pemeriksaan mikroskopis dahak (penngumpulan dahak, pembuatan sediaan

hapusan, pewarnaan Zhiel Neelsen, pemeriksaan sediaan hapusan, dan pelaporan)

terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium

Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten Konawe ?

D. Tujuan Penellitian

1. Tujuan umum

4
Mengetahui gambaran penerapan standar operasional prosedur

pemeriksaan mikroskopis dahak terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak

(error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten

Konawe.

2. Tinjauan Khusus

a. Mengetahui gambaran pengumpulan dahak terhadap angka kesalahan

baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan

Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

b. Mengetahui gambaran pembuatan sediaan hapusan terhadap angka

kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas

Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

c. Mengetahui gambaran pewarnaan Zhiel Neelsen terhadap angka

kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas

Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

d. Mengetahui gambaran pemeriksaan sediaan hapusan terhadap angka

kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas

Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

e. Mengetahui gambaran pelaporan terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan

Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

5
E. Manfaat Penelitian

1. Dines Kesehatan

Dapat menjadi masukan untuk evaluasi dan perencanaan pada

Pelaksanaan Program Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit TB Paru (P2

TB Paru) di Puskesmas Rujukan Mikroskopis sehingga error rate dapat ≤ 5%.

2. Puskesmas

Sebagai masukan untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan

laboratorium dalam hal ini pemeriksaan mikroskopis dahak, serta menjamin

setiap penderita TB memperoleh diagnosis yang bermutu tinggi.

3. Akademik

Menambah kepustakaan tentang penerapan standar operasional

prosedur pemeriksaan dahak mikroskopis untuk diagnosi TB di laboratorium

puskesmas .

PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana gambaran penerapan standar operasional prosedur pemeriksaan

mikroskopis dahak terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error

rate) di Puskesmas Rujukan Mikroskopis di Kabupaten Kolaka Timur.

2. Bagaiman gambaran penerapan prosedur pembuatan sediaan apusan dahak

terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Puskesmas

Rujukan Mikroskopis di Kabupaten Kolaka Timur.

6
3. Bagaimana gambaran penerapan prosedur pewarnaan Ziehl Neelsen

terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Puskesmas

Rujukan Mikroskopis di Kabupaten Kolaka Timur.

4. Bagaimana gambaran penerapan prosedur pemeriksaan sediaan yang baik

terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di Puskesmas

Rujukan Mikroskopis di Kabupaten Kolaka Timur.

5. Bagaimana gambaran penerapan prosedur pelaksanaan pencatatan dan

pelaporan terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error rate) di

Puskesmas Rujukan Mikroskopis di Kabupaten Kolaka Timur.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

1. Definisi

Tuberculosis adalah suatu infeksi yang secara khas ditandai oleh

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis pada jaringan. infeksi ini

dapat mengenai berbagai organ di dalam tubuh, tetapi yang paling sering terkena

adalah jaringan paru (Depkes, 2011)

Terdapat beberapa spesies Mycobacterium antara lain; M. tuberculosis,

M. africanum, M. bovis, M. leprae dan sebagainya. Yang juga dikenal sebagai

Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran

nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang

terkandung bisa mengganggu penegakkn diagnosis dan pengobatan TB

(Kemenkes, 2017).

Tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

menyerang paru dan juga memberikan efek terhadap susunan saraf pusat,

system limfatik, system sirkulasi, system urogenital, tulang, sendi, dan kulit (Yudi,

2009).

8
2. Bakteri Penyebab TB Paru

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri berbentuk batangdengan

panjang 1-10 mikron dan lebar 0,2 – 0,8 mikron. Bakteri ini bersifat tahan asam

dalam pewarnaan metode Zhiel Neelsen, berbentuk batang berwarna merah

dalam pemeriksaan dibawah mikroskop (Kemenkes, 2017).

Bakteri ini bercabang berbentuk X, Y, Z atau berbentuk filament. Bakteri

ini bersifat aerobic, tidak membentuk spora, non motil, tahan asam, bersifat gram

(+). Mikobakteria dapat tumbuh lebih cepat pada pH 6,0 dan 8,0 dengan pH

optimum sekitar 6,5 sampai 6,8 untuk tipe pathogen. Bakteri ini mempunyai

susunan dinding yang melindungi bakteri jika hidup diluar inangnya. Dinding sel

mikrobakteria menyebabkan penunndaan hipersensitivitas dan beberapa di

antaranya resisten terhadap infeksi (Mudihardi, 2005).

Sel mikobakteria terdiri dari tiga lapisan penting yaitu lipid, protein dan

polisakarida. Lapisan lilin pada dinding sel menyebabkan bakteri ini tahan

terhadap keadaan diluar tubuh induk semang (Mudihardi, 2005).

9
Gambar 1, Basil Tahan Asam Mycobacterium tuberculosis
Sumber : Chusnul Zuhri, 2012

3. Cara Penularan

Tuberculosis dapat menular melalui beberapa cara yaitu inhalasi, ingesti,

kontak langsung, peralatan yang yerkontaminasi dan infeksi silang.

Berkembangnya status tuberculosis dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:

keadaan sosial ekonomi masyarakat seperti kemiskinan, kekurangan gizi,

rendahnya latar belakang pendidikan (buta huruf) dan kepadatan penduduk

(Misnadiarly, 2006).

4. Sumber Infeksi

Sumber infeksi dari penyakit ini ada beberapa macam seperti

droplet,aerosol dari pernafasan, susu yang tercemar, makanan dan minuman

tercemar, isi saluran pencernaan dan leleran dari saluran urogenital (Mudihardi,

2005).

5. Gejala

10
Menurut Jhon crofton (2002), gambaran klinis tuberculosis mungkin

belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin tidak akan pernah timbul apabila

tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul infeksi aktif, pasien biasanya

memperlihatkan gejala utama, yaitu :

a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa dahak.

Batuk merupakan gejala yang umum setelah infeksi pernafasan akut dan

biasa pada perokok. Biasa pula pada beberapa daerah dengan rumah atau

pondok yang tidak memiliki cerobong asap dan rumah-rumah itu dipenuhi asap

khususnya dimusim dingin atau cuaca dingin karena api mungkin dipakai untuk

menghangatkan dan juga untuk memasak. Asap rokok dan asap dapur kedua-

duanya dapat menimbulkan bronchitis kronis. Batuk bisa muncul perlahan-

lahan pada pasien dengan kanker paru yang menjadi makin banyak di Negara-

negara dengan peningkatan ulah merokok. Bronkiektatis biasa terdapat

dibeberaopa Negara: pasien mungkin sudah batuk kronis dengan dahak

seperti nanah sejak usia kanak-kanak. Akan tetapi bila pasien batuk lebih dari

3-4 minggu, dahak penderita harus diperiksa terhadap TB. Tidak ada sesuatu

yang tampak pada dahak yang dapat memberi tanda adanya tuberculosis.

Dahak mungkin merupakan lender, bernanah atau mengandung darah.

b. Batuk darah (hemoptoe)

Pada tuberculosis , darah pada dahak dapat bervarias dari sedikit bercak

sampai membatukkan darah secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar.

Kadang-kadang kehilangan darah ini sedemikian besar sehingga pasien dapat

11
meninggal dengan cepat, pada umumnya disebabkan oleh asfiksi (sesak total)

akibat aspirasi.

c. Nyeri dada

Sakit di dada bukan hal yang jarang ditemukan pada tuberculosis,

kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Kadang lebih sakit sewaktu

menarik nafas dalam (disebabkan pleuritis). Nyeri disebabkan regangan otot

karena batuk. Batuknya demikian keras hingga tulang iga bisa retak.

d. Sesak nafas

Sesak nafas pada tuberculosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada

paru atau oleh pengumpulan cairan dirongga pleura sebagai komplikasi

tuberculosis paru.

e. Demam

Demam merupakan gejala pertama dari tuberculosis paru,biasanya

timbul pada sore hari dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam

influenza yang segera mereda.

f. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun oleh karena itu dapat

terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan

makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah.

6. Diagnosis Tuberkulosis Paru

12
Diagnosis TB paru dalam program penanggulangan TBC, ditegakkan

melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis pasti TB

melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun pemeriksaan kultur

memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal.

Pemeriksaan 3 specimen dahak (sewaktu-pagi-sewaktu) secara mikroskopis

langsung nilainya identic dengan pemeriksaan secara kultur atau biakan (Depkes,

2011).

7. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis

Menurut Depkes RI (2011) riwayat terjadinya tuberculosis sebagai

berikut:

a. Tuberculosis Primer

Infeksi primer terjadi pada seseorang yang terpapar pertama kali dengan

kuman tuberculosis. Droplet yang terhisap sangat kecil ukurannya sehingga

dapat melewati system pertahanan mukosiller bronkus dan terus berjalan

sampai di alveolus terminalis dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman

tuberculosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri diparu

yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa

kuman tuberculosis kekelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan disebut sebagai

kompleks primer. Waktu antara terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks

primer adalah 4 – 6 minggu.

b. Tuberculosis Pasca Primer

13
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosiis

pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau

efusi pleura.

8. Komplikasi pada Tuberkulosis

Komplikasi pada tuberculosis antara lain adalah pneumotoraks, kor

pulmonale, dan aspergilomata. Pneumotoraks spontan terjadi bila udara

memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberculosis. Kor

pulmonale adalah gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat

kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas.

Aspergilomata terjadi jika kavitas tuberculosis yang sudah diobati dengan baik

dan sudah sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan

jamur Aspergillus fumingatus.

B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan Mikroskopis Dahak

1. Definisi SOP

Standar operasional prosedur adalah suatu perangkat instruksi langkah-

langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.

SOP memberikan langkah-langkah yang benar dan terbaik untuk melaksanakan

berbagai kegiatan dan fungsi. SOP merupakan konsensus bersama untuk jalan

yang terbaik dalam memberikan pelayanan. SOP membantu mengurangi

kesalahan dan pelayanan dibawah standar (sub standar) dengan memberikan

14
langkah-langkah yang sudah diuji dan disetujui dalam melaksanakan berbagai

kegiatan (Niko, 2012).

2. Pemeriksaan mikroskopis dahak

Diagnosis TB paru dengan menemukan Basil Tahan Asam (BTA) dengan

cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis digunakan untuk penemuan kasus

TB paru dilapangan yang dianjurkan oleh WHO terutama di Negara berkembang

yang merupakan pemeriksaan paling efisien,mudah dan murah, sehingga hampIr

semua unit laboratorium dapat melaksanakan. Dengan demikian untuk

mendukung menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis, kualitas pemeriksaan

harus dijaga dengan membuat prosedur tetap (Depkes, 2006).

Pada pemeriksaan mikroskopis dahak terdiri dari beberapa kegiatan


yaitu:

a. Pengumpulan specimen dahak

Dahak harus dikumpulkan secara benar, sehingga dapat diperoleh

specimen berkualitas baik dan dalam jumlah yang cukup. Hal ini untuk

menghindari pengamatan yang tidak tepat, sehingga mengakibatkan

kesimpulan yang salah (Misnadiarly, 2006).

1) Persiapan pengumpulan dahak

Pot dahak yang ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Sekali pakai

b) Bahan kuat, tidak bocor dan tidak mudah pecah

15
c) Tutup berulir, dapat menutup rapat

d) Plastik jernih / tembus pandang

e) Mulut lebar, diameter ≥ 6 cm

f) Dapat ditulisi dengan pena permanen

g) Kering, bersih tidak perlu steril.

2) Waktu dan tempat pengambilan dahak

Dibutuhkan tiga specimen dahak untuk mendiagnosis TB secara

mikroskopis. Specimen dahak paling baik diambil pada pagi hari selama 3

hari berturut-turut (pagi–pagi–pagi), tetapi untuk kenyamanan pasien,

pengumpulan dahak dilakukan sewaktu – pagi – sewaktu dalam jangka 2

hari. Sewaktu pertama (S): dahak dikumpulkan pada saat datang pada saat

kunjungan pertama ke UPK. Pagi (P): dahak dikumpulkan pagi segera

setelah bangun tidur pada hari ke-2, dibawa langsung oleh pasien ke UPK.

Sewaktu kedua (S): dahak dikumpulkan di UPK pada hari ke-2 saat

menyerahkan dahak pagi.

Pengumpulan dahak dilakukan diruang terbuka dan mendapat sinar

matahari langsung atau di ruang dengan ventilasi baik, untuk mengurangi

kemungkinan penularan akibat percikan dahak yang infeksius. Jangan

mengammbil dahak diruang tertutup seperti dalam laboratorium, kamar kecil/

toilet/ WC, ruang kerja, ruang tunggu, ruang pendaftaran, ruang dengan

ventilasi jelek dan ruang umum lainnya.

16
3) Cara mengeluarkan dahak

Memberikan petunjuk kepada pasien untuk kumur terlebih dahulu

sebelum mengeluarkan dahak. Bila memakai gigi palsu disarankan untuk

melepas gigi palsu sebelum berkumur. Pasien diminta tarik nafas dalam 2-

3 kali dan setiap kali hembuskan nafas dengan kuat. Selanjutnya dekatkan

pot yang sudah dibuka ke mulut dan batukkan dengan keras langsung ke

dalam pot dahak. Selanjutnya pot dahak yang berisi dahak ditutup dengan

rapat. Setelah selesai, anjurkan penderita membersihkan mulut dengan

tissue bersih dan mencuci tangan. Memberikan instruksi cara pengumpulan

dahak merupakan salah satu kegiatan pemantapan mutu internal (Anonim,

2006).

Beberapa petunjuk kepada pasien perlu dilakukan, diantaranya yaitu :

 Memberikan motifasi pasien untuk datang kembali melengkapi

pemeriksaan (SPS)

 Memberikan motivasi pasien untuk mengulang pengambilan dahak

bila kualitas dahak kurang baik, berupa saliva (air liur), nasal mucus

(lender hidung) atau jika volume belum mencukupi (3-5 ml)

 Jika pasien sulit mengeluarkan dahak maka diberikan anjuran untuk

olahraga ringan lalu tarik nafas dalam beberapa kali, dan bila terasa

mau batuk, nafas ditahan selama mungkin lalu dibatukkan. Malam

sebelum tidur dianjurkan untuk banyak minum air hangat, dan

dianjurkan menelan 1 tablet gliseril guayakolat 200 mg sebelum tidur.

17
4) Menilai kualitas dahak

Menilai kualitas dahak pada pemerikaan mikroskopis dahak

mempunyai arti penting untuk mengetahui kualitas dahak yang telah

dikumpulkan oleh penderita suspek TB. Dahak adalah substansi material

purulent yang dihasilkan dari tracheobronchial akibat dari adanya infeksi

pernafasan. Pembentukan dahak adalah reaksi paru-paru setiap iritan yang

kambuh secara konstan (Depkes, 2006).

Specimen yang baik untuk pemeriksaan BTA adalah dahak mukoid

(dahak berlendir dan kental), dahak mukopurulen (dahak kental berwarna

kuning kehijauan), dahak purulent (kental dan lengket), dahak bercampur

darah/ hemoptysis (Depkes,2006).

Kriteria penilaian mikroskopis dahak untuk TB antara lain volume,

warna, dan viskositas sebagai berikut :

a) Volume dahak

Orang sehat tidak mengeluarkan dahak, kadang-kadang ada namun

jumlahnya sangat kecil sehingga tidak dapat diukur. Banyaknya yang

dikeluarkan bukan saja ditentukan oleh penyakit yang sedang diderita,

tetapi juga oleh stadium penyakit itu. Pada pemeriksaan BTA, specimen

dahak yang harus dikumpulkan penderita di dalam pot dahak sebanyak

3 – 5 ml (Depkes, 2006).

b) Warna dahak

18
Warna pada dahak sangat berbeda-beda, karena ditentukan oleh

stadium penyakitnya. Kriteria penilaian warna pada makroskopis dahak

bermacam-macam antara lain berwarna putih atau berwarna seperti susu

(mukoid), kuning muda dan kuning gelap (mukopurulen), hijau muda dan

hijau gelap (purulen) atau pun berwarna merah akibat adanya

pendarahan (Begany, 2000). Warna dahak pemeriksaan BTA yang baik

adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (purulen) yang menandakan

adanya infeksi oleh bakteri yang ditujukan oleh adanya nanah (pus) pada

dahak.

Gambar 2. Tampilan fisik specimen dahak


Sumber : Siti aminah, 2012
Keterangan :

A: Air liur B: Mukopurulen C: Hemoptisis D. Mukoid

c) Viskositas dahak

Viskositas dinyatakan sebagai kekentalan dahak. Kekentalan

dahak tergantung pada tingginya kadar air didalamnya, dan juga

19
tergantung dengan keadaan hidrasi pasien. Pasien yang dehidrasi dapat

menyebabkan dahak menjadi kental.

Pada pengumpulan dahak ada beberapa kriteria penolakan

spesimenya itu jika pot dahak pecah, specimen jelas-jelas air liur, data

pada pot dahak tidak sesuai dengan data pada formulir permohonan

laboratorium TB dan specimen diberi pengawet.

5) Menulis kode specimen / sediaan dahak

Cara penulisan identitas pada pot dahak :

01 / 08 / 345. A

Waktu pengambilan dahak

Nomor urut suspek (sesuai TB 06)

Kode UPK (2 digit)

Kode kabupaten (2 digit)

6) Melengkapi formulir permohonan pemeriksaan laboratorium

Melengkapi formulir permohonan/ registrasi sebelum pembuatan

sediaan. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan data penderita di pot dahak dan

mencocokkan dengan formulir permohonan laboratorium ke register

laboratorium setelah memperoleh nomor register, maka nomor tersebut

dicantumkan di pot dahak dan formulir permohonan.

20
b. Pembuatan sediaan

Peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan dahak meliputi :

1) Kaca sediaan yang baru dan bersih;

2) Aplikator dari bamboo/ kayu atau pesosok ose;

3) Botol berisi pasir dan desinfektan (alcohol 70%/lisol /Na Hipochlorit);

4) Lampu spritus atau Bunsen ;

5) Wadah pembuangan berisi desifektan ; dan

6) Wadah pembuangan untuk aplikator.

Tangkai aplikator dari bamboo/ kayu lebih baik sebab dapat lebih cepat

memisahkan bagian yang purulent dari air liur, dapat mengangkat dahak lebih

banyak dari pada pesosok, lebih muda ditangani, dan pemakaiannya lebih cepat.

Tangkai aplikator berupa pesosok sering digunakan karena dapat dipakai ulang

namun menggunakannya lebih banyak menghabiskan waktu, volume yang diambil

lebih sedikit, dan kurang efesien.

Cara pembuatan sediaan dahak yaitu menulis nomor identitas pasien pada

ujung kaca,dipilih dan diambil bagian dari dahak yang purulent menggunakan ose

atau lidi yang dipipihkan ujungnya. Di buat hapusan dibagian tengah kaca sediaan

dengan ukuran 3 cm x 2 cm. untuk meratakan sediaan dibuat spiral-spiral kecil

sewaktu apusan setengah kering dengan menggunakan lidi lancip sehingga

didapat sebaran lekosit lebih rata. Sediaan hapusan dikeringkan diatas rak

sediaan, jauhkan dari sinar matahari langsung. Setelah kering dilakukan fiksasi

21
dengan pemanasan yaitu dilewatkan 3 kali diatas nyala api dari lampu spritus,

pemanasan tidak boleh berlebihan karena dapat merusak hasil (Depkes, 2006).

c. Pewarnaan

1) Alat dan Bahan

Untuk mewarnai sediaan hapusan dengan metode Zheil Neelsen, dibutuhkan

alat-alat dan bahan sebagai berikut :

a) Rak untuk pewarnaan slide (yang dapat digunakan 12 slide atau lebih)

b) Baskom untuk ditempatkan dibawah rak

c) Corong dengan kertas filter

d) Pipet

e) Pinset

f) Pengukur waktu (timer)

g) Lampu spritus

h) Air yang mengallir berupa air ledeng atau botol berpipet berisi air

i) Larutan Carbol Fuchsin 0,3%

j) Larutan Asam Alkohol (HCL-Alkohol 3%)

k) Larutan Metylen Blue 0,3%.

2) Cara Pewarnaan Metode Zhiehl Neelsen

Cara pewarnaan sediaan dahak mikroskopis sebagai berikut :

a) Sediaan dengan bagian apusan dihadapkan keatas pada rak yang

ditempatkan diatas bak cuci atau baskom, antara satu sediaan dengan

22
sediaan lainnya masing-masing berjarak kurang lebih satu jari. Jumlah

maksimum sediaan pada sekali pewarnaan 12 slide ;

b) Seluruh permukaan sediaan digenangi dengan carbol fuchsin. Setiap kali

akan melakukan pewarnaan sediaan zat warna disaring ;

c) Dipanaskan dari bawah dengan menggunakan sulut api setiap sediaan

sampai keluar uap, dijaga jangan sampai mendidih ;

d) Selama minimal 5 menit sediaan didiamkan, waktu yang lebih lama diperoleh

tetapi pewarna di atas tidak boleh sampai kering ;

e) Sediaan dibilas dengan hati-hati dengan air mengalir, jangan ada percikan

kesediaan lain ;

f) Sediaan dimiringkan dengan penjepit kayu atau pinset untuk membuang air ;

g) Sediaan digenangi asam alkohol sampai tidak tampak warna merah carbol

fuchsin, kemudian dibilas dengan air mengalir pelan;

h) Permukaan sediaan digenangi methylene blue selama 10-20 detik ;

i) Sediaan dibilas dengan air mengalir, jangan ada percikan ke sediaan lain ;

j) Sediaan dimiring untuk mengalirkan air ; dan

k) Sediaan dikeringkan pada rak pengering, jangan keringkan dengan kertas

tissue.

3) Uji kualitas reagen

Reagen yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah reagen Ziehl

Neelsen (ZN) yang terdiri dari : 1) Carbol Fuchsin 0,3%; 2) Asam Alkohol (3%

HCL dalam Alkohol) ; dan 3) Methylene Blue 0,3% (Depkes, 2008)

23
Menurut Lumb (2004), uji kualitas reagen harus dilakukan pada :

a) Setiap kali batch larutan kerja dibuat;

b) Setiap minggu (saat penting untuk larutan pewarna Ziehl Neelsen);

c) Bila sudah mendekati masa kadaluarsa;

d) Bila ditemukan atau terlihat tanda-tanda kerusakan (timbul kekeruhan,

perubahan warna, timbul endapan), dan

e) Bila terdapat kecurigaan hasil pemeriksaan.

Uji kualitas pada larutan pewarna ini dapat dilakukan dengan

menggunakan strain kuman. Media yang digunakan berupa sediaan apus

dahak. Organisme yang digunakan sebagai control M tuberculosis (slide BTA+)

dan flora lain yang tidak tahan asam (slide BTA-). Hasil yang diharapkan dari

uji tersebut adalah tampak adanya BTA berbentuk batang yang berwarna

merah pada kontrol positif dan tidak ditemukan BTA pada kontrol negative

(Puslabkes, 2004).

Cara pembuatan sediaan control positif dengan memilih specimen

dengan apusan positif 2+ atau 3+. Sediaan tersebut diberi label control positif.

Dibuat sebanyak 50 sediaan apus dan dikeringkan di udara terbuka. Sediaan

difiksasi dengan pemanasan dan simpan di tempat gelap dan kering. Gunakan

sediaan tersebut sebagai control positif dalam waktu 12 bulan sejak pembuatan

(Lumb, 2004).

Hasil yang tidak dapat diterima pada uji kualitas reagen ini menurut Lumb

(2004) adalah :

a. Control positif memberikan warna yang jelek atau tidak ditemukan BTA

24
b. Control negative ditemukan BTA atau obyek seperti BTA;

c. Latar belakang tidak mengalami dekelorisasi dengan baik; dan

d. Sisa pewarna masih tampak pada sediaan untuk uji mutu.

d. Pemeriksaan sediaan

1) Pembacaan sediaan

Sediaan dahak yang telah diwarnai dapat dinilai baik atau jelek

dengan memperhatikan beberapa hal secara makroskopis dan

mikroskopis. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi : (1) Kualitas

dahak; (2) Ukuran sediaan; (3) Kerataan; (4) Ketebalan sediaan; (5)

Kualitas pewarnaan; (6) Kebersihan sediaan.

Menurut Fujiki (2007), kualitas dahak yang baik dinilai dengan

melihat dibawah mikroskop yaitu terlihat ≥25 lekosit per lapang pandang

pada pembesaran 100 x (lensa objektif 10 x dan okuler 10 x). ukuran

sediaan apus yang baik adalah 2 x 3 cm,karena dengan ukuran tersebut

dapat dibaca 100 lapang pandang sepanjang garis tengah dari kiri ke

kanan. Pada penilaian kerataan terlihat dahak tersebar merata dalam

bentuk spiral atau lingkaran kecil-kecil, tidak terlihat daerah yang kosong

pada kaca obyek.

Ketebalan sediaan dinilai dengan cara memegang sediaan apus 4

– 5 cm diatas surat kabar atau tulisan cetakan. Dalam hal ini sediaan

yang diuji adalah sediaan yang belum diwarnai dengan Ziehl Neelsen.

Ketebalan sediaan dianggap baik bila huruf-huruf tulisannya masih dapat

25
tercbaca. Sedangkan untuk sediaan yang telah diwarnai secara

mikroskopis leukosit terlihat tersebar merata dan tidak saling tumpuk

(Anonim, 2006). Penilaian pewarnaan metode Ziehl Neelsen secara

mikroskopis terlihat BTA dan latar belakangnya dapat dibedakan dengan

jelas. Kebersihan sediaan apus yaitu sediaan harus bebas dari sisa-sisa

zat warna fuchsin, kotoran serta Kristal yang dihasilkan dari

pemanasannerlebih saat pewarnaan (Fujiki, 2007). Pembacaan sediaan

apus dilakukan secara sistematis dimulai dari ujung kiri ke kanan dan

dilakukan pada sediaan yang sel-selnya terlihat, bila sediaan tampak

kosong, geser pada lapang pandang berikutnya (Depkes, 2006).

2) Penyimpanan sediaan

Sediaan yang telah diperiksa dibersihkan minyak imersinya

dengan menggunakan ujung kertas tissue yang bersih.untuk satu

sediaan satu kertas tissue. Sediaan yang sudah diperiksa di laboratorium

diagnostik TB, disimpan secara berurutan dalam kotak, sesuai dengan

nomor urut sediaan (Form TB 04). Setelah menyimpan sediaan sewaktu

pertama (S) pemeriksaan suspek, sisakan 2 buah tempat untuk sediaan

pagi dan sediaan sewaktu kedua suspek tersebut (P&S) untuk menjaga

konsistensi sesuai penomoran pada form TB 04 (Rintiswati, 2009).

3) Pengaruh preparasi sediaan terhadap kesalahan baca

Penyebab terjadinya negatif palsu pada pembacaan sediaan

dikarenakan ukuran yang terlalu besar atau terlalu kecil, sediaan tidak

26
rata dan terkelupas , sediaan terlalu tebal dan terlalu tipis, kualitas dahak

yang tidak baik. Penyebab terjadinya positif palsu dikarenakan sediaan

tidak bersih, masih terdapat sisa endapan atau Kristal dan artefak, waktu

pemanasan yang berlebihan, kurang dekolorisasi.

4) Konsekuensi dan penceghan pada negative/ positif palsu

a) Konsekuensi negative palsu

 Penderita TBC tidak diobati dengan akibat penyakit terus berlanjut,

terjadi penularan atau penderita meninggal.

 Pengobatan tahap intensif menjadi tidak lengkap, dengan akibat

pengobatan tidak memadai dan berpotensi menyebabkan

terjadinya resisten terhadap obat.

b) Pencegahan

 Beri label pada pot dahak, sediaan dan formulir-formulir

laboratorium dengan teliti.

 Specimen harus mengandung dahak dan bukan air liiur.

 Pilih bagian yang purulent untuk membuat apusan

 Pembuatan hapusan ditengah, tidak terlalu tebal atau terlalu tipis

ukuran 2x3 cm.

 Panasi carbol fuchsin sampai keluar uap

 Pada waktu fiksasi jangan sampai mendidih .

 Warnai dengan carbol fuchsin minimal 5 menit

27
 Lakukan dekolorisasi sampai tidak ada lagi carbol fuchsia yang

keluar dari sediaan, maksimum 3 menit.

 Mikroskop harus dalam keadaan terawat baik dan lensa-lensa

dalam keadaan bersih.

 Lakukan uji kualitas terhadap reagen ZN secara teratur.

 Periksa nomor register laboratorium, cocokkan dengan formulir

permohonan laboratorium TB sebelum mencatat hasil

pemeriksaan.

c) Konsekuensi positif palsu

 Penderita mendapat pengobatan yang tidak perlu

 Pengobatan diberikan lebih lama dari yang dibutuhkan

 Terbuangnya obat-obatan

d) Pencegahan

 Pastikan petugas laboratorium dapat mengenali BTA dengan baik

 Beri label pada pot dahak, sediaan dan formulir laboratorium

dengan teliti.

 Selalu gunakan kaca sediaan baru yang tidak bergores

 Gunakan tangkai bamboo/ kayu hanya sekali pakai

 Jangan biarkan carbol fuchsin mengering diatas sediaan

 Lakukan dekolorisasi dengan baik

 Aplikator minyak imersi tidak boleh menyentuh sediaan

28
 Mikroskop harus terawat dengan baik, lensa-lensa dalam keadaan

bersih dan disimpan dengan benar

 Lakukan uji kualitas terhadap larutan warna dan reagen secara

teratur

 Periksa nomor register laboratorium, cocokkan dengan formulir

permohonan laboratorium TB sebelum mencatat hasil

pemeriksaan

e. Pencatatan dan pelaporan

1) Pencatatan

Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di

unit laboratorium pelayanan kesehatan meliputi: Daftar tersangka

pasien yang diperiksa dahak (TB.06); formulir permohonan

laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05); register

laboratorium TB (TB.04). Identitas specimen harus dicatat lebih

dahulu pada formulir TB 04 sebelum diproses. Untuk setiap pasien

digunakan nomor identitas sediaan yang sama dan diberi huruf untuk

identifikasi specimen sesuai dengan waktu pemeriksaan menurut

(Depkes 2006) sebagai berikut :

a) Penegakkan diagnosis Sewaktu (S), Pagi (P), Sewaktu (S);

b) Follow up bulan ke 2 sewaktu (D), Pagi (E);

c) Follow up 1 bulan sebelum akhir pengobatan Sewaktu (F), Pagi

(G);

29
d) Follow up akhir pengobatan Sewaktu (H), Pagi (I);

e) Pemeriksaan setelah pemberian sisipam Sewaktu (J), Pagi (K);

2) Pelaporan

Nomor register laboratorium diperiksa dan dicocokkan

dengan formulir permohonan. Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir

permohonan laboratorium (TB 05). Pada formulir diberi tanggal dan

ditandatangani. Hasil pemeriksaan dicatat pada register laboratorium

TB (TB.04). formulir permohonan laboratorium (TB 05) dikembalikan

lagi pada dokter atau UPK yang mengirimkan.

BTA yang ditemukan berfungsi untuk menegakkan

diagnosis TB dan jumlah BTA yang ditemukan menunjukkan beratnya

penyakit. Oleh karea itu sangat penting untuk mencatat dengan benar

apa yang terlihat. Skema pelaporan ini mengacu pada skala

International Union Againts Tubercolosis and Lung Desease (IUATLD)

dan World Health Organization (WHO) (Depkes, 2006).

Table 2.1 Skala pelaporan International Union Againts Tubercolosis

and Lung Desease (IUATLD)

Apa yang terlihat Apa yang dilaporkan

BTA negative

30
Tidak ditemukan BTA minimal

dalam 100 lapang pandang

1 - 9 BTA dalam 100 lapang Tuliskan jumlah BTA yang

pandang ditemukan / 100 LP

10 -99 BTA dalam 100 lapang 1+

pandang

1 – 10 BTA dalam 1 lapang 2+

pandang, periksa minimal 50

lapang pandang

Lebih dari 10 BTA dalam 1 3+

lapang pandang, periksa

minimal 20 lapang pandang

3. Pemeliharaan mikroskop

Mikriskop merupakan alat yang sangat penting dalam pemeriksaan

sediaan apus BTA, oleh karena itu harus dipergunakan dan dipelihara

dengan baik, menurut Gerdunas TB (2009) dengan cara :

a. Mikroskop diletakkan ditempat yang datar dan tidak licin;

b. Jangan letakkan kaca objek yang basah pada meja benda;

c. Lensa dibersihkan dengan kertas lensa atau kain yang lembut yang

dibasahi ethyl-eter/ eter alcohol setiap hari setelah selesai kerja;

31
d. Jangan membersihkan/ merendam lensa dengan alkohol atau

sejenisnya karena akan melarutkan pekatnya sehingga lensa dapat

terlepas dari tempatnya;

e. Penyangga dibersihkan dan dilumasi tiap minggu;

f. Kelurusan sumbu kondensor diperiksa tiap bulan;

g. Jangan menyentuh lensa objektif dengan jari;

h. Jangan membiarkan mikroskop tanpa lensa okuler atau lensa objektif

karena kotoran akan mudah masuk. Bila lensa objektif dibuka. Tutup

dengan penutup yang tersedia;

i. Saat mikroskop disimpan, lensa objektif 40x atau 100x tidak boleh berada

lurus dibawah kondensor, karena dapat mengakibatkan lensa pecah bila

ulir micrometer atau makrometer sudah rusak;

j. Mikroskop disimpan dalam lemari yang diletakkan ditempat yangtidak

lembab. Didalam lemari diberi lampu wolfram 5 watt atau silica gel. Silica

gel yang sudah tidak berfungsi dengan baik lagi, dapat diaktifkan kembali

dengan memanaskan hingga berwarna biru kembali.

C. Cross Check Sediaan Dahak dan Error Rate

1. Maksud dan Prinsip Pemeriksaan Cross Check

Pemeriksaan cross check atau uji silang merupakan salah satu kegiatan

pemantapan mutu laboratorium dengan maksud untuk mengetahui kualitas hasil

32
pemeriksaan sediaan dahak BTA. Sediaan dahak yang telah diperiksa oleh

laboratorium pertama (PRM, PPM,RS, dll), dikirim ke laboratorium rujukan yang

ditunjuk untuk melakukan cross check, dan laboratorium rujukan tidak boleh

mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium pertama.

2. Cara Pengambilan Sampel Sediaan Untuk di Cross check

Sekali setiap triwulan (pada waktu melakukan supervisi) petugas

Kabupaten atau Kota mengambil sampel sediaan dahak yang telah diperiksa

dan disimpan oleh laboratorium pertama (PRM, PPM,RS, dll), meliputi :

a. Satu sediaan dari setiap penderita BTA positif

b. Untuk pendarita BTA negative, diambil 10% secara acak dan diambil satu

sediaan untuk setiap penderita yang dipilih.

Sediaan itu diambil secara acak untuk dicross check ke Balai

Laboratorium Kesehatan atau laboratorium rujukan lain yang ditunjuk.

Laboratorium rujukan ditunjuk berdasarkan seleksi dan evaluasi baik secara

kualitas maupun dengan mempertimbangkan kelengkapan bidang ketenaga

kerjaan beserta sarana pendukungnya dan dilakukan audit secara berkala. Hasil

pemeriksaan yang dihasilkan merupakan barometer pembanding utama yang

diakui oleh Departemen Kesehatan dalam pemantauan kualitas pemeriksaan

sediaan dahak yang dilakukan oleh puskesmas. Setelah pengambilan sampel

untuk cross check , sisa sediaan dapat dimusnahkan sesuai prosedur

pembuangan limbah laboratorium (Depkes , 2008).

3. Cara Menghitung Hasil Cross Check

33
Aspek yang dinilai dalam penilaian cross check adalah kualitas apus

sediaan, kualitas pewarnaan dan kualitas pembacaa. Cara penghitungannya

adalah sebagai berikut :

Positif Palsu

Positif Palsu = jumlah sediaan positif palsu x 100%

Jumlah sediaan positif lab pertama

Negatif Palsu

Negative palsu = jumlah sediaan negative palsu x 100%

Jumlah sediaan negative lab pertama

Angka Kesalahan Laboratorium (error rate)

Error rate = jumlah sediaan positif palsu + negative palsu x 100%

Jumlah seluruh sediaan periksa

Kualitas sediaan

Jumlah kualitas sediaan baik = slide kualitas sediaan yang baik x 100%

Jumlah seluruh sediaan

Kuallitas pewarnaan

Jumlah kualitas pewarnaan baik = slide kualitas pewarnaan baik x 100%

34
Jumlah seluruh sediaan

Table 2.2 Penilaian Cross Check

Hasil dari Hasil Laboratorium Uji Silang

laboratorium Negative Scanty 1+ 2 3+

peserta

Negative Betul NPR NPT NPT NPT

Scanty PPR Betul Betul KH KH

1+ PPT Betul Betul Betul KH

2+ PPT KH Betul Betul Betul

3 PPT KH KH Betul Netul

Sumber : Depkes RI, 2008

Keterangan :

Betul : tidak ada kesalahan

KH (Kesalahan Hitung) : Kesalahan Kecil

NPR (Negatif Palsu Rendah) : Kesalahan Kecil

PPR (Positif Palsu Rendah) : Kesalahan Kecil

NPT (Negatif Palsu Tinggi) : Kesalahan Besar

35
PPT (Positif Palsu Tinggi) : Kesalahan Besar

Setelah Dines Kesehatan Kabupaten atau Kota menerima hasil pemeriksaan

dari BLK atau dari laboratorium rujukan lain, harus harus dilakukan perhitungan hasil

cross check dengan cara membandingkan hasil BLK dengan hasil pemeriksaan pada

laboratorium puskesmas. Pembacaan kembali sediaan dahak yang telah diperiksa

dalam kegiatan pelayanan di laboratorium UPK oleh laboratorium rujukan secara

berjenjang. Hasil pembacaan laboratorium UPK tidak diketahui oleh laboratorium

rujukan (blinded rechecking) dan dilakukan secara berkala triwulanan dan

berkesinambungan.

Analisa hasil cross check harus disimpan balikkan ke laboratorium puskesmas.

Hasil cross check ini harus ditindak lanjuti. Bila hasil cross check menujukkan error

rate (angka kesalahan baca sediaan) lebih besar dari 5%, maka unit-unit terkait harus

meneliti lebih lanjut apa kemungkinan penyebabnya (Depkes, 2008).

4. Alur Rujukan Cross Check

Laboratorium yang melakukan cross check : Dines


Kesehatan
- Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi
- Laboratorium Rujukan Lainnya

36
.

Dines Kesehatan Kabupaten/ Kota

PRM/ PPM/ UPK lainnya

Keterangan :

: jalur pengambilan/ pengiriman sediaan untuk cross check

dilakukan dikabupaten kota

: jalur penyimpanan hasil cross check

: jalur pengiriman umpan balikanalisis hasil cross check

4. Angka Kesalahan Baca (error rate)

Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium

yang menyatakan presentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan

oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang (cross check) oleh BLK

atau laboratorium rujukan lain. Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide

secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama.

Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi

maksimal 5%. Apabila error rate ≤5% dan positif palsu serta negative palsu

keduanya ≤5% berarti mutu pemeriksaan baik. Error rate ini menjadi kurang berarti

37
bila jumlah slide yang diuji silang (cross check) relative sedikit. Pada dasarnya error

rate dihitung pada masing-masing laboratorium pemeriksa ditingkat kabupaten/

kota. Kabupaten/ kota harus menganalisa beberapa persen laboratorium pemeriksa

yang ada diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisa error

rate per PRM/ PPM/ RS/ BP4,supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide

dahak secara mikroskopis langsung (Depkes, 2008).

BAB III

KERANGKA KONSEPSIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pikir

Standar Operasional Prosedur :

Pengumpulan dahak

Pembuatan Apusan Dahak

Pewarnaan ZN 38
Pemeriksaan

Pencatatan dan Pelaporan


Error Rate

B. Kerangka Konsep

Variabel bebas

Standar Operasional Prosedur :

Pengumpulan dahak Variabel


terikat
Pembuatan Apusan Dahak
ERROR RATE
Pewarnaan ZN

Pemeriksaan

Pencatatan dan Pelaporan

C. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah standar operasional prosedur

pemeriksaan mikroskopis dahak, meliputi : pengumpulan specimen dahak,

pembuatan sediaan hapusan, pewarnaan Ziehl Neelsen , pemeriksaan sediaan,

pencatatan dan pelaporan.

39
b. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah angka kesalahan baca sediaan

dahak (error rate).

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Standar operasional prosedur pemeriksaan mikroskopis dahak , pembuatan

sediaan hapusan, pewarnaan Ziehl Neelsen , pemeriksaan sediaan, pencatatan

dan pelaporan.

b. Pengumpulan specimen dahak yaitu suatu kegiatan yang bertujuan untuk

memperoleh dahak yang baik untuk pemeriksaan, yaitu yang berwarna kuning

kehijauan (mukopurulen), kental dengan volume 3-5 ml.

c. Cara pembuata sediaan yaitu ditulis nomor identitas pasien pada ujung kaca,

dipilih dan diambil bagian dari dahak yang purulent menggunakan ose atau

bamboo yang dipipihkan ujungya. Untuk meratakan sediaan buat spiral-spiral

kecil sewaktu apusan setengah keringdengan menggunakan lidi lancip

sehingga didapatkan sebaran lekosit lebih rata dengan ukuran 2 x 3 cm.

d. Pewarnaan Ziehl Neelsen meliputi serangkaian proses pewarnaan dengan

reagen Ziehl Neelsen (carbol fuchsin 0,3%, asam alcohol 3%, dan methylene

blue 0,3%) serta melakukan uji kualitas reagen.

e. Pembacaan sediaan, sebelum pembacaan sediaan perlu dilakukan penilaian

sediaan apus yang telah diwarnai meliputi kualitas dahak, ukuran sediaan,

kerataan sediaan,ketebalan sediaan, pewarnaan sediaan dan keberhasilan

40
sediaan apus dan slide dibaca dari ujung kiri ke kanan minimal 100 lapang

pandang.

f. Pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan sesuai dengan pedoman adalah

kegiatan pencatatan dan pelaporan di laboratorium puskesmas mulai dari

pasien datang sampai dikeluarkan hasil pemeriksaan.

g. Error rate yaitu angka kesalahan baca sediaan dahak yang dilakukan oleh

laboratorium pemeriksa pertama (puskesmas) setelah diuji silang oleh BLK atau

laboratorium rujukan lain.

h. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) yaitu laboratorium puskesmas yang

berfungsi sebagai laboratorium rujukan dan atau pelaksana pemeriksaan

mikroskopis dahak untuk tuberculosis.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

H0 : Ada pengaruh pengumpulan dahak terhadap angka kesalahan baca sediaan

dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di

Kabupaten Konawe.

Ada pengaruh pembuatan sediaan hapusan terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Di Kabupaten Konawe.

Ada pengaruh pewarnaan Zhiel Neelsen terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Di Kabupaten Konawe.

41
Ada pengaruh pemeriksaan sediaan hapusan terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Di Kabupaten Konawe.

Ada pengaruh pelaporan terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak

(error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten

Konawe.

Hi : Tidak ada pengaruh pengumpulan dahak terhadap angka kesalahan baca sediaan

dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten

Konawe.

Tidak ada pengaruh pembuatan sediaan hapusan terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di

Kabupaten Konawe.

Tidak ada pengaruh pewarnaan Zhiel Neelsen terhadap angka kesalahan baca

sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di

Kabupaten Konawe.

Tidak ada pengaruh pemeriksaan sediaan hapusan terhadap angka kesalahan

baca sediaan dahak (error rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Di Kabupaten Konawe.

Tidak ada pengaruh pelaporan terhadap angka kesalahan baca sediaan dahak (error

rate) di Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis Di Kabupaten Konawe.

42
Tidak ada hubungan penerapan standar operasional prosedur pemeriksaan

mikroskopis dahak terhadap angka kesalahan baca sediaan (error rate) di

laboratorium puskesmas rujukan mikroskopis.

43
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain

noneksperimental (penelitian survey) dimana tidak dilakukan intervensi atau

perlakuan terhadap variable, tetapi sekedar mengamati terhadap fenomena yang

terjadi atau mencari hubungan fenomena tersebut dengan variable-variabel lain.

Metode penelitian ini adalah studi korelasi (correlation study), pada hakikatnya

merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variable pada siuatu

situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara

suatu variable dengan variable lain (Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di 5 Laboratorium Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Wilayah Kabupaten Konawe.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Seluruh petugas laboratorium di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)

di Kabupaten Konawe yaitu 5 PRM.

44
2. Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu

berjumlah 5 orang dengan subjek penelitian 1 orang setiap puksesmas.

D. Instrumen Penellitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah panduan observasi (check list),

dimana panduan observasi ini digunakan pada obyek penelitian yang bersifat

perilaku manusia, proses kerja,dan responden kecil. Pertanyaan berpedoman pada

indicator-indikator dari variable yang dijabarkan dalam beberapa item.

Panduan observasi pada penelitian ini berupa pertanyaan tentang standar

operasional prosedur pemeriksaan mikroskopis dahak yang meliputi : pengumpulan

specimen dahak, pembuatan sediaan hapusan, pewarnaan Ziehl Neelsen,

pemeriksaan sediaan, serta pencatatan dan pelaporan.

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku catatan dan

kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan keadaan yang ada di

laboratorium puskesmas.

Table 3. kisi-kisi pertanyaan kuisioner

45
Uji coba kuisioner dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas

kuisioner yang akan digunakan.pelaksanaan uji coba kuisioner dilakukan dengan

menggunakan 5 responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan

responden penelitian sebenarnya (Notoatmodjo, 2010). Uji coba kuisioner penelitian

ini dilakukan pada petugas laboratorium puskesmas rujukan mikroskopilk di konawe.

Data hasil uji tersebut diolah dengan menggunakan uji statistic. Hasil uji tersebut

menunjukkan nilai cornbach alpha untuk kategori proses pengumpulan specimen

dahak, pembuatan sediaan apusan, pewarnaan Zeihl Neelsen, pemeriksaan

sediaan, serta pencatatan dan pelaporan. Dengan menggunakan nilai validitas r

table 0,361. Setelah dilakukan uji coba dan dilakukan revisi ulang

E. Cara Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terstruktur, yaitu

observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang akan

diamati.

a. Data Primer

Data diperoleh dari hasil pengamatan/ observasi (check list) pada

petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan dahak dalam hal ini

meliputi proses pengumpulan specimen dahak, pembuatan sediaan apusan,

pewarnaan Zeihl Neelsen, pemeriksaan sediaan, serta pencatatan dan

pelaporan.

46
b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang sudah ada di Dines Kesehatan

Kabupaten Konawe. Adapun data-data yang diambil adalah data hasil

kegiatan program P2TB Paru Tahun 2015-2017 terutama data hasil cross

check sediaan dahak.

2 Tekhnik Pengumpulan Data

`a. Tahap Persiapan

1) Membuat daftar responden

2) Membuat dan memohon perijinan dari BAPPEDA Kabupaten Konawe

3) Membuat dan memohon perijinan dari Dines Kesehatan Kabupaten

Konawe

4) Membuat janji dengan responden/ petugas Puskesmas Rujukan

Mikroskopis (PRM).

2. Tahap pelaksanaan

Penelitian dilakukan setelah mendapat ijin dari BAPPEDA Kabupaten

Konawe. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan/ observasi

menggunakan panduan observasi (check list). Pengamatan dilakukan pada

setiap tahap pemeriksaan meliputi proses pengumpulan dahak, pembuatan

sediaan, pewarnaan Ziehl Neelsen, pemeriksaan sediaan, serta pencatatan

dan pelaporan.

47
3. Tahap penyelesaian penelitian

Pada tahap ini peneliti akan mengolah data yang didapat untuk dianalisis.

F. Cara Pengolahan Data

Cara pengolahan data penelitian ini dengan uji chi square untuk melihat

apakah ada hubungan

G. Teknik Analisis Data

Tahap analisis data meliputi :

1. Mengelompokkan data berdasarkan variable dari responden.

Data-data hasil penelitian yang berupa lembaran observasi

dikelompokkan berdasarkan variable agar memudahkan peneliti untuk

menganalisa data.

2. Mentabulasi data berdasarkan variable dari seluruh responden.

Data yang sudah dikelompokkan berdasarkan variable selanjutnya

ditabulasi menggunakan program MS Excell 2007.

3. Melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah.

Data yang sudah ditabulasi diolah menggunakan MS Excell 2007 untuk

menjawab rumusan masalah.dan hipotesis.

48
H. ETIKA PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan prinsip etik penelitian sebagai upaya untuk

melindungi hak responden dan peneliti selama proses penelitian. Suatu

penelitian dikatakan etis ketika penelitian tersebut memenuhi dua syarat yaitu

dapat dipertanggungjawabkan dan beretika (Sopiyudin, 2008). Penerapan

prinsip etik dalam penelitian ini sebagai upaya untuk melindungi hak dan privasi

responden.

Peneliti melibatkan beberapa responden sebagai bagian dari penelitian.

Peneliti berusaha untuk selalu memperlihatkan hak dasar responden sesuai

dengan prinsip etik penelitian. Polit, Hungler (2001) menjelaskan bahwa ada tiga

acuan utama etika penelitian, yaitu prinsip keadilan (justice), prinsip manfaat

(beneficienci), dan prinsip menghormati orang lain (Respect of human dignity).

Prinsip justice memposisikan responden untuk mendapatkan kesempatan yang

sama dalam penelitian ini tanpa dibeda-bedakan. Prinsip beneficience pada

penelitian ini peneliti memberikan keuntungan bagi responden untuk

memperoleh informasi tentang penerapan SOP dalam pemeriksaan

mikroskopik dahak. Prinsip respect of human dignity menjelaskan bahwa

peneliti memberikan kebebasan kepada petugas laboratorium untuk bersedia

menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan. Peneliti juga

memberi kebebasan kepada responden yang terlibat dalam penelitian untuk

menjawab pertanyaan tanpa adanya tekanan dan memberikan kebebasan

bertanya kepada responden jika ada yang kurang jelas.

49
Peneliti menuraikan masalah etik pada penelitian ini berdasarkan ketiga

prinsip etik tersebut meliputi informed consent, anonymity, dan confidentiality

Polit Beck & Hungler, 2001). Peneliti melengkapi instrument penelitian dengan

lembar informed consent untuk memberikan informasi terkait judul penelitian,

identitas peneliti, prosedur tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian ini juga

disertakan persetujuan menjadi responden dengan cara mengisi tanda tangan

(lampiran 2). Peneliti juga menggunakan prinsip anonymity dengan hanya

meminta inisial nama responden pada instrument penelitian. Selain itu peneliti

memegang teguh kerahasiaan data responden dengan cara tidak menyebarkan

dan hanya menyajikan kelompok data tertentu dalam hasil penelitian.

50
BAB V
JADWAL WAKTU PENELITIAN

Tabel 3. Jadwal Kegiatan


Penelitian
Waktu pelaksanaan
No Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1 proposal
Persiapan
2 administrasi
3 Uji instrumen
Pengumpulan
4 data
Penyusunan
5 laporan
Pengumpulan
6 skripsi
7 Sidang
8 Revisi akhir

51

Anda mungkin juga menyukai