Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI II

“Penetapan Kadar Sari Dalam Pelarut

Dan Susut Pengeringan”

Oleh :

Kelompok IV

Muhammad Iksan Utami Parastika


Marlinawati Waode Ratna Sari. H
Rezky Alisa Yusman Gusnaini
Hijria Santriani Samman
Erviana Wa Ntaria Rufina
Yuslinda Asmar Adolfina Rante Bua
Asisten : Musdalifah

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

AKADEMI FARMASI KEBANGSAAN

MAKASSAR

2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ilmu farmakognosi menguraikan tentang pemeriksaan simplisia nabati dan
identifikasi tumbuhan obat berdasarkan kandungan kimianya, bentuk dan
simplisianya, baik makroskopik maupun mikroskopiknya serta inventarasi
tanaman obat yang kerap kali digunakan masyaratkat dalam mengobati suatu
penyakit.
Standarisasi sederhana senyawa bahan alam adalah dengan pengujian
kadar sari pada ekstrak. Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk
jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut
tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut
dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol.
Nilai kadar sari yang larut dalam air dan etanol menunjukkan kandungan
zat berkhasiat yang terdapat pada ekstrak, semkain tinggi nilainya semakin
tinggi pula zat berkhasiat yang dikandungnya, sehingga semakin bagus mutu
ekstrak tumbuhan tersebut. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut
dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya
untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
Parameter susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat
konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Tujuan dari penentuan nilai
susut pengeringan adalah untuk memberikan batasan maksimal (rentang)
tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Dalam percobaan ini dilakukan penetapan kadar sari dalam simplisia
seledri (Apium graveolens L) dengan menggunakan metode kuantitatif untuk
jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersaring dalam
pelarut tertentu. Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
kadar sari larut air – kloroform dan kadar sari larut dalam etanol.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara penentuan penetapan
kadar sari dalam pelarut dan susut pengeringan dengan menggunakan
ekstrak seledri.
I.2.2 Tujuan Percobaan
a. Menentukan kadar sari ekstrak seledri yang terlarut dalam pelarut
etanol dan air.
b. Membandingkan banyaknya senyawa yang terlarut dalam pelarut
yang berbeda kepolarannya.
c. Menentukan nilai pengeringan ekstrak seledri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan cara
penyarian simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. (Badan POM ; 2010)
Standarisasi sederhana senyawa bahan alam adalah dengan pengujian
kadar sari pada ekstrak. Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk
jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut
tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut
dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. (Tim Asisten ; 2015)
Untuk simplisia yang tidak mengadung minyak atsiri dan sisa pelarut
organik menguap, susut pengeringan diidentifikasikan dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka
sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. Penetapan
kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan
adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan
kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan
bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai
kadar air kurang dai 10 %. (DepKes RI ; 2010)
Simplisia adalah tanaman alamiah yang diperginakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan.
1. Parameter Non Spesifik
a. Susut pengeringan : Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai konstan, yang
dinyatakan lain dalam persen. Dalam hal khusu (ika bahan tidak
mengandung minyak menguap / atsiri dan sisa pelarut organik) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer /
lingkungan udara terbuka (DepKes RI ; 2010)
b. Bobot Jenis : Merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi
ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak
tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut
didalamnya (DepKes RI ; 2010)
c. Kadar Air : Banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air
yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. (DepKes RI ;
2010)
d. Kadar Abu : Merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila
simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik
adalah diperoleh dari sisa pemijaran (DepKes RI ; 2010)
2. Parameter Spesifik
a. Identitas
b. Organoleptik
Parameter organoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk,
warna, bau, rasa, mengunakan panca indra dengan tujuan pengenalan
awal yang sederhana dan subjektif. (DepKes RI ; 2010)
c. Kadar Sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan
senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan
sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional karena jumlah
kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat
dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia
tersebut. (DepKes RI ; 1995)
Seledri (Apium graveolens L) dapat tumbuh baik di dataran rendah
maupun tinggi. Tumbuhan seledri dikategorikan sebagai sayuran, perkebunan
seledri di Indonesia terdapat di Brastagi, Sumatera Utara dan di Jawa Barat
tersebar di Pacet Pangalengan dan Cipanas yang berhawa sejuk.tumbuhan
berbonggol dan memiliki batang batang bersusun ini, pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis dan diantaranya seledri yang umbinya
dapat dimakan. Di Indonesia daun seledri dimanfaatkan untuk pelengkap
sayuran (misal untuk sup). (Agoes Azwar ; 2010)
Secara tradisional tanaman seledri digunakan sebagai pemacu enzim
pencernaan atau sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, dan
penurun tekanan darah. Di samping itu digunakan pula untuk memperlancar
keluarnya air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan pirai, juga
digunakan sebagai antikejang. Selebihnya daun dan batang seledri digunakan
sebagai sayur dan lalap untuk penyedap masakan. Di beberapa suku
digunakan sebagai obat diet untuk melangsingkan badan karena serat yang
berkalori rendah. (Haryanto Sugeng ; 2009)
II.2 Uraian Bahan
a. Aquadest (Dirjen POM ; 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
BM / RM : 18,02 / H2O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan :-
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Pelarut

b. Kloroform (Dirjen POM ; 1979)


Nama resmi : CHLOROFORMUM
Nama lain : Kloroform
BM / RM : 119,38 / CHCl3
Pemerian : Cairan, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, rasa
manis, dan membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian
besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam
minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Pelarut

c. Etanol (Dirjen POM ; 1979)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, etanol
BM / RM :-
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klororform P, dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan : Pelarut

II.3 Klasifikasi Seledri


Seledri (Apium graveolens L.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L (Agoes Azwar ; 2010)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada paraktikum ini adalah cawan
penguap, erlenmeyer bertutup, eksikator, krus porselen, magnetik
stirrer, dan oven.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada paktikum ini adalah air –
kloroform LP, ekstak seledri, etanol 95 %, dan kertas saring.

III.2 Cara Kerja


III.2.1 Penetapan Kadar Sari Larut Air
1. Sejumlah 1 g ekstrak (W1) disari selama 24 jam dengan 20 mL
air – kloroform LP (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL air),
menggunakan erlenmeyer bertutup sambil berkali kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam,
kemudian disaring.
2. Diuapkan filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang telah
ditara (W0), residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot
tetap (W2).
3. Dihitung kadar persen senyawa yang larut dalam air terhadap
berat ekstrak awal.
III.2.2 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
1. Sejumlah 1 g ekstrak (W1) dimaserasi selama 24 jam dengan 20
mL etanol 95 % menggunakan erlenmeyer bertutp sambil berkali
– kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan
selama 18 jam.
2. Disaring cepat dengan mengihindari penguapan etanol, kemudian
diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara
(W0), residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap
(W2).
3. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol 95
% terhadap ekstrak awal.
III.2.3 Penentuan Susut Pengeringan
1. Ditimbang ekstrak sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam krus
porselin bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang,
ekstrak diratakan dalam krus porselin, dengan menggoyangkan
krus hingga membentuk lapisan setebal 5 mm – 10 mm.
2. Masukkan ke dalam oven, buka tutupnya keringkan pada suhu
105°C. Lakukan penimbangan setiap ± 1 jam hingga diperoleh
bobot tetap. Sebelum dirimbang dinginkan krus dalam eksikator.
3. Dihitung nilai susut pengeringan ekstrak.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Penetapan Kadar Sari Ekstrak
Bobot Bobot Bobot
Kadar Sari
Parameter Cawan Cawan + Ekstrak
(%)
Kosong (g) Ekstrak (g) (g)
Senyawa
terlarut pada 31,99 32,12 1 13
pelarut air
Senyawa
terlarut pada 31,99 35,23 1 324
pelarut etanol

IV.1.2 Penetapan Susut Pengeringan

Bobot Cawan Bobot Cawan Bobot Ekstrak Susut


Kosong (g) + Ekstrak (g) (g) Pengeringan (%)

32,72 32,99 1 73 %

IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Kadar Sari Larut Air
(W2−W0)
= x 100 %
W1
35,32 g−31,99 g
= x 100 %
1g
3,24 g
= x 100 %
1g

= 324 %
IV.2.2 Kadar Sari Larut Etanol
W2−W0
= x 100 %
W1
32,12 g−31,99 g
= x 100 %
1g
0,13 g
= x 100 %
1g

= 13 %

IV.2.3 Susut Pengeringan


W1−(W2−W0)
= x 100 %
W1
1−(39,99 g−32,72 g )
= x 100 %
1g
1−0,22 g
= x 100 %
1g

= 73 %
BAB V
PEMBAHASAN
Standarisasi sederhana senyawa bahan alam adalah dengan pengujian
kadar sari pada ekstrak. Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk
jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut
tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut
dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol.
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan
dengan cara yang telah ditetapkan. Kecuali dinyatakan lain dalam masing –
masing monografi, simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus
nomor 8, suhu pengeringan 105°C.
Dalam percobaan ini dilakukan penetapan kadar sari dalam simplisia
seledri (Apium graveolens L) dengan menggunakan metode kuantitatif untuk
jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersaring dalam pelarut
tertentu. Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari
larut air – kloroform dan kadar sari larut dalam etanol.
Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar sari larut air menggunakan
ekstrak seledri yang ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan didalam air
– kloroform menggunakan erlenmeyer bertutup sambil dikocok selama 6 jam lalu
di diamkan selama 18 jan dan disaring. Hasil dari saringan atau residu kemudian
di panaskan pada suhu 105°C selama 30 menit hingga mencapai bobot konstan
dan didapatkan hasil yaitu 324 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana
kadar airnya tidak lebih dari 10 %. (DepKes RI 2010)
Pada percobaan penetapan kadar sari larut etanol menggunakan ekstrak
seledri. Ditimbang seledri sebanyak 1 gram, dilarutkan dengan etanol 20 mL
kemudian dikocok selama 6 jam dan didiamkan selama 18 jam. Lalu disaring,
hasil residu kemudian diuapkan di oven selama 30 menit dengan suhu 105°C
sampai bobot konstan dan didapatkan hasil 13 %.
Pada percobaan penentuan susut pengeringan menggunakan ekstrak
seledri yang dimasukkan dalam krus porselin bertutup yang telah dipanaskan pada
suhu 105°C selama 30 menit. Kemudian krus porselin yang berisi ekstrak seledri
dimasukkan kedalam oven, lalu buka tutup krus porselin, keringkan pada suhu
105°C. Penimbangan setiap ± 1 jam hingga didapatkan bobot tetap. Hasil kadar
yang didapatkan pada susut pengeringan ekstrak seledri yaitu 73 %.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes. Azwar ; 2010 ; Tanaman Obat Indonesia ; Salemba Medika ; Jakarta

Badan POM RI ; 2010 ; Acuan Sediaan Herbal Edisi 1 ; Badan Pengawasan Obat
dan Makanan RI ; Jakarta

Dirjen. POM ; 1979 ; Farmakope Indonesia edisi III ; DepKes RI ; Jakarta

Dirjen. POM ; 1995 ; Farmakope Indonesia edisi IV ; DepKes RI ; Jakarta

Dirjen. POM ; 2010 ; Farmakope Herbal Indonesia ; DepKes RI ; Jakarta

Haryanto. Sugeng ; 2009 ; Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia ; Mitra Setia ;


Yogyakarta

Syahruni. Reny ; 2015 ; Modul Praktikum Farmakognosi ; Akademi Farmasi


Kebangsaan ; Makassar

Anda mungkin juga menyukai