Hanif As Kapus 2020
Hanif As Kapus 2020
MASYARAKAT
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
Disusun oleh :
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Pandaan Kabupaten Pasuruan
Disusun oleh :
Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan
dr. Hj. Meita Devi R., M.Kes
NIP. 19640517 198903 2 011
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Pandaan Kabupaten Pasuruan
Disusun oleh :
Oleh
Pembimbing Dokter Internsip
Hj. Titin Yuliani, dr.
NIP. 19760501 201001 2004
Disusun Oleh:
dr. Winda Aisyah Panjaitan
Topik:
TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN NOBOREJO
Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping
5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari pemegang program
kesehatan lingkungan puskesmas Cebongan, dokter internsip, petugas
kelurahan, DKK, CIPTAKARU, BABINSA, BABINKAMTIBMAS.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Peninjauan Pengadaan Jamban dalam rangka
mewujudkan ODF dan STBM.
Tujuan : Mengevaluasi pelaksanaan pengadaan jamban bagi
warga yang kurang mampu
Peserta : Warga penerima bantuan pengadaan jamban di
Kelurahan Noborejo.
Waktu dan Tempat: Rabu, 31 November di beberapa rumah warga yang
menerima bantuan pengadaan jamban di Kelurahan
Noborejo.
Metode : Observasi secara langsung di lokasi dan diskusi dengan
sector-sektor terkait untuk mencari solusi dari masalah
yang ada.
Penanggung Jawab: Dokter internsip, pemegang program kesehatan
lingkungan puskesmas Cebongan, aparat kelurahan
Noborejo, BABINSA, BABINKAMTIBMAS, dan
Ciptakaru.
E. Monitoring dan Evaluasi
Pemicuan dan sosialisasi mengenai program ODF berjalan dengan
lancer, warga dapat memahami pentingnya ketersedian jamban sehat. Warga
pun sudah mau berkomitmen untuk bersama-sama dengan dinas terkait untuk
mewujudkan Kota Salatiga sebagai Kota bebas BABS.
Observasi jamban milik warga juga berjalan lancer, sudah banyak
warga yang memiliki jamban leher angsa, namun masih banyak pula warga
yang jambannya belum memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dari hasil observasi
tersebut dipilih beberapa rumah warga yang memang mebutuhkan bantuan
pengadaan jamban.
Pengadaan jamban dilakukan oleh beberapa dinas terkait dan
pelaksana utama pembangunan jamban tersebut adalah ciptakaru.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong dengan dibantu oleh pihak
BABINSA dan juga warga. Dalam proses pembangunan tersebut terdapat
beberapa masalah dimana menurut warga pembangunan dilakukan secara asal-
asalan dan terkesan terburu-buru. Hasil dari pembangunan jamban tersebut pun
dinilai mengecewakan dan tidak layak pakai sehingga warga pun belum mau
memakai jamban tersebut dan melaporkan masalah tersebut ke Kelurahan.
Setelah adanya laporan tersebut, pihak puskesmas, kelurah, dan dinas
terkait lainnya termasuk Ciptakaru melakukan evaluasi jamban. Dari hasil
evaluasi jamban didapatkan banyak jamban yang masih belum memenuhi
syarat kesehatan yaitu:
1. Letak septic tank yang terlalu dekat dengan sumber air (<10m)
2. Tidak tersedia system pembuangan air limbah
3. Lantai tidak kedap air
4. Tidak tersedia sumber air bersih
5. Dinding dan atap jamban terlalu rendah
Dari hasi evaluasi tersebut dilakukan diskusi oleh dinas terkait untuk
mencari solusi dari masalah yang ada. Pihak pelaksana utama pengadaan
jamban yaitu Ciptakau menjelaskan bahwa jamban tersebut pembangunannya
belum selesai dikarenakan ada proyek ditempat lain dan akan segera
dilanjutkan pembangunannya begitu proyek tersebut selesai. Letak septick
tank tersebut ternyata adalah permintaan dari warga dan tidak menjadi
masalah karena ciptakaru membuat septick tank dari bahan yang kedap air
sehingga tidak akan mencemari sumber air. Hasil diskusi tersebut kemudian
disosialisakian kepada warga.
F. Tinjauan Pustaka
2. Pilar STBM3,4,5
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air
besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana
sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu
tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia dan dapat
mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap).Bangunan atas
jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
2) Bangunan tengah jamban. Terdapat 2 (dua) bagian bangunan
tengah jamban, yaitu:
a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)
yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa.
Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat
dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi
tutup.
b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin,
dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas
ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
c) Bangunan Bawah. Merupakan bangunan penampungan,
pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari
tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua)
macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
i. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang
berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran
manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki
septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari
tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan
maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan
tersebut.
ii. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan
menampung limbah padat dan cair dari jamban
yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari
limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi
empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika
diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman
bambu, penguat kayu, dan sebagainya.
4. Langkah-langkah pemicuan
5. Pemeliharaan Jamban9,10
6. Pemanfaatan Jamban11,12
Gambar 6. Gambar
Bahaya buang skema bahaya
air besar buang airoleh
sembarangan besarNotoatmodjo
sembarangan(2003: 159)
Dokumentasi
Disusun oleh :
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan
Disusun oleh :
Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Oleh
Pembimbing Dokter Internsip
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Ni Luh Putu Intan Permata Sari, dr. dr. Hj. Meita Devi R., M.Kes
NIP. 19640517 198903 2 011
BORANG PORTOFOLIO
F.4. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
TOPIK : DISLIPIDEMIA
Disusun Oleh :
Nama/Peserta : dr. Alva Putri Deswandari
Pendamping : dr. Riyono
PUSKESMAS SALAMAN I
KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH
PERIODE FEBRUARI - MEI 2016
Berita Acara Presentasi Portofolio
Pada hari Sabtu, tanggal 30 April 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Alva Putri Deswandari
Dengan judul/ topik : F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
(Topik : Dislipidemia)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
2. Riwayat Pengobatan
1 minggu sebelumnya pasien sudah berobat, karena tekanan darah tinggi
diberikan obat Captopril 25 mg diminum 2x sehari. Keluhan sempat membaik
namun kemudian kambuh kembali.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) ibu pasien
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
6. Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
B. Status Gizi
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2
Kesimpulan : Normoweight
C. Mata
TIO per palpasi kesan normal, Reflek cahaya (+|+), Pupil isokor (3mm|
3mm)
D. Hidung
Sekret (-|-), Nafas cuping hidung (-|-)
E. Telinga
Sekret (-|-), Tragus pain (-|-)
F. Jantung
BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
G. Paru
SDV (+|+), RBK (-|-), RBH (-|-), Wheezing (-|-)
H. Abdomen
BU (+) normal, supel, timpani, nyeri tekan (-)
I. Ekstremitas
Oedem (-|-), akral dingin (-|-)
J. Px Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
Daftar Pustaka :
1. Adam JNF. Dislipidemia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011
1. Andini, NAM. Hiperkolesterolemia. Lampung : Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2015
2. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
Hasil Pembelajaran
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan dan penurunan dari fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (kol-
total), kolesterol LDL (kol-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol
HDL (kol-HDL).
Ketiganya tidak dapat dibicarakan sendiri-sendiri karena ketiganya
memiliki peran yang penting dan memiliki keterkaitan yang sangat erat satu
dengan yang lainnya terhadap proses terjadinya aterosklerosis, sehingga
ketiganya sering dikenal sebagai triad lipid. Klasifikasi dislipidemia dibagi
menjadi dua klasifikasi, yakni :
1. Klasifikasi Europian Atherosclerosis Societ (EAS)
EAS telah menetapkan klasifikasi sederhana yang berguna untuk
pemilihan terapi, yaitu hiperkolesterolemia, dislipidemia campuran, dan
hipertrigliseridemia.
2. Klasifikasi WHO
Klasifikasi WHO merupakan modifikasi klasifikasi Fredrickson yang
didasarkan pada pengukuran kol-total dan TG, serta penilaian secara
elektroforesis subkelas lipoprotein.
1. SUBYEKTIF
Pasien datang ke dengan keluhan leher terasa cengeng sejak 1 minggu dan
memberat 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Leher cengeng dirasakan terus
menerus, terasa berat. Keluhan memberat jika pasien beraktifitas dan sedikit
berkurang jika pasien beristirahat atau tidur. Pasien juga mengeluh pusing.
Kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-) muntah (-), mual (-), mata
berdenyut (-).
Pasien juga datang untuk konsultasi hasil cek kolesterol yang dilakukan
beberapa hari yang lalu. Pasien mengatakan hasil kolesterol 264. Pasien
mengaku sehari-hari sering makan tumisan dan goring-gorengan. Pasien jarang
mengonsumsi buah-buahan dan jarang berolahraga.
1 minggu sebelumnya pasien sudah berobat, karena tekanan darah tinggi
diberikan obat Captopril 25 mg diminum 2x sehari. Keluhan sempat membaik
namun kemudian kambuh kembali. Riwayat keluhan serupa (+) sering kambuh-
kambuhan. Pasien memilihi riwayat hipertensi sejak 5 tahun dan ibu pasien
juga memiliki riwayat hipertensi.
2. OBJEKTIF
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
B. Status Gizi
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2
Kesimpulan : Normoweight
3. ASSESSMENT
Dislipidemia (Hiperkolesterolemia) dengan Hipertensi Stage II
4. PLAN
Pengobatan :
Untuk membantu mengontrol kadar kolesterol penderita, diperlukan
penatalaksanaan secara holistik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi
farmakologis dan non farmakologis. Hiperkolesterolemia merupakan bagian
dari penyakit dislipidemia. Kadar kolesterol normal yang optimal yaitu < 200
mg/dl. Ada beberapa faktor risiko yang berpengaruh dan juga menentukan
kadar kolesterol sasaran pada pasien ini, yaitu pasien juga memiliki hipertensi
(≥140/90). Berdasarkan banyaknya faktor resiko yang dimiliki pasien (1 faktor
resiko), maka pasien termasuk kelompok resiko rendah, sehingga target sasaran
kadar kolesterol pada pasien adalah <160 mg/dl.
Pada kunjungan pasien ke Puskesmas Salaman, pasien diberi terapi
medikamentosa dengan HMG Co-A Reductase Inhibitor yaitu Simvastatin 10
mg diminum stau kali setiap malam. Obat ini dikonsumsi terus menerus,
sampai kadar kolesterol pasien mencapai target <160 mg/dl, dan pasien telah
dapat mengatur diet. Tujuan pemberian simvastatin adalah menurunkan jumlah
kolesterol dengan cara menurunkan sintesis kolesterol di hati. Selain itu, untuk
mengontrol tekanan darah, pasien juga diberi obat anti hipertensi berupa
Amlodipin dengan dosis 5 mg sekali sehari.
R/ Simvastatin tab mg 10 No.V
S 0-0-0-1 __ ⅟
R/ Amlodipin tab mg 5 No.V
S 0-0-0-1 __ ⅟
Konseling/Edukasi/Konsultasi :
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan
dan prognosis dislipidemia
b. Untuk perilaku kesehatan keluarga pasien, pasien diberikan edukasi
mengenai pola makan dan olahraga yang baik bagi pasien, tentu hal
ini membutuhkan adanya dukungan dari keluarga. Pasien harus
menerapkan pola makan gizi seimbang, pasien juga harus melakukan
olahraga secara terus menerus. Oleh karena itu, selain untuk membantu
mengingatkan minum obat, dukungan dari keluarga terutama suami pasien
penting untuk mendukung perubahan pola makan dan olahraga yang
harus dilakukan oleh pasien.
c. Modifikasi diet harus sehat, berimbang dan aman dengan mengurangi
asupan makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol seperti jeroan, santan,
minyak dan goreng-gorengan. Pasien diberikan edukasi mengenai gizi
seimbang. Berdasarkan piramida gizi seimbang dari USDA Department,
didapatkan kebutuhan sehari untuk karbohidrat yaitu 3-8 porsi, dimana
satu porsinya sama dengan satu potong roti atau setengah mangkuk nasi
atau setengah mangkuk sereal. Kebutuhan sehari untuk protein yaitu 2-3
porsi, dimana satu porsinya sama dengan satu potong tahu/tempe atau tiga
ons daging/ayam/ikan. Sedangkan kebutuhan lemak yaitu 2-3 porsi,
dimana satu porsinya sama dengan satu sendok teh minyak atau margarin.
Kebutuhan sehari untuk sayur dan buah masing-masing yaitu 3-5 porsi,
dimana satu porsinya sama dengan satu potong buah atau setengah
mangkuk sayur dan merupakan kebutuhan kalori serat pada diet
hiperkolesterolemia.
d. Pola makan yang baik bagi pasien, selain menyesuaikan dengan gizi
seimbang, perlu untuk memperbanyak konsumsi serat. Serat didapatkan
dari oatmeal, ataupun buah-buahan. Pasien juga dapat mengkonsumsi ikan
sebagai sumber omega 3, dan juga mengkonsumsi kacang-kacangan.
Pasien diharapkan juga dapat mengikuti konsultasi gizi yang dilakukan di
Puskesmas Salaman.
a. Pola olahraga yang baik bagi pasien yaitu dilakukan terus menerus. Pasien
dapat melakukan olahraga jalan kaki, naik sepeda, ataupun berenang,
disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien. Latihan jasmani
dilakukan selama 150 menit per minggu.
b. Menjelaskan bahwa pasien harus control teratur untuk melihat target terapi
dan maintenance jika target terapi sudah tercapai
Rujukan
Rujukan perlu dilakukan jika terdapat penyakit komorbid yang harus
ditangani oleh spesialis.
PUSKESMAS SALAMAN I
KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH
PERIODE FEBRUARI - MEI 2016
Berita Acara Presentasi Portofolio
Pada hari Senin, tanggal 25 April 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Alva Putri Deswandari
Dengan judul/ topik : F6. Upaya Pengobatan Dasar
(Topik : Tension Type Headache)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO
2. Riwayat Pengobatan
Dua bulan sebelumnya, pasien sudah berobat dan diberikan obat (pasien
lupa nama obat tersebut). Keluhan dirasakan berkurang, tetapi kemudian
kambuh kembali.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
6. Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
A. Mata
TIO per palpasi kesan normal, Reflek cahaya (+|+), Pupil isokor (3mm|
3mm)
B. Hidung
Sekret (-|-), Nafas cuping hidung (-|-)
C. Telinga
Sekret (-|-), Tragus pain (-|-)
D. Jantung
BJ I-II, intensitas normal, regular, bising (-)
E. Paru
SDV (+|+), RBK (-|-), Wheezing (-|-)
F. Abdomen
BU (+) normal, supel, timpani, nyeri tekan (-)
G. Px Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
Daftar Pustaka :
1. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
1. ISH Classification ICHD II (International Classification of Headache
Disorders)available at http://ihs-classification.org/downloads/mixed/ICHD
-IIR1final.doc
2. Reksodiputro, A.Hariyanto,dkk. Migren dan Sakit Kepala. Aru W.sudoyo,
Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2007.934-936.
Hasil Pembelajaran
Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala
akibat kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius
kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius,
M.servikalis posterior, dan M.levator skapula). Etiologi dan Faktor Resiko
Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi
yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache
episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension
Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar
71%sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40
tahun.
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik
(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache
kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya
dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan –
sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh
stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang
vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest,massage,
dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia
dan/atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat
yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel
analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah
butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan
menambah efektifitas pengobatan.
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi
lumbal,migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada
arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada
penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH
berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat
berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini
baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat
disembuhkan.
2. OBJEKTIF
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
A. Mata
TIO per palpasi kesan tidak meningkat
B. Pemeriksaan Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
3. ASSESSMENT
Tension Type Headache
4. PLAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah Analgetik golongan NSAID
berupa Natrium Diklofenac dengan dosis 2x50 mg. Pasien juga mengalami
kesulitan tidur, bisa dipertimbangkan pemberian Diazepam 2 mg malam hari
sebelum tidur jika perlu. Alprazolam menjadi pilihan akhir karena memiliki
efek ketergantungan jika dikonsumsi terus menerus.
Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan,
dan prognosis tension type headache pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
stress pikiran maupun fisik dan kecemasan, bukan karena ada kelainan di
dalam kepala atau otak. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada
pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau
otaknya sehingga dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak
atau penyakit intracranial lainnya.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu mengurangi beban
pikiran/kecemasan yang menjadi pencetus keluhan yang dirasakan saat ini.
Konsultasi
Pasien perlu dimotivasi agar lebih memahami bahwa keluhan nyeri kepala
yang dialami bukan karena ada masalah di dalam kepala/otak namun
dicetuskan karena faktor psikis seperti stress pikiran. Hendaknya pasien lebih
terbuka terhadap keluarga atau suami jika sedang ada masalah sehingga
mengurangi beban pikiran.
Rujukan
Rujukan perlu dilakukan jika nyeri kepala tidak membaik setelah diberi
obat pereda nyeri, dapat dipertimbangkan untuk diberi rujukan ke spesialis
syaraf di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder. Jika pikiran pasien terlalu
berat hingga tidak dapat diatasi dan memimbulkan gejala kecemasan/depresi
berat, dapat dipertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis jiwa.