Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN

MASYARAKAT
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat

Topik : Cara Menggosok Gigi yang Baik dan Benar


Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Pandaan Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Anis Trisnawati Putri, dr.

Program Dokter Internsip Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat

Topik : Cara Menggosok Gigi yang Baik dan Benar

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Pandaan Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Anis Trisnawati Putri, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Mei 201

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan
dr. Hj. Meita Devi R., M.Kes
NIP. 19640517 198903 2 011
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat

Topik : Cara Menggosok Gigi yang Baik dan Benar

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas
Pandaan Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Anis Trisnawati Putri, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Mei 2017

Oleh
Pembimbing Dokter Internsip
Hj. Titin Yuliani, dr.
NIP. 19760501 201001 2004

LATAR Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan


BELAKANG memberikan prioritas kepada upaya peningkatan
kesehatan,pencegahan penyakit dengan tidak
mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan
kesehatan .untuk menunjang upaya kesehatan yang
optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu
mendapat perhatian (Depkes RI, 1994). Kesehatan gigi
dan mulut pada masyarakat Indonesia masih merupakan
hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga
kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Hal ini
terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut berada pada
sepuluh besar penyakit terbanyak yang tersebar diberbagai
wilayah. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita
masyarakat Indonesia adalah penyakit jaringan penyangga
dan karies gigi, penyakit tersebut akibat terabaikannya
kebersihan gigi dan mulut (Depkes RI, 2004).
Data dari World Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa tingkat keparahan kerusakan gigi
(indeks DMF-T) pada anak usia 12 tahun sebesar 1 (satu)
gigi. Kenyatannya pengalaman karies perorangan rata-rata
(DMFT = Decay Missing Filling-Teeth) adalah 4,85 yang
berarti rata rata kerusakan gigi penduduk adalah 5 gigi per
orang. (Depkes RI, 2000).
Praktek kebersihan mulut oleh individu merupakan
tindakan pencegahan yang paling utama dianjurkan, juga
berarti individu tadi telah melakukan tindakan pencegahan
yang sesungguhnya, praktek kebersihan mulut ini dapat
dilakukan individu dengan cara menggosok gigi.
Menggosok gigi berfungsi untuk menghilangkan dan
mengganggu pembentukan plak dan debris, membersihkan
sisa makanan yang menempel pada gigi, menstimulasi
jaringan gigiva, menghilangkan bau mulut yang tidak
diinginkan.(Depkes RI, 2004)
Perilaku menggosok gigi pada anak harus dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada perasaan terpaksa.
Kemampuan menggosok gigi secara baik dan benar
merupakan faktor yang cukup penting untuk perawatan
kesehatan gigi dan mulut. Keberhasilan menggosok gigi
juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan alat, metode
menggosok gigi, serta frekuensi dan waktu menggosok
gigi yang tepat.(Houwink, 1994)
PERMASALAHAN Kesehatan gigi dan mulut sangat penting dan perlu
diperhatikan sejak dini, karena masih banyaknya
pengetahuan yang kurang mengenai penyakit gigi dan
mulut. Masalah utama yang terhadi adalah karena cara
menggosok dan merawat gigi yang kurang tepat, sehingga
mengakibatkan kerusakan gigi yang terus-menerus.
PERENCANAAN Melakukan intervensi secara pasif dan aktif secara
DAN PEMILIHAN bersamaan yakni dengan melakukan edukasi kesehatan
INTERVENSI
dan pelatihan ketrampilan cara menggosok gigi yang baik
dan enar kepada murid-murid di TK kemiri sewu.
PELAKSANAAN Melakukan penyuluhan dan praktek bersama mengenai
cara menggosok gigi yang baik dan benar untu menjaga
kesehatan gigi dan mulut. Acara seperti ini rutin dilakukan
tiap bulannya ke beberapa sekolah yang berbeda guna
memenuhi cakupan yang ada. Target alam penyuluhan ini
bukan hanya murid-murid di sekolahan namun juga guru
serta orang tua yang mendampinginya.
MONITORING Monitoring dilakukan oleh para guru sekolahan yang
DAN EVALUASI bekerjasama dengan para kader dan evaluasi dengan
tingkat kunjungan di poli pkm puskesmas pandaan untuk
pemeriksaan gigi rutin.

Pandaan, Mei 2017

Dokter Internsip, Kepala


Puskesmas Pandaan,

Anis Trisnawat Putri, dr. dr. Hj. Meita


Devi R., M.Kes
NIP. 19640517
198903 2 011
KEGIATAN PENYULUHAN
LAPORAN KEGIATAN

F.2 Upaya Kesehatan Lingkungan

TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN


NOBOREJO

Disusun Oleh:
dr. Winda Aisyah Panjaitan

Puskesmas Kota Salatiga


Periode November 2016 - Maret 2017
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Laporan F.2 Upaya Kesehatan Lingkungan

Topik:
TINJAUAN JAMBAN SEHAT DI KELURAHAN NOBOREJO

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Januari 2017

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Winda Aisyah Panjaitan dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017
A. Latar Belakang
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab
utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita,
penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari
penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi
kesehatan lingkungan.1
Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat
darisemakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan
masalah jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran
makanan oleh mikroba, telur cacing danbahan kimia, penanganan sampah dan
limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat. Hasil studi Indonesia
Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006,
menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.2
Penggunaan jamban di berbagai daerah di Indonesia masih
menggunakan pembuangan air yang tidak sehat. Hal tersebut terlihat dari
hasil penelitian yang dilaksanakan antara lain oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) dimana data yang tercatat pada penduduk yang menggunakan
jamban pada tahun 2002 memperlihatkan rumah tangga (RT) yang
memakai jamban leher angsa di daerah perkotaan sebesar 79,14% dan
tinggal di pedesaan sebesar 42,16%, yang menggunakan jamban
plengsengan, di daerah perkotaan sebesar 11,41% dan di daerah pedesaan
sebesar 11,23%. Sedangkan yang menggunakan jamban cemplung di
daerah perkotaan sebesar 1,96% dan di daerah pedesaan sebesar 10,56%.
Bila dilihat secara keseluruhan (perkotaan dan perdesaan), RT yang
memakai jamban leher angsa sebesar 61,64%, jamban cemplung 21,01%,
jamban plengsengan 11,32%, dan yang tidak memakai jamban 6,03%.2
Rumah tangga yang sudah menggunakan tangki septik sebesar 39,
65%, dimana di daerah perkotaan sebesar 63,07% dan di daerah pedesaan
sebesar 5,79%, sungai atau danau sebesar 22,93%, lobang tanah sebesar
23,83%, pantai atau tanah terbuka sebesar 5,55% dan lainnya sebesar
2,25%.2
Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat dengan
kesimpulan H.L. Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar
terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang berasal dari
kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Berdasarkan
uraian tersebut pemerintah memberikan perhatian di bidang hygiene dan
sanitasi dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai
target Millennium Development Goals(MDGs) tahun 2015, yaitu
meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara
berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah
melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba
implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) di 6 Kabupaten pada tahun 2005,
dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri
Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan
kampanye cuci tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama
Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.3,4
Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi STBM di berbagai lokasi
oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang
menghasilkan perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat,
sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007
mencapai 500 desa. 5
B. Permasalahan
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban
keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.
Fasilitas jamban keluarga dimasyarakat terutama dalam pelaksanaannya
tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya
sangat erat kaitannya dengan perilaku,tingkat ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan. Hal ini nampak pada masih banyaknya warga yang belum
memilik jamban yang sehat.
Pada wilayah kerja Puskesmas Cebongan dari 22.878 orang
penduduknya, sekitar 18.288 orang telah menggunakan jamban leher
angsa, 92 penduduk menggunakan jamban plesengan, dan 112 penduduk
menggunakan jamban cemplung.
Jumlah pengguna jamban sehat memang meningkat setelah
dilakukannya CTLS terutama pilar ODF dengan dilaksanakannya
pemicuan dan pengadaan jamban sehat terutama bagi warga yang kurang
mampu. Namun dalam pelaksanaannya terdapat berbagai masalah dan
kendala, salah satunya adalah pengadaan jamban yang kurang memenuhi
syarat kesehatan

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan merupakan bagian dari rangkaian pewujudan
ODF dan STBM di Kota Salatiga. Kegiatan tersebut adalah pemicuan,
sosialisasi, pengadaan jamban, dan evaluasi pengadaan jamban.
2. Menentukan Sasaran
Sasaran ini adalah sasaran primer yaitu warga Kelurahan Nobosari,
Kelurahan Ledok, dan Kelurahan Cebongan.
3. Menetapkan Tujuan
Tujuan umum adalah mewujudkan kota bebas BABS. Tujuan khusus
adalah memberikan informasi mengenai program STBM dan ODF,
melakukan pengadaan jamban oleh pemerintah dan dinas terkait,
melakukan evaluasi dan mencari solusi dari masalah pengadaan jamban
di wilayah kerja Puskesmas Cebongan.

4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Pemicuan dan sosialisasi disampaikan dengan metode langsung (direct
communication / face to face communication). Pemeriksaan pada
keadaan jamban warga dilakukan dengan observasi secara langsung.
Evaluasi pengadaan jamban dilakukan dengan observasi secara
langsung dan mencari solusi dari masalah yang ada dengan melakukan
diskusi bersama dinas terkait.

5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari pemegang program
kesehatan lingkungan puskesmas Cebongan, dokter internsip, petugas
kelurahan, DKK, CIPTAKARU, BABINSA, BABINKAMTIBMAS.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Peninjauan Pengadaan Jamban dalam rangka
mewujudkan ODF dan STBM.
Tujuan : Mengevaluasi pelaksanaan pengadaan jamban bagi
warga yang kurang mampu
Peserta : Warga penerima bantuan pengadaan jamban di
Kelurahan Noborejo.
Waktu dan Tempat: Rabu, 31 November di beberapa rumah warga yang
menerima bantuan pengadaan jamban di Kelurahan
Noborejo.
Metode : Observasi secara langsung di lokasi dan diskusi dengan
sector-sektor terkait untuk mencari solusi dari masalah
yang ada.
Penanggung Jawab: Dokter internsip, pemegang program kesehatan
lingkungan puskesmas Cebongan, aparat kelurahan
Noborejo, BABINSA, BABINKAMTIBMAS, dan
Ciptakaru.
E. Monitoring dan Evaluasi
Pemicuan dan sosialisasi mengenai program ODF berjalan dengan
lancer, warga dapat memahami pentingnya ketersedian jamban sehat. Warga
pun sudah mau berkomitmen untuk bersama-sama dengan dinas terkait untuk
mewujudkan Kota Salatiga sebagai Kota bebas BABS.
Observasi jamban milik warga juga berjalan lancer, sudah banyak
warga yang memiliki jamban leher angsa, namun masih banyak pula warga
yang jambannya belum memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dari hasil observasi
tersebut dipilih beberapa rumah warga yang memang mebutuhkan bantuan
pengadaan jamban.
Pengadaan jamban dilakukan oleh beberapa dinas terkait dan
pelaksana utama pembangunan jamban tersebut adalah ciptakaru.
Pembangunan dilakukan secara gotong royong dengan dibantu oleh pihak
BABINSA dan juga warga. Dalam proses pembangunan tersebut terdapat
beberapa masalah dimana menurut warga pembangunan dilakukan secara asal-
asalan dan terkesan terburu-buru. Hasil dari pembangunan jamban tersebut pun
dinilai mengecewakan dan tidak layak pakai sehingga warga pun belum mau
memakai jamban tersebut dan melaporkan masalah tersebut ke Kelurahan.
Setelah adanya laporan tersebut, pihak puskesmas, kelurah, dan dinas
terkait lainnya termasuk Ciptakaru melakukan evaluasi jamban. Dari hasil
evaluasi jamban didapatkan banyak jamban yang masih belum memenuhi
syarat kesehatan yaitu:
1. Letak septic tank yang terlalu dekat dengan sumber air (<10m)
2. Tidak tersedia system pembuangan air limbah
3. Lantai tidak kedap air
4. Tidak tersedia sumber air bersih
5. Dinding dan atap jamban terlalu rendah
Dari hasi evaluasi tersebut dilakukan diskusi oleh dinas terkait untuk
mencari solusi dari masalah yang ada. Pihak pelaksana utama pengadaan
jamban yaitu Ciptakau menjelaskan bahwa jamban tersebut pembangunannya
belum selesai dikarenakan ada proyek ditempat lain dan akan segera
dilanjutkan pembangunannya begitu proyek tersebut selesai. Letak septick
tank tersebut ternyata adalah permintaan dari warga dan tidak menjadi
masalah karena ciptakaru membuat septick tank dari bahan yang kedap air
sehingga tidak akan mencemari sumber air. Hasil diskusi tersebut kemudian
disosialisakian kepada warga.

F. Tinjauan Pustaka

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


1. Pengertian3

Gambar1. Logo STBM


Sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat
dengan cara pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk
mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.

2. Pilar STBM3,4,5

Pilar STBM terdiri atas perilaku:


Gambar 2. 5 Pilar STBM
a. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS).

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air
besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana
sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu
tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia dan dapat
mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
1) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap).Bangunan atas
jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
2) Bangunan tengah jamban. Terdapat 2 (dua) bagian bangunan
tengah jamban, yaitu:
a) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)
yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa.
Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat
dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi
tutup.
b) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin,
dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas
ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
c) Bangunan Bawah. Merupakan bangunan penampungan,
pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi
mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari
tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua)
macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
i. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang
berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran
manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki
septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari
tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan
maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan
tersebut.
ii. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan
menampung limbah padat dan cair dari jamban
yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan
cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari
limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi
empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika
diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman
bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

b. Cuci tangan pakai sabun (CTPS).


CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih yang mengalir. Masyarakat diajarkan mengenai cara CTPS
yang benar, waktu penting perlunya CTPS (sebelum makan, sebelum
mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum
memberi makan bayi/balita, sesudah BAB, sesudah memegang
unggas/hewan), dan kriteria utama sarana CTPS (air bersih yang dapat
dialirkan, sabun, penampungan atau saluran air limbah yang aman).

c. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga(PAMM-RT).


PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah
tangga. Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:
1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
a) Pengolahan air baku. Apabila air baku keruh perlu dilakukan
pengolahan awal:
i. Pengendapan dengan gravitasi alami
ii. Penyaringan dengan kain
iii. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas
b) Pengolahan air minum. Pengolahan air minum di rumah tangga
dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air
untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan
kuman dan penyakit melalui :
i. Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter,
dan sebagainya.
ii. Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.
iii. Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk
koagulan
iv. Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)
v. Wadah Penampungan air minum. Setelah pengolahan air,
tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk
keperluan sehari-hari, dengan cara:
(1) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi
dengan kran.
(2) Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya.
(3) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat
yang bersih dan selalu tertutup.
(4) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan
kering atau tidak minum air langsung mengenai
mulut/wadah kran.
(5) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang
bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.
(6) Wadah air minum dicuci setelah 3 hari atau saat air habis,
gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
(7) Hal penting dalam PAMM-RT
(a) Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan
mengolah makanan siap santap.
(b) Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan
kebutuhan rumah tangga.
(c) Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur
dan buah siap santap serta untuk mengolah makan siap
santap.
(d) Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah
diolah menjadi air minum.
(e) Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
2) Pengelolaan Makanan Rumah Tangga.
Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak
menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara
pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip
higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga,
walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus
menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi
makanan :
a) Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan harus
memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu
untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak
busuk, tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia
berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau
jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan,
mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak
kadaluwarsa.
b) Penyimpanan bahan makanan. Menyimpan bahan makanan baik
bahan makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan harus
memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama
penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam
penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya
kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta
bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan
lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih
dahulu.
c) Pengolahan makanan. Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat
mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus
memenuhi persyaratan, yaitu :
i. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi
persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko
pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya
serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
ii. Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu
aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan
peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus
utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel dan mudah
dibersihkan.
iii. Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan
prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan
higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan
bakteriologis.
iv. Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak
menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan
sehat.
d) Penyimpanan makanan matang. Penyimpanan makanan yang telah
matang harus memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan
dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu
dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama
penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan
matang.
e) Pengangkutan makanan. Dalam pengangkutan baik bahan makanan
maupun makanan matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu
alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama
pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari
risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
f) Penyajian makanan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara
penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang
sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4
(empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan
yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan
tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh
dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan.

d. Pengamanan sampah rumah tangga.


Tujuan Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah untuk
menghindari penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera menangani
sampah. Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari
material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip dalam Pengamanan sampah:
1) Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian
barang atau benda yang tidak terlalu dibutuhkan.
2) Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai
tanpa mengubah bentuk.
3) Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi
barang baru.

Kegiatan Pengamanan Sampah Rumah Tangga dapat dilakukan dengan :


1) sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap
hari
2) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
3) pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu
organik dan nonorganik. Untuk itu perlu disediakan tempat
sampah yang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut. Tempat
sampah harus tertutup rapat.
4) pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan
pemindahan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
5) Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan
sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke
tempat pemrosesan akhir.

e. Pengamanan limbah cair rumah tangga.


Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah
tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah
cair rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran
pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang
berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan
sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang
dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan
disalurkan ke saluran pembuangan air limbah.
Prinsip Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah:
1) Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan
air dari jamban
2) Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
3) Tidak boleh menimbulkan bau
4) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan
rawan kecelakaan
5) Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.

3. Prinsip dasar pemicuan


a. Memfasilitasi proses, meminta pendapat, dan mendengarkan.
b. Membiarkan individu menyadari sendiri.
c. Membiarkan orang-orang menyampaikan inovasi jamban-jamban/
kakus yang sederhana.
d. Tanpa subsidi

4. Langkah-langkah pemicuan

Proses Pemicuan dilakukan satu kali dalam periode tertentu, dengan


lama waktu Pemicuan antara 1-3 jam, hal ini untuk menghindari informasi
yang terlalu banyak dan dapat membuat bingung masyarakat. Pemicuan
dilakukan berulang sampai sejumlah orang terpicu. Orang yang telah terpicu
adalah orang yang tergerak dengan spontan dan menyatakan untuk merubah
perilaku.
a. Pengantar pertemuan. Pada pertemuan pertama, anggota tim
memperkenalkan diri dan membangun hubungan setara dengan
masyarakat yang akan dipicu, menjelaskan tujuan keberadaan kader
dan atau fasilitator (untuk belajar tentang kebiasaan masyarakat yang
berhubungan dengan kesehatan lingkungan), menjelaskan bahwa
kader dan atau fasilitator akan banyak bertanya dan minta kesediaan
masyarakat yang hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dengan jujur, serta menjelaskan bahwa kedatangan kader dan atau
fasilitator bukan untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun
(uang, semen dan lain-lain), melainkan untuk belajar.
b. Pencairan suasana. Pencairan suasana dilakukan untuk menciptakan
suasana akrab antara fasilitator dan masyarakat sehingga masyarakat
akan terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi di kampung
tersebut. Pencairan suasana bisa dilakukan dengan permainan yang
menghibur, mudah dilakukan oleh masyarakat, melibatkan banyak
orang.
c. Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi. Disepakati
bersama tentang penggunaan kata BAB dan kotoran manusia dengan
bahasa setempat yang kasar, misal “berak” untuk BAB dan “tai” untuk
kotoran manusia.
d. Pemetaan sanitasi. Melakukan pemetaan sanitasi yang merupakan
pemetaan sederhana yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menentukan lokasi rumah, sumber daya yang tersedia dan
permasalahan sanitasi yang terjadi, serta untuk memicu terjadinya
diskusi dan dilakukan di ruangan terbuka yang cukup lapang.
e. Transect Walk (Penelusuran Wilayah). Masyarakat diajak untuk
menelusuri desa sambil melakukan pengamatan lokasi pembuangan
tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga dan dilakukan diskusi
mengenai kondisinya.
f. Diskusi mengenai alur kontaminasi dan simulasi air yang
terkontaminasi. Dengan ini masyarakat menjadi sadar bahwa perilaku
higien dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan penyakit dan
akhirnya sadar akan perlunya perubahan prilaku.
g. Menyusun rencana program sanitasi. Jika masyarakat telah terpicu dan
ingin berubah, maka perlu diadakan pertemuan untuk mengadakan
rencana aksi. Setelah pemician, dilakukan tindak lanjut untuk
menjamin keberlangsungan perubahan prilaku dan peningkatan
kualitas fasilitas sanitasi yang terus menerus.
Jamban Sehat
1. Pengertian4,6,7
Jamban keluarga adalah suatu bangunan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak
mengotori permukaan.
Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan kotoran
manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada
pada kotoran manusia dan menganggu estetika. Sementara menurut
Kementrian Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah dikatakan yang dimaksud
dengan jamban adalah suatu bangunan yang berfungsi mengumpulkan kotoran
manusia yang tersimpan pada tempat tertentu sehingga tidak menjadi
penyebab suatu penyakit atau mengotori permukaan bumi.
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh
kotoran manusia yang tidak di kelola dengan baik.
2. Jenis Jamban8

Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan.


Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan
memiliki kebutuhan air yang tercakupi dan berada di dalam rumah.
Jamban/kakus dapat di bedakan atas beberapa macam.
a. Jamban empang (Overhung Latrine) adalah jamban yang di bangun di atas
empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya
tersebar begitu saja, yang bisanya di pakai untuk ikan, ayam.

Gambar 3. Jamban Empang


b. Jamban kimia (chemical toilet). Jamban model ini biasanya di bangun
pada tempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api, pesawat
terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfaksi dengan zat-zat kimia seperti
caustic soda dan pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper).
Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul
perlu dibuang lagi.

Gambar 4. Jamban Kimia

c. Jamban cemplung adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya


dibangun dibawah tempat injakan atau di bawah bangunan jamban. Fungsi
dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak di
mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang
baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak
terlalu lama karena tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah,
kedalamannya 1,5-3 meter.
d. Jamban Plengsengan. Jamban ini, perlu air untuk menggelontor
kotoran. Lubang jamban perlu juga ditutup.
e. Jamban leher angsa (angsa latrine) adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai
sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-
binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang
dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

Gambar 3. Jamban leher angsa, jamban cemplung, dan jamban


plengsengan

3. Syarat Jamban Sehat9

Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-


syarat sebagai berikut.
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung
berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh serangga maupun
tikus.
c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah sekitar.
d. Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan warna.
f. Cukup penerang
g. Lantai kedap air
h. Ventilasi cukup baik
i. Tersedia air dan alat pembersih.

4. Manfaat Dan Fungsi Jamban Keluarga10,11

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban


yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal,
yaitu:
a. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang
aman.
c. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit.
d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan.

5. Pemeliharaan Jamban9,10

Jamban hendaklah selalu dijaga dan di pelihara dengan baik. Adapun


cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai
berikut:
a. Lantai jamban hendaklah selalu bersih dan kering.
b. Di sekeliling jamban tidak tergenang air
c. Tidak ada sampah berserakan
d. Rumah jamban dalam keadaan baik
e. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
f. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
g. Tersedia alat pembersih
h. Bila ada yang rusak segera di perbaiki.
Selain itu di tambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapat di
lakukan dengan:
a. Air selalu tersedia dalam bak atau ember
b. Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus di siram bersih
agar tidak bau dan mengundang lalat
c. Lantai jamban usahakan selalu bersih dan tidak licin agar tidak
membahayakan pemakai
d. Tidak memasukan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban
e. Tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk
membilas tinja.

6. Pemanfaatan Jamban11,12

Pemanfaatan jamban berarti penggunaan atau pemakaian jamban


oleh masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Kata
pemanfaatan berasal dari kata “manfaat‟. Dalam kamus bahasa Indonesia
pemanfaatan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memanfaatkan.
Berdasarkan pengertian di atas maka pemanfaatan jamban adalah
perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan atau menggunakan jamban ketika
membuang air besar. Atau dengan kata lain pemanfaatan adalah penggunaan
jamban oleh masyarakat dalam hal buang air besar.
Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat
diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran
tinja manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat
menyebabkan beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A
dan lainnya. Merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi
dasar seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator
tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam
saluran pencernaan manusia.
Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang di keluarkan
manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai
perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah, makanan, susu serta
sayuran. Proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut:
a. Kuman penyebab penyakit
b. Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab
c. Cara keluar dari sumber
d. Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang potensial
e. Cara masuk ke inang yang baru
f. Inang yang peka (suscaptible).

Gambar 6. Gambar
Bahaya buang skema bahaya
air besar buang airoleh
sembarangan besarNotoatmodjo
sembarangan(2003: 159)

digambarkan melalui rantai penyebaran penyakit melalui kotoran tinja dan


urine. Peranan tinja dalam penyebaran penyakit cukup besar, selain dapat
langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya juga
mencemari air, tanah, serangga dan bagian tubuh manusia. Beberapa penyakit
yang dapat disebarkan oleh kotoran tinja manusia antara lain: tipus, disentri,
kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita),
schistosomiasis, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Surkesnas, Tim. 2001. Laporan Data Susenas 2001 : Status Kesehatan,


Pelayanan Kesehatan, Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan
Lingkungan. Project Report. NIHRD.
2. Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2003. Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
4. Depkes RI. 2008. Strategi Nasional STBM. Jakarta
5. Kemenkes RI. 2013. Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan. Jakarta.
6. Chandra, Budiman.2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta :EGC.
7. Mukti S. 1992.Peranan Kesehatan Lingkungan Dan Perorangan Dalam
Menurunkan Angka Kesakitan Penyakit Diare. Dalam : Seminar Nasional
Pemberantasan Diare di Yogyakarta 12-15 Agustus 1990. Jakarta : DepKes
RI.
8. Slamet JS. Kesehatan lingkungan. 2002. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
9. Depkes RI. 2004. Syarat-syarat Jamban Sehat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
10. Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Citra Aditya
Bhakti. Bandung.
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta.
12. Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi.
Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
LAMPIRAN

Dokumentasi

Keterangan : Kondisi jamban di wilayah puskesmas Cebongan yang masih belum


memenuhi syarat Jamban Sehat
Keterangan: Sosialisasi ODF di Kelurahan Noborejo, Ledok, dan Cebongan
Keterangan: Pembangunan bantuan jamban bagi keluarga kurang mampu
Keterangan : Kondisi jamban di wilayah puskesmas Cebongan yang masih belum
memenuhi syarat Jamban Sehat
LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN
MASYARAKAT
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana
Topik : Pemeriksaan Dini Kanker Payudara
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Ni Luh putu Intan Permata Sari, dr.

Program Dokter Internsip Indonesia


Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT
Laporan F3. Upaya Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga
Berencana
Topik : Pemeriksaan Dini Kanker Payudara

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Ni Luh Putu Intan Permata Sari, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Oktober 2016

Oleh
Kepala Puskesmas Pandaan

dr. Hj. Meita Devi R., M.Kes


NIP. 19640517 198903 2 011

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

Topik : Pemeriksaan Dini Kanker Payudara


Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Ni Luh Putu Intan Permata Sari, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Oktober 2016

Oleh
Pembimbing Dokter Internsip

Hj. Titin Yuliani, dr.


NIP. 19760501 201001 2004

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN


MASYARAKAT
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

Topik : Pemeriksaan Dini Kanker Payudara


Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan

Disusun oleh :

Ni Luh Putu Intan Permata Sari, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Oktober 2016

Kepala Desa Kemiri Sewu, Kepala Pustu Kemirisewu

H. Supaat Dian Handayani, Amd.,Keb.


NIP. 196407161986032015

LATAR Kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua


BELAKANG akibat kanker pada wanita setelah kanker mulut rahim dan
merupakan kanker yang paling banyak terjadi pada wanita
(Kemenkes, 2010). Tingginya angka kematian akibat kanker
payudara dikarenakan para penderita datang ke pelayanan
kesehatan sudah dalam stadium lanjut atau sudah sulit
disembuhkan, padahal pemeriksaan secara dini terhadap
kemungkinan adanya gejala kanker payudara dapat
dilakukan sendiri dan tanpa biaya (Rasjidi, 2009).

Kanker payudara yang termasuk penyakit tidak menular,


saat ini menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia
maupun di Indonesia. Menurut WHO (2012) kejadian
kanker payudara sebanyak 1.677.000 kasus. Kanker
payudara merupakan kanker yang paling banyak di derita
oleh kaum wanita dengan jumlah 883.000 kasus. Di negara
berkembang dan terdapat 794.000 kasus. Kanker payudara
merupakan penyebab kematian pada wanita di negara
berkembang sebanyak 324.000 kasus. Insidennya semakin
tinggi diseluruh dunia (Houghton, 2012).

Pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) dilakukan untuk


mendeteksi atau mengindentifikasi secara dini kemungkinan
adanya kanker payudara. Pemeriksaan sadari dapat dimulai
sejak seorang wanita sudah masuk pada masa pubertas. Hal
ini perlu dilakukan agar dapat mengetahui kelainan yang
terjadi pada payudara. Dengan pemeriksaan payudara sedini
mungkin maka penanganan kanker dapat ditangani dengan
tepat sehingga meningkatkan umur harapan hidup. tindakan
ini sangat penting karena hampir 85% benjolan di payudara
ditemukan oleh penderita sendiri

Untuk mendeteksi adanya kanker payudara dapat dilakukan


dengan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). Tindakan
ini sangat penting karena hampir 85% benjolan di payudara
ditemukan oleh penderita sendiri. Pada wanita normal,
American Cancer Society menganjurkan wanita berusia
diatas 20 tahun untuk melakukan SADARI setiap satu bulan,
usia 35-40 tahun melakukan mamografi, diatas 40 tahun
melakukan check up pada dokter ahli,
lebih dari 50 tahun check up rutin dan mamografi setiap
tahun, dan wanita yang beresiko tinggi pemeriksaan dokter
lebih sering dan rutin. Tujuan dari program deteksi dini
kanker payudara yaitu untuk menurunkan angka kematian
pada penderita, karena kanker yang diketemukan pada
stadium awal
tentu memberikan harapan hidup lebih lama daripada
apabila diketemukan pada stadium lanjut
PERMASALAHAN Masih banyak ibu-ibu yang masih belum memahami cara
pemeriksaan dini kanker payudara dan masih blm bisa
memahami apa itu kanker payudara
PERENCANAAN Melakukan intervensi secara pasif dan aktif secara
DAN PEMILIHAN bersamaan yakni dengan melakukan edukasi kesehatan dan
INTERVENSI
pelatihan ketrampilan kader – kader serta menggalakkan
pemeriksaan sadari.
PELAKSANAAN Melakukan penyuluhan tentang penyakit kanker payudara
dan membedakannya dengan mastitis pada ibu menyusui
serta bagaimana cara melakukan pemeriksaan sadari
dirumah dan pemeriksaan-pemeriksaan khusus apa saja yang
bisa dilakukan jika dicurigai suatu kanker.
MONITORING Secara Keseluruhan kegiatan penyuluhan ini berjalan cukup
DAN EVALUASI lancer. Banyak ibu-ibu yang merespon dengan bertanya-
tanya seputar pemeriksaan sadari dan para kader tidak kalah
ingin tau agar bisa mengajari atau member informasi kepada
ibu-ibu yang tidak ikut dalam penyuluhan hari ini

Pandaan, Oktober 2016

Dokter Internsip, Kepala Puskesmas Pandaan,

Ni Luh Putu Intan Permata Sari, dr. dr. Hj. Meita Devi R., M.Kes
NIP. 19640517 198903 2 011

BORANG PORTOFOLIO
F.4. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
TOPIK : DISLIPIDEMIA

Disusun Oleh :
Nama/Peserta : dr. Alva Putri Deswandari
Pendamping : dr. Riyono

PUSKESMAS SALAMAN I
KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH
PERIODE FEBRUARI - MEI 2016
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari Sabtu, tanggal 30 April 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Alva Putri Deswandari
Dengan judul/ topik : F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
(Topik : Dislipidemia)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Agha Chandra Sari …………….


2. dr. Alva Putri Deswandari …………….
3. dr. Diana Verify Hastutya …………….
4. dr. Ensan Galuh Pertiwi …………….
5. dr. Monica Citraningtyas Astarani …………….
6. dr. Nani Isyrofatun …………….

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO

F.4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (Topik : Dislipidemia)


Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Dislipidemia
Tanggal : 26 Maret 2016
Nama Pasien : Ny. F No. RM : 01173001
Tanggal Presentasi : 30 April 2016 Nama Pendamping :
dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi
Seorang wanita, 51 tahun, leher cengeng dan konsultasi hasil laboratorium
 Tujuan
Untuk mengetahui dislipidemia dan penatalaksanaannya.
Bahan bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny. F Nomor Registrasi : 01173001
Nama Klinik : Puskesmas Salaman I Terdaftar sejak :
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pasien datang ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan leher terasa
cengeng sejak 1 minggu dan memberat 2 hari sebelum datang ke puskesmas.
Leher cengeng dirasakan terus menerus, terasa berat. Keluhan memberat jika
pasien beraktifitas dan sedikit berkurang jika pasien beristirahat atau tidur.
Pasien juga mengeluh pusing. Kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-)
muntah (-), mual (-), mata berdenyut (-).
Pasien juga datang untuk konsultasi hasil cek kolesterol yang dilakukan
beberapa hari yang lalu. Pasien mengatakan hasil kolesterol 264. Pasien
mengaku sehari-hari sering makan tumisan dan goring-gorengan. Pasien jarang
mengonsumsi buah-buahan dan jarang berolahraga.

2. Riwayat Pengobatan
1 minggu sebelumnya pasien sudah berobat, karena tekanan darah tinggi
diberikan obat Captopril 25 mg diminum 2x sehari. Keluhan sempat membaik
namun kemudian kambuh kembali.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit


Riwayat keluhan serupa : (+) sering kambuh-kambuhan
Riwayat maag : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) ± 5 tahun yang lalu
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) ibu pasien
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dengan suami dalam 1 rumah dan mempunyai 3 orang anak.
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS.

6. Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
B. Status Gizi
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2
Kesimpulan : Normoweight
C. Mata
TIO per palpasi kesan normal, Reflek cahaya (+|+), Pupil isokor (3mm|
3mm)
D. Hidung
Sekret (-|-), Nafas cuping hidung (-|-)
E. Telinga
Sekret (-|-), Tragus pain (-|-)
F. Jantung
BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
G. Paru
SDV (+|+), RBK (-|-), RBH (-|-), Wheezing (-|-)
H. Abdomen
BU (+) normal, supel, timpani, nyeri tekan (-)
I. Ekstremitas
Oedem (-|-), akral dingin (-|-)
J. Px Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal

Daftar Pustaka :
1. Adam JNF. Dislipidemia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011
1. Andini, NAM. Hiperkolesterolemia. Lampung : Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2015
2. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.

Hasil Pembelajaran
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan dan penurunan dari fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total (kol-
total), kolesterol LDL (kol-LDL), trigliserida (TG), serta penurunan kolesterol
HDL (kol-HDL).
Ketiganya tidak dapat dibicarakan sendiri-sendiri karena ketiganya
memiliki peran yang penting dan memiliki keterkaitan yang sangat erat satu
dengan yang lainnya terhadap proses terjadinya aterosklerosis, sehingga
ketiganya sering dikenal sebagai triad lipid. Klasifikasi dislipidemia dibagi
menjadi dua klasifikasi, yakni :
1. Klasifikasi Europian Atherosclerosis Societ (EAS)
EAS telah menetapkan klasifikasi sederhana yang berguna untuk
pemilihan terapi, yaitu hiperkolesterolemia, dislipidemia campuran, dan
hipertrigliseridemia.
2. Klasifikasi WHO
Klasifikasi WHO merupakan modifikasi klasifikasi Fredrickson yang
didasarkan pada pengukuran kol-total dan TG, serta penilaian secara
elektroforesis subkelas lipoprotein.

Klasifikasi kedua yakni klasifikasi patogenik, membagi menjadi


dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia primer dapat disebabkan oleh
banyak kelainan genetik, dislipidemia ini menjadi beberapa keadaan.
Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit
lain, misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan lain-
lain.
Diagnosis dislipidemia didapatkan dengan pemeriksaan laboraturium profil
lipid plasma. Pemeriksaan ini dianjurkan pada setiap orang dewasa berusia
lebih dari 20 tahun. Kadar lipid plasma yang diperiksa meliputi kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida. Apabila ditemukan hasil yang
normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulangan setiap lima tahun
NCEP ATP III pada tahun 2011 membuat suatu batasan kadar lipid plasma
yang sampai saat ini masih digunakan :
Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih
tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat. Faktor
lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya VLDL dan
LDL) adalah:
1. Riwayat keluarga dengan dislipidemia
2. Obesitas
3. Diet kaya lemak
4. Kurang melakukan olahraga
5. Penggunaan alkohol
6. Merokok
7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
8. Kelenjar tiroid yang kurang aktif
Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total
bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari makan
lemak. Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan
yang berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak
pernah memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang
lainnya menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki
kadar kolesterol total dibawah 260 mg/dL. Perbedaan ini tampaknya bersifat
genetik dan secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan
keluarnya lipoprotein dari aliran darah.
Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, antara lain:
1. Atherosklerosis
2. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit serebrovaskular seperti strok
4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya
5. Pankreatitis akut
Dislipidemia sering disertai dengan keadaan lain yang tergabung dalam
sindroma metabolik. Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
1. Obesitas sentral
2. Resistensi insulin atau intoleransi glukosa
3. Keadaan prothrombotic seperti peningkatan fibrinogen dan plasminogen
activator inhibitor di darah
4. Peningkatan tekanan darah (130/85 mmHg atau lebih)
5. Keadaan proinflamasi (seperti peningkatan high-sensitivity C-reactive
protein di dalam darah)

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. SUBYEKTIF
Pasien datang ke dengan keluhan leher terasa cengeng sejak 1 minggu dan
memberat 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Leher cengeng dirasakan terus
menerus, terasa berat. Keluhan memberat jika pasien beraktifitas dan sedikit
berkurang jika pasien beristirahat atau tidur. Pasien juga mengeluh pusing.
Kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-) muntah (-), mual (-), mata
berdenyut (-).
Pasien juga datang untuk konsultasi hasil cek kolesterol yang dilakukan
beberapa hari yang lalu. Pasien mengatakan hasil kolesterol 264. Pasien
mengaku sehari-hari sering makan tumisan dan goring-gorengan. Pasien jarang
mengonsumsi buah-buahan dan jarang berolahraga.
1 minggu sebelumnya pasien sudah berobat, karena tekanan darah tinggi
diberikan obat Captopril 25 mg diminum 2x sehari. Keluhan sempat membaik
namun kemudian kambuh kembali. Riwayat keluhan serupa (+) sering kambuh-
kambuhan. Pasien memilihi riwayat hipertensi sejak 5 tahun dan ibu pasien
juga memiliki riwayat hipertensi.

2. OBJEKTIF
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
B. Status Gizi
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2
Kesimpulan : Normoweight

C. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Kolesterol : 264 mg/dl

3. ASSESSMENT
Dislipidemia (Hiperkolesterolemia) dengan Hipertensi Stage II

4. PLAN
Pengobatan :
Untuk membantu mengontrol kadar kolesterol penderita, diperlukan
penatalaksanaan secara holistik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi
farmakologis dan non farmakologis. Hiperkolesterolemia merupakan bagian
dari penyakit dislipidemia. Kadar kolesterol normal yang optimal yaitu < 200
mg/dl. Ada beberapa faktor risiko yang berpengaruh dan juga menentukan
kadar kolesterol sasaran pada pasien ini, yaitu pasien juga memiliki hipertensi
(≥140/90). Berdasarkan banyaknya faktor resiko yang dimiliki pasien (1 faktor
resiko), maka pasien termasuk kelompok resiko rendah, sehingga target sasaran
kadar kolesterol pada pasien adalah <160 mg/dl.
Pada kunjungan pasien ke Puskesmas Salaman, pasien diberi terapi
medikamentosa dengan HMG Co-A Reductase Inhibitor yaitu Simvastatin 10
mg diminum stau kali setiap malam. Obat ini dikonsumsi terus menerus,
sampai kadar kolesterol pasien mencapai target <160 mg/dl, dan pasien telah
dapat mengatur diet. Tujuan pemberian simvastatin adalah menurunkan jumlah
kolesterol dengan cara menurunkan sintesis kolesterol di hati. Selain itu, untuk
mengontrol tekanan darah, pasien juga diberi obat anti hipertensi berupa
Amlodipin dengan dosis 5 mg sekali sehari.
R/ Simvastatin tab mg 10 No.V
S 0-0-0-1 __ ⅟
R/ Amlodipin tab mg 5 No.V
S 0-0-0-1 __ ⅟
Konseling/Edukasi/Konsultasi :
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan
dan prognosis dislipidemia
b. Untuk perilaku kesehatan keluarga pasien, pasien diberikan edukasi
mengenai pola makan dan olahraga yang baik bagi pasien, tentu hal
ini membutuhkan adanya dukungan dari keluarga. Pasien harus
menerapkan pola makan gizi seimbang, pasien juga harus melakukan
olahraga secara terus menerus. Oleh karena itu, selain untuk membantu
mengingatkan minum obat, dukungan dari keluarga terutama suami pasien
penting untuk mendukung perubahan pola makan dan olahraga yang
harus dilakukan oleh pasien.
c. Modifikasi diet harus sehat, berimbang dan aman dengan mengurangi
asupan makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol seperti jeroan, santan,
minyak dan goreng-gorengan. Pasien diberikan edukasi mengenai gizi
seimbang. Berdasarkan piramida gizi seimbang dari USDA Department,
didapatkan kebutuhan sehari untuk karbohidrat yaitu 3-8 porsi, dimana
satu porsinya sama dengan satu potong roti atau setengah mangkuk nasi
atau setengah mangkuk sereal. Kebutuhan sehari untuk protein yaitu 2-3
porsi, dimana satu porsinya sama dengan satu potong tahu/tempe atau tiga
ons daging/ayam/ikan. Sedangkan kebutuhan lemak yaitu 2-3 porsi,
dimana satu porsinya sama dengan satu sendok teh minyak atau margarin.
Kebutuhan sehari untuk sayur dan buah masing-masing yaitu 3-5 porsi,
dimana satu porsinya sama dengan satu potong buah atau setengah
mangkuk sayur dan merupakan kebutuhan kalori serat pada diet
hiperkolesterolemia.
d. Pola makan yang baik bagi pasien, selain menyesuaikan dengan gizi
seimbang, perlu untuk memperbanyak konsumsi serat. Serat didapatkan
dari oatmeal, ataupun buah-buahan. Pasien juga dapat mengkonsumsi ikan
sebagai sumber omega 3, dan juga mengkonsumsi kacang-kacangan.
Pasien diharapkan juga dapat mengikuti konsultasi gizi yang dilakukan di
Puskesmas Salaman.
a. Pola olahraga yang baik bagi pasien yaitu dilakukan terus menerus. Pasien
dapat melakukan olahraga jalan kaki, naik sepeda, ataupun berenang,
disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien. Latihan jasmani
dilakukan selama 150 menit per minggu.
b. Menjelaskan bahwa pasien harus control teratur untuk melihat target terapi
dan maintenance jika target terapi sudah tercapai

Rujukan
Rujukan perlu dilakukan jika terdapat penyakit komorbid yang harus
ditangani oleh spesialis.

Salaman, 30 April 2016


Peserta Pendamping

dr. Alva Putri Deswandari dr. Riyono


BORANG PORTOFOLIO

F.6. UPAYA PENGOBATAN DASAR


TOPIK : TENSION TYPE HEADACHE
Disusun Oleh :
Nama/Peserta : dr. Alva Putri Deswandari
Pendamping : dr. Riyono

PUSKESMAS SALAMAN I
KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH
PERIODE FEBRUARI - MEI 2016
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari Senin, tanggal 25 April 2016 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Alva Putri Deswandari
Dengan judul/ topik : F6. Upaya Pengobatan Dasar
(Topik : Tension Type Headache)
Nama Pendamping : dr. Riyono
Nama Wahana : Puskesmas Salaman I

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. dr. Agha Chandra Sari …………….


2. dr. Alva Putri Deswandari …………….
3. dr. Diana Verify Hastutya …………….
4. dr. Ensan Galuh Pertiwi …………….
5. dr. Monica Citraningtyas Astarani …………….
6. dr. Nani Isyrofatun …………….

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

dr. Riyono
NIP. 19711013 201001 1 001
BORANG PORTOFOLIO

F.6. Upaya Pengobatan Dasar ( Topik : Tension Type Headache)


Nama Wahana : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Topik : Tension Type Headache
Tanggal : 29 Maret 2016
Nama Pasien : Ny. K No. RM : 00092601
Tanggal Presentasi : 25 April 2016 Nama Pendamping :
dr. Riyono
Tempat Presentasi : Puskesmas Salaman I Kabupaten Magelang
Objektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi
Seorang wanita, 36 tahun, nyeri kepala seperti diikat
 Tujuan
Untuk mengetahui tension type headache dan penatalaksanaannya.
Bahan bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny. K Nomor Registrasi : -
Nama Klinik : Puskesmas Salaman I Terdaftar sejak : 29 Maret
2016
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Pasien datang ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan nyeri kepala sejak
2 hari sebelum datang ke puskesmas. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala
terutama bagian leher dan kepala bagian belakang. Nyeri kepala terasa seperti
diikat dan terasa berat, namun tidak berdenyut. Keluhan dirasakan terus
menerus dan makin lama makin memberat hingga pasien juga kesulitan untuk
tidur. Mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-), mata dan hidung nrocos (-),
pusing berbutar (-), demam (-).

2. Riwayat Pengobatan
Dua bulan sebelumnya, pasien sudah berobat dan diberikan obat (pasien
lupa nama obat tersebut). Keluhan dirasakan berkurang, tetapi kemudian
kambuh kembali.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit


Riwayat keluhan serupa : (+) sering kambuh-kambuhan terutama jika sedang
kelelahan dan banyak pikiran
Riwayat maag : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal dengan suami dalam 1 rumah dan mempunyai 2 orang anak.
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Pasien berobat dengan fasilitas BPJS-
Jamkesmas.

6. Pemeriksaan Fisik
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
A. Mata
TIO per palpasi kesan normal, Reflek cahaya (+|+), Pupil isokor (3mm|
3mm)
B. Hidung
Sekret (-|-), Nafas cuping hidung (-|-)
C. Telinga
Sekret (-|-), Tragus pain (-|-)
D. Jantung
BJ I-II, intensitas normal, regular, bising (-)
E. Paru
SDV (+|+), RBK (-|-), Wheezing (-|-)
F. Abdomen
BU (+) normal, supel, timpani, nyeri tekan (-)
G. Px Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal

Daftar Pustaka :
1. IDI Depkes RI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kesehatan Primer. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 2013.
1. ISH Classification ICHD II (International Classification of Headache
Disorders)available at http://ihs-classification.org/downloads/mixed/ICHD
-IIR1final.doc
2. Reksodiputro, A.Hariyanto,dkk. Migren dan Sakit Kepala. Aru W.sudoyo,
Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2007.934-936.

Hasil Pembelajaran
Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala
akibat kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius
kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius,
M.servikalis posterior, dan M.levator skapula). Etiologi dan Faktor Resiko
Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi
yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache
episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension
Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar
71%sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40
tahun.
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi
serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik
(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache
kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya
dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan –
sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah
kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh
stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang
vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest,massage,
dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia
dan/atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat
yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel
analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah
butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan
menambah efektifitas pengobatan.
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi
lumbal,migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada
arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada
penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH
berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat
berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini
baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat
disembuhkan.

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


1. SUBYEKTIF
Pasien datang ke dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 hari sebelum datang
ke puskesmas. Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala terutama bagian leher
dan kepala bagian belakang. Terasa seperti diikat dan terasa berat, namun tidak
berdenyut. Keluhan dirasakan terus menerus dan makin lama makin memberat
hingga pasien juga kesulitan untuk tidur. Mual (-), muntah (-), pandangan kabur
(-), mata dan hidung nrocos (-), pusing berbutar (-), demam (-).
Dua bulan sebelumnya, pasien sudah berobat dan diberikan obat (pasien
lupa nama obat tersebut). Keluhan dirasakan berkurang, tetapi kemudian
kambuh kembali. Keluhan seperti ini dirasakan kambuh-kambuhan terutama
jika pasien banyak pikiran dan kelelahan.

2. OBJEKTIF
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
A. Mata
TIO per palpasi kesan tidak meningkat
B. Pemeriksaan Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal

3. ASSESSMENT
Tension Type Headache

4. PLAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah Analgetik golongan NSAID
berupa Natrium Diklofenac dengan dosis 2x50 mg. Pasien juga mengalami
kesulitan tidur, bisa dipertimbangkan pemberian Diazepam 2 mg malam hari
sebelum tidur jika perlu. Alprazolam menjadi pilihan akhir karena memiliki
efek ketergantungan jika dikonsumsi terus menerus.

R/ Natrium Diklofenac tab mg 50 No.VI


S 2 dd tab I p.c. ___ ⅟
R/ Diazepam tab mg 2 No.II
S 0-0-0-1 p.r.n ____ ⅟

Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan,
dan prognosis tension type headache pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
stress pikiran maupun fisik dan kecemasan, bukan karena ada kelainan di
dalam kepala atau otak. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada
pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau
otaknya sehingga dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak
atau penyakit intracranial lainnya.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu mengurangi beban
pikiran/kecemasan yang menjadi pencetus keluhan yang dirasakan saat ini.

Konsultasi
Pasien perlu dimotivasi agar lebih memahami bahwa keluhan nyeri kepala
yang dialami bukan karena ada masalah di dalam kepala/otak namun
dicetuskan karena faktor psikis seperti stress pikiran. Hendaknya pasien lebih
terbuka terhadap keluarga atau suami jika sedang ada masalah sehingga
mengurangi beban pikiran.

Rujukan
Rujukan perlu dilakukan jika nyeri kepala tidak membaik setelah diberi
obat pereda nyeri, dapat dipertimbangkan untuk diberi rujukan ke spesialis
syaraf di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder. Jika pikiran pasien terlalu
berat hingga tidak dapat diatasi dan memimbulkan gejala kecemasan/depresi
berat, dapat dipertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis jiwa.

Salaman, 25 April 2016


Peserta Pendamping
dr. Alva Putri Deswandari dr. Riyono

Anda mungkin juga menyukai