Anda di halaman 1dari 137

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT

NOMOR 1 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH BARAT


TAHUN 2012-2032

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG


ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan


antar sektor, antar wilayah, dan antar pelaku dalam
pemanfaatan ruang di Kabupaten Aceh Barat, diperlukan
pengaturan penataan ruang secara serasi, selaras, seimbang,
berdayaguna, berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan;
b. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman
masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan
ruang, memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang
transparan, efektif dan partisipatif, agar terwujud ruang yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu disusun rencana
tata ruang wilayah kabupaten;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Qanun
Kabupaten Aceh Barat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Aceh Barat;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 (Drt) Tahun 1956 Tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam
Lingkungan Wilayah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);

-1- 4. Undang-Undang . . .
-2-

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah dirubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4633);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Republik Indonesia Nomer 22 tahun 2012
tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan Lembahan
Negara Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5160);
12. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pembentukan Qanun (Lembaran Aceh Tahun 2011 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Aceh Nomor 38).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH BARAT
dan
BUPATI ACEH BARAT

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : QANUN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN


ACEH BARAT TAHUN 2012–2032.

BAB I . . .
-3-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Qanun ini, yang dimaksud dengan:


1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
6. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
7. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya.
8. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
9. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah
Daerah.
11. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
12. Wilayah kabupaten adalah seluruh wilayah Kabupaten Aceh
Barat yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
13. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
atau budidaya.
14. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan serta
nilai sejarah dan budaya bangsa, guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan.

15. Kawasan hutan . . .


-4-

15. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan


atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
16. Kawasan Hutan lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah.
17. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang mewakili
ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang
memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna
yang khas dan beraneka ragam.
18. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat
serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan
sebagai tempat serta ruang di sekitar situs purbakala dan
kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas.
19. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan dengan kondisi
atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis
dan geografis pada satu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai
kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
20. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan sekeliling
danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
21. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan
sumberdaya buatan.
22. Kawasan Hutan produksi adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
23. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang
dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman
pangan, holtikultura, perkebunan dan peternakan.
24. Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang
memiliki sumber daya lahan yang didapat dimanfaatkan
untuk kegiatan perkebunan rakyat dan perkebunan besar.
25. Kawasan peruntukan industri adalah kawasan yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan industri kecil, sedang, dan
besar.
26. Kawasan peruntukan perikanan adalah kawasan yang
memiliki sumber daya lahan perairan air tawar, air laut, dan
air payau yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya
perikanan dan perikanan tangkap.
27. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang
ditunjukkan dan atau ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik, biologi,
sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
28. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu
yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata.
29. Kawasan Peruntukan . . .
-5-

29. Kawasan Peruntukan Permukiman adalah bagian dari


lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
30. Kawasan Permukiman Perkotaan adalah kawasan dengan
kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial
dan kegiatan ekonomi.
31. Kawasan Permukiman Perdesaan adalah kawasan dengan
kegiatan utama pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam
dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
32. Kawasan Peruntukan Pertambangan (KKP) adalah wilayah
yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang dan
merupakan tempat dilakukannya sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan pertambangan, baik di wilayah daratan
maupun perairan.
33. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan
tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang
merupakan bagian dari tata ruang nasional.
34. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WUP
adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data,
potensi, dan/atau informasi geologi.
35. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut
WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP.
36. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disebut WPR,
adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha
pertambangan rakyat.
37. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
38. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.
39. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan
secara nasional yang digunakan untuk kepentingan
pertahanan.
40. Kawasan Pertahanan dan Keamanan Negara adalah kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan
kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari
kawasan latihan militer, Kawasan Pangkalan TNI Angkatan

Udara, . . .
-6-

Udara, Kawasan Pangkalan TNI Angkatan Laut dan kawasan


militer lainnya.
41. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan negara,
ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
42. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disebut KSP
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara regional dalam
aspek pertahanan keamanan negara, ekonomi, sosial budaya,
lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumberdaya alam dan
teknologi tinggi.
43. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disingkat KSK
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting bagi Kabupaten Aceh
Barat dalam aspek pertahanan keamanan negara, ekonomi,
sosial budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan
sumberdaya alam dan teknologi tinggi.
44. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
45. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/ kota.
46. Pusat Kegiatan Lokal Perkotaan yang selanjutnya disingkat
PKL Perkotaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kabupaten/ kota atau
beberapa Kecamatan.
47. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK
adalah kota Kecamatan yang mempunyai potensi untuk
berfungsi sebagai pusat jasa, pusat koleksi dan distribusi, dan
simpul transportasi dengan skala pelayanan desa-desa dalam
satu Kecamatan yang merupakan kota kecil/ibukota
Kecamatan.
48. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL
adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala antar desa.
49. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
50. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang
saling mendukung dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan
dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya
dalam suatu hubungan hirarki.
51. Jalan arteri primer (1) adalah jalan yang menghubungkan
secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional.
52. Jalan arteri . . .
-7-

52. Jalan arteri primer (2) adalah jalan yang menghubungkan


secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan wilayah.
53. Jalan kolektor (1) adalah jalan yang menghubungkan secara
berdaya guna antara pusat kegiatan wilayah.
54. Jalan kolektor (2) adalah jalan yang menghubungkan secara
berdaya guna antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
55. Jalan lokal primer (1) adalah jalan yang menghubungkan
secara berdaya guna antara pusat kegiatan lokal.
56. Jalan lokal primer (2) adalah jalan yang menghubungkan
secara berdaya guna antara pusat kegiatan lokal dengan
pusat pelayanan kawasan.
57. Terminal bus adalah prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang,
perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta
mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan
umum.
58. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma,
kriteria, persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api.
59. Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun
kereta api dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api
dapat dioperasikan.
60. Jaringan jalur kereta api adalah seluruh jalur kereta api yang
terkait satu dengan yang lain yang menghubungkan berbagai
tempat sehingga merupakan satu sistem.
61. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan
atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi.
62. Tatanan Kepelabuhanan adalah sistem kepelabuhanan yang
memuat peran, fungsi, jenis, hirarki pelabuhan, rencana
induk pelabuhan dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan
intra dan antar moda serta keterpaduan dengan sektor lain.
63. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi
pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih
muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas,
merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan
atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan dalam provinsi.
64. Terminal khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat

untuk melayani . . .
-8-

untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha


pokoknya.
65. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2.
66. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
67. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan
sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sungai.
68. Air Baku (untuk air minum rumah tangga) adalah air yang
dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah
dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk air minum.
69. Wilayah Pelayanan Air Bersih adalah wilayah yang layak
medapatkan suplai air minum dengan sistem perpipaan
maupun non perpipaan, dikelola oleh suatu badan tertentu,
dan cakupan palayanan sesuai dengan periode perencanaan.
70. Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah Suatu kesatuan
bangunan-bangunan yang berfungsi mengolah air baku
meniadi air bersih/minum.
71. Drainase Perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah
administrasi kota dan daerah perkotaan (urban) yang
berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan
air permukaan di daerah pemukiman yang berasal dari hujan
lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan hidup manusia.
72. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk
memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan
secara aman bagi manusia dan lingkungan.
73. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
74. Peraturan Zonasi adalah pedoman yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona
peruntukan yang penetapan zonanya dalam perencanaan rinci
tata ruang.
75. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

76. Insentif . . .
-9-

76. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan


rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang.
77. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
78. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
79. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
80. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya
disingkat BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi dan
Kabupaten/Kota dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam
koordinasi penataan ruang di kabupaten.
81. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Barat yang merupakan
suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan
khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati.
82. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
83. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
84. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang selanjutnya disebut
Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara
pemerintahan kabupaten yang terdiri atas Bupati dan
perangkat daerah Kabupaten Aceh Barat.
85. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya
disingkat DPRK adalah unsur penyelenggara pemerintahan
Kabupaten Aceh Barat yang anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
86. Bupati adalah Kepala Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang
dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan
berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil.

BAB II . . .
- 10 -

BAB II
AZAS PENATAAN RUANG KABUPATEN

Pasal 2

RTRW Kabupaten didasarkan atas 4 (empat) azas, yaitu:


(1) Manfaat, yaitu menjadikan wilayah kabupaten melalui
pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin pola
pemanfaatan ruang.
(2) Keseimbangan dan Keserasian yaitu menciptakan
keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas
pemanfaatan ruang.
(3) Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi antar
manusia dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitas
pemanfaatan ruang.
(4) Keterbukaan yaitu bahwa setiap orang/pihak dapat
memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata
ruang guna berperan serta dalam proses penataan ruang.

BAB III
PERAN DAN FUNGSI RTRW KABUPATEN

Pasal 3

(1) Peran RTRW Kabupaten adalah:


a. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun Rencana
Program Jangka Panjang Nasional, Provinsi dan
Kabupaten; penyelaras bagi kebijakan Rencana Tata
Ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten; dan pedoman
bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Aceh
Barat sampai pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kabupaten;
b. sebagai dasar pertimbangan dalam menyusunan
Peraturan Zonasi Kawasan, Rencana Tata Ruang Kota
(RTRK)/Kawasan Strategis, Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan dan Masterplan Kawasan;
dan
c. sebagai dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan
ruang antar wilayah lain yang berbatasan; dan kebijakan
pemanfaatan ruang kabupaten, lintas Kecamatan, dan
lintas ekosistem serta Kawasan Strategis Kabupaten Aceh
Barat.
(2) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arahan struktur dan pola
ruang, pemanfaatan sumber daya, dan pembangunan daerah
serta penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota. RTRW Kabupaten juga berfungsi
sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Kabupaten dan pedoman penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten.

BAB IV . . .
- 11 -

BAB IV
LINGKUP PENATAAN RUANG KABUPATEN

Pasal 4

(1) Lingkup wilayah perencanaan Kabupaten Aceh Barat, dengan


batas yang ditentukan berdasarkan aspek administrasi
mencakup wilayah daratan seluas 2.764,08 km2, yang terdiri
dari 12 Kecamatan, 32 mukim dan 322 gampong, wilayah laut
kewenangan sejauh 4 mil sejauh garis pangkal seluas 37,18
km2, wilayah udara di atas daratan dan laut kewenangan,
serta termasuk ruang di dalam bumi di bawah wilayah
daratan dan laut kewenangan.
(2) Batas-batas wilayah kabupaten Aceh Barat, meliputi:
a. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Tengah, dan Kabupaten Nagan Raya;
b. Sebelah Barat : berbatasan dengan Samudera
Indonesia;
c. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Aceh
jaya, Kabupaten Pidie, dan Kabupaten
Aceh Tengah; dan
d. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Nagan
Raya dan Samudera Indonesia.
(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan Ibukota Meulaboh;
b. Kecamatan Samatiga Ibukota Suak Timah;
c. Kecamatan Bubon Ibukota Banda Layung;
d. Kecamatan Arongan Lambalek Ibukota Drien Rampak;
e. Kecamatan Woyla Ibukota Kuala Bhee;
f. Kecamatan Woyla Barat Ibukota Pasi Mali;
g. Kecamatan Woyla Timur Ibukota Tangkeh;
h. Kecamatan Kaway XVI Ibukota Keude Aron;
i. Kecamatan Meureubo Ibukota Meureubo;
j. Kecamatan Pante Ceureumen Ibukota Pante Ceureumen;
k. Kecamatan Sungai Mas Ibukota Kajeung; dan
l. Kecamatan Panton Reu Ibukota Meutulang.

Pasal 5

RTRW Kabupaten Aceh Barat yang diatur dalam Qanun ini


substansinya memuat tujuan, kebijakan dan strategi penataan
ruang, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan
kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 6

Lingkup materi perencanaan tata ruang Kabupaten Aceh Barat


terdiri atas:
1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten;
2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;

3. Rencana . . .
- 12 -

3. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten;


4. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten;
5. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten;
6. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten; dan
7. Peran Serta Masyarakat dalam Kegiatan Penataan Ruang
Wilayah Kabupaten.

BAB V
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 7

Penataan ruang Kabupaten Aceh Barat bertujuan untuk


“mewujudkan wilayah Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah
termaju di koridor pantai barat selatan Aceh yang didukung bidang
pendidikan dan kegiatan perdagangan berbasis pertanian,
perkebunan, dan perikanan dengan memperhatikan mitigasi
kebencanaan”.

Bagian Kedua
Kebijakan

Pasal 8

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah


kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan
kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengembangan infrastruktur pendukung bersinergis
dengan pusat kegiatan permukiman, agrobisnis,
perdagangan dan pendidikan yang berdaya saing eksternal
skala pantai Barat Selatan Aceh;
b. pengelolaan kawasan lindung;
c. pengelolaan kawasan budidaya kehutanan;
d. pengembangan lahan pertanian tananam pangan;
e. pengembangan lahan perkebunan;
f. pengembangan pemanfaatan potensi perikanan dan
kelautan sesuai potensi lestari;
g. pengembangan sektor industri;
h. pengembangan sektor perdagangan berdaya saing koridor
pantai barat selatan Aceh;
i. pengembangan wisata potensial yang ramah lingkungan
dan ramah budaya;
j. pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan;
k. pengembangan kawasan pendidikan yang melayani
wilayah pantai barat selatan Aceh;

l. pengendalian . . .
- 13 -

l. pengendalian perkembangan kawasan dengan


memperhatikan daya dukung, daya tampung dan
kebencanaan;
m. peningkatan perkembangan kawasan; dan
n. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi

Pasal 9

(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) ditetapkan
strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Strategi untuk kebijakan pengembangan infrastruktur
pendukung bersinergis dengan pusat kegiatan permukiman,
agrobisnis, perdagangan dan pendidikan yang berdaya saing
eksternal skala pantai Barat Selatan Aceh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a meliputi:
a. mendorong terwujudnya sistem pusat kegiatan dengan
melengkapi fasilitas pelayanan sesuai hirarki kota;
b. meningkatkan aksesibilitas antar pusat kegiatan secara
eksternal dan internal;
c. mengembangkan simpul-simpul transportasi selaras
hirarki kota;
d. mengembangkan energi dan telekomunikasi;
e. mengembangkan jaringan prasarana sumber daya air;
f. menyediakan sarana prasarana persampahan dan
meningkatkan sistem pengelolaan ramah lingkungan;
g. mengembangkan dan menyediakan air bersih sesuai
potensi air baku;
h. menyediakan sistem pengolahan air limbah ramah
lingkungan; dan
i. mengembangkan infrastruktur pengendali banjir.
(3) Strategi untuk kebijakan peningkatan pengelolaan kawasan
lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b
meliputi:
a. menjaga, mempertahankan dan meningkatkan fungsi
kawasan lindung;
b. mewujudkan partisipasi masyarakat pada kegiatan
konservasi dan pemeliharaan lingkungan; dan
c. Pemanfaatan jasa lingkungan.
(4) Strategi untuk kebijakan pengelolaan kawasan budidaya
kehutanan baik di hutan produksi maupun yang berada di
luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf c meliputi:
a. mengembangkan tanaman unggulan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan pangan berbasis kehutanan;
b. memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan; dan

c. meningkatkan . . .
- 14 -

c. meningkatkan peran serta masyarakat lokal sekitar


kawasan hutan dalam pengelolaan hutan secara lestari.
(5) Strategi untuk kebijakan pengembangan lahan pertanian
tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) huruf d, meliputi:
a. mengembangkan kawasan agropolitan;
b. menetapkan fungsi lahan pertanian berkelanjutan;
c. mengembangkan pertanian lahan basah dengan
ekstensifikasi dan intensifikasi; dan
d. mengembangkan pertanian lahan kering secara terpadu
dengan kegiatan budidaya lainnya yang sesuai.
(6) Strategi untuk kebijakan pengembangan lahan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e
meliputi:
a. mengintensifkan, ekstensifikasi dan diversifikasi
komoditas hasil perkebunan; dan
b. mengembangkan secara terpadu antara perkebunan besar
dan rakyat.
(7) Strategi untuk kebijakan pengembangan pemanfaatan
potensi perikanan sesuai potensi lestari sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f meliputi:
a. mengoptimalkan pemanfaatan perikanan tangkap, budi
daya laut, air payau, dan tawar;
b. memantapkan pembangunan sarana dan prasarana
perikanan; dan
c. mengembangkan Kawasan Minapolitan.
(8) Strategi untuk kebijakan pengembangan sektor industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g
meliputi:
a. mengembangkan industri; dan
b. mengembangkan agroindustri ramah lingkungan.
(9) Strategi untuk kebijakan pengembangan sektor perdagangan
berdaya saing koridor pantai Barat Selatan Aceh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf h, meliputi:
a. merevitalisasi dan mengembangkan prasarana
perdagangan dan pasar modern;
b. memantapkan peran dan meningkatkan kegiatan
perdagangan tradisional; dan
c. menyelaraskan kegiatan perdagangan tradisional dan
modern.
(10) Strategi untuk kebijakan pengembangan wisata potensial
yang ramah lingkungan dan ramah budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf i, meliputi:
a. mengembangkan ekowisata, dan wisata budaya; dan
b. mengembangkan sistem informasi, promosi, akomodasi,
dan infrastruktur.
(11) Strategi untuk kebijakan pengembangan pemanfaatan
sumberdaya alam dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf j meliputi:

a. memanfaatkan . . .
- 15 -

a. memanfaatkan dan mengelola sumber daya mineral


ramah lingkungan;
b. memanfaatkan potensi tambang;
c. merehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya
alam; dan
d. melakukan gerakan penanaman pohon dan penghijauan
lingkungan.
(12) Strategi untuk kebijakan pengembangan kawasan pendidikan
yang melayani wilayah pantai barat selatan Aceh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf k meliputi:
a. mengembangkan kampus perguruan tinggi;
b. mengembangkan sarana pendidikan lainnya;
c. menyediakan akses transportasi di kawasan pendidikan;
dan
d. menyediakan lahan pendukung kegiatan pendidikan yaitu
lahan kampus, permukiman sekitar kampus, dan
perdagangan dan jasa.
(13) Strategi untuk kebijakan pengendalian perkembangan
kawasan dengan memperhatikan daya dukung, daya
tampung, dan kebencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf l meliputi:
a. mengendalikan perkembangan kawasan cepat tumbuh di
koridor kawasan pesisir dan kota-kota pantai;
b. mengendalikan kegiatan budidaya secara ketat di kawasan
lindung;
c. membatasi perkembangan permukiman sesuai daya
dukung dan daya tampung;
d. mengembangkan kegiatan budidaya terbatas pada
kawasan rawan bencana; dan
e. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada setiap
kawasan rawan bencana.
(14) Strategi untuk kebijakan peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf n meliputi:
a. mendukung fungsi untuk pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di
dalam dan di sekitar kawasan fungsi untuk pertahanan
dan keamanan; dan
c. menjaga dan memelihara aset pertahanan dan keamanan.

BAB VI
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 10

(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten, terdiri atas:


a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten.

(2) Rencana . . .
- 16 -

(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan


dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Qanun ini.

Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 11

(1) Penetapan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp);
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Meulaboh, meliputi
Kecamatan Johan Pahlawan dan Kecamatan Meureubo
sebagai ibukota Kabupaten Aceh Barat berfungsi sebagai
pusat pelayanan perdagangan, jasa, pendidikan dan
kesehatan untuk beberapa kabupaten yang berada di koridor
pantai Barat - Selatan Aceh.
(3) Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) yaitu Meutulang di
Kecamatan Panton Reu, berfungsi sebagai pusat pelayanan
perdagangan dan jasa untuk beberapa Kecamatan sekitar
meliputi, Kecamatan Pante Ceureumen dan Sungai Mas.
(4) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagai pusat pelayanan
skala Kecamatan untuk perdagangan, jasa, pemerintahan,
kesehatan, olah raga dan umum, meliputi:
a. PPK Keude Aron di Kecamatan Kaway XVI;
b. PPK Drien Rampak di Kecamatan Arongan Lambalek;
c. PPK Kuala Bhee di Kecamatan Woyla;
d. PPK Pasi Mali di Kecamatan Woyla Barat;
e. PPK Pante Ceureumen di Kecamatan Pante Ceureumen;
f. PPK Kajeung di Kecamatan Sungai Mas;
g. PPK Tangkeh di Kecamatan Woyla Timur;
h. PPK Banda Layung di Kecamatan Bubon; dan
i. PPK Suak Timah di Kecamatan Samatiga.
(5) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) berfungsi sebagai pusat
pelayanan skala antar gampong untuk pemerintahan,
kesehatan, dan umum, meliputi:
a. PPL Pasi Jeumpa berada di Kecamatan Kaway XVI;
b. PPL Ranto Panyang berada di Kecamatan Meureubo;
c. PPL Kuta Padang berada di Kecamatan Bubon;
d. PPL Cot Murong berada di Kecamatan Woyla;
e. PPL Woyla Tunong berada di Kecamatan Woyla Timur;
f. PPL Lhok Bubon berada di Kecamatan Samatiga;
g. PPL Lambalek berada di Kecamatan Arongan Lambalek;
h. PPL Manjeng berada di Kecamatan Pante Ceureumen;
i. PPL Lhok Male berada di Kecamatan Woyla Barat; dan
j. PPL Tungkop berada di Kecamatan Sungai Mas.

Bagian Ketiga . . .
- 17 -

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten

Pasal 12

(1) Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten dibentuk oleh
sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan
sistem jaringan prasarana lainnya sesuai dengan peraturan
perndang-undangan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 13

Rencana sistem prasarana utama di wilayah kabupaten


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat; dan
b. sistem jaringan transportasi laut.

Pasal 14

(1) Sistem Jaringan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan dan jembatan.
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan;
d. jaringan perkeretaapian; dan
e. jaringan transportasi penyeberangan.
(2) Jaringan jalan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Jaringan jalan nasional yang berada di Kabupaten Aceh
Barat dengan panjang total ruas jalan 150,29 km meliputi:
1. jaringan jalan arteri primer (K1) dengan panjang total
ruas jalan 53,56 km terdiri atas:
a) ruas jalan Batas Kota Meulaboh - Batas Aceh Jaya
dengan panjang ruas jalan 42,05 km;
b) ruas jalan Batas Kota Meulaboh – Batas Nagan
Raya dengan panjang ruas jalan 8,06 km;
c) ruas jalan Iskandar Muda (Meulaboh), dengan
panjang ruas jalan 1,27 km;
d) ruas jalan Nasional (Meulaboh), dengan panjang
ruas jalan 1,08 km; dan
e) ruas jalan Simpang Empat Rundeng – Batas Kota
Meulaboh 1,10 km (arah ke Tapak Tuan).
2. jaringan jalan kolektor primer 1 (K2) dengan status
jalan strategis nasional meliputi ruas jalan batas
Pidie - Meulaboh sepanjang 96,73 km.

b. jaringan . . .
- 18 -

b. jaringan jalan provinsi yang ada di Kabupaten Aceh Barat


dengan panjang total ruas jalan 47,03 km berupa jalan
kolektor primer 2 (K3) terdiri atas:
1. ruas jalan Peuribu – Kuala Bhee – Simpang Suak
Timah dengan panjang ruas jalan 41,96 km; dan
2. ruas jalan Kuala Bubon – Pinem dengan panjang ruas
jalan 5,07 km;
c. jaringan jalan kabupaten yang ada di kabupaten Aceh
Barat, dengan total panjang ruas jalan 524,38 km:
1. ruas Jalan Teuku Umar (0,78 km) – jalan Merdeka
(0,75 km) dengan total panjang ruas jalan 1,53 km;
2. ruas jalan Gang Seunagan, dengan panjang ruas
jalan 0,08 km;
3. ruas jalan R.A Kartini, dengan panjang ruas jalan
0,15 km;
4. ruas jalan H.Daud Dariah I, dengan panjang ruas
jalan 0,16 km;
5. ruas jalan Musi, dengan panjang ruas jalan 0,95 km;
6. ruas jalan Yos Sudarso dengan panjang ruas jalan
0,82 km;
7. ruas jalan Pocut Baren, dengan panjang ruas jalan
0,58 km;
8. ruas jalan Masjid, dengan panjang ruas jalan 0,10
km;
9. ruas jalan Pekan, dengan panjang ruas jalan 0,15 km;
10. ruas jalan Samudera I, dengan panjang ruas jalan
1,29 km;
11. ruas jalan Samudera II (0,74 km) – jalan Diponegoro
(0,97 km) – jalan M. Husni Thamrin (0,27 km), dengan
total panjang ruas jalan 1,98 km;
12. ruas jalan Blang Pulo I, dengan panjang ruas jalan
0,37 km;
13. ruas jalan Blang Pulo II, dengan panjang ruas jalan
0,83 km;
14. ruas jalan Blang Pulo III, dengan panjang ruas jalan
0,27 km;
15. ruas jalan H.Daud Dariah II, dengan panjang ruas
jalan 0,58 km;
16. ruas jalan Tgk. Chik Ali Akbar, dengan panjang ruas
jalan 0,30 km;
17. ruas jalan Panda, dengan panjang ruas jalan 0,24
km;
18. ruas jalan T. Nyak Arief, dengan panjang ruas jalan
0,30 km;
19. ruas jalan Asrama TNI, dengan panjang ruas jalan
0,53 km;
20. ruas jalan Cut Mutia, dengan panjang ruas jalan 0,77
km;
21. ruas jalan Bungong Jaroe, dengan panjang ruas jalan
1,23 km;

22. ruas jalan . . .


- 19 -

22. ruas jalan Syiah kuala, dengan panjang ruas jalan


2,54 km;
23. ruas jalan Malem Dewa, dengan panjang ruas jalan
0,76 km;
24. ruas jalan Jurong Teungoh, dengan panjang ruas
jalan 0,40 km;
25. ruas jalan Punti, dengan panjang ruas jalan 0,72 km;
26. ruas jalan Punti I – Punti II, dengan panjang ruas
jalan 0,30 km;
27. ruas jalan Manek Roo - Bakti KORPRI, dengan
panjang ruas jalan 1,56 km;
28. ruas jalan Kuini, dengan panjang ruas jalan 0,76 km;
29. ruas jalan Geurutee, dengan panjang ruas jalan 0,77
km;
30. ruas jalan Geureute II, dengan panjang ruas jalan
0,64 km;
31. ruas jalan Seulawah, dengan panjang ruas jalan 0,33
km;
32. ruas jalan Singah Mata I (0,80 km) – jalan Singah
Mata II (2,02 km) dengan total panjang ruas jalan
2,85 km;
33. ruas jalan Swadaya (0,74 km) – jalan Cendrawasih
(0,57 km), dengan total panjang ruas jalan 1,31 km;
34. ruas jalan Abadi, dengan panjang ruas jalan 0,31 km;
35. ruas jalan Garuda, dengan panjang ruas jalan 0,39
km;
36. ruas jalan Bakti Pemuda I (0,73 km) – jalan Bakti
Pemuda II (1,19 km), dengan total panjang ruas jalan
1,92 km;
37. ruas jalan Beringin Jaya, dengan panjang ruas jalan
0,63 km;
38. ruas jalan Lueng Aneuk Ayee – Beringin Jaya,
dengan panjang ruas jalan 1,68 km;
39. ruas jalan Sentosa, dengan panjang ruas jalan 0,77
km;
40. ruas jalan Industri, dengan panjang ruas jalan 0,35
km;
41. ruas jalan Purnama (0,50 km) – jalan Drien Datok
Seuneubok (0,17 km), dengan total panjang ruas jalan
0,67 km;
42. ruas jalan Beruang – Purnama, dengan panjang ruas
jalan 0,15 km;
43. ruas jalan Kesehatan – Cot Lawang, dengan panjang
ruas jalan 0,44 km;
44. ruas jalan Cot Lawang – Gampong Darat, dengan
panjang ruas jalan 1,34 km;
45. ruas jalan Bijaksana, dengan panjang ruas jalan 1,45
km;
46. ruas jalan Tgk. Dirundeng (0,82 km) – jalan Terendam
(0,82 km), dengan total panjang ruas jalan 1,64 km;

47. ruas jalan . . .


- 20 -

47. ruas jalan Inspeksi Krueng Cangkoi, dengan panjang


ruas jalan 1,80 km;
48. ruas jalan Taman Makam Pahlawan (0,60 km) – jalan
Pertamina (0,81 km), dengan total panjang ruas jalan
1,41 km;
49. ruas jalan Letnan Mubin, dengan panjang ruas jalan
2,70 km;
50. ruas jalan Jembatan Besi – Gampong Gampa, dengan
panjang ruas jalan 1,10 km;
51. ruas jalan Beringin Maju, dengan panjang ruas jalan
1,72 km;
52. ruas jalan Othman, dengan panjang ruas jalan 1,04
km;
53. ruas jalan Ujong Kalak, dengan panjang ruas jalan
0,48 km;
54. ruas jalan Sutomo, dengan panjang ruas jalan 0,29
km;
55. ruas jalan Cut Nyak Dhien (0,60 km) – jalan Tgk. Chik
Di Tiro (0,24 km), dengan total panjang ruas jalan
0,84 km;
56. ruas jalan Jendral Sudirman (0,46 km) – jalan
Perdagangan (0,19 km), dengan panjang ruas jalan
0,65 km;
57. ruas jalan K.H. Ahmad Dahlan, dengan panjang ruas
jalan 0,34 km;
58. ruas jalan Daftaruddin, dengan panjang ruas jalan
0,16 km;
59. ruas jalan Kuta Asan – Samudera II, dengan panjang
ruas jalan 0,40 km;
60. ruas jalan Abdullah PK – jalan Generasi, dengan
panjang ruas jalan 2,04 km;
61. ruas jalan Masjid Gampa, dengan panjang ruas jalan
1,65 km;
62. ruas jalan SD Gampa, dengan panjang ruas jalan
0,81 km;
63. ruas jalan Disbun – jalan Generasi, dengan panjang
ruas jalan 1,75 km;
64. ruas jalan Seuneubok Arona, dengan panjang ruas
jalan 1,61 km;
65. ruas jalan Kiblat – Generasi, dengan panjang ruas
jalan 1,71 km;
66. ruas jalan Generasi – Lapang, dengan panjang ruas
jalan 2,78 km;
67. ruas jalan Diklat SKB dengan panjang ruas jalan 0,39
km;
68. ruas jalan Cot Kandeh – Kompi C Lapang dengan
panjang ruas jalan 1,62 km;
69. ruas jalan Cot Nibong – SMA Unggul, dengan panjang
ruas jalan 3,03 km;
70. ruas jalan Lapang – Ujong Beurasok – Kayu Putih,
dengan panjang ruas jalan 4,73 km;

71. ruas jalan . . .


- 21 -

71. ruas jalan Ujong Beurasok – Cot Seumeureung,


dengan panjang ruas jalan 6,33 km;
72. ruas jalan Putro Ijo – Paya Lumpat, dengan panjang
ruas jalan 9,88 km;
73. ruas jalan SMK – Suak Raya, dengan panjang ruas
jalan 1,75 km;
74. ruas jalan Kuta Paya – Bungong Jaroe, dengan
panjang ruas jalan 1,50 km;
75. ruas jalan Suak Sigadeng – Seuneubok, dengan
panjang ruas jalan 1,75 km;
76. ruas jalan Suak Sigadeng – Suak Raya, dengan
panjang ruas jalan 2,40 km;
77. ruas jalan Masjid Suak Sigadeng, dengan panjang
ruas jalan 0,65 km;
78. ruas jalan Suak Raya (jalan Beco) - Seuneubok,
dengan panjang ruas jalan 1,49 km;
79. ruas jalan Blang Beurandang – Paya Lumpat, dengan
panjang ruas jalan 10,36 km;
80. ruas jalan Beureugang – Keude Aron, dengan panjang
ruas jalan 1,60 km;
81. ruas jalan Keude Aron – Gampong Mesjid, dengan
panjang ruas jalan 0,90 km;
82. ruas jalan Gampong Mesjid – Keude Aron, dengan
panjang ruas jalan 1,29 km;
83. ruas jalan Kuala Bhee – Bakat, dengan panjang ruas
jalan 0,87 km;
84. ruas jalan Makam Teuku Umar, dengan panjang ruas
jalan 1,97 km;
85. ruas jalan Mugoe – Sibintang, dengan panjang ruas
jalan 4,99 km;
86. ruas jalan Beurawang – Rambong, dengan panjang
ruas jalan 2,13 km;
87. ruas jalan Layueng – Gunong Meuh, dengan panjang
ruas jalan 12,43 km;
88. ruas jalan Gunong Panah – Kuala Plieng, dengan
panjang ruas jalan 2,64 km;
89. ruas jalan Ranto Panyang – Gunong Kleng, dengan
panjang ruas 8,15 km;
90. ruas jalan Padang Mancang – Peunia, dengan panjang
ruas jalan 2,01 km;
91. ruas jalan Gampong Mesjid – Simpang Peunia,
dengan panjang ruas jalan 1,73 km;
92. ruas jalan Peunia – Simpang, dengan panjang ruas
jalan 1,73 km;
93. ruas jalan Peunia – Geunang Geudong, dengan
panjang ruas jalan 4,14 km;
94. ruas jalan Tumpok Ladang – Balee, dengan panjang
ruas jalan 7,86 km;
95. ruas jalan Meunasah Rayeuk – Paya Baro – Reudeup
dengan panjang ruas jalan 9,84 km;

96. ruas jalan . . .


- 22 -

96. ruas jalan Gampong Cot – Lhok Bubon, dengan


panjang ruas jalan 3,31 km;
97. ruas jalan Suak Pandan – Lhok Bubon, dengan
panjang ruas jalan 0,92 km;
98. ruas jalan Reusak – Masjid Baro, dengan panjang
ruas jalan 0,87 km;
99. ruas jalan Reusak – Cot Amun, dengan panjang ruas
jalan 0,92 km;
100. ruas jalan Ujong Nga – Pinem, dengan panjang ruas
jalan 1,70 km;
101. ruas jalan Mesjid Baro – Leukeun, dengan panjang
ruas jalan 1,06 km;
102. ruas jalan Blang Mee – Seuradeuk, dengan panjang
ruas jalan 23,26 km;
103. ruas jalan Tangkeh – Blang Luah, dengan panjang
ruas jalan 2,90 km;
104. ruas jalan Semulieng – Cot Murong, dengan panjang
ruas jalan 5,94 km;
105. ruas jalan Suak Trieng – Padang Sikabu, dengan
panjang ruas jalan 4,09 km;
106. ruas jalan Cot Trueng – Pasi Jeumpa, dengan panjang
ruas jalan 4,22 km;
107. ruas jalan PIR Gampong I – PIR Gampong II, dengan
panjang ruas jalan 18,02 km;
108. ruas jalan Cot Lada – Pelanteu, dengan panjang ruas
jalan 3,87 km;
109. jalan Peulanteu LB – Cot Gajah Matee, dengan
panjang ruas jalan 4,09 km;
110. ruas jalan Simpang IV – Ujong Simpang – Peulanteu,
dengan panjang ruas jalan 5,11 km;
111. ruas jalan Sp. Arongan – Drien Rampak, dengan
panjang ruas jalan 3,83 km;
112. ruas jalan Cot Trueng – Perumahan Sosial, dengan
panjang ruas jalan 2,48 km;
113. ruas jalan Lingkar Suak Timah, dengan panjang ruas
jalan 0,95 km;
114. ruas jalan Tgk. Bubon, dengan panjang ruas jalan
0,30 km;
115. ruas jalan Pungki – Meunuang Tanjong, dengan
panjang ruas jalan 3,01 km;
116. ruas jalan Pungki – Peulanteu dengan panjang ruas
jalan 5,91 km;
117. ruas jalan Pante Ceureumen – Keutambang, dengan
panjang ruas jalan 5,47 km;
118. ruas jalan Liceh – Suak Pangkat, dengan panjang
ruas jalan 3,61 km;
119. ruas jalan Kuta Padang – Alue Lhok, dengan panjang
ruas jalan 3,10 km;
120. ruas jalan Seuneubok – Rimba Langgeh, dengan
panjang ruas jalan 4,30 km;

121. ruas jalan . . .


- 23 -

121. ruas jalan Paya Dua – Paya Luah, dengan panjang


ruas jalan 3,90 km;
122. ruas jalan Leukeun – Keureseng, dengan panjang
ruas jalan 3,84 km;
123. ruas jalan Suak Geudebang – Suak Seumaseh,
dengan panjang ruas jalan 1,10 km;
124. ruas jalan Delima, dengan panjang ruas jalan 0,51
km;
125. ruas jalan Suak Seukee – Cot Seulamat, dengan
panjang ruas jalan 6,50 km;
126. ruas jalan Cot Manggi, dengan panjang ruas jalan
0,42 km;
127. ruas jalan Arongan – Cot Kumbang, dengan panjang
ruas jalan 3,48 km;
128. ruas jalan Pasi Meugat – Sp. III Trans, dengan
panjang ruas jalan 8,90 km;
129. ruas jalan Palimbungan – Blang Geunang, dengan
ruas jalan 3,73 km;
130. ruas jalan Alue Bagok – Alue Batee, dengan panjang
ruas jalan 5,94 km;
131. ruas jalan Tungkop – Tanoh Mirah, dengan panjang
ruas jalan 6,29 km;
132. ruas jalan Tanoh Mirah – Pungki, dengan panjang
ruas jalan 11,71 km
133. ruas jalan Pungki – Tutut, dengan panjang ruas jalan
18,50 km;
134. ruas jalan Makam Pocut Baren, dengan panjang ruas
jalan 2,89 km;
135. ruas jalan Padat Karya, dengan panjang ruas jalan
0,77 km;
136. ruas jalan Lingkar Kuala Bhee, dengan panjang ruas
jalan 1,65 km;
137. ruas jalan Marek – Pasi Jambu, dengan panjang ruas
jalan 3,42 km;
138. ruas jalan Pasi Leuhan – Marek, dengan panjang ruas
jalan 1,75 km;
139. ruas jalan Pasi Mesjid – Pasi Leuhan, dengan panjang
ruas jalan 3,25 km;
140. ruas jalan Duson Raja Aceh – Pasi Leuhan, dengan
panjang ruas jalan 1,32 km;
141. ruas jalan Padang Jawa – Ranto Panyang, dengan
panjang ruas jalan 2,22 km;
142. ruas jalan Peunaga Pasi – Peunaga Rayeuk, dengan
panjang ruas jalan 1,28 km;
143. ruas jalan Peunaga Pasi – Gunong Kleng, dengan
panjang ruas jalan 1,39 km;
144. ruas jalan Pondok Gelombang – Gunong Kleng,
dengan panjang ruas jalan 0,89 km;
145. ruas jalan Paya Peunaga – Alue Peunyareng, dengan
panjang ruas jalan 4,70 km;

146. ruas jalan . . .


- 24 -

146. ruas jalan Ujong Drien – Pasi Pinang, dengan panjang


ruas jalan 1,95 km;
147. ruas jalan Ujong Drien – Ujong Tanjong, dengan
panjang ruas jalan 1,17 km;
148. ruas jalan Peunaga Cut Ujong – Makorem – Alue
Peunyareng, dengan panjang ruas jalan 6,75 km;
149. ruas jalan Alue Peunyareng – SP.I dengan panjang
ruas jalan 6,40 km;
150. ruas jalan Alue Peunyareng – Bukit Jaya (SP. I),
dengan panjang ruas jalan 9,05 km;
151. ruas jalan Langung – Peunaga Rayeuk, dengan
panjang ruas jalan 2,12 km;
152. ruas jalan Gampong Paya Peunaga – Darul Aitami –
Ujong Tanjong, dengan panjang ruas jalan 3,44 km;
153. ruas jalan Paya Perumnas – Alue Peunyareng, dengan
panjang ruas jalan 2,43 km;
154. ruas jalan Suak Puntong – Alue Peunyareng, dengan
panjang ruas jalan 4,60 km;
155. ruas jalan Cot Darat – Cot Seumeureung, dengan
panjang ruas jalan 3,57 km;
156. ruas jalan Cot Pluh – Cot Selamat, dengan panjang
ruas jalan 2,30 km;
157. ruas jalan Cot Jambee, dengan panjang ruas jalan
0,80 km;
158. ruas jalan Lubok – Krueng Tinggai, dengan panjang
ruas jalan 2,44 km;
159. ruas jalan Tanjong Bungong – Geunang Geudong,
dengan panjang ruas jalan 1,51 km;
160. ruas jalan Lancong, dengan panjang ruas jalan 2,16
km;
161. ruas jalan Pasi Janeng – Paya Baro , dengan panjang
ruas jalan 11,28 km;
162. ruas jalan Pasi Aceh – SMP Woyla, dengan panjang
ruas jalan 3,12 km;
163. ruas jalan Pasi Ara – Kubu Capang, dengan panjang
ruas jalan 1,38 km;
164. ruas jalan Kp. Baro – Woyla Tunong, dengan panjang
ruas jalan 5,40 km;
165. ruas jalan Lubok – Pasi Ara, dengan panjang ruas
jalan 4,70 km;
166. ruas jalan Abu Madinah, dengan panjang ruas jalan
1,09 km;
167. ruas jalan Suak Bidok – Lambalek, dengan panjang
ruas jalan 2,70 km;
168. ruas jalan Alue Lhee – Teladan, dengan panjang ruas
jalan 3,37 km;
169. ruas jalan Gampong Teungoh – Gampong Cot, dengan
panjang ruas jalan 1,74 km;
170. ruas jalan Ujong Nga – Rangkileh, dengan panjang
ruas jalan 1,62 km;

171. ruas jalan . . .


- 25 -

171. ruas jalan Pasi Mali – Cot Lagan, dengan panjang


ruas jalan 4,20 km;
172. ruas jalan Blang Geunang – Babah Krueng Meulaboh,
dengan panjang ruas jalan 7,15 km;
173. ruas jalan Bakat – Teumarom – Jawie, dengan
panjang ruas jalan 13,30 km;
174. ruas jalan Orde Baru – Peulanteu, dengan panjang
ruas jalan 1,60 km;
175. ruas jalan Lambaro Simpang – Pulo, dengan panjang
ruas jalan 1,50 km;
176. ruas jalan Simpang IV – Alue Bagok, dengan panjang
ruas jalan 4,13 km;
177. ruas jalan gampong Simpang – Leukeun, dengan
panjang ruas jalan 10,60 km;
178. ruas jalan Seurambi Meukah – Gampong Simpang,
dengan panjang ruas jalan 5,01 km;
179. ruas jalan Alue Tampak - Ujong Blang Beurandang
(Jalan Serikat) dengan panjang ruas jalan 2,88 km.
d. pengembangan ruas jalan strategis Kabupaten sepanjang
196,89 km meliputi:
1. ruas jalan Elak Kota Meulaboh, Ujong Beurasok-
Jembatan Pasi Mesjid (Krueng Meureubo) dengan
panjang jalan 8,00 km;
2. ruas jalan Meureubo – Ranto Panyang, dengan
panjang ruas jalan 4,27 km;
3. ruas jalan Ranto panyang – Tumpok Ladang, dengan
panjang ruas jalan 6,49 km;
4. ruas jalan Meunasah Rayeuk – Sawang Teubee,
dengan panjang ruas jalan 15,80 km;
5. ruas jalan Tanjong Meulaboh – Pante Ceureumen,
dengan panjang ruas jalan 20,26 km;
6. ruas jalan Meutulang – Pante Ceureumen, dengan
panjang ruas jalan 8,03 km;
7. ruas jalan Sarah Perlak – Kajeung – Tanoh Mirah,
dengan panjang ruas jalan 6,28 km;
8. ruas jalan Tanoh Mirah – Sipot, dengan panjang ruas
jalan 17,21 km;
9. ruas jalan Jawie – Sipot, dengan panjang ruas jalan
6,56 km;
10. ruas jalan Bakat – Ie Sayang, dengan panjang ruas
jalan 4,86 km;
11. ruas jalan Seuneubok – Alue Kuyun, dengan panjang
ruas jalan 16,66 km;
12. ruas jalan Meureubo – Reudeup (RGM) dengan
panjang ruas jalan 9,08 km;
13. ruas jalan Balee – Trans Sp.I – Buloh, dengan panjang
ruas jalan 6,73 km;
14. ruas jalan Keutambang – Sikundo, dengan panjang
ruas jalan 5,98 km;
15. ruas jalan Peuribu – Karak, dengan panjang ruas
jalan 10,03 km;

16. ruas jalan . . .


- 26 -

16. ruas jalan Peuribu - Cot Keumuneng – Karang Hampa


(batas kabupaten Aceh Jaya) dengan panjang ruas
jalan 32,40 km;
17. ruas jalan Suak Nie – Peulanteu dengan panjang ruas
jalan, 14,80 km;
18. ruas jalan Simp. IV Buloh – Sumber Batu, dengan
panjang ruas jalan 3,45 km;
e. jaringan jalan khusus sepanjang 346,35 km.
f. jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa jembatan dengan ukuran lebih dari 20 meter pada
setiap simpul pertemuan antara jaringan jalan dan
jaringan sungai di wilayah kabupaten Aceh Barat,
meliputi:
1. jembatan Suak Raya dengan panjang 20,00 m dan
lebar 6,00 m di Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Jembatan Mesjid Baro – Leukeun dengan panjang
20,00 m dan lebar 4,00 m di Kecamatan Samatiga;
3. jembatan Rangka Baja Krueng Bajikan dengan
panjang 100,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan
Pante Ceureumen;
4. jembatan Keude Aron dengan panjang 120,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
5. jembatan Rangka Baja Syiah Kuala dengan panjang
50,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Johan
Pahlawan;
6. jembatan Padang Seurahet dengan panjang 20,00 m
dan lebar 7,00 m di Kecamatan Johan Pahlawan;
7. jembatan Pertamina dengan panjang 20,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Johan Pahlawan;
8. jembatan Rangkileh dengan panjang 30,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
9. jembatan Cot Amun dengan panjang 32,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
10. jembatan Reusak - Mesjid Baro dengan panjang 32,00
m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
11. jembatan Gantung Mesjid Baro dengan panjang 32,00
m dan lebar 1.50 m di Kecamatan Samatiga;
12. jembatan Cot Pluh - Cot Seulamat I dengan panjang
35,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
13. jembatan Krueng Tujoh dengan panjang 34,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Meureubo;
14. jembatan Pasi Mesjid dengan panjang 12,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Johan Pahlawan;
15. jembatan Gantung Gampong Lango dengan panjang
120,00 m dan lebar 1.75 m di Kecamatan Pante
Ceureumen;
16. jembatan Gantung Kuala Manyeu dengan panjang
120,00 m dan lebar 1.75 m di Kecamatan Panton Reu;
17. jembatan Gantung Ujong Raja - Paya Baro Muko
dengan panjang 120,00 m dan lebar 1.75 m Di
Kecamatan Panton Reu;

18. jembatan. . .
- 27 -

18. jembatan Gantung Pasi Jeumpa – Palimbungan


dengan panjang 120,00 m dan lebar 2.50 m di
Kecamatan Kaway XVI;
19. jembatan Gantung Tanjong Meulaboh dengan panjang
120,00 m dan lebar 1.75 m di Kecamatan Kaway XVI;
20. jembatan Ulee Raket dengan panjang 120 m dan lebar
7 m di Kecamatan Kaway XVI;
21. jembatan Gantung Babah Krueng Teplep dengan
panjang 120,00 m dan lebar 1.75 m di Kecamatan
Pante Ceureumen;
22. jembatan Gantung Meunasah Buloh dengan panjang
120,00 m dan lebar 2,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
23. jembatan Gantung Blang Teungoh – Sibintang dengan
panjang 80,00 m dan lebar 2.50 m di Kecamatan
Panton Reu;
24. jembatan Gantung Meunuang Kinco - Alue Keumang
dengan panjang 120,00 m di Kecamatan Pante
Ceureumen;
25. jembatan Rangka Baja Pasi Mali - Ranto Panyang
dengan panjang 120,00 m dan lebar 7,00 m di
Kecamatan Woyla Barat;
26. jembatan Gantung Lhok Malee - Cot Lagan dengan
panjang 120,00 m di Kecamatan Woyla Barat;
27. jembatan Gantung Pasi Lunak - Kuala Bhee dengan
panjang 120,00 m di Kecamatan Woyla;
28. jembatan Gantung Blang Balee dengan panjang 34,00
m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
29. jembatan Gantung Mugo Cut dengan panjang 80,00
m dan lebar 1.70 m di Kecamatan Panton Reu;
30. jembatan Kuala Manyeu dengan panjang 100,00 m
dan lebar 1.70 m di Kecamatan Panton Reu;
31. jembatan Gantung Kp. Baro – Tamping dengan
panjang 120,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
32. jembatan Gantung Lawet – Keutambang dengan
panjang 100,00 m di Kecamatan Pante Ceureumen;
33. Jembatan Gantung Cot Punti – Panton dengan
panjang 120,00 m di Kecamatan Woyla dan Woyla
Timur;
34. jembatan Tanoh Mirah – Sakuy dengan panjang
150,00 m di Kecamatan Sungai Mas;
35. jembatan Rangka Baja Krueng Sakuy - Gleng dengan
panjang 100,00 m di Kecamatan Sungai Mas;
36. jembatan Gantung Paya Baro - Leubok Beutong
dengan panjang 120,00 m di Kecamatan Woyla Timur;
37. jembatan Rangka Baja Krueng Gaseu dengan panjang
30,00 m di Kecamatan Sungai Mas;
38. jembatan Beurawang – Rambong dengan panjang
30,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Bubon;
39. jembatan Keureuseng I dengan panjang 34,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
40. jembatan Kuta Padang - Layung dengan panjang
24,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Bubon;
41. jembatan . . .
- 28 -

41. jembatan Alue Lhok dengan panjang 50,00 m dan


lebar 7,00 m di Kecamatan Bubon;
42. jembatan Leukeun dengan panjang 20,00 m dan lebar
4,00 m di Kecamatan Samatiga;
43. jembatan Leukeun – Keureuseng dengan panjang
18,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Samatiga;
44. jembatan Layung II dengan panjang 30,00 m di
Kecamatan Bubon;
45. jembatan Alue Bakong - Gunong Panah dengan
panjang 60,00 m dan lebar 4,00 m di Kecamatan
Bubon;
46. jembatan Liceh dengan panjang 50,00 m dan lebar
7,00 m di Kecamatan Bubon;
47. jembatan Liceh II dengan panjang 47,00 m dan lebar
7,00 m di Kecamatan Bubon;
48. jembatan Cot Lada - Suak Pangkat dengan panjang
14,00 m dan lebar 4,00 m di Kecamatan Bubon;
49. jembatan Peulanteu dengan panjang 20,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Bubon;
50. jembatan Gantung Ujong Simpang dengan panjang
80,00 m dan lebar 2.50 m di Kecamatan Arongan
Lambalek;
51. jembatan Gantung Rimba Langgeh - Leubok Teungoh
dengan panjang 70,00 m dan lebar 2.50 m di
Kecamatan Arongan Lambalek;
52. jembatan Peulanteu - Cot Gajah Mate dengan panjang
20,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Arongan
Lambalek;
53. jembatan Gantung Krueng Lancong dengan panjang
60,00 m di Kecamatan Sungai Mas;
54. jembatan Gantung Canggai dengan panjang 120,00 m
di Kecamatan Pante Ceureumen;
55. jembatan Lanaga dengan panjang 30,00 m dan lebar
7,00 m di Kecamatan Meureubo;
56. jembatan Suak Sigadeng (Cut Nyak Meureudom)
dengan panjang 80,00 m dan lebar 7,00 m di
Kecamatan Johan Pahlawan;
57. jembatan Pange I dengan panjang 8,00 m dan lebar
7,00 m di Kecamatan Samatiga;
58. jembatan Pange II dengan panjang 30,00 m dan lebar
7,00 m di Kecamatan Samatiga;
59. jembatan Teupin Panah (kayu) dengan panjang 27,00
m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
60. jembatan Babah Krueng Meulaboh dengan panjang
24,00 m dan lebar 7,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
61. jembatan Drien Caleu dengan panjang 24,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
62. jembatan Alue Lhee dengan panjang 22,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Kaway XVI;
63. jembatan Seuneubok dengan panjang 35,00 m dan
lebar 7,00 m di Kecamatan Woyla; dan

64. jembatan . . .
- 29 -

64. jembatan Teumarom dengan panjang 30,00 m dan


lebar 7,00 m di Kecamatan Woyla.
(3) Jaringan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Terminal, terdiri dari:
 Terminal angkutan penumpang;
 Terminal Angkutan Barang; dan
 Halte.
b. Unit pengujian kendaraan bermotor.
(4) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi:
a. Terminal Penumpang tipe A berada di Gampong Ujong
Tanjong Kecamatan Meureubo;
b. Terminal Penumpang tipe C meliputi:
1. Terminal Meulaboh berada di gampong Kuta Padang
Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Terminal Meutulang berada di Gampong Meutulang
Kecamatan Panton Reu;
3. Terminal Kuala Bhee berada di Gampong Kuala Bhee
Kecamatan Woyla; dan
4. Terminal Drien Rampak berada di Gampong Drien
Rampak Kecamatan Arongan Lambalek.
c. Halte, meliputi:
1. Gampong Suak Timah Kecamatan Samatiga;
2. Gampong Banda Layung Kecamatan Bubon;
3. Gampong Pasi Mali Kecamatan Woyla Barat;
4. Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur;
5. Gampong Keudee Aron Kecamatan Kaway XVI;
6. Gampong Pante Ceureumen Kecamatan Pante
Ceureumen;
7. Gampong Tutut Kecamatan Sungai Mas; dan
8. Gampong Ujong Tanoh Darat/ Univ. Teuku Umar
Kecamatan Meureubo.
d. Terminal Barang berada di Gampong Meureubo
Kecamatan Meureubo.
(5) Unit pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b berupa rencana pembangunan di
Gampong Suak Raya Kecamatan Johan Pahlawan.
(6) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, meliputi:
a. jaringan trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), yaitu
Meulaboh – Blangpidie - Tapaktuan – Sidikalang – Kaban
Jahe – Medan;
b. jaringan trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP),
meliputi:
1. Meulaboh – Jeuram;
2. Meulaboh – Jeuram – Takengon;
3. Meulaboh – Blangpidie;
4. Meulaboh – Blangpidie – Kota Fajar – Bakongan;

5. Meulaboh . . .
- 30 -

5. Meulaboh – Tapaktuan;
6. Meulaboh – Blangpidie – Tapaktuan – Kota Fajar –
Subulussalam;
7. Meulaboh – Blangpidie – Tapaktuan – Kota Fajar –
Subulussalam – Singkil;
8. Meulaboh – Calang; dan
9. Meulaboh – Banda Aceh.
c. pengembangan rute trayek angkutan perdesaan, meliputi:
1. Meulaboh – Meureubo;
2. Meulaboh – Keude Aron - Meutulang – Kajeung;
3. Meutulang – Pante Ceureumen;
4. Meulaboh – Suak Timah – Banda Layung – Kuala
Bhee;
5. Meutulang – Tangkeh – Kuala Bhee;
6. Drien Rampak – Pasi Mali – Kuala Bhee;
7. Drien rampak – Suak Timah; dan
8. Meutulang – Banda Layung.
d. Trayek angkutan barang, meliputi:
1. Meulaboh – Medan;
2. Meulaboh – Banda Aceh; dan
3. Meulaboh – seluruh Kecamatan dalam Kabupaten
Aceh Barat.
e. ketentuan lalu lintas moda angkutan barang, dibuat
dalam peraturan tersendiri.
(7) Jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas:
a. pengembangan prasarana kereta api;
b. pengembangan sarana kereta api; dan
c. peningkatan pelayanan kereta api.
(8) Perwujudan pengembangan prasarana kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf a, meliputi:
a. rencana pengembangan jalur kereta api, berupa jalur
kereta api Banda Aceh – Meulaboh - Subulussalam;
b. pembangunan Stasiun kereta api di Meulaboh; dan
c. pembangunan fasilitas pengoperasian kereta api.
(9) Pengembangan sarana kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) huruf b, meliputi:
a. lokomotif;
b. kereta;
c. gerbong; dan
d. peralatan khusus.
(10) Peningkatan pelayanan kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) huruf c meliputi:
a. peningkatan akses terhadap layanan kereta api;
b. jaminan keselamatan dan kenyamanan penumpang; dan
c. pengembangan sistem keamanan dan keselamatan
perlintasan kereta api.

(11) jaringan . . .
- 31 -

(11) jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud


ayat (1) huruf e meliputi:
a. optimalisasi pelabuhan penyeberangan Kuala Bubon di
Gampong Kuala Bubon Kecamatan Samatiga; dan
b. jalur penyeberangan untuk tujuan lintas penyeberangan
pengumpan meliputi Kuala Bubon – Sibigo.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 15

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 huruf b, meliputi:
a. rencana pengembangan pelabuhan laut; dan
b. rencana pengembangan alur pelayaran.
(2) Rencana Pengembangan Pelabuhan Laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. peningkatan pelabuhan nasional Meulaboh di Kecamatan
Johan Pahlawan;
b. peningkatan pelabuhan laut di Gampong Kuala Bubon
Kecamatan Samatiga;
c. pembangunan terminal khusus di Gampong Kuala Bubon
Kecamatan Samatiga; dan
d. pembangunan terminal khusus di Gampong Peunaga Cut
Ujong Kecamatan Meureubo.
(3) Rencana Pengembangan Alur Pelayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa rute pelayaran
meliputi:
a. rencana alur pelayaran internasional.
b. rencana alur pelayaran nasional, meliputi:
1. Tanjung Priok (Jakarta) – Teluk Bayur (Padang) –
Belawan (Medan) – Meulaboh; dan
2. Meulaboh – Belawan (Medan).
c. rencana alur pelayaran regional, meliputi:
1. Meulaboh – Ulee Lheue (Banda Aceh); dan
2. Meulaboh – Labuhan Haji (Aceh Selatan).
d. rute pelayaran perintis.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan prasarana lainnya

Pasal 16

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimasud dalam


Pasal 12 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

Paragraf 1 . . .
- 32 -

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 17

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


huruf a terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pengembangan energi listrik terbarukan meliputi:
1. energi air, pengembangan PLTA Krueng Meureubo
kapasitas 2 x 30 MW di Gampong Sikundo Kecamatan
Pante Ceureumen; pengembangan PLTA Krueng
Woyla di Kecamatan Sungai Mas; serta
pengembangan dan pemeliharaan PLTMH Gaseu di
Gampong Gaseu Kecamatan Sungai Mas dengan
kapasitas 50 KW; dan
2. energi tenaga surya, rencana pengembangan di
semua Kecamatan.
b. pengembangan energi listrik tak terbarukan meliputi:
1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dengan kapasitas
10 MW di Gampong Seuneubok Kecamatan Johan
Pahlawan; dan
2. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap kapasitas 2 x 200 MW di Kabupaten Aceh Barat.
(3) Pengembangan jaringan listrik meliputi:
a. jaringan listrik Saluran Udara Tegangan Menengah (20 KV)
menghubungkan seluruh Kecamatan;
b. jaringan listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (275
KV), melalui:
1. Kecamatan Meureubo meliputi Gampong Peunaga Cut
Ujong, Gunong Kleng, Peunaga Rayeuk, Paya
Peunaga, Langung, Meureubo, Ujong Tanjong, Ranto
Panyang Timur, Ranto Panyang Barat, dan Gampong
Pasi Mesjid;
2. Kecamatan Johan Pahlawan meliputi Gampong
Gampa, Leuhan, dan Gampong Blang Beurandang;
3. Kecamatan Kaway XVI meliputi Gampong Marek, Pasi
Jambu, Pasi Teungoh, Alue Tampak, Meunasah
Buloh, Tumpok Ladang, Meunasah Ara, Meunasah
Rayeuk, Keude Aron, Beureugang, Tanjong Bunga,
Putim, Meunasah Rambot, Alue On, Puuk, Meunasah
Gantung, Pucok Pungkie, Pasi Ara, Pasi Kumbang,
Sawang Teubee, Alue Lhok, dan Gampong Padang
Sikabu;
4. Kecamatan Panton Reu meliputi Gampong Gunong
Mata Ie, Lek Lek, Dan Gampong Baro;
5. Kecamatan Woyla meliputi Gampong Glee Siblah dan
Gampong Paya Luah;

6. Kecamatan . . .
- 33 -

6. Kecamatan Woyla Timur meliputi Gampong Blang


Makmur dan Gampong Teumiket Ranom; dan
7. Kecamatan Sungai Mas meliputi Gampong Geudong,
Tungkop, dan Gampong Drien Sibak.
c. pengembangan jaringan listrik di seluruh Kecamatan; dan
d. pengembangan Gardu Induk Seuneubok di Gampong
Seuneubok Kecamatan Johan Pahlawan dan Gardu Induk
Kuta Padang di Gampong Kuta Padang Kecamatan Johan
Pahlawan.
(4) Jaringan prasarana energi lainnya sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Depo Pertamina di Gampong Rundeng Kecamatan Johan
Pahlawan
b. SPBU/E Pertamina meliputi:
1. SPBU Kuta Padang di Gampong Kuta Padang
Kecamatan Johan Pahlawan;
2. SPBU Blang Beurandang di Gampong Blang
Beurandang Kecamatan Johan Pahlawan;
3. SPBU Suak Nie di Gampong Suak Nie Kecamatan
Johan Pahlawan;
4. SPBU Drien Rampak di Gampong Drien Rampak
Kecamatan Johan Pahlawan;
5. SPBU Pasi Pinang di Gampong Pasi Pinang
Kecamatan Meureubo;
6. SPBU Sawang Teube di Gampong Sawang Teube
Kecamatan Kaway XVI; dan
7. SPBE Paya Peunaga di Gampong Paya Peunaga
Kecamatan Meureubo.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 18

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 16 huruf b terdiri atas:
a. jaringan terrestrial atau kabel; dan
b. jaringan nirkabel.
(2) Jaringan terrestrial atau kabel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a berupa pengembangan jaringan kabel di
wilayah dalam Kecamatan Aceh Barat.
(3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. lokasi dan pemakaian menara telekomunikasi bersama
antar operator telepon seluler yang ditetapkan dengan
Peraturan Bupati;
b. penggunaan gelombang untuk komunikasi dan penyiaran
diatur tata laksananya sesuai ketentuan peraturan
perundangan; dan
c. pengembangan prasarana teknologi informasi kawasan
perkotaan melalui SID – SITAC, sistem komunikasi

dengan . . .
- 34 -

dengan dasar BWA (Broadband Wireless Acces) dan VSAT


(Very Small Aperture Terminal).
d. Sistem jaringan seluler atau tanpa kabel dengan
didukung pengembangan menara BTS (Base Transciever
Station) meliputi:
1. Kecamatan Johan Pahlawan sebanyak 16 tower,
meliputi Gampong Gampa, Kuta Padang, Drien
Rampak, Ujong Kalak, Ujong Baroh, Seunebok,
Lapang, Kp. Belakang, Blang Beurandang, dan
Gampong Leuhan;
2. Kecamatan Meureubo 8 tower, meliputi Gampong
Meureubo, Gunong Kleng, Peunaga Cut Ujong, Ujong
Tanoh, Langung, dan Gampong Pulo Teungoh;
3. Kecamatan Kaway XVI 7 tower, meliputi Gampong
Alue Lhok, Keude Aron, Gampong Mesjid, Pangkie
dan Gampong Padang Sikabu;
4. Kecamatan Samatiga 4 tower, meliputi Gampong
Reusak, Cot Darat dan Gampong Pinem;
5. Kecamatan Arongan Lambalek 2 tower, meliputi
Gampong Drien Rampak dan Gampong Seunebok
Teungoh;
6. Kecamatan Bubon, sebanyak 2 tower terletak di
Gampong Layung;
7. Kecamatan Woyla 4 tower, meliputi Gampong Kuala
Bhee, Aron Tunong, dan Gampong Paya Dua;
8. Kecamatan Woyla Timur 2 tower, meliputi Gampong
Pasi janeng, dan Gampong Blang;
9. Kecamatan Woyla Barat 2 tower, meliputi Gampong
Pasi Mali, Gampong Simpang Teumarom;
10. Kecamatan Sungai Mas, sebanyak 1 tower terletak di
Gampong Lancong;
11. Kecamatan Panton Reu, sebanyak 1 tower terletak di
Gampong Manggie; dan
12. Kecamatan Pante Ceureumen, sebanyak 1 tower
terletak di Gampong Pante Ceureumen.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 19

(1) Pengembangan sistem jaringan sumber daya air berbasis


wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf
c terdiri atas:
a. Wilayah Sungai;
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Aset Sumber Daya Air;
d. Jaringan Irigasi;
e. Jaringan air baku untuk air bersih;
f. Sistem pengendali banjir; dan
g. Sistem pengamanan pantai.

(2) Rencana . . .
- 35 -

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi aspek
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air secara terpadu
(integrated) dengan memperhatikan arahan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.
(3) Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, merupakan wilayah sungai (WS) lintas kabupaten yang
meliputi:
a. DAS Krueng Meureubo seluas 94.942,73 Ha meliputi
Kecamatan Johan Pahlawan, Kaway XVI, Meureubo,
Pante Ceureumen, Panton Reu, dan Kecamatan Woyla
Timur;
b. DAS Krueng Woyla seluas 142.955,23 Ha meliputi
Kecamatan Arongan Lambalek, Kaway XVI, Samatiga,
Sungai Mas, Woyla, Woyla Barat, dan Kecamatan Woyla
Timur;
c. DAS Krueng Bubon seluas 32.001,58 Ha meliputi
Kecamatan Bubon, Johan Pahlawan, Samatiga, dan
Kecamatan woyla.
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah CAT Meulaboh seluas 167.095,46 Ha
meliputi Kecamatan Arongan Lambalek, Woyla Barat, Woyla
Timur, Pante Ceureumen, Panton Reu, Bubon, Samatiga,
Johan Pahlawan, Meureubo, Kaway XVI.
(5) Aset Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, yaitu berupa Geunang yang meliputi:
a. Geunang Geudong seluas 70,32 Ha, di Gampong Putim
Kecamatan Kaway XVI untuk objek wisata, perikanan,
dan irigasi;
b. Geunang Peunia seluas 13,87 Ha, di Gampong Peunia
Kecamatan Kaway XVI untuk objek wisata, perikanan,
dan irigasi;
c. Geunang Krueng Unyat seluas 17,42 Ha, di Gampong
Meutulang Kecamatan Panton Reu untuk objek wisata,
perikanan, dan irigasi;
d. Geunang Pulong seluas 9,28 Ha, di Gampong Babah
Lueng Kecamatan Pante Ceureumen untuk objek wisata,
perikanan, dan irigasi;
e. Geunang Laot Blang seluas 8,46 Ha, di Gampong Ie
Sayang Kecamatan Woyla Barat untuk objek wisata,
perikanan, dan irigasi; dan
f. Geunang Pucok Laot seluas 1,72 Ha, di Kecamatan
Meureubo untuk objek wisata, perikanan, dan irigasi.
(6) Daerah Irigasi kewenangan Nasional berupa D.I. Lhok Guci
seluas kurang lebih 18.542,00 Ha meliputi:
1. Kecamatan Pante Ceureumen;
2. Kecamatan Panton Reu;
3. Kecamatan Kaway XVI;
4. Kecamatan Bubon;
5. Kecamatan Samatiga;

6. Kecamatan . . .
- 36 -

6. Kecamatan Johan Pahlawan; dan


7. Kecamatan Meureubo.
a. DI Kewenangan Kabupaten, seluas kurang lebih
10.762,00 Ha meliputi:
1. D.I. Alue Diam seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Pasi janeng Kecamatan Woyla Timur;
2. D.I. Alue Lhok seluas kurang lebih 700,00 Ha di
Gampong Alue Lhok Kecamatan Kaway XVI;
3. D.I. Alue Reusak seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Reusak Kecamatan Samatiga;
4. D.I. Balee seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Balee Kecamatan Meureubo;
5. D.I. Blang Geunang seluas kurang lebih 100,00 Ha
di Gampong Blang Geunang Kecamatan Kaway XVI;
6. D.I. Blang Teungoh seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Blang Teungoh Kecamatan Panton Reu;
7. D.I. Canggai seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Canggai Kecamatan Pante Ceureumen;
8. D.I. Drien Caleu seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Drien Calue Kecamatan Kaway XVI;
9. D.I. Gaseu seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Gaseu Kecamatan Sungai Mas;
10. D.I. Geunang Geudong seluas kurang lebih 250,00
Ha di Gampong Putim Kecamatan Kaway XVI;
11. D.I. Muko seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Muko Kecamatan Kaway XVI;
12. D.I. Geunang Pulong seluas kurang lebih 75,00 Ha
di Gampong Pante Ceureumen Kecamatan Pante
Ceureumen;
13. D.I. Jambak seluas kurang lebih 80,00 Ha di
Gampong Jambak Kecamatan Pante Ceureumen;
14. D.I. Kinco seluas kurang lebih 180,00 Ha di
Gampong Alue Keumang Kecamatan Pante
Ceureumen;
15. D.I. Krueng Tinggai seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Krueng Tinggai Kecamatan Samatiga;
16. D.I. Krueng Tujoh seluas kurang lebih 120,00 Ha di
Gampong Ranub Dong Kecamatan Meureubo;
17. D.I. Keutambang Tunong seluas kurang lebih 70,00
Ha di Gampong Keutambang Kecamatan Pante
Ceureumen;
18. D.I. Lawet seluas kurang lebih 104,00 Ha di
Gampong Lawet Kecamatan Pante Ceureumen;
19. D.I. Lhok Seuredam seluas kurang lebih 150,00 Ha
di Gampong Leklek Kecamatan Panton Reu;
20. D.I. Meunuang seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Meunuang Kecamatan Pante Ceureumen;
21. D.I. Meunasah Rayeuk seluas kurang lebih 200,00
Ha di Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan
Kaway XVI;

22. D.I. Mon Pasong . . .


- 37 -

22. D.I. Mon Pasong seluas kurang lebih 200,00 Ha di


Gampong Mon Pasung Kecamatan Woyla Barat;
23. D.I. Pasi Teungoh seluas kurang lebih 170,00 Ha di
Gampong Pasi Tengoh Kecamatan Meureubo;
24. D.I. Paya Baro seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Paya Baro Kecamatan Woyla Timur;
25. D.I. Paya Lhok seluas kurang lebih 300,00 Ha di
Gampong Mugo Rayeuk Kecamatan Panton Reu;
26. D.I. Paya Peunaga seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Paya Peunaga Kecamatan Meureubo;
27. D.I. Peunaga Cut seluas kurang lebih 175,00 Ha di
Gampong Peunaga Cut Ujong Kecamatan Meureubo;
28. D.I. Peunia seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Peunia Kecamatan Kaway XVI;
29. D.I. Pucok Laot seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Alue Peunyareng Kecamatan Meureubo;
30. D.I. Pucok Pancu seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Leuhan Kecamatan Johan Pahlawan;
31. D.I. Pungki seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Pungki Kecamatan Woyla Timur;
32. D.I. Reudeup seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Reudeup Kecamatan Meureubo;
33. D.I. Sangkaden seluas kurang lebih 175,00 Ha di
Gampong Pulo Tengoh Kecamatan Pante
Ceureumen;
34. D.I. Seklemen seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Paya Baro RP Kecamatan Meureubo;
35. D.I. Simpang seluas kurang lebih 125,00 Ha di
Gampong Simpang Kecamatan Kaway XVI;
36. D.I. Suak Lango seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Lango Kecamatan Pante Ceureumen;
37. D.I. Tamping seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Tamping Kecamatan Panton Reu;
38. D.I. Tanjong Seumantok seluas kurang lebih 400,00
Ha di Gampong Seumantok Kecamatan Pante
Ceureumen;
39. D.I. Tumpok Ladang seluas kurang lebih 150,00 Ha
di Gampong Tumpok Ladang Kecamatan Kaway XVI;
40. D.I. Gunong Unyat seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Meutulang Kecamatan Panton Reu;
41. D.I. Geunang Meugo Cut seluas kurang lebih 50,00
Ha di Gampong Meugo Cut Kecamatan Panton Reu;
42. D.I. Geunang Kuala Manyeu seluas kurang lebih
115,00 Ha di Gampong Kuala Manyeu Kecamatan
Panton Reu;
43. D.I. Cot Manggi seluas kurang lebih 250,00 Ha di
Gampong Cot Manggi Kecamatan Panton Reu;
44. D.I. Baro Paya seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Mugo Rayeuk Kecamatan Panton Reu;
45. D.I. Geunang Lhok Seureudam seluas kurang lebih
48,00 Ha di Gampong Leklek Kecamatan Panton
Reu;
46. D.I. Alue Tambo . . .
- 38 -

46. D.I. Alue Tambo seluas kurang lebih 100,00 Ha di


Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI;
47. D.I. Alue Lhee seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Alue Lhee Kecamatan Kaway XVI;
48. D.I. Teupin Panah seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Teupin Panah Kecamatan Kaway XVI;
49. D.I. Alue Peudeung seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Alue Peudeung Kecamatan Kaway XVI;
50. D.I. Meunasah Ara seluas kurang lebih 130,00 Ha di
Gampong Meunasah Ara Kecamatan Kaway XVI;
51. D.I. Alue Tampak seluas kurang lebih 65,00 Ha di
Gampong Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI;
52. D.I. Geunang Pasi Jambu D.I. Alue Tampak seluas
kurang lebih 45,00 Ha di Gampong Pasi Jambu
Kecamatan Kaway XVI;
53. D.I. Geunang Pucok Pungki seluas kurang lebih
200,00 Ha di Gampong Pucok Pungki Kecamatan
Kaway XVI;
54. D.I. Anoe Puteh seluas kurang lebih 75,00 Ha di
Gampong Gampong Masjid Kecamatan Kaway XVI;
55. D.I. Geunang Paya Lhok seluas kurang lebih 275,00
Ha di Gampong Tanjong Meulaboh Kecamatan
Kaway XVI;
56. D.I. Keutambang seluas kurang lebih 110,00 Ha di
Gampong Keutambang Kecamatan Pante
Ceureumen;
57. D.I. Keuleumbah seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Keuleumbah Kecamatan Woyla;
58. D.I. Ie Sayang seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Ie Sayang Kecamatan Woyla Barat;
59. D.I. Karak seluas kurang lebih 250,00 Ha di
Gampong Karak Kecamatan Woyla Barat;
60. D.I. Geunang Meurapet seluas kurang lebih 250,00
Ha di Gampong Karang Hampa Kecamatan Arongan
Lambalek;
61. D.I. Rambong seluas kurang lebih 50,00 Ha di
Gampong Rambong Kecamatan Woyla Barat;
62. D.I. Tangkeh seluas kurang lebih 150,00 Ha di
Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla Timur;
63. D.I. Tuwi Eumpeuk seluas kurang lebih 200,00 Ha
di Gampong Tuwi Eumpeuk Kecamatan Woyla
Timur;
64. D.I. Leuhan seluas kurang lebih 50,00 Ha di
Gampong Leuhan Kecamatan Johan Pahlawan;
65. D.I. Lueng Kanto seluas kurang lebih 165,00 Ha di
Gampong Suak Panteu Breuh Kecamatan Samatiga;
66. D.I. Paya Lumpat seluas kurang lebih 50,00 Ha di
Gampong Paya Lumpat Kecamatan Samatiga;
67. D.I. Pinem seluas kurang lebih 50,00 Ha di
Gampong Pinem Kecamatan Samatiga;
68. D.I. Cot Lampise seluas kurang lebih 35,00 Ha di
Gampong Cot Seulamat Kecamatan Samatiga;

D.I. Tanoh Mirah . . .


- 39 -

69. D.I. Tanoh Mirah seluas kurang lebih 75,00 Ha di


Gampong Tanoh Mirah Kecamatan Sungai Mas;
70. D.I. Ramiti seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Ramiti Kecamatan Sungai Mas;
71. D.I. Tuwi Saya seluas kurang lebih 200,00 Ha di
Gampong Tuwi Saya Kecamatan Sungai Mas;
72. D.I. Sakuy seluas kurang lebih 50,00 Ha di
Gampong Sakuy Kecamatan Sungai Mas; dan
73. D.I. Alue Raya seluas kurang lebih 100,00 Ha di
Gampong Alue Raya Kecamatan Samatiga;
b. Rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan
irigasi dalam Kabupaten Aceh Barat.
(7) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. Sumber air baku dari sungai, terdiri atas:
1. Krueng Meureubo dengan potensi debit aliran
250,00 liter/detik; dan
2. Krueng Woyla dengan potensi debit aliran 250,00
liter/detik;
3. Krueng Bubon dengan potensi debit aliran 80,00
liter/detik;
b. Sumber air baku dari Aset Sumber Daya Air:
1. Geunang Geudong dengan potensi 351,61 m3;
2. Geunang Peunia dengan potensi 69,34 m3;
3. Geunang Krueng Unyat dengan potensi 87,10 m3;
4. Geunang Laot Blang dengan potensi 42,32 m3; dan
5. Geunang Pucok Laot dengan potensi 8,60 m3.
(8) Sistem pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f, meliputi:
a. normalisasi dan rehabilitasi sungai:
1. Krueng Meureubo sepanjang 34,75 km melalui
Gampong Kp Darat, Gampa, Pasi Mesjid, Leuhan,
Blang Beurandang Kecamatan Johan Pahlawan;
Gampong Pasi Pinang, Ujong Drien, Meureubo,
Langung, Ujong Tanjong, Ranto Panyang Barat,
Mesjid Tuha, Pasi Aceh Baroh, Pasi Aceh Tunong,
Ranub Dong, Ujong Tanoh Darat Kecamtan
Meureubo; Gampong Marek dan Pasi Jambu
Kecamatan Kaway XVI; Gampong Manjeng, Lango,
Pante Ceureumen, Lawet, dan Gampong
Keutambang Baroh Kecamatan Pante Ceureumen;
2. Krueng Woyla sepanjang 21,15 km melalui Gampong
Suak Seumaseh Kecamatan Samatiga; gampong
Peuribu, Keub Kecamatan Arongan; Gampong Alue
Leuhob, Blang Luah, Cot Rambong, Lhok Male, Pasi
Male, Napai, Blang Cot Mameh, Bakat, Cot
Keumudee, Keuleumbah, Jawa, Pulo Ie, dan
Gampong Seumantok Kecamatan Woyla
3. Krueng Bubon sepanjang 16,15 km melalui
Gampong Krueng Tinggai, Keureuseng, Pange
Kecamatan Samatiga; Gampong Rambong,

Beurawang . . .
- 40 -

Beurawang, Kuta Padang, Layung, Kuala Plieng,


Liceh, Suak Pangkat, Peulanteu Kecamatan Bubon;
b. Pembangunan serta operasi dan pemeliharaan sarana
dan prasarana pengendali banjir di seluruh sungai rawan
banjir
c. Rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan sempadan
sungai melalui embungnisasi; dan
d. Pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya pada
kawasan sempadan sungai.
(9) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g, dilakukan dengan pembangunan tanggul
pemecah ombak untuk mengurangi daya rusak air akibat
abrasi pantai, meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan sepanjang 1,54 km di
Gampong Suak Indrapuri, Gampong Pasir sepanjang 2,52
km, Gampong Ujong Kalak sepanjang 3,23 km dan
Gampong Suak Ribee sepanjang 3,04 km;
b. Kecamatan Meureubo sepanjang 2,15 km di Gampong
Meureubo;
c. Kecamatan Samatiga sepanjang 2,33 km di Gampong
Kuala Bubon dan sepanjang 2,36 km di Gampong Suak
Timah; dan
d. Kecamatan Arongan Lambalek sepanjang 2,20 km di
Gampong Peuribu.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya

Pasal 20

(1) Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16 huruf d terdiri atas:
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem pengolahan air limbah;
d. sistem jaringan drainase.
e. rencana jalur dan ruang evakuasi bencana.
f. sistem jaringan prasarana kabupaten
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan teknologi komposing sampah organik dan
sistem reduce (mengurangi), reuse (menggunakan
kembali), dan recycle (mendaur ulang) atau 3R lainnya
sesuai kawasan permukiman;
b. penyediaan Tempat Penampungan Sampah sementara
(TPS) pada pusat kegiatan masyarakat antara lain: pasar,
permukiman, perkantoran; dan fasilitas sosial lainnya,
dengan lokasi tersebar di wilayah Kabupaten Aceh Barat;
c. penyediaan Lokasi Tempat Pemprosesan Akhir (TPA)
Sampah di Gunong Mata Ie perbatasan Kecamatan
Kaway XVI - Meureubo, dengan luas 20,17 Ha;

d. pengembangan . . .
- 41 -

d. pengembangan prasarana pengelolaan persampahan


dengan pola Sanitary Landfill di Kecamatan Kaway XVI;
dan
e. pengembangan penyediaan sarana dan prasarana
pengolahan sampah.
(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pengembangan pengolahan air baku untuk air minum
dan peningkatan sistem jaringan perpipaan kawasan
perkotaan, meliputi:
1. instalasi pengolahan air (WTP) Beureugang
Kecamatan Kaway XVI bersumber dari Krueng
Meureubo kapasitas 80 liter/dtk, dengan cakupan
layanan meliputi wilayah Kecamatan Johan Pahlawan
dan Kecamatan Kaway XVI;
2. instalasi pengolahan air (WTP) Lapang Kecamatan
Johan Pahlawan bersumber dari Krueng Meureubo
kapasitas 30 liter/dtk, dengan cakupan layanan
meliputi wilayah Kecamatan Johan Pahlawan dan
Samatiga;
3. instalasi pengolahan air (WTP) Ranto Panyang
Kecamatan Meureubo bersumber dari Krueng
Meureubo kapasitas 20 liter/dtk, dengan cakupan
layanan meliputi wilayah Kecamatan Meureubo;
4. instalasi pengolahan air bak penampung Kecamatan
Sungai Mas bersumber dari air terjun kapasitas 5
liter/dtk, dengan cakupan layanan meliputi wilayah
Kecamatan Sungai Mas; dan
5. rencana instalasi pengolahan air (WTP) di Kecamatan
Woyla Timur bersumber dari Krueng Woyla kapasitas
40 liter/dtk, dengan cakupan layanan meliputi
wilayah Kecamatan Woyla Timur, Woyla Barat, Woyla,
dan Arongan Lambalek.
b. pengembangan jaringan air minum perpipaan kawasan
perkotaan;
c. pengembangan sistem air minum berupa:
1. peningkatan jaringan distribusi.
2. pemanfatan air tanah dangkal dan artesis secara
terkendali;
3. pengembangan sistem perpipaan perdesaan
menggunakan sumber air dari air tanah atau mata
air;
4. penyediaan sistem air bersih perdesaan
memanfaatkan potensi air hujan; dan
5. pemanfaatan sumber air baku untuk air bersih secara
proporsional dan terpadu untuk pemenuhan
kebutuhan pertanian dan kebutuhan lainnya.
(4) Sistem pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. penyediaan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di
Gunong Mata Ie perbatasan Kecamatan Kaway XVI -
Meureubo

b. pemenuhan . . .
- 42 -

b. pemenuhan prasarana septik tank untuk setiap rumah


pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan;
c. pengembangan jamban komunal pada kawasan
permukiman padat, kumuh dan fasilitas umum; dan
d. penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah
industri, limbah medis, limbah berbahaya beracun (B3)
secara mandiri pada fasilitas tertentu maupun secara
terpadu;
e. penyediaan sistem pengelolaan limbah domestik yang
bukan tinja; dan
f. penyediaan prasarana pengelolaan limbah industri pada
kawasan industri.
(5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, merupakan pengembangan dan peningkatan
drainase yang meliputi:
a. saluran drainase tersier pada kawasan permukiman pada
sepanjang sisi jalan raya;
b. saluran drainase sekunder tersendiri pada kawasan
permukiman perkotaan dan kawasan terbangun lainnya;
c. mewajibkan penghijauan, pembuatan sumur resapan dan
bio pori pada kawasan terbangun;
d. koordinasi pengelolaan saluran drainase di kawasan
perkotaan; dan
e. pembagian blok drainase permukiman perkotaan
Kecamatan Johan Pahlawan, dibagi menjadi:
1. blok drainase Lueng Aneuk Ayee;
2. blok drainase Lueng Kuta Padang; dan
3. blok drainase Lueng Gampa.
(6) Rencana jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. penyediaan jalur evakuasi;
b. penyediaan ruang evakuasi bencana; dan
c. pengembangan prasarana mitigasi bencana tsunami.
(7) Penyediaan jalur evakuasi sebagaimana pada ayat (6) huruf
a, yaitu:
a. jalur evakuasi bencana banjir meliputi:
1. Arah evakuasi di jalan Imam Bonjol untuk Kecamatan
Johan Pahlawan;
2. Arah evakuasi di jalan Nasional untuk Kecamatan
Meureubo;
3. Arah evakuasi di jalan Meulaboh – Tutut untuk
Kecamatan Kaway XVI dan Johan Pahlawan;
4. Arah evakuasi di jalan Suak Timah – Kuala Bhee –
Peuribu untuk Kecamatan Samatiga, Bubon, Woyla,
dan Woyla Barat; dan
5. Arah evakuasi di jalan Peuribu – Karak untuk
Kecamatan Arongan Lambalek dan Woyla Barat.
b. jalur evakuasi bencana tsunami, meliputi:
1. Arah Evakuasi (AE-I) jalan Meureubo - Ranto
Panyang, Kecamatan Meureubo;

2. Arah . . .
- 43 -

2. Arah Evakuasi (AE-II) jalan RGM, Kecamatan


Meureubo;
3. Arah Evakuasi (AE-III) jalan Alue Peunyareng (Alpen),
Kecamatan Meureubo;
4. Arah Evakuasi (AE-IV) jalan Paya Peunaga,
Kecamatan Meureubo;
5. Arah Evakuasi (AE-V) jalan Sisingamangaraja,
Kecamatan Johan Pahlawan;
6. Arah Evakuasi (AE-VI) jalan Generasi, Gampong
Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan;
7. Arah Evakuasi (AE-VII) jalan Kaye Puteh, Kecamatan
Johan Pahlawan;
8. Arah Evakuasi (AE-VIII) jalan Kuala Bubon – Pinem,
Kecamatan Samatiga;
9. Arah Evakuasi (AE-IX) jalan Suak Timah – Kuala
Bhee, Kecamatan Samatiga; dan
10. Arah Evakuasi (AE-X) jalan Peuribu – Kuala Bhee
Kecamatan Arongan Lambalek.
c. jalur evakuasi kebakaran, meliputi:
1. Arah evakuasi di jalan Imam Bonjol dan
Sisingamangaraja untuk Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Arah evakuasi di jalan Meureubo – Reudeup dan jalan
Ranto Panyang – Gunong Kleng untuk Kecamatan
Meureubo;
3. Arah evakuasi di jalan batas Pidie – Meulaboh dan
jalan Tumpok Ladang – Balee untuk Kecamatan
Kaway XVI;
4. Arah evakuasi di jalan Layung – Gunong Meuh untuk
Kecamatan Bubon;
5. Arah evakuasi di jalan Suak Timah – Kuala Bhee –
Peuribu dan jalan Bakat – Teumarom – Jawi untuk
Kecamatan Woyla;
6. Arah evakuasi di jalan PIR I – PIR II dan jalan Bakat –
Teumarom – Jawi untuk Kecamatan Woyla Barat;
7. Arah evakuasi di jalan Blang Mee – Seuradeuk dan
jalan Seuneubok – Alue Kuyun untuk Kecamaatan
Woyla Timur;
8. Arah evakuasi di jalan batas Pidie – Meulaboh untuk
Kecamatan Panton Reu; dan
9. Arah evakuasi di jalan Sawang Teubee – Pante
Ceureumen untuk Kecamatan Pante Ceureumen.
(8) Penyediaan ruang evakuasi sebagaimana pada ayat (6) huruf
b, meliputi:
a. lapangan olahraga atau lapangan terbuka;
b. jalan raya;
c. fasilitas umum, sosial, gedung penyelamatan, meliputi:
1. gedung sekolah;
2. rumah sakit atau gedung kesehatan lainnya;
3. kantor pemerintah;
4. menara telekomunikasi;
5. escape building, Kecamatan Johan Pahlawan;
6. komplek . . .
- 44 -

6. komplek pertokoan Cardi – NR, Kecamatan Johan


Pahlawan;
7. komplek pertokoan CRS Kecamatan Johan Pahlawan;
dan
8. komplek Universitas Teuku Umar (UTU), Kecamatan
Meureubo.
(9) Pengembangan prasarana mitigasi bencana tsunami
sebagaimana pada ayat (6) huruf c, meliputi:
a. penyediaan pemecah gelombang sejajar pantai;
b. penyediaan tempat-tempat perlindungan (shelter) pada
daerah perkampungan nelayan atau tempat-tempat
prasarana kelautan dan perikanan kawasan pesisir; dan
c. menerapkan konstruksi bangunan ramah bencana
Tsunami atau relokasi permukiman pada kawasan rawan
Tsunami Tinggi.
(10) Sistem jaringan prasarana kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi:
a. pengembangan prasarana pemerintahan, terdiri atas:
1. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat
kabupaten berada di kawasan perkotaan Meulaboh;
2. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat
Kecamatan berada di kawasan perkotaan tiap
Kecamatan;
3. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat
kemukiman berada di seluruh Kecamatan sesuai
jumlah kemukiman; dan
4. sarana pemerintahan dan pelayanan umum tingkat
gampong berada di seluruh Kecamatan sesuai
gampong.
b. pengembangan prasarana pendidikan, terdiri atas:
1. Sarana pendidikan pasca Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA) meliputi:
a) Perguruan Tinggi Swasta Universitas Teuku Umar
(UTU) di Alue Peunyareng Kecamatan Meureubo;
b) Perguruan Tinggi Swasta Sekolah Tinggi Agama
Islam (STAI) di Alue Peunyareng Kecamatan
Meureubo; dan
c) Beberapa Perguruan Tinggi lainnya yang berada di
kawasan perkotaan Meulaboh.
2. Sarana pendidikan se-tingkat SLTA berada di
kawasan perkotaan dan perdesaan;
3. Sarana pendidikan se-tingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) berada di kawasan perkotaan
dan perdesaan;
4. Sarana pendidikan se-tingkat Sekolah Dasar (SD)
berada di kawasan perkotaan dan perdesaan;
5. Sarana pendidikan se-tingkat Taman Kanak-kanak
(TK) berada di kawasan perkotaan dan perdesaan;
dan
6. Sarana pendidikan keagamaan (Pesantren, Dayah,
dan TPA) tersebar di seluruh Kecamatan.

c. pengembangan . . .
- 45 -

c. pengembangan prasarana kesehatan, terdiri atas:


1. Peningkatan Rumah Sakit Umum tipe B berada di
kawasan perkotaan Meulaboh;
2. Puskesmas Rawat Inap meliputi:
a) Kawasan perkotaan Meulaboh;
b) Kawasan Meutulang;
c) Kawasan Kuala Bhee;
d) Kawasan Arongan Lambalek; dan
e) Kawasan Kaway XVI.
3. Puskesmas berada di kawasan perkotaan tiap
Kecamatan;
4. Puskesmas Pembantu berada di tiap PPL; dan
5. Polindes dan Poskesdes skala pelayanan gampong
berada di seluruh gampong.
d. pengembangan prasarana peribadatan terdiri atas:
1. mesjid kabupaten berada di kawasan perkotaan
Meulaboh;
2. mesjid Kecamatan berada di kawasan Perkotaan tiap
Kecamatan;
3. mesjid tingkat lingkungan berada dikawasan
perkotaan dan perdesaan; dan
4. sarana peribadatan lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan.
e. pengembangan prasarana perdagangan terdiri atas:
1. sarana perdagangan skala kabupaten berada di
Kawasan perkotaan Meulaboh;
2. sarana perdagangan skala wilayah berada di kawasan
perkotaan:
a) kawasan perkotaan Meutulang di Kecamatan
Panton Reu;
b) kawasan perkotaan Drien Rampak di Kecamatan
Arongan Lambalek; dan
c) kawasan perkotaan Kuala Bhee di Kecamatan
Woyla.
f. pengembangan prasarana ruang terbuka, taman, dan
lapangan olah raga atau rekreasi, terdiri atas:
1. tingkat Kabupaten berada di kawasan perkotaan
Meulaboh;
2. tingkat Wilayah, meliputi:
a) kawasan perkotaan Meutulang;
b) kawasan perkotaan Kuala Bhee; dan
c) kawasan perkotaan Drien Rampak.
3. tingkat Kecamatan di kawasan perkotaan Kecamatan;
dan
4. tingkat lingkungan disebar ke kawasan perkotaan
dan perdesaan.
g. penyediaan dan pengembangan prasarana perikanan,
meliputi:
1. pelabuhan perikanan berada di Kecamatan Johan
Pahlawan, dan Kecamatan Samatiga;

2. PPI . . .
- 46 -

2. PPI di Gampong Ujong Baroh Kecamatan Johan


Pahlawan;
3. PPI di gampong Ujong Drien Kecamatan Meureubo;
4. TPI di gampong Panggong Kecamatan Johan
Pahlawan;
5. TPI di gampong Peuribu Kecamatan Arongan
Lambalek;
6. TPI di Kecamatan Samatiga meliputi Gampong
Peuribu, Kuala Bubon, Lhok Bubon, Suak Seumaseh,
Suak Timah, dan di Gampong Pucok Lhueng;
7. balai benih ikan di gampong Meunuang Kecamatan
Pante Ceureumen;
8. unit pembenihan rakyat di gampong Meunasah
rayeuk, Reudeup, Buloh dan Gampong Suak Pandan;
dan
9. desa perikanan tangkap di gampong Ujong Baroh
Kecamatan Johan Pahlawan; Gampong Pasi Pinang
Kecamatan Meureubo; Gampong Drien Rampak
Kecamatan Arongan Lambalek; serta Gampong Kuala
Bubon, Suak Seumaseh, Lhok Bubon dan Gampong
Teungoh di Kecamatan Samatiga.

BAB VII
RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 21

(1) Rencana Pola Ruang wilayah Kabupaten, terdiri atas:


a. kawasan lindung;
b. kawasan budidaya; dan
c. pola ruang laut.
(2) Rencana Pola Ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Qanun ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 22

Kawasan lindung Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam; dan
e. kawasan lindung geologi.

Paragraf 1 . . .
- 47 -

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 23

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 22


huruf a seluas 102.558,47 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Sungai Mas seluas 67.738,10 Ha; dan
b. Kecamatan Pante Ceureumen seluas 34.820,37 Ha.

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 24

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud


pasal 22 huruf b terdiri atas:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar geunang dan embung; dan
d. ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a adalah 100 m dari garis pantai seluas kurang lebih 390,92
Ha berupa daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan meliputi Gampong Suak
Indrapuri, Gampong Pasir, Gampong Ujong Kalak dan
Gampong Suak Ribee;
b. Kecamatan Meureubo meliputi Gampong Meureubo;
c. Kecamatan Samatiga meliputi Gampong Kuala Bubon
dan Gampong Suak Timah; dan
d. Kecamatan Arongan Lambalek meliputi Gampong
Gampong Peuribu.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah 50 m kanan-kiri sungai seluas 1.508,03 Ha,
meliputi:
a. krueng Meureubo meliputi Kecamatan Pante Ceureumen,
Kecamatan Meureubo, Kaway XVI, dan Kecamatan Johan
Pahlawan;
b. krueng Woyla meliputi Kecamatan Sungai Mas, Pante
Ceureumen, Woyla Barat, Woyla Timur, Woyla dan
Kecamatan Arongan Lambalek; dan
c. krueng Bubon meliputi Kecamatan Bubon dan
Kecamatan Samatiga.
(4) Kawasan sekitar Geunang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c rata-rata 100 m dari batas keluar adalah seluas
kurang lebih 245,68 Ha, meliputi:
a. kawasan sekitar Geunang Geudong seluas 85,51 Ha di
Gampong Putim Kecamatan Kaway XVI;
b. kawasan sekitar Geunang Peunia seluas 18,94 Ha di
Gampong Peunia Kecamatan Kaway XVI;

c. kawasan . . .
- 48 -

c. kawasan sekitar Geunang Krueng Unyat seluas 56,77 Ha


di Gampong Meutulang Kecamatan Panton Reu;
d. kawasan sekitar Geunang Pulong seluas 53,71 Ha di
Gampong Babah Lueng Kecamatan Pante Ceureumen;
e. kawasan sekitar Geunang Laot Blang seluas 21,88 Ha di
Gampong Ie Sayang Kecamatan Woyla Barat; dan
f. kawasan sekitar Geunang Pucok Laot seluas 8,87 Ha di
Gampong Peunaga Cut Ujong Kecamatan Meureubo.
(5) Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d sebesar minimal 30 persen
dari luasan kawasan perkotaan.

Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 25

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c berupa kawasan
pantai berhutan bakau/mangrove seluas kurang lebih 372,96 Ha
meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas 5,52 Ha di
Gampong Padang Seurahet;
b. Kecamatan Meureubo dengan luas 14,75 Ha di Gampong
Langung, Meureubo, Pasi Pinang, Ujong Drien, dan Gampong
Peunaga Rayeuk;
c. Kecamatan Arongan Lambalek dengan luas 4,56 Ha di
Gampong Arongan dan Suak Keumudee; dan
d. Kecamatan Samatiga dengan luas 348,13 Ha di Gampong
Pucok Lueng, Cot Darat, Cot Pluh, Cot Seulamat dan
Gampong Alue Raya.

Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 26

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 22 huruf d, terdiri atas:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan banjir; dan
c. kawasan rawan kebakaran.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Sungai Mas; dan
b. Kecamatan Pante Ceureumen.
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terbagi:
a. potensi tinggi, diantaranya:
1. Kecamatan Johan Pahlawan; Gampong Blang
Beurandang, Leuhan, Lapang, Gampa, Kp Darat,
Seuneubok, Drien Rampak, Rundeng, Ujong Baroh,
Kuta Padang, dan Gampong Suak Ribee;
2. Kemude . . .
- 49 -

2. Kecamatan Meureubo; Pasi Aceh Tunong, Pasi Aceh


Baroh, Pulo Teungoh Ranto, Ranub Dong, Masjid
Tuha, Pasi Mesjid, Ranto Panyang Timur, Ranto
Panyang Barat, Ujong Tanjong, Pasi Pinang, Ujong
Drien, Meureubo, Langung, Paya Peunaga, Gunong
Kleng, dan Gampong Ujong Tanoh Darat;
3. Kecamatan Kaway XVI; Gampong Alue Tampak, Pasi
Jambu, Marek, Pasi Teungoh, Pasi Aceh Baro, dan
Gampong Pasi Aceh Tunong;
4. Kecamatan Samatiga; Gampong Rangkileh, Cot
Amun, Mesjid Baro, Pange, Keureuseng, Krueng
Tinggai;
5. Kecamatan Arongan Lambalek; Gampong Seuneubok
Tengoh, Karang Hampa, Peulanteu, Gunong Pulo dan
Gampong Pante Meutia;
6. Kecamatan Woyla; Gampong Cot Murong, Cot Lagan,
Pasi Ara, dan Gampong Ie Itam Baroh; dan
7. Kecamatan Woyla Timur; Gampong Blang Dalam,
Gunong Panyang, Rambong Pinto, Tuwi Eumpeuk,
Alue Meuganda, Gampong Baro, Bukit Meugajah,
Alue Kuyun, Alue Seuralen, dan Gampong Teumiket
Ranom.
b. potensi sedang, meliputi:
1. Kecamatan Arongan Lambalek; Gampong Ujong
Simpang, Rimba Langgeh, Suak Bidok, Suak Ie
Beusou, Simpang Peut, Alue Batee, Panton Makmur,
Cot Jurumudi, Panton Bahagia, Alue Bagok, Alue
Sundak, Drien Rampak, Cot Buloh, Seuneubok
Lueng, Teupin Peuraho, Suak Keumudee, Kubu,
Arongan, Cot Kumbang, Peuribu, dan Gampong Keub;
2. Kecamatan Samatiga; Gampong Deuah, Suak Seukee,
Suak Panteu Breuh, Suak Geudeubang, dan
Gampong Suak Seumaseh;
3. Kecamatan Bubon; Gampong Rambong, Beurawang,
Kuta Padang, Layung;
4. Kecamatan Woyla; Gampong Seumantok, Pulo Ie,
Alue Panyang, Jawa, Keuleumbah, Cot Keumudee,
Gampong Bakat, Suak Trieng, Paya Luah, Lhung
Teungku Yah, Gunong Hampa, Alue Sikaya, Pasi
Mirah, dan Gampong Panton;
5. Kecamatan Woyla Barat di Gampong Mon Pasong,
Alue Leuhob, Blang Luah LM, Cot Rambong, Lhok
Male, Pasi Male, dan Gampong Napai; dan
6. Kecamatan Woyla Timur; Gampong Blang Makmur,
Alue Eumpeuk, dan Gampong Kubu Capang.
c. potensi rendah, meliputi:
1. Kecamatan Bubon; Gampong Kuala Pling, Ulee Blang,
Liceh, Cot Keumuneng, Seuneubok Trap, Suak
Pangkat, Cot Lada, Peulanteu SP, Blang Sibeutong,
Alue Bakong dan Gampong Seumuleng;
2. Kecamatan Kaway XVI; Gampong Alue Lhee, Drien
Calee, dan Gampong Teupin Panah; dan

3. Kecamatan . . .
- 50 -

3. Kecamatan Pante Ceureumen di Gampong Canggai,


Lawet, Lango, Babah Lueng, Meunuang Kinco,
Berdikari, dan Gampong Krueng Beukah.
(4) Kawasan rawan kebakaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan di Gampong Suak Nie, Suak
Raya, Seuneubok, Lapang, Leuhan dan Gampong Blang
Beurandang
b. Kecamatan Meureubo di Gampong Paya Baro Ranto
Panjang, Pasi Aceh Tunong, Pasi Aceh Baroh, Balee,
Reudeup, Pucok Reudeup, Sumber Batu, Buloh, dan
Gampong Bukit Jaya;
c. Kecamatan Kaway XVI di Gampong Sawang Teubee, Pasi
Kumbang, Pasi Ara, Pucok Pungkie, Meunasah Gantung,
Puuk, Alue On, Meunasah Rambot, Putim, Tanjong
Bunga, Peunia, Gampong Mesjid, Keude Aron,
Beureugang, Tumpok Ladang, Meunasah Ara, Meunasah
Rayeuk, Muko, Blang Geunang, Batu Jaya, Palimbungan,
Pasi Meugat, Babah Meulaboh, Tanjong Meulaboh, Blang
Dalam, Alue Peudeung, dan Gampong Teuladan;
d. Kecamatan Bubon di Gampong Seumuleng, Liceh, Cot
Keumuneng, Cot Lada, dan Gampong Blang Sibeutong;
e. Kecamatan Woyla di Gampong Jawi, Teumarom, Alue
Sundak, Panton, Pasi Birah, Cot Situah, Seumantok,
Drien Mangko, Pasi Ara Kb, Gunong Hampa, Alue Sikaya,
Blang Mee, Alue Blang, Cot Keumudee, Lueng Tanoh Tho,
Lueng Jawa, Lhung Teungku Yah, Lueng Buloh, Gunong
Rambong, Tingkeum Panyang, Kuala Bhee, Pasi Lunak,
Pasi Aceh, Aron Tunong, Aron Baroh, Padang Jawa, Ie
Itam Tunong, Ie Itam Baroh, Ranto Panyang, Gempa
Raya, Pasi Pandan, Paya Dua, Paya Luah, Glee Siblah,
dan Gampong Suak Trieng;
f. Kecamatan Woyla Barat di Gampong Simpang
Teumarom, Lueng Baro, Cot Lagan LM, Lhok Male, Pasi
Male, Kulam Kaju, Alue Perman, Peuluekung, Blang Cot
Mameh, Pasi Jeut, Pasi Mali, Karak, Napai, Blang Cot
Mameh, dan Gampong Blang Cot Rubek;
g. Kecamatan Woyla Timur di Gampong Paya
Meugeundrang, Seuneubok Dalam, Tangkeh, Gunong
Panyang, Pasi Janeng, Cot Punti, Rambong, Alue
Eumpeuk, Gampong Baro Wt, Kubu Capang, dan
Gampong Paya Baro;
h. Kecamatan Panton Reu di Gampong, Gunong Mata Ie,
Lek Lek, Gampong Baro dan Gampong Manggie; dan
i. Kecamatan Pante Ceureumen di Gampong, Tegal Sari,
Krueng Beukah, Suak Awe, Sawang Rambot, Berdikari,
Keude Suwak Awe, Meunuang Kinco, dan Gampong
Seumara.

Paragraf 5 . . .
- 51 -

Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 27

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana yang dimaksud dalam


Pasal 22 huruf e, berupa kawasan rawan bencana alam
geologi, meliputi:
a. kawasan rawan tsunami; dan
b. kawasan rawan gempa.
(2) Kawasan rawan tsunami sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan di Gampong Suak Indrapuri,
Kp Pasir, Kp belakang, Pasar Aceh, Panggong, Ujong
Kalak, Kuta Padang, Suak Ribee, Suak Sigadeng, Suak
Raya, Suak Nie, Ujong Baroh, Padang Seurahet,
Rundeng, Drien Rampak, Kp Darat, dan Gampong
Gampa;
b. Kecamatan Meureubo di Gampong Peunaga Cut Ujong,
Gunong Kleng, Peunaga Pasi, Peunaga Rayeuk, Langung,
Meureubo, Ujong Drien, Pasi Pinang, Ujong Tanjong,
Ranto Panyang timur, dan Gampong Ranto Panyang
Barat;
c. Kecamatan Samatiga di Gampong Suak Timah, Cot
Darat, Cot Seulamat, Alue Raya, Pucok Lueng, Kuala
Bubon, Gp Teungoh, Gp Cot, Lhok Bubon, Suak Pandan,
Suak Seukee, Suak Panteu Breuh, Suak Geudeubang,
Gampong Suak Seumaseh; dan
d. Kecamatan Arongan Lambalek di Gampong Pante Mutia,
Seuneubok Teungoh, Suak Bidok, Sp Peut, Rimba
Langgeh, Suak Ie Beusou, Suak Keumudee, Cot
Kumbang, Kubu, Ujong Beusa, Cot Buloh, Drien Rampak,
Teupin Peuraho, Seuneubok Lueng, Keub, dan Gampong
Peuribu.
(3) Kawasan rawan gempa sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) huruf b, meliputi seluruh Kecamatan dengan
klasifikasi sebagai berikut:
a. potensi rendah: sebagian Kecamatan Panton Reu,
sebagian Kecamatan Woyla Timur, sebagian Kecamatan
Pante Ceureumen, dan sebagian Kecamatan Sungai Mas;
dan
b. potensi sedang: Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo,
Kaway XVI, Samatiga, Bubon, Arongan lambalek, Woyla,
Woyla Barat, sebagian Kecamatan Panton Reu, sebagian
Kecamatan Woyla Timur, sebagian Kecamatan Pante
Ceureumen, dan sebagian Kecamatan Sungai Mas.

Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 28

Kawasan budidaya Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 21 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. kawasan . . .
- 52 -

a. kawasan peruntukan hutan produksi;


b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 29

Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 huruf a berupa hutan produksi tetap seluas
kurang lebih 4.586,97 Ha berada di Kecamatan Pante Ceureumen
meliputi Gampong Lawet, Jambak, Pulo Teungoh Manyeng,
Seumantok, Semara dan Gampong Sikundo.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 huruf b, terdiri atas:
a. kawasan pangan;
b. kawasan holtikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pertanian lahan basah yang terdiri dari sawah beririgasi
dan tadah hujan; dan
b. pertanian lahan kering.
(3) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a seluas kurang lebih 21.563,95 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan seluas 458,73 Ha;
b. Kecamatan Kaway XVI seluas 3.316,61 Ha;
c. Kecamatan Panton Reu seluas 1.572,22 Ha;
d. Kecamatan Meureubo seluas 834,95 Ha;
e. Kecamatan Pante Ceureumen seluas 2.920,41 Ha;
f. Kecamatan Samatiga seluas 2.444,38 Ha;
g. Kecamatan Bubon seluas 1.163,50 Ha;
h. Kecamatan Arongan Lambalek seluas 3.255,46 Ha;
i. Kecamatan Woyla seluas 2.047,48 Ha;
j. Kecamatan Woyla Barat seluas 1.578,91 Ha;
k. Kecamatan Woyla Timur seluas 1.785,19 Ha; dan
l. Kecamatan Sungai Mas seluas 186,12 Ha.

(4) Pertanian . . .
- 53 -

(4) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


ditetapkan sebagai lahan tanaman pangan berkelanjutan
pada sawah beririgasi teknis.
(5) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b seluas kurang lebih 12.713,87 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan seluas 36,72 Ha;
b. Kecamatan Kaway XVI seluas 573,32 Ha;
c. Kecamatan Panton Reu seluas 1.753,56 Ha;
d. Kecamatan Meureubo seluas 603,45 Ha;
e. Kecamatan Pante Ceureumen seluas 2.186,13 Ha;
f. Kecamatan Samatiga seluas 150,99 Ha;
g. Kecamatan Bubon seluas 247,92 Ha;
h. Kecamatan Arongan Lambalek seluas 453,08 Ha;
i. Kecamatan Woyla seluas 892,31 Ha;
j. Kecamatan Woyla Barat seluas 53,56 Ha;
k. Kecamatan Woyla Timur seluas 2.090,10 Ha; dan
l. Kecamatan Sungai Mas seluas 3.672,73 Ha.
(6) Holtikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tersebar di seluruh Kecamatan.
(7) Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. perkebunan besar; dan
b. perkebunan rakyat.
(8) Peruntukan perkebunan besar dimaksud pada ayat (6) huruf
a seluas kurang lebih 52.421,35 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Kaway XVI seluas 3.459,22 Ha;
b. Kecamatan Panton Reu seluas 6.048,31 Ha;
c. Kecamatan Pante Ceureumen seluas 6.216,96 Ha;
d. Kecamatan Samatiga seluas 2.432,69 Ha;
e. Kecamatan Bubon seluas 553,92 Ha;
f. Kecamatan Arongan Lambalek seluas 1.075,18 Ha;
g. Kecamatan Woyla seluas 7.114,66 Ha;
h. Kecamatan Woyla Barat seluas 12.885,09 Ha;
i. Kecamatan Woyla Timur seluas 6.672,11 Ha; dan
j. Kecamatan Sungai Mas seluas 5.963,21 Ha.
(9) Peruntukan perkebunan rakyat dimaksud pada ayat (6)
huruf b seluas kurang lebih 64.269,20 Ha meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan seluas 2.671,72 Ha;
b. Kecamatan Kaway XVI seluas 10.647,78 Ha;
c. Kecamatan Panton Reu seluas 2.735,58 Ha;
d. Kecamatan Meureubo seluas 7.239,56 Ha;
e. Kecamatan Pante Ceureumen seluas 5.882,64 Ha;
f. Kecamatan Samatiga seluas 6.075,95 Ha;
g. Kecamatan Bubon seluas 3.856,96 Ha;

h. Kecamatan . . .
- 54 -

h. Kecamatan Arongan Lambalek seluas 4.885,17 Ha;


i. Kecamatan Woyla seluas 4.645,50 Ha;
j. Kecamatan Woyla Barat seluas 4.119,81 Ha;
k. Kecamatan Woyla Timur seluas 2.322,29 Ha; dan
l. Kecamatan Sungai Mas seluas 7.701,69 Ha.
(10) Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. pengembangan sentra peternakan ternak besar tersebar
di seluruh Kecamatan;
b. pengembangan sentra peternakan ternak kecil tersebar
di seluruh Kecamatan; dan
c. pengembangan sentra peternakan unggas tersebar di
seluruh Kecamatan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 huruf c, meliputi:
a. peruntukan kawasan perikanan tangkap; dan
b. peruntukan kawasan perikanan budidaya.
(2) Peruntukan kawasan perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. perairan laut dengan daerah penangkapan ikan seluas
kurang lebih 33.000,00 Ha, meliputi:
1. Kecamatan Arongan Lambalek;
2. Kecamatan Samatiga;
3. Kecamatan Johan Pahlawan; dan
4. Kecamatan Meureubo.
b. perairan umum danau, meliputi:
1. Kecamatan Kaway XVI di Gampong Putim, dan
Peunia;
2. Kecamatan Panton Reu di Gampong Meutulang; dan
3. Kecamatan Meureubo di Gampong Peunaga Cut
Ujong.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. perikanan budidaya air tawar; dan
b. perikanan budidaya air payau.
(4) Perikanan budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a berupa mina padi di kawasan pertanian
lahan basah.
(5) Perikanan budidaya air payau atau tambak dan rawa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b seluas kurang
lebih 388,81 Ha, meliputi:
a. Kecamatan Arongan Lambalek;
b. Kecamatan Samatiga;
c. Kecamatan . . .
- 55 -

c. Kecamatan Johan Pahlawan; dan


d. Kecamatan Meureubo.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 32

(1) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral logam;
b. kawasan peruntukan pertambangan mineral bukan
logam;
c. kawasan peruntukan pertambangan batuan; dan
d. kawasan peruntukan batubara.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Kecamatan Sungai Mas meliputi Gampong Tanoh Mirah,
Lueng Baro, Sipot, Gleng, Gaseu, Sakuy, Gunong Buloh,
Leubok Beutong, dan Gampong Ramiti;
b. Kecamatan Woyla meliputi Gampong Teumarom, Jawi,
dan Gampong Rambong;
c. Kecamatan Woyla Timur meliputi Gampong Seuradeuk,
Leubok Panyang, Kubu Capang, Pasi Ara WT, Baro WT,
dan Gampong Rambong;
d. Kecamatan Woyla Barat di Gampong Lueng Baro; dan
e. Kecamatan Pante Ceureumen di Gampong Sikundo.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan batuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar di:
a. Krueng Meureubo meliputi Kecamatan Meureubo, Kaway
XVI, Pante Ceureumen, dan Kecamatan Panton Reu; dan
b. Krueng Woyla meliputi Kecamatan Woyla Barat, Woyla
dan Kecamatan Sungai Mas.
(4) Kawasan peruntukan pertambangan batubara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Kecamatan Kaway XVI meliputi Gampong Alue Peudeung,
Tanjong Meulaboh, Blang Dalam, Teupin Panah, Babah
Meulaboh, Pasi Meugat, Pasi Jambu, Meunasah Rayeuk,
Beureugang, Muko, Palimbungan, Blang Geunang, dan
Gampong Batu Jaya;
b. Kecamatan Meureubo meliputi Gampong Pasi Aceh, Paya
baro, Reudeup, Pucok Reudeup, Balee, Buloh, Bukit
Jaya, dan Gampong Sumber Batu;
c. Kecamatan Sungai Mas di Gampong Lancong;
d. Kecamatan Pante Ceureumen meliputi Gampong Keude
Suak Awe, Babah Iseung, Menuang Kinco, Seumara, Alue
Keumang, Seumantok, Babah Lueng, Manjeng, Pante
Ceureumen, Lango, Pulo Teungoh Manyeng, Keutambang,
dan Gampong Lawet; dan
e. Kecamatan Panton Reu meliputi Kuala Manyeu, Tuwi
Buya, dan Gampong Paya Baro Meuko.

Paragraf 5 . . .
- 56 -

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan industri seluas 177,64 Ha


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e terdiri atas:
a. peruntukan kegiatan industri besar;
b. peruntukan industri menengah;
c. peruntukan industri rumah tangga; dan
d. peruntukan industri pengolahan ikan.
(2) Peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a berada di Kecamatan Kaway XVI, Sungai Mas, Woyla,
Woyla Barat, Woyla Timur, Meureubo dan Pante Ceureumen.
(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di Kecamatan Johan
Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kaway XVI.
(4) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi seluruh Kecamatan
dalam Kabupaten Aceh Barat.
(5) Kawasan peruntukan industri pengolahan ikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa pengembangan
industri pengolahan ikan meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan;
b. Kecamatan Meureubo;
c. Kecamatan Samatiga; dan
d. Kecamatan Arongan Lambalek.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 huruf f terdiri atas:
a. Obyek Wisata Alam; dan
b. Obyek Wisata Budaya.
(2) Objek wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Kecamatan Johan Pahlawan berupa:
1. Pantai Suak Ribee;
2. Pantai Ujong Karang; dan
3. Pantai Batee Puteh;
b. Kecamatan Meureubo berupa Pantai Lanaga;
c. Kecamatan Samatiga berupa Pantai Suak Geudeubang;
dan
d. Kecamatan Kaway XVI berupa Geunang Geudong.
(3) Objek wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:

a. Kecamatan . . .
- 57 -

a. Kecamatan Panton Reu berupa:


1. Makam Teuku Umar; dan
2. Quran Wangi.
b. Kecamatan Sungai Mas berupa:
1. Makam Pocut Baren; dan
2. Makam Aneuk Manyak;
c. Kecamatan Johan Pahlawan berupa Mesjid Agung Baitul
Makmur dan Tugu Kupiah Meukeutop Meulaboh.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 28 huruf g terdiri atas:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 5.885,98 Ha
meliputi:
a. permukiman perkotaan Meulaboh meliputi:
1. Kecamatan Johan Pahlawan; dan
2. Kecamatan Meureubo;
b. permukiman perkotaan Meutulang di Ibukota Kecamatan
Panton Reu;
c. permukiman perkotaan Kuala Bhee di ibukota
Kecamatan Woyla;
d. permukiman perkotaan Keude Aron di ibukota
Kecamatan Kaway XVI;
e. permukiman perkotaan Drien Rampak di ibukota
Kecamatan Arongan Lambalek;
f. permukiman perkotaan Kajeung di ibukota Kecamatan
Sungai Mas;
g. permukiman perkotaan Tangkeh di ibukota Kecamatan
Woyla Timur;
h. permukiman perkotaan Pasi Mali di ibukota Kecamatan
Woyla Barat;
i. permukiman perkotaan Suak Timah di ibukota
Kecamatan Samatiga;
j. permukiman perkotaan Banda Layung di ibukota
Kecamatan Bubon; dan
k. permukiman perkotaan Pante Ceureumen di ibukota
Kecamatan Pante Ceureumen.
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 4.117,41 Ha yang
tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Paragraf 8 . . .
- 58 -

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 36

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 huruf h, meliputi:
a. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan; dan
b. kawasan peruntukan transmigrasi.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf g, berupa:
a. Kawasan Tentara Nasional Indonesia, meliputi:
1. Korem 012 Teuku Umar di Gampong Ujong Tanoh
Darat (Alue Peunyareng) Kecamatan Meureubo seluas
20 Ha;
2. Kodim 0105 di Gampong Seuneubok Kecamatan
Johan Pahlawan;
3. Koramil, meliputi:
a) Koramil 01 berada di Gampong Sarah Perlak
Kecamatan Sungai Mas;
b) Koramil 02 berada di Gampong Kuala Bhee
Kecamatan Woyla;
c) Koramil 03 berada di Gampong Beureugang
Kecamatan Kaway XVI;
d) Koramil 04 berada di Gampong Paya Peunaga
Kecamatan Meureubo;
e) Koramil 05 berada di Gampong Meunuang
Kecamatan Pante Ceureumen;
f) Koramil 06 berada di Gampong Beurawang
Kecamatan Bubon;
g) Koramil 07 berada di Gampong Rundeng
Kecamatan Johan Pahlawan;
h) Koramil 08 berada di Gampong Drien Rampak
Kecamatan Arongan Lambalek;
i) Koramil 09 berada di Gampong Pinem Kecamatan
Samatiga;
j) Koramil 10 berada di Gampong Pasi Mali
Kecamatan Woyla Barat;
k) Koramil 11 berada di Gampong Pasi Janeng
Kecamatan Woyla Timur; dan
l) Koramil 12 berada di Gampong Gampong Baro
Kecamatan Panton Reu.
4. Kompi C di Gampong Lapang Kecamatan Johan
Pahlawan;
5. Polisi Militer di Gampong Suak Indrapuri Kecamatan
Johan Pahlawan; dan
6. Pos Kamla berada di Gampong Rundeng Kecamatan
Johan Pahlawan.
b. Kawasan Kepolisian Republik Indonesia, meliputi :
1. Kepolisian Resor (POLRES) berada di Gampong Drien
Rampak Kecamatan Johan Pahlawan;

2. Kepolisian . . .
- 59 -

2. Kepolisian Sektor (POLSEK), meliputi:


a) Kecamatan Johan Pahlawan berada di Gampong
Suak Indrapuri;
b) Kecamatan Kaway XVI berada di Gampong Keude
Aron;
c) Kecamatan Samatiga berada di Gampong Pinem;
d) Kecamatan Woyla berada di Gampong Kuala Bhee;
e) Kecamatan Sungai Mas berada di Gampong Sarah
Peureulak;
f) Kecamatan Meureubo berada di Gampong
Meureubo;
g) Kecamatan Pante Ceureumen berada di Gampong
Pante Ceureumen;
h) Kecamatan Bubon berada di Gampong Banda
Layung;
i) Kecamatan Arongan Lambalek berada di Gampong
Drien Rampak;
j) Kecamatan Woyla Timur berada di Gampong
Tangkeh;
k) Kecamatan Woyla Barat berada di Gampong Pasi
Mali; dan
l) Kecamatan Panton Reu berada di Gampong
Meutulang.
3. Pos Polisi Air di Gampong Suak Indrapuri Kecamatan
Johan Pahlawan.
(3) Kawasan peruntukan transmigrasi, meliputi:
a. UPT IV SP VI Alue Peunyareng di Kecamatan Meureubo;
b. Gampong Simpang Teumarom di Kecamatan Woyla
Barat; dan
c. Gampong Lango di Kecamatan Pante Ceureumen.

Bagian Keempat
Pola Ruang Laut

Pasal 37

Kawasan Pola Ruang Laut Kabupaten Aceh Barat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c yaitu zona konservasi
perairan yang masuk dalam 4 mil seluas kurang lebih 904,23 Ha
di Kecamatan Meureubo.

BAB VIII
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN

Pasal 38

(1) Penetapan kawasan strategis yang ada di Kabupaten,


meliputi:
a. Kawasan Strategis Nasional (KSN);
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP); dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).

(2) Kawasan . . .
- 60 -

(2) Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a, berupa KSN:
a. fungsi dan daya dukung lingkungan meliputi Kawasan
Ekosistem Leuser; dan
b. wilayah sungai meliputi WS Woyla-Seunagan.
(3) Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b berupa kawasan pusat perdagangan dan
distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and Distribution
Centre) Zona Barat meliputi Kabupaten Aceh Jaya dengan
lokasi pusat agroindustri di Kabupaten Aceh Barat.
(4) Kawasan strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;
dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi.
(5) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a berupa KSK Geunang Geudong di Gampong
Putim Kecamatan Kaway XVI.
(6) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. KSK Wisata Budaya Makam Teuku Umar di Gampong
Mugo Rayeuk Kecamatan Panton Reu;
b. KSP Kawasan Pendidikan Alue Peunyareng di Gampong
Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo; dan
c. KSK Komunitas Adat Terpencil Sikundo di Gampong
Sikundo Kecamatan Pante Ceureumen.
(7) Kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan
ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c,
meliputi:
a. KSK Kawasan PKLp Meutulang;
b. KSK Kota Terpadu Mandiri Kecamatan Panton Reu dan
Kaway XVI;
c. KSK Kawasan Cepat Tumbuh Woyla; dan
d. KSK Agropolitan Sawang Teubee Kecamatan Kaway XVI.
(8) Rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur lebih
lanjut dengan Rencana Rinci Kawasan Strategis Kabupaten
ditetapkan dengan Qanun tersendiri.
(9) Rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Qanun ini.

BAB IX
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Pasal 39

(1) Arahan pemanfaatan ruang ditujukan untuk:


a. perwujudan . . .
- 61 -

a. perwujudan struktur ruang;


b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis Kabupaten.
(2) Indikasi program utama memuat uraian yang meliputi:
a. program;
b. kegiatan;
c. sumber pendanaan;
d. instansi pelaksana; dan
e. waktu dalam tahapan pelaksanaan RTRW.
(3) Pelaksanaan RTRW Kabupaten terbagi dalam 4 (empat)
tahapan, meliputi:
a. tahap I (Tahun 2012 - 2017);
b. tahap II (Tahun 2017 - 2022);
c. tahap III (Tahun 2022 - 2027); dan
d. tahap IV (Tahun 2027 - 2032).
(4) Matrik indikasi program utama sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam Qanun ini.

BAB X
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40

(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten


Aceh Barat menjadi acuan pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian Intensif dan disintensif; dan
d. arahan Sanksi.
(3) Setiap kegiatan yang memanfaatkan ruang harus didasarkan
prinsip pembangunan berkelanjutan.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kabupaten

Pasal 41

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 40 ayat (2) huruf (a) memuat ketentuan
mengenai:
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan
syarat, dan tidak diperbolehkan;
b. intensitas . . .
- 62 -

b. intensitas pemanfaatan ruang;


c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten merupakan
penjabaran dari ketentuan umum peraturan zonasi yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten ditetapkan
dengan peraturan daerah Kabupaten.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten merupakan
dasar dalam pemberian izin, pemberian insentif dan
disinsentif, dan pengenaan sanksi di tingkat kabupaten.

Pasal 42

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten memuat


zonasi pada setiap zona peruntukan.
(2) Zona peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan suatu bagian wilayah atau kawasan yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang untuk mengemban
suatu fungsi tertentu sesuai dengan karakteristik zonanya.
(3) Ketentuan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan ruang yang
diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang
tidak diperbolehkan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang
c. ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang mendukung
berfungsinya zona secara optimal; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang pada kawasan cagar budaya,
kawasan rawan bencana, kawasan keselamatan operasi
penerbangan, dan kawasan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43

(1) Zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42


ayat (2) secara hierarki meliputi:
a. zona peruntukan yang dibagi ke dalam sub-sub zona
peruntukan; dan
b. sub zona peruntukan yang dibagi ke dalam blok-blok
peruntukan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi zona, sub zona,
dan blok peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 44

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem nasional


dan/atau arahan peraturan zonasi sistem provinsi dimuat
dalam peraturan zonasi kabupaten.
(2) Ketentuan . . .
- 63 -

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem nasional


dan/atau arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang
dimuat dalam peraturan zonasi kabupaten merupakan
peraturan zonasi sistem nasional dan/atau peraturan zonasi
sistem provinsi yang berlaku di kabupaten yang
bersangkutan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten disusun
berdasarkan:
a. rencana rinci tata ruang kabupaten; dan
b. arahan peraturan zonasi pada zona ruang sistem
nasional dan arahan peraturan zonasi pada zona ruang
sistem provinsi, yang berlaku di kabupaten yang
bersangkutan.
(4) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a merupakan rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten dan/atau rencana detail tata ruang.

Pasal 45

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten meliputi teks


zonasi dan peta zonasi yang memuat ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3).
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian minimal 1: 5.000.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten disusun
sebagai kelengkapan dari rencana tata ruang wilayah
kabupaten.
(4) Dalam hal rencana tata ruang wilayah kabupaten tidak
memerlukan rencana rinci tata ruang, peraturan zonasi
kabupaten disusun untuk kawasan perkotaan baik yang
sudah ada maupun yang direncanakan pada wilayah
kabupaten.
(5) Dalam hal rencana tata ruang wilayah kabupaten
memerlukan rencana rinci, disusun rencana rinci tata ruang
yang dilengkapi dengan peraturan zonasi.
(6) Dalam hal rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berbentuk rencana detail tata ruang yang tidak
memuat peraturan zonasi, peraturan zonasi ditetapkan
dalam peraturan daerah kabupaten tersendiri.
(7) Peraturan daerah kabupaten tentang peraturan zonasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling lama
2 (dua) tahun sejak penetapan peraturan daerah kabupaten
tentang rencana rinci tata ruang kabupaten.
(8) Ketentuan mengenai teknis dan tata cara penyusunan
peraturan zonasi kabupaten diatur dengan peraturan
Menteri.

Pasal 46

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud


pada pasal 45 ayat (2) meliputi:

a. ketentuan . . .
- 64 -

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang;


dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat
kegiatan;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana kabupaten; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Sistem
jaringan prasarana kabupaten lainnya.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan
lindung;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan
budidaya; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Pola Ruang
Laut.

Pasal 47

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat


kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (2)
huruf a, meliputi:
a. peraturan zonasi untuk PKW dan PKLp disusun dengan
ketentuan:
1. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara
terbatas pada zona yang tidak termasuk dalam
klasifikasi intensitas tinggi dengan syarat maksimum
pengembangan 25 persen;
2. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara
keseluruhan fungsi dasarnya;
3. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang
dapat mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan;
dan
4. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang
didukung fasilitas dan prasarana sesuai skala
kegiatan.
b. peraturan zonasi untuk PPK disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara
terbatas pada zona yang tidak termasuk dalam
klasifikasi intensitas tinggi dengan syarat maksimum
pengembangan 25 persen;
2. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara
keseluruhan fungsi dasarnya;
3. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang
dapat mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan;
dan
4. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang
didukung fasilitas dan prasarana sesuai skala
kegiatan.
c. peraturan . . .
- 65 -

c. peraturan zonasi untuk PPL disusun dengan ketentuan:


1. diperbolehkan dilakukan pengembangan secara
terbatas pada zona yang tidak termasuk dalam
klasifikasi intensitas tinggi dengan syarat maksimum
pengembangan 25 persen;
2. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan secara
keseluruhan fungsi dasarnya;
3. tidak boleh dilakukan penambahan fungsi tertentu
yang bertentangan; dan
4. diperbolehkan untuk kegiatan perkotaan yang
didukung fasilitas dan prasarana sesuai skala
kegiatan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana kabupaten lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 46 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan;
b. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan transportasi
darat lainnya;
c. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan transportasi
kereta api;
d. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan transportasi
laut;
e. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan energi;
f. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan
telekomunikasi; dan
g. indikasi arahan peraturan zonasi jaringan sumber daya
air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:
a. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan;
b. pada ruas-ruas jalan utama menyediakan fasilitas yang
menjamin keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi
pemakai jalan baik yang menggunakan kendaraan
maupun pejalan kaki sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. pengguna prasarana transportasi wajib mentaati
ketentuan batas maksimal jenis dan beban kendaraan
yang diizinkan pada ruas jalan yang dilalui;
d. pemanfaatan ruas-ruas jalan utama sebagai tempat
parkir hanya pada lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan
oleh instansi yang berwenang dengan tetap menjaga
kelancaran arus lalu lintas;
e. pemanfaatan ruas jalan selain prasarana transportasi
yang dapat mengganggu kelancaran lalu lintas tidak
diizinkan;
f. dilarang alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang sisi jalan;
g. dilarang membuat jalan masuk atau keluar, serta
interchange jalan bebas hambatan, kecuali dengan izin
pemerintah;

h. dilarang . . .
- 66 -

h. dilarang seluruh pemanfaatan pada rumaja kecuali


untuk pergerakan orang atau barang dan kendaraan; dan
i. dilarang aktivitas pemanfaatan budidaya sampai batas
ruwasja sesuai dengan kelas dan hirarki jalan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportsi darat
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk terminal berada pada kawasan
yang dilewati jaringan jalan primer;
b. pemanfaatan ruang untuk terminal diarahkan untuk
dapat mendukung pergerakan orang dan barang;
c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap
dampak lingkungan akibat aktivitas terminal;
d. pelarangan pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu
fungsi terminal sebagai sarana fasilitas umum; dan
e. ketentuan moda angkutan barang untuk kendaraan
besar/truk melalui jaringan jalan sistem primer,
sedangkan untuk angkutan kendaraan kecil/pick up
diperbolehkan melalui jaringan jalan sistem sekunder.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportsi
kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c,
meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta
api dilakukan dengan tingkat intensitas menengah
hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan
jalur kereta api yang dapat mengganggu kepentingan
operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;
c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap
dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di
sepanjang jalur kereta api;
d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan
jalur kereta api dan jalan; dan
e. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan
jalur kereta api dengan memperhatikan dampak
lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur
kereta api.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi Jaringan transportasi
laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, meliputi:
a. keselamatan dan keamanan pelayaran;
b. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan
pengembangan kawasan pelabuhan perikanan dan
pendaratan ikan dengan tingkat intensitas menengah
hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
c. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang kawasan sempadan pantai;
d. pelarangan untuk membuang limbah dan limbah B3
pada media lingkungan hidup lautan; dan
e. pelarangan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi
lindung sebagai sarana fasilitas umum.

(7) Ketentuan . . .
- 67 -

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan energi


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sekitar gardu induk listrik harus
memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain;
b. pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) diarahkan sebagai ruang terbuka
hijau;
c. pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur
transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d. lapangan terbuka pada kawasan luar kota sekurang-
kurangnya 7,5 meter dari SUTT;
e. lapangan olah raga sekurang-kurangnya 13,5 meter dari
SUTT;
f. jalan raya sekurang-kurangnya 9 meter dari SUTT;
g. pohon/tanaman sekurang-kurangnya 4,5 meter dari
SUTT;
h. bangunan tidak tahan api sekurang-kurangnya 13,5
meter dari SUTT;
i. bangunan perumahan, perdagangan jasa, perkantoran,
pendidikan dan lainnya sekurang-kurangnya 4,5 meter
dari SUTT;
j. SUTT lainnya, penghantar udara tegangan rendah dan
jaringan telekomunikasi sekurang-kurangnya 4,5 meter
dari SUTT;
k. jembatan besi, rangka besi penghantar listrik dan lainnya
sekurang-kurangnya 4 meter dari SUTT;
l. pompa bensin/tangki bensin sekurang-kurangnya 20
meter dari SUTT dengan proyeksi penghantar paling luar
pada bidang datar yang melewati kaki tiang; dan
m. tempat penimbunan bahan bakar sekurang-kurangnva
50 meter dari SUTT dengan proyeksi penghantar paling
luar pada bidang datar yang melewati kaki tiang.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi Jaringan Telekomunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, meliputi:
a. menetapkan sempadan menara telekomunikasi;
b. diizinkan pembuatan jaringan kabel yang melintasi tanah
milik atau dikuasai pemerintah;
c. mengarahkan penggunaan menara telekomunikasi
bersama;
d. menerapkan untuk memanfaatkan secara bersama pada
satu tower BTS untuk beberapa operator telepon seluler
dengan pengelolaan secara bersama sesuai Peraturan
Perundang-Undangan;
e. pengembangan jaringan baru atau penggantian jaringan
lama pada pusat sistem pusat pelayanan dan ruas-ruas
jalan utama diarahkan dengan sistem jaringan bawah
tanah atau jaringan tanpa kabel. Pembangunan jaringan
telekomunikasi harus mengacu pada rencana pola ruang
dan arah perkembangan pembangunan;

f. penempatan . . .
- 68 -

f. penempatan menara telekomunikasi/tower wajib


memperhatikan keamanan, keselamatan umum dan
estetika lingkungan serta diarahkan memanfaatkan tower
secara terpadu pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan;
g. jarak antar tiang telepon pada jaringan umum tidak
melebihi 40 meter; dan
h. dilarang mendirikan bangunan di sekitar menara
telekomunikasi/tower dalam radius bahaya keamanan
dan keselamatan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi Jaringan Sumberdaya Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, meliputi:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah
sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan
fungsi lindung sungai;
b. bangunan yang bisa didirikan di sempadan sungai adalah
bangunan pemeliharaan jaringan sungai;
c. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas
provinsi dan lintas kabupaten yang selaras dengan
pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di provinsi dan
kabupaten yang berbatasan;
d. pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan jaringan irigasi
sebagai ruang terbuka hijau;
e. pembatasan pembangunan bangunan yang menganggu
sistem lindung sempadan sungai; dan
f. pelarangan pemanfaatan ruang yang dapat merusak
ekosistem dan fungsi lindung sungai, dan jaringan
irigasi.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana kabupaten lainnya sebagaimana dimaksud pada
pasal 45 ayat (2) huruf c, meliputi:
a. indikasi arahan peraturan zonasi sumber air minum
kabupaten;
b. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
persampahan;
c. indikasi arahan peraturan zonasi sistem pengolahan
limbah;
d. indikasi arahan peraturan zonasi sistem pengembangan
dan peningkatan drainase;
e. indikasi arahan peraturan zonasi jalur evakuasi bencana;
f. indikasi arahan peraturan zonasi pengembangan
prasarana pemerintahan dan pelayanan umum;
g. indikasi arahan peraturan zonasi pengembangan
prasarana pendidikan;
h. indikasi arahan peraturan zonasi pengembangan
prasarana kesehatan;
i. indikasi arahan peraturan zonasi pengembangan
prasarana peribadatan; dan
j. indikasi arahan peraturan zonasi pengembangan
prasarana perdagangan.

(11) Ketentuan . . .
- 69 -

(11) Ketentuan umum peraturan zonasi sumber air minum


kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a,
meliputi:
a. mengendalikan pertumbuhan kegiatan terbangun
disekitar kawasan sumber air minum;
b. dilarang mendirikan bangunan diatas jaringan air
minum;
c. mengendalikan tingkat kebocoran jaringan air minum;
d. diperbolehkan mendirikan bangunan mendukung
jaringan sumber air minum;
e. pembangunan dan pemasangan jaringan primer,
sekunder dan sambungan rumah (SR) yang melintasi
tanah milik perorangan wajib dilengkapi pernyataan tidak
keberatan dari pemilik tanah;
f. pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air
minum yang diizinkan meliputi kantor pengelola, bak
penampungan/reservoir, tower air, bak pengolahan air
dan bangunan untuk sumber energi listrik dengan:
g. sempadan bangunan sekurang-kurangnya sama dengan
lebar jalan atau sesuai dengan SK Gubernur dan/atau
SK Bupati pada jalur-jalur jalan tertentu. pembangunan
dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan
sambungan rumah (SR) yang memanfaatkan bahu jalan
wajib dilengkapi izin galian yang dikeluarkan oleh
instansi yang berwenang; dan
h. pembangunan instalasi pengolahan air minum tidak
diizinkan dibangun langsung pada sumber air baku.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan
persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b,
meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST) meliputi kegiatan bongkar muat
sampah;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan
disekitar prasarana sistem jaringan persampahan;
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar
prasarana sistem persampahan;
d. pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan di sekitar
kawasan TPA dan TPST adalah permukiman;
e. pelarangan kegiatan yang menimbulkan pencemaran
lingkungan di kawasan TPA dan TPST;
f. dilarang mendirikan bangunan diatas jaringan air
limbah;
g. penetapan batas kawasan pengelolaan limbah dengan
kawasan permukiman; dan
h. diperbolehkan membangun fasilitas untuk pengolahan
dan pemanfaatan energi limbah.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengolahan
limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c,
meliputi:

a. dilarang . . .
- 70 -

a. dilarang mendirikan bangunan diatas jaringan air


limbah;
b. penetapan batas kawasan pengelolaan limbah dengan
kawasan permukiman;
c. diperbolehkan membangun fasilitas untuk pengolahan
dan pemanfaatan energi limbah.
d. kegiatan yang diperbolehkan berupa bangunan yang
menunjang sistem drainase;
e. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat berupa
bangunan yang berdiri diatas atau di sekitar drainase;
dan
f. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang
mengganggu fungsi sistem drainase.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengembangan
dan peningkatan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) huruf d, meliputi:
a. diizinkan bangunan yang mendukung fungsi drainase;
b. dilarang mendirikan bangunan diatas jaringan drainase;
c. pembuatan jalan inspeksi disepanjang jalur drainase;
d. pengembangan kawasan terbangun yang didalamnya
terdapat jaringan drainase wajib dipertahankan secara
fisik maupun fungsional dengan ketentuan tidak
mengurangi dimensi saluran serta tidak menutup
sebagian atau keseluruhan ruas saluran yang ada;
e. setiap pembangunan wajib menyediakan jaringan
drainase lingkungan dan/atau sumur resapan yang
terintegrasi dengan sistem drainase sekitarnya sesuai
ketentuan teknis yang berlaku;
f. tidak memanfaatkan saluran drainase pembuangan
sampah, air limbah atau material padat lainnya yang
dapat mengurangi kapasitas dan fungsi saluran;
g. tidak diizinkan membangun pada kawasan resapan air
dan tangkapan air hujan;
h. kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan
pembangunan dan pemeliharaan jaringan; dan
i. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan yang
menimbulkan pencemaran saluran dan kegiatan yang
menutup dan merusak jaringan drainase.
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi jalur evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf e, meliputi:
a. penetapan rute evakuasi;
b. dilarang melakukan pemanfaatan badan jalan jalur
evakuasi yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi;
c. pembangunan fasilitas umum yang ditetapkan sebagai
ruang evakuasi wajib mempertimbangkan kebutuhan
kehidupan pengungsi; dan
d. taman dan bangunan fasilitas umum yang ditetapkan
sebagai ruang evakuasi dapat difungsikan untuk fungsi
lainnya.
(16) Ketentuan umum peraturan zonasi pengembangan
prasarana pemerintahan dan pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (10) huruf f, meliputi:
a. kantor . . .
- 71 -

a. kantor pemerintahan baik tingkat pusat maupun daerah


(provinsi, kabupaten, Kecamatan dan gampong);
b. kantor atau instalasi hankam termasuk tempat latihan
baik pada tingkatan Nasional, Kodam, Korem, Koramil,
Polda, Polwil, Polsek, dan sebagainya;
c. untuk pemerintah tingkat pusat, provinsi dan kota
aksesibilitas minimum adalah jalan kolektor; dan
d. untuk pemerintah tingkat Kecamatan dan dibawahnya
aksesibilitas minimum adalah jalan lingkungan utama.
(17) Ketentuan umum peraturan zonasi pengembangan
prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (10)
huruf g, meliputi:
a. penempatan sarana pendidikan dasar dan sarana
pendidikan menengah disesuaikan dengan ketentuan
jarak jangkau maksimum dari permukiman serta menjadi
orientasi pelayanan lingkungan untuk sarana pendidikan
dasar dan menengah;
b. jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah dalam
satu wilayah disesuaikan dengan jumlah penduduk
minimum yang terlayani;
c. sarana pendidikan tinggi pada lingkungan padat
minimum dengan aksesibilitas jalan kolektor dan
dikembangkan secara vertikal, perletakan tidak boleh
berbatasan langsung dengan perumahan;
d. sarana pendidikan formal meliputi sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah umum dan
pendidikan tinggi serta akademi; dan
e. sarana pendidikan informal meliputi kursus pendidikan
dan perpustakaan tingkat kelurahan, perpustakaan sub-
wilayah dan perpustakaan wilayah dikembangkan sesuai
dengan jumlah penduduk minimum penduduk terlayani.
(18) Ketentuan umum peraturan zonasi pengembangan
prasarana kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (10)
huruf h, meliputi:
a. penempatan penyediaan fasilitas kesehatan akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan
terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus
dipenuhi untuk melayani pada area tertentu;
b. sarana kesehatan yang dikembangkan dalam satu zona
tersendiri adalah sarana kesehatan dengan skala
pelayanan tingkat Kecamatan atau lebih yang meliputi
rumah bersalin, laboratorium kesehatan, puskesmas
Kecamatan, rumah sakit pembantu tipe C, RS wilayah
tipe B, dan RS tipe A;
c. sarana kesehatan berupa pos kesehatan, apotik, klinik,
praktek dokter tidak dikembangkan dalam satu zona
terpisah dan akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
zonasi;
d. Rumah Sakit dikembangkan dengan jalan akses
minimum jalan kolektor, perletakan tidak boleh
berbatasan langsung dengan perumahan; dan
e. Puskesmas dikembangkan dengan jalan akses minimum
jalan lingkungan utama mengacu pada ketentuan-

ketentuan . . .
- 72 -

ketentuan lain yang berlaku dalam pengembangan


sarana kesehatan.
(19) Ketentuan umum peraturan zonasi pengembangan
prasarana peribadatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) huruf i, meliputi:
a. memperkirakan populasi dan jenis agama serta
kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah
dan lokasi bangunan peribadatan sesuai dengan
tuntutan planologis dan relijius;
b. mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-
unit atau kelompok lingkungan yang ada;
c. penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan
terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus
dipenuhi untuk melayani area tertentu;
d. sarana ibadat yang dikembangkan dalam satu zona
tersendiri meliputi sarana ibadat tingkat pelayanan
Kecamatan atau lebih besar;
e. sarana ibadat dengan skala pelayanan lebih rendah dari
tingkat Kecamatan tidak dikembangkan dalam satu zona
tersendiri namun merupakan satu kesatuan dengan
permukiman (bagian dari fasilitas perumahan) dan akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan zonasi;
f. fasilitas peribadatan dengan skala pelayanan lebih besar
atau sama dengan tingkat Kecamatan dikembangkan
dengan jalan akses minimum jalan kolektor; dan
g. mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam
pengembangan sarana peribadatan.
(20) Ketentuan umum peraturan zonasi pengembangan
prasarana perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) huruf j, meliputi:
a. lingkungan dengan tingkat kepadatan tinggi, sedang, dan
rendah dan akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan
zonasi;
b. lingkungan yang diarahkan untuk membentuk karakter
ruang kota melalui pengembangan bangunan bangunan
tunggal;
c. skala pelayanan perdagangan dan jasa yang
direncanakan adalah tingkat nasional, regional, dan kota;
dan
d. jalan akses minimum adalah jalan kolektor tidak
berbatasan langsung dengan perumahan penduduk.

Pasal 48

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk peruntukan


kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada pasal 46 ayat
(3) huruf a, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan
lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
perlindungan setempat;

c. ketentuan . . .
- 73 -

c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam;


dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan
bencana alam.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pariwisata
alam terbatas dengan syarat tidak boleh merubah
bentang alam;
b. kegiatan yang diperbolehkan di kawasan hutan lindung
mengikuti ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku;
c. pemanfaatan ruang diperbolehkan untuk kegiatan wisata
alam;
d. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas kawasan hutan, flora dan fauna endemik dan
tutupan vegetasi;
e. pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budi daya
hanya diperbolehkan bagi penduduk asli dengan luasan
tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di
bawah pengawasan ketat;
f. pencegahan kegiatan budi daya baru dan budi daya yang
telah ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu
fungsi lindung dan kelestarian lingkungan hidup; dan
g. pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi bencana.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai
meliputi:
1. dilarang mendirikan bangunan pada kawasan
sempadan sungai;
2. dilarang melakukan kegiatan yang mengancam
kerusakan dan menurunkan kualitas sungai;
3. dibolehkan aktivitas wisata alam dengan syarat tidak
mengganggu kualitas air sungai;
4. diizinkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka
hijau;
5. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
fungsi pengelolaan sungai dan taman rekreasi;
6. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
7. diizinkan kegiatan pemasangan papan reklame,
papan penyuluhan dan peringatan, rambu-rambu
pengamanan;
8. diizinkan kegiatan pemasangan jaringan kabel listrik,
kabel telepon, dan pipa air minum;
9. sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
meliputi:
a) pada sungai besar berupa sungai yang
mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500
kilometer;
b) persegi . . .
- 74 -

b) persegi atau lebih dilakukan ruas per ruas dengan


mempertimbangkan luas daerah pengaliran
sungai pada ruas yang bersangkutan;
c) pada sungai besar ditetapkan sekurang-
kurangnya 100 meter dihitung dari tepi sungai
pada waktu ditetapkan; dan
d) pada sungai kecil ditetapkan sekurang-kurangnya
50 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.
10. sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
meliputi:
a) pada sungai yang mempunyai kedalaman tidak
lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan
sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan;
b) pada sungai yang mempunyai kedalaman lebih
dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15
meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan
c) pada sungai yang mempunyai kedalaman
maksimum lebih dari 20 meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 30 meter dihitung
dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan.
11. garis sempadan sungai tidak bertanggul yang
berbatasan dengan jalan adalah mengikuti ketentuan
garis sempadan bangunan, dengan ketentuan
konstruksi dan penggunaan jalan harus menjamin
bagi kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai;
12. kepemilikan lahan yang berbatasan dengan sungai
diwajibkan menyediakan ruang terbuka publik
minimal 3 meter sepanjang sungai untuk jalan
inspeksi dan/atau taman; dan
13. dilarang seluruh kegiatan dan bangunan yang
mengancam kerusakan dan menurunkan kualitas
sungai.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan
pantai, meliputi:
1. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi;
ruang terbuka hijau, pengembangan struktur alami
dan struktur buatan untuk mencegah bencana
pesisir, penelitian dan pendidikan, kepentingan adat
dan kearifan lokal yang mencakup upacara adat,
upacara keagamaan, hak dan kewajiban masyarakat
adat, serta tradisi dan kebiasaan, pertahanan dan
keamanan, perhubungan; dan komunikasi;
2. di kawasan sempadan pantai, pemanfaatan ruang
yang diperbolehkan dengan syarat tertentu meliputi
kegiatan rekreasi, wisata bahari, dan eko wisata,
dengan syarat tidak termasuk untuk pendirian
bangunan permanen dan/atau hotel;
3. kegiatan yang dibatasi pendirian bangunan hanya
untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai dengan
tidak merusak fungsi lindung sempadan pantai; dan

4. kegiatan . . .
- 75 -

4. kegiatan yang dilarang adalah pendirian bangunan


pada kawasan sempadan pantai dan semua jenis
kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis,
dan estetika pantai.
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan
sekitar danau/embung, meliputi:
1. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
2. pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan
yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan
atau pemanfaatan air;
3. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang fungsi rekreasi dan ekologi;
4. penetapan lebar garis sempadan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5. Pembatasan secara tegas dalam pemanfaatan lahan
di kawasan sempadan sungai kawasan sekitar
waduk, embung, telaga dan laguna yang dilakukan
masyarakat untuk kegiatan budi daya, kecuali untuk
kegiatan-kegiatan tertentu, seperti:
a) kegiatan budi daya pertanian, dengan jenis
tanaman yang diizinkan;
b) pemasangan papan reklame, papan penyuluhan
dan peringatan serta rambu-rambu pekerjaan;
c) pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon
dan pipa air minum;
d) pemancangan tiang atau pondasi jalan/jembatan;
e) penyelenggaraan kegiatan yang bersifat sosial dan
kemasyarakatan yang tidak menimbulkan
dampak merugikan bagi kelestarian dan
keamanan fungsi serta fisik sungai; dan
f) pembangunan prasarana lalu lintas air dan
bangunan pengambilan dan pembuangan air.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam,
pelestarian alam dan cagar budaya berupa kawasan pantai
berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam;
b. pembatasan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam;
c. pelarangan pemanfaatan biota yang dilindungi;
d. pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
e. pelarangan kegiatan yang dapat mengubah bentang alam
dan ekosistem;
f. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk penelitian,
pendidikan, dan wisata alam;
g. diperbolehkan pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan; dan
h. pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan
satwa yang bukan flora dan satwa endemik kawasan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. ketentuan . . .
- 76 -

a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah


longsor, meliputi:
1. untuk kawasan di luar kawasan permukiman yang
telah ada tidak boleh dibangun dan mutlak harus
dilindungi;
2. untuk kawasan yang terletak pada permukiman yang
telah ada perlu dilakukan upaya-upaya perkuatan
kestabilan lereng sesuai dengan daya dukung tanah;
3. pembatasan jenis kegiatan yang diizinkan dengan
persyaratan yang ketat, kegiatan pariwisata alam
secara terbatas dan kegiatan perkebunan tanaman
keras;
4. penerapan sistem drainase lereng dan sistem
perkuatan lereng yang tepat;
5. rencana jaringan transportasi mengikuti kontur dan
tidak mengganggu kestabilan lereng; dan
6. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari
permukiman penduduk.
7. diizinkan pemanfaatan ruang dengan
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan ancaman
bencana;
8. diizinkan pemasangan pengumuman lokasi dan jalur
evakuasi dari permukiman penduduk; dan
9. diizinkan pendirian bangunan kecuali untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana.
10. dilarang aktivitas permukiman dan pembangunan
prasarana utama di kawasan rawan tanah longsor
secara geologis;
11. diizinkan aktivitas budidaya dengan syarat teknis
rekayasa teknologi yang sesuai dengan karakteristik;
12. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana dan
kepentingan umum; dan
13. penentuan lokasi dan jalur mitigasi atau evakuasi,
sistem informasi bencana, sistem peringatan dini.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan
gelombang pasang, tsunami dan abrasi, meliputi:
1. pemanfaatan ruang kawasan rawan gelombang
pasang mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
2. pemanfaatan ruang kawasan rawan gelombang
pasang secara terbatas dan/atau bersyarat untuk
kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan
hutan, dengan jenis vegetasi yang sesuai, teknologi
pengolahan tanah yang sesuai, dan dukungan
struktur alam dan/atau struktur buatan penahan
gelombang pasang;
3. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana dan
kepentingan umum;
4. pelarangan pendirian bangunan penting seperti
industri atau pabrik, fasilitas umum, dan bangunan
lainnya;
5. pemanfaatan . . .
- 77 -

5. pemanfaatan ruang kawasan rawan tsunami


mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana tsunami;
6. pemanfaatan ruang kawasan rawan tsunami secara
terbatas dan/atau bersyarat untuk kegiatan
pertanian, perkebunan, perikanan, dan hutan,
dengan jenis vegetasi yang sesuai, teknologi
pengolahan tanah yang sesuai, dan dukungan
struktur alam dan/atau struktur buatan penahan
gelombang tsunami;
7. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana dan
kepentingan umum; dan
8. pelarangan pendirian bangunan penting seperti
industri atau pabrik, fasilitas umum, dan bangunan
lainnya.
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan
banjir, meliputi:
1. penetapan batas dataran banjir; pemanfaatan
dataran banjir untuk ruang terbuka hijau dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan
rendah; dan
2. pelarangan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
permukiman, fasilitas umum, dan bangunan penting
lainnya.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk peruntukan
kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada pasal 46
ayat (3) huruf b, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan
produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kebun
rakyat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perternakan;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perikanan;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
pertambangan;
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri;
i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata;
j. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
permukiman; dan
k. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
lainnya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, meliputi:
a. diizinkan aktivitas pengembangan hutan tanaman rakyat;
b. diizinkan secara terbatas pemanfaatan hasil hutan untuk
menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan;
c. diizinkan secara terbatas pendirian bangunan hanya
untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;

d. pengembangan . . .
- 78 -

d. pengembangan kegiatan diarahkan pada lahan-lahan


yang memiliki kesesuaian lahan;
e. peningkatan produktifitas hutan produksi dan hutan
rakyat dengan prioritas arahan pengembangan per jenis
komoditi berdasarkan produktifitas lahan, akumulasi
produksi, dan kondisi penggunaan lahan;
f. diizinkan aktivitas pengembangan hutan secara
berkelanjutan;
g. diizinkan secara terbatas pendirian bangunan hanya
untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
h. dilarang aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang
mengurangi luas hutan; dan
i. ketentuan alih fungsi hutan produksi dapat dilakukan
untuk pembangunan bagi kepentingan umum dengan
persetujuan dari pejabat yang berwenang.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kebun rakyat
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, meliputi:
a. pengaturan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga
kestabilan neraca sumber daya kebun rakyat;
b. kegiatan yang diizinkan adalah pertanian tumpang sari;
dan
c. kegiatan yang dilarang adalah jual beli kayu tanpa
dilengkapi dokumen SKHH dan surat-surat legalitas yang
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, meliputi:
a. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pertanian
sawah irigasi meliputi:
1. diarahkan untuk budidaya tanaman pangan;
2. diizinkan aktivitas pendukung pertanian;
3. dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi luas
kawasan sawah beririgasi;
4. dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah; dan
5. dilarang mendirikan bangunan pada kawasan sawah
beririgasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sawah
bukan irigasi meliputi:
1. diarahkan untuk budidaya tanaman pangan; dan
2. diizinkan mendirikan rumah tunggal dengan syarat
sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian
lahan kering dan holtikultura meliputi:
1. diarahkan untuk tanaman yang menghasilkan daun,
buah, dan batang;
2. pada kawasan yang memiliki kelerengan di atas 25
persen diarahkan untuk budidaya tanaman tahunan;
3. diizinkan mendirikan rumah tunggal dengan syarat
sesuai dengan rencana rinci tata ruang; dan
4. diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
petani.

(10) Ketentuan . . .
- 79 -

(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan


sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d, meliputi:
a. diizinkan pengembangan budidaya lainnya seperti
tanaman pangan, peternakan dan perikanan;
b. dilarang melakukan peremajaan secara bersamaan untuk
mengurangi erosi lapisan atas tanah;
c. pemanfaatan ruang untuk permukiman masyarakat
setempat dengan kepadatan rendah diperbolehkan pada
lahan dengan kelerengan kurang dari 25 persen dan pada
hamparan yang menyatu dengan permukiman yang telah
ada;
d. pembangunan sarana dan prasarana pendukung
perkebunan termasuk agrowisata hanya diperbolehkan
pada lahan dengan kelerengan kurang dari 25 persen;
e. budidaya perkebunan diarahkan pada jenis tanaman
tahunan produktif dengan memperhatikan aspek
konservasi lingkungan; dan
f. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan perkebunan
menjadi lahan budidaya non pertanian harus mengacu
Peraturan Perundang-Undangan.
(11) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perternakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e, meliputi:
a. peternakan dapat dikembangkan terpadu dengan
pertanian tanaman pangan tadah hujan, holtikultura,
dan perkebunan dengan memperhatikan aspek
pengelolaan lingkungan;
b. perlu adanya pengelolaan limbah dan jalur hijau di
sekeliling kawasan peternakan skala besar;
c. diizinkan pengembangan budidaya tumpang sari dengan
peternakan dan perikanan;
d. dilarang melakukan melakukan peremajaan secara
bersamaan untuk mengurangi erosi lapisan atas tanah;
e. jarak antara kawasan peternakan skala besar dengan
kawasan permukiman, pariwisata, dan perkotaan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
f. kegiatan peternakan tidak boleh dilakukan di daerah
dekat sungai dan di daerah permukiman kegiatan
peternakan diarahkan pada daerah padang rumput; dan
g. khusus peternakan yang diharamkan oleh agama tidak
akan diberikan izin perternakannya.
(12) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf f, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi budidaya
perikanan, perikanan organik, perikanan tangkap,
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, penelitian
dan wisata; dan
b. pelarangan kegiatan perusakan lingkungan hidup dalam
budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan.
(13) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf g, meliputi:
a. menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sesuai
ketentuan perundang-undangan;
b. mengarahkan . . .
- 80 -

b. mengarahkan dan mengendalikan kegiatan penambangan


melalui perizinan;
c. mengatur rehabilitasi kawasan bekas penambangan
sesuai dengan kaidah lingkungan; pengawasan secara
ketat terhadap kegiatan penambangan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan;
d. wajib melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan bekas
galian/penambangan;
e. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan
dengan mempertimbangkan potensi bahan tambang,
kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan;
f. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus
direhabilitasi sesuai dengan zona peruntukan yang
ditetapkan;
g. kewajiban melakukan pengelolaan lingkungan selama
dan setelah berakhirnya kegiatan penambangan;
h. tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan
yang di bawahnya terdapat mata air penting atau
pemukiman;
i. tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu
dari dalam sungai yang terletak di bagian hulu dan di
dekat jembatan;
j. percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi
kawasan lain diperbolehkan sejauh mendukung atau
tidak merubah fungsi utama kawasan;
k. Penambangan pasir atau sirtu di dalam badan sungai
hanya diperbolehkan pada ruas-ruas jalan tertentu yang
dianggap tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan; dan
l. mengarahkan kegiatan usaha pertambangan untuk
menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) guna
keperluan rehabilitasi lahan bekas penambangan.
(14) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf h, meliputi:
a. diizinkan mengembangkan aktivitas pendukung kegiatan
industri;
b. diizinkan penyediaan ruang untuk zona penyangga
berupa sabuk hijau (green belt) dan RTH;
c. diizinkan mengembangkan perumahan karyawan, fasum
skala lokal sebagai pendukung kegiatan industri;
d. diizinkan mengembangkan IPAL;
e. dilarang mengembangkan kegiatan yang tidak
mendukung fungsi industri;
f. pengelolaan limbah B3 di kawasan industri;
g. larangan melakukan kegiatan dan/atau usaha yang
menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan.
h. kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa serta
fasilitas umum diperbolehkan berkembang di sekitar dan
pada kawasan peruntukan industri dengan persyaratan
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati;

i. permukiman . . .
- 81 -

i. permukiman, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum


yang dikembangkan adalah permukiman, perdagangan
dan jasa serta fasilitas umum untuk memenuhi
kebutuhan para pekerja dan kebutuhan industri yang
dibatasi pengembangannya; dan
j. kegiatan industri wajib melakukan pengelolaan sampah,
limbah dan limbah bahan berbahaya dan beracun.
(15) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf i, meliputi:
a. diizinkan mengembangkan aktivitas komersial sesuai
dengan skala daya tarik pariwisatanya;
b. diizinkan secara terbatas pengembangan aktivitas
perumahan dan permukiman dengan syarat di luar zona
utama pariwisata dan tidak mengganggu bentang alam
daya tarik pariwisata;
c. diizinkan terbatas pendirian bangunan untuk menunjang
pariwisata;
d. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat
sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan;
e. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan
masa lampau;
f. kegiatan yang diperbolehkan meliputi permukiman,
perdagangan dan jasa, pertanian, pemanfaatan potensi
alam dan budaya masyarakat sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan, perlindungan
terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
g. pembatasan pendirian bangunan yang tidak menunjang
kegiatan pariwisata; dan
h. pelarangan kegiatan eksploitasi yang dapat merusak
situs dan obyek wisata.
(16) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf j, meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan Permukiman
Perkotaan, meliputi:
1. penetapan amplop bangunan, tema arsitektur
bangunan, kelengkapan bangunan dan lingkungan,
dan penetapan jenis dan syarat penggunaan
bangunan yang diizinkan;
2. kegiatan yang diperbolehkan adalah perumahan,
perdagangan dan jasa, sarana olahrga, sarana
pendidikan, dan industri rumah tangga;
3. penetapan penggunaan lahan untuk bangunan pada
pengembangan perumahan baru sebesar 40 persen
sampai dengan 60 persen dari luas lahan yang ada;
penetapan kepadatan bangunan dalam satu
pengembangan kawasan perumahan baru tidak
bersusun dengan jumlah bangunan paling banyak 50
unit rumah per hektar;
4. pengembangan kawasan perumahan baru harus
dilengkapi dengan utilitas umum yang memadai
meliputi sistem pembuangan air limbah, sistem
pembuangan air hujan, sistem prasarana air bersih,
dan sistem pembuangan sampah;
5. setiap . . .
- 82 -

5. setiap permukiman perkotaan diarahkan pada


kepadatan penduduk sedang hingga tinggi sedangkan
permukiman perdesaan diarahkan pada kepadatan
rendah hingga sedang;
6. setiap kawasan permukiman harus tersedia ruang
terbuka yang terdiri dari ruang terbuka hijau dan
ruang terbuka non hijau;
7. pada kawasan permukiman perkotaan ditetapkan
luas ruang terbuka hijau sebesar paling sedikit 30
persen dari luas kawasan perkotaan terdiri dari ruang
terbuka hijau publik sebesar 20 persen dan ruang
terbuka hijau privat 10 persen;
8. pada kawasan permukiman perkotaan yang telah
memiliki luasan ruang terbuka hijau lebih besar dari
30 persen tetap dipertahankan;
9. diarahkan intensitas bangunan berkepadatan sedang
– tinggi dan bangunan vertikal;
10. diperbolehkan mengembangkan kawasan
perdagangan dan jasa dengan syarat sesuai dengan
skalanya;
11. diizinkan mengembangkan fasilitas umum dan
fasilitas sosial sesuai dengan skalanya;
12. pengembangan pada lahan yang sesuai dengan
kriteria fisik meliputi: kemiringan lereng, ketersediaan
dan mutu sumber air bersih, dan bebas dari potensi
banjir/genangan;
13. penetapan ketentuan teknis bangunan;
14. penetapan tema arsitektur bangunan;
15. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;
16. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan
yang diizinkan.
17. prioritas pengembangan pada permukiman hirarki
rendah dengan peningkatan pelayanan fasilitas
permukiman; dan
18. pengembangan permukiman ditunjang dengan
pengembangan fasilitas pendukung unit permukiman
seperti: fasilitas perdagangan dan jasa, hiburan,
pemerintahan, pelayanan sosial.
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman
perdesaan, meliputi:
1. diarahkan intensitas bangunan berkepadatan rendah
– sedang;
2. diizinkan mengembangkan perdagangan dan jasa
dengan syarat sesuai dengan skalanya;
3. pembatasan perkembangan kawasan terbangun yang
berada atau berbatasan dengan kawasan lindung
diizinkan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas
sosial sesuai skalanya;
4. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;
dan
5. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan
yang diizinkan.

(17) Ketentuan . . .
- 83 -

(17) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan


lainnya berupa kawasan pertahanan dan keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf k, meliputi:
a. memperhatikan kebijakan sistem pertahanan dan
keamanan nasional;
b. memperhatikan kebijakan pemerintah yang menunjang
pusat hankam nasional;
c. memperhatikan ketersediaan lahan sesuai dengan
kebutuhan bidang hankam beserta prasarana dan sarana
penunjangnya;
d. aksesibilitas yang menghubungkan zona hankam adalah
jalan kolektor; dan
e. tidak berbatasan langsung dengan zona perumahan dan
komersial.
(18) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk peruntukan
kawasan pola ruang laut sebagaimana dimaksud dalam
pasal 46 ayat (3) huruf c, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk menjamin ketersediaan
sumber daya kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan;
b. pemanfaatan ruang ekosistem terumbu karang, mangrove
dan padang lamun untuk pelestarian, penelitian,
pendidikan, peningkatan kesadaran konservasi, wisata
alam, sumber plasma nutfah, budidaya dan jasa
lingkungan;
c. pemanfaatan ruang berdasarkan sistem zonasi;
d. pemanfaatan secara terbatas sumber daya alam hayati
untuk kebutuhan masyarakat tradisional di bawah izin
dan pengawasan yang ketat sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan;
e. pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan
strategis untuk publik berdasarkan izin Pemerintah Aceh
setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh dan rekomendasi Lembaga Wali Nanggroe;
f. peraturan ruang wilayah kelola adat laot;
g. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan
pencemaran air dan yang mempunyai potensi merusak
ekosistem; dan
h. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf e.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 49

(1) Jenis-jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b,
meliputi:
a. Izin Prinsip;
b. Izin Lokasi;
c. Izin Pemanfaatan Ruang;
d. Izin . . .
- 84 -

d. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT);


e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan
f. Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. pengaturan keterlibatan masing-masing instansi
perangkat daerah terkait dalam setiap perizinan yang
diterbitkan;
h. teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan
ruang maupun forum pengambilan keputusan atas izin
yang akan dikeluarkan; dan
i. pengambilan keputusan perizinan yang dimohonkan oleh
masyarakat, individual maupun organisasi.
(2) Izin Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. sebagai dasar dari pemberian izin lokasi; dan
b. sebagai dasar rekomendasi untuk beroperasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. sebagai dasar untuk pembebasan lahan dalam rangka
pemanfaatan ruang; dan
b. sebagai dasar izin penggunaan pemanfaatan tanah.
(4) Izin Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. Izin Pemanfaatan Ruang yang menjadi kewenangan
Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi diberikan
kepada calon pengguna ruang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. Izin Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. diberikan kepada untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada lahan yang sudah dikuasai;
b. berlaku selama lokasi tersebut digunakan sesuai dengan
peruntukannya dan tidak bertentangan dengan
kepentingan umum; dan
c. sebagai dasar Izin Mendirikan Bangunan;
(6) Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e sebagai dasar mendirikan bangunan.
(7) ketentuan dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
(8) pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat
daerah terkait dalam setiap perizinan yang diterbitkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g disesuaikan
dengan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Barat.
(9) teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan ruang
maupun forum pengambilan keputusan atas izin yang akan
dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h
disesuaikan dengan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Barat.

(10) Pengambilan . . .
- 85 -

(10) Pengambilan keputusan perizinan yang dimohonkan oleh


masyarakat, individual maupun organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i disesuaikan dengan Qanun
RTRW Kabupaten Aceh Barat.

Pasal 50

(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin


pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak
sesuai dengan RTRW Kabupaten.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar dan atau tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten, dibatalkan oleh pemerintah menurut
kewenangan masing-masing sesuai ketentuan perundang-
undangan.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang telah diperoleh melalui
prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai
dengan RTRW Kabupaten, termasuk akibat adanya
perubahan RTRW Kabupaten, dapat dibatalkan dan dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi
izin.

Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Paragaraf 1
Ketentuan Pemberian Insentif

Pasal 51

(4) Ketentuan Pemberian insentif dan disinsentif dalam


penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(2) huruf c, meliputi:
a. bentuk pemberian insentif dan disinsentif;
b. bentuk dan tata cara pemberian insentif; dan
c. bentuk dan tata cara pemberian disinsentif.
(5) Bentuk pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana
dimaksud pada huruf a, dalam penataan ruang
diselenggarakan untuk:
a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang
dalam rangka mewujudkan tata ruang seuai dengan
rencana tata ruang;
b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan
dengan rencana tata ruang; dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan
dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan
rencana tata ruang.

Paragraf 2
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif

Pasal 52

(1) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang


pada kawasan yang didorong pengembangannya.
(2) Insentif . . .
- 86 -

(2) Insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat berupa:
a. insentif fiskal dapat berupa:
1. pemberian keringanan pajak; dan/atau
2. pengurangan retribusi.
b. insentif non fiskal dapat berupa:
1. pemberian kompensasi;
2. subsidi silang;
3. kemudahan perizinan;
4. imbalan;
5. sewa ruang;
6. urun saham;
7. penyediaan prasarana dan sarana;
8. penghargaan; dan/atau
9. publikasi atau promosi.
(4) Pemberian insentif fiskal dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif non
fiskal diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan terkait dengan bidang insentif yang diberikan;
(6) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
terbagi atas:
a. insentif dari pemerintah kepada pemerintah daerah,
meliputi:
1. subsidi silang;
2. kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh Pemerintah;
3. penyediaan prasarana dan sarana di daerah;
4. pemberian kompensasi;
5. penghargaan dan fasilitasi; dan/atau
6. publikasi atau promosi daerah.
b. insentif dari pemerintah daerah kepada pemerintah
daerah lainnya, meliputi:
1. pemberian kompensasi dari pemerintah daerah
penerima manfaat kepada daerah pemberi manfaat
atas manfaat yang diterima oleh daerah penerima
manfaat;
2. kompensasi pemberian penyediaan sarana dan
prasarana;
3. kemudahaan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh pemerintah daerah
penerima manfaat kepada investor yang berasal dari
daerah pemberi manfaat; dan/atau
4. publikasi atau promosi daerah.
c. insentif dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
kepada masyarakat, meliputi:
1. pemberian keringanan pajak;
2. pemberian . . .
- 87 -

2. pemberian kompensasi;
3. pengurangan retribusi;
4. imbalan;
5. sewa ruang;
6. urun saham;
7. penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
8. kemudahan perizinan.
(7) Mekanisme pemberian insentif yang berasal dari pemerintah
daerah kabupaten diatur dengan peraturan bupati.
(8) Mekanisme pemberian insentif dari pemerintah daerah
kepada pemerintah daerah lainnya diatur berdasarkan
kesepakatan bersama antar pemerintah daerah yang
bersangkutan.
(9) Pengaturan mekanisme pemberian insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), dan ayat (7) berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif

Pasal 53

(1) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang


pada kawasan yang dibatasi pengembangannya.
(2) Disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat berupa:
a. disinsentif fiskal berupa pengenaan pajak yang tinggi;
dan
b. disinsentif non fiskal dapat berupa:
1. kewajiban memberi kompensasi;
2. pensyaratan khusus dalam perizinan;
3. kewajiban memberi imbalan; dan/atau
4. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.
c. pemberian disinsentif fiskal dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan; dan
d. ketentuan lebih lanjut mengenai disinsentif non fiskal
diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan terkait dengan bidang disinsentif yang
diberikan.
(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
terbagi atas:
a. disinsentif dari pemerintah kepada pemerintah daerah,
meliputi:
1. persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pemerintah;
2. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana di
daerah; dan/atau
3. pemberian status tertentu dari pemerintah.

b. disinsentif . . .
- 88 -

b. disinsentif dari pemerintah daerah kepada pemerintah


daerah lainnya, meliputi:
1. pengajuan pemberian kompensasi dari pemerintah
daerah pemberi manfaat kepada daerah penerima
manfaat;
2. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana;
dan/atau
3. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pemerintah
daerah pemberi manfaat kepada investor yang berasal
dari daerah penerima manfaat.
c. disinsentif dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
kepada masyarakat, meliputi:
1. kewajiban memberi kompensasi;
2. pensyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah;
3. kewajiban memberi imbalan;
4. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana;
dan/atau
5. pensyaratan khusus dalam perizinan.
(5) Mekanisme pemberian disinsentif yang berasal dari
pemerintah daerah kabupaten diatur dengan Peraturan
Bupati.
(6) Mekanisme pemberian disinsentif dari pemerintah daerah
kepada pemerintah daerah lainnya diatur berdasarkan
kesepakatan bersama antarpemerintah daerah yang
bersangkutan.
(7) Pengaturan mekanisme pemberian disinsentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), dan ayat (6) berpedoman pada
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Paragraf 1
Umum

Pasal 54

(8) Arahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 40 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang
penataan ruang dikenakan sanksi administratif;
b. pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang;
2. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat
berwenang;
3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang
berwenang; dan/atau
4. menghalangi . . .
- 89 -

4. menghalangi akses terhadap kawasan yang


dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan
sebagai milik umum.
(9) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(10) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1,
meliputi:
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di
lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di
lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di
lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
(11) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2,
meliputi:
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan; dan/atau
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang
yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
(12) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan
izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3,
meliputi:
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang
telah ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan
koefisien dasar hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi
lahan; dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum
sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan
ruang.
(13) Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum

sebagaimana . . .
- 90 -

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 4,


meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ,
dan sumber daya alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi
bencana; dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat
yang berwenang.

Paragraf 2
Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif

Pasal 55

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 54


ayat (2) terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan
berdasarkan kriteria:
a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat
pelanggaran penataan ruang;
b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap
pelanggaran penataan ruang; dan/atau
c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran
penataan ruang.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
ayat (1) huruf a, dilakukan melalui penerbitan surat
peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang yang
memuat:
a. rincian pelanggaran dalam penataan ruang;
b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis
pemanfaatan ruang; dan
c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
(3) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga)
kali.
(4) Apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
ayat (3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan berupa pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
pada Pasal 54 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 ayat (2) huruf b dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan

surat . . .
- 91 -

surat keputusan penghentian sementara kegiatan


pemanfaatan ruang;
c. berdasarkan surat keputusan sebagaimana dimaksud
pada huruf b, pejabat yang berwenang melakukan
penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang
secara paksa; dan
d. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan
pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi
kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(6) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada Pasal 54 ayat (2) huruf c dilakukan melalui
tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang
menerbitkan surat keputusan penghentian sementara
pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian
jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara;
c. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara
pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b,
pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan
sementara pelayanan kepada orang yang melakukan
pelanggaran; dan
d. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang
melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan untuk memastikan tidak
terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan
pelanggaran tersebut sampai dengan terpenuhinya
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 54
ayat (2) huruf d dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan
surat keputusan penutupan lokasi;
c. berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang
berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan
aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
d. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang
berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan
lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

(8) Pencabutan . . .
- 92 -

(8) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat


(2) huruf e dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila surat peringatan tertulis sebagamana dimaksud
pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang
mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan
izin;
c. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada orang yang
melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah
dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan
d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada huruf c
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan
penertiban sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
(9) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat
(2) huruf f dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila surat peringatan sebagaimana dimaksud pada
huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan
pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan
pembatalan izin;
c. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang
berwenang memberitahukan kepada orang yang
melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah
dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan
izinnya; dan
d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada huruf c
diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan
penertiban sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan.
(10) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal
54 ayat (2) huruf g dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang
menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan;
dan
c. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan
sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang

berwenang . . .
- 93 -

berwenang melakukan penertiban sesuai dengan


ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
(11) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal
54 ayat (2) huruf h dilakukan melalui tahapan:
a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan
tertulis sesuai ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4);
b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang
menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang;
c. berdasarkan surat perintah sebagaimana dimaksud pada
huruf b, pejabat yang berwenang memberitahukan
kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai
ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan
fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka
waktu tertentu;
d. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan
pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan
e. apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf
d tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan
pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan
tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa.
(12) Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak
mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf c,
Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh
Pemerintah/pemerintah daerah atas beban orang yang
melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari.
(13) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 53
ayat (2) huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau
bersamasama dengan pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud Pada ayat ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) sampai dengan ayat (12).
Pasal 56
(1) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(2) Sanksi Perdata adalah tindakan pidana yang menimbulkan
kerugian secara perdata akibat pelanggaran yang ada dan
menimbulkan masalah pada perorangan atau masyarakat
secara umum dan diterapkan sesuai Peraturan
Perundangan-undangan yang berlaku.

BAB XI
KELEMBAGAAN

Pasal 57

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan


penataan ruang di wilayah Kabupaten, yang meliputi
koordinasi dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan
pengawasan penataan ruang, dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD.

(2) Tugas, . . .
- 94 -

(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja BKPRD


sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penataan
ruang mengacu pada peraturan perundang-undangan.

BAB XII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 58

Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah


dengan melibatkan berbagai unsur seperti masyarakat, pihak
swasta, dunia usaha, kelompok profesi, LSM yang selanjutnya
disebut peran masyarakat, memiliki hak dan kewajiban dalam
penataan ruang, baik pada tahap penyusunan rencana tata
ruang, pemanfaatan ruang, maupun tahap pengendalian
pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua
Hak Masyarakat

Pasal 59

(1) Dalam penataan ruang wilayah, setiap masyarakat berhak:


a. mengetahui rencana tata ruang wilayah Kabupaten Aceh
Barat dan rencana rincinya berupa rencana detail tata
ruang kawasan dan rencana pengembangan sektoral;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang; dan
c. mengajukan keberatan, gugatan dan tuntutan
pembatalan izin, serta memperoleh penggantian yang
layak atas kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan
RTRW Kabupaten.
(2) Untuk mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a masyarakat
dapat memperoleh melalui:
a. Lembaran Kabupaten;
b. papan pengumuman di tempat-tempat umum;
c. penyebarluasan informasi melalui brosur;
d. instansi yang menangani penataan ruang; dan atau
e. Sistem Informasi Tata Ruang Wilayah (SITRW)
Kabupaten;
(3) Untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan
nilai ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
didasarkan pada hak atas dasar pemilikan, penguasaan atau
pemberian hak tertentu yang dimiliki masyarakat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, atau pun atas
hukum adat dan kebiasaaan atas ruang pada masyarakat
setempat;

(4) Dalam . . .
- 95 -

(4) Dalam hal pengajuan keberatan, gugatan dan tuntutan


pembatalan izin, serta hak memperoleh penggantian atas
kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan RTRW
Kabupaten, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
adalah hak masyarakat untuk:
a. mengajukan keberatan, tuntutan pembatalan izin dan
penghentian kegiatan kepada pejabat berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten dan rencana rincinya;
b. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan
yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten
menimbulkan kerugian;
c. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten kepada penjabat yang berwenang; dan
d. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan RTRW Kabupaten dan rencana rincinya;

Bagian Ketiga
Kewajiban Masyarakat

Pasal 60

(1) Dalam pemanfaatan ruang setiap orang dalam penataan


ruang wajib:
a. menaati RTRW Kabupaten Aceh Barat yang telah
ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
ketentuan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan
sebagai milik umum.
(2) Pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d adalah untuk kawasan milik umum, yang aksesibilitasnya
memenuhi syarat:
a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan
b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
(3) Kawasan milik umum tersebut, diantaranya adalah sumber
air, ruang terbuka publik dan fasilitas umum lainnya sesuai
ketentuan dan Perundang-Undangan.

Bagian Keempat
Peran Masyarakat

Pasal 61

Peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
diakomodasi pemerintah daerah dalam proses:

a. penyusunan . . .
- 96 -

a. penyusunan rencana tata ruang;


b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 62

Dalam penyusunan rencana tata ruang, peran masyarakat dapat


berbentuk:
a. bantuan masukan dalam identifikasi potensi dan masalah,
memperjelas hak atas ruang, dan penentuan arah
pengembangan wilayah;
b. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat
dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah;
c. pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata
ruang;
d. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan;
e. bantuan tenaga ahli; dan/atau
f. bantuan dana.

Pasal 63

Dalam pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat berbentuk:


a. penyelenggaraan kegiatan pembangunan prasarana dan
pengembangan kegiatan yang sesuai dengan arahan RTRW
Kabupaten;
b. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang agar sesuai
dengan arahan dalam RTRW Kabupaten;
c. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan
mewujudkan struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan
masukan dalam proses penetapan lokasi kegiatan pada
suatu kawasan; dan
d. konsolidasi dalam pemanfaatan tanah, air, udara dan
sumber daya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan
ruang yang berkualitas, serta menjaga, memelihara, dan
meningkatkan kelestarian lingkungan hidup.

Pasal 64

Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran masyarakat dapat


berupa:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah melalui
penyampaian laporan dan/atau pengaduan adanya
penyimpangan pemanfaatan ruang, secara lisan atau tertulis
kepada pejabat yang berwenang, BKPRD dan atau Bupati;
dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan dalam rangka
penertiban kegiatan pemanfaatan ruang yang menyimpang
dari arahan RTRW Kabupaten.

BAB XIII . . .
- 97 -

BAB XIII
KEWAJIBAN PEMERINTAH KABUPATEN

Pasal 65

(1) Pemerintah Kabupaten Aceh Barat berkewajiban untuk


mewujudkan sistem informasi untuk mempublikasikan
secara terbuka rencana tata ruang Kabupaten Aceh Barat
kepada masyarakat sebagai informasi publik.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mudah
diakses oleh masyarakat.
(3) Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan instansi terkait
berkewajiban memberikan informasi atau sosialisasi kepada
masyarakat tentang perlunya penyelenggaraan penataan
ruang baik dari aspek yuridis formal maupun dari sudut
pandangan Islam.
(4) Kegiatan sosialisasi penyelenggaraan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah
Kabupaten Aceh Barat dengan menggunakan sarana dan
prasarana formal dan informal.

BAB XIV
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 66

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama


diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk
mufakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh
upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 67

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan


dalam Qanun ini dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 68

(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 tahun, yaitu


tahun 2012 - 2032 dan dapat ditinjau kembali 1 kali dalam 5
tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan
batas teritorial provinsi yang ditetapkan dengan Peraturan

Perundang-Undangan . . .
- 98 -

Perundang-Undangan, RTRW Kabupaten dapat ditinjau


kembali lebih dari 1 kali dalam 5 tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional
dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kabupaten dan/atau dinamika internal Kabupaten.
(4) Qanun tentang RTRW Kabupaten dilengkapi dengan
Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan
album peta yg merupakan bagian yg terpisah dari peraturan
daerah ini
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh menteri
kehutanan terhadap bagian wilayah Kabupaten yang
kawasan hutannya belum disepakati pada saat Qanun ini
ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disesuaikan dengan peruntukan kawasan
hutan berdasarkan hasil kesepakatan menteri kehutanan.
(6) Untuk operasionalisasi RTRW kabupaten disusun Rencana
Rinci Kawasan Strategis Kabupaten meliputi:
a. RDTR Kota Meulaboh;
b. RDTR KSK Wisata Budaya Makam Teuku Umar;
c. RDTR KSK Kawasan Pendidikan Alue Penyaring;
d. RDTR KSK Danau Geunang Gedong;
e. RDTR KSK PKLp Meutulang;
f. RDTR KTM Kecamatan Panton Reu dan Kaway XVI;
g. RDTR KSK Kawasan Cepat Tumbuh Woyla;
h. RDTR Kawasan Agropolitan Sawang Teubee; dan
i. RDTR KSK Komunitas adat terpencil Sikundo

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69

(1) Dengan berlakunya Qanun ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah
yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Qanun
ini.
(2) Dengan berlakunya Qanun ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah
sesuai dengan ketentuan Qanun ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi
tidak sesuai dengan ketentuan Qanun ini berlaku
ketentuan:
1. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Qanun ini;
2. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi
berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan

3. Untuk . . .
- 99 -

3. Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya


dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Qanun ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin telah dapat diberikan
penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan
tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan Qanun
ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Qanun ini;
dan
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan
Qanun ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang
diperlukan.

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70

Dengan berlakunya Qanun ini, maka Peraturan Daerah


Kabupaten Aceh Barat Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tahun 1994 – 2004 (Lembaran
Daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 1994 Nomor 5) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Kabupaten
Aceh Barat.
Ditetapkan di Meulaboh
pada tanggal 17 J u l i 2013 M
8 Ramadhan 1434 H

BUPATI ACEH BARAT,

ttd.

T. ALAIDINSYAH

Diundangkan di Meulaboh
pada tanggal 22 J u l i 2013 M
13 Ramadhan 1434 H

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN ACEH BARAT,

ttd.

BUKHARI

LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 NOMOR 1


- 100 -

PENJELASAN
ATAS
QANUN KABUPATEN ACEH BARAT
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2012-2032

I. UMUM
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan acuan operasionalisasi
kegiatan pembangunan daerah yang dituangkan dalam bentuk struktur dan pola
ruang. Rencana ini disusun secara hirarkis dari rencana tata ruang wilayah tingkat
Nasional (RTRWN), Propinsi (RTRWP), hingga Kabupaten/Kota (RTRW
Kabupaten/Kota), serta memadukan kegiatan pembangunan sektoral dengan
pembangunan wilayah. Keterpaduan ini perlu dilakukan sedemikian rupa dengan
cara menyelaraskan antara rencana tata ruang yang satu dengan yang lain dan
dengan berbagai dinamika.

Berbagai dinamika dan perubahan yang terjadi di masyarakat memberikan


konsekuensi adanya perkembangan kebutuhan masyarakat dalam menunjang
kehidupannya. Pertumbuhan dan perkembangan kegiatan, baik karena
permasalahan internal maupun pengaruh eksternal wilayah memberikan dampak
adanya berbagai perubahan dalam struktur kehidupan masyarakat. Sejalan dengan
perkembangan tersebut bila tidak diimbangi dengan laju pembangunan wilayah
disegala bidang, maka akan menimbulkan dampak kerugian di masyarakat.

Adapun dinamika internal adalah perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya,


dan sebagainya yang berasal dari dalam wilayah tersebut seperti potensi perubahan
wilayah, potensi perubahan kekuasaan ditingkat lokal, permasalahan dan isu
pembangunan ekonomi dan sosial serta tantangan pembangunan lainnya yang
sifatnya lokal.

Sedangkan dinamika eksternal adalah perubahan yang terjadi karena adanya


pengaruh dari luar baik itu pada tataran global, nasional, propinsi maupun hal-hal
yang berkembang dan akan berpengaruh terhadap kabupaten lainnya yang
memiliki hubungan baik secara administrasi maupun kerjasama dengan Kabupaten
Aceh Barat. Dinamika eksternal ini, juga dipengaruhi oleh tuntutan sistem
kepemerintahan yang baik (good governance), tuntutan pasar dunia (global market
forces) dan tuntutan masyarakat pada umumnya.

Dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika tersebut diatas, perlu


disusun RTRW Kabupaten Aceh Barat sebagai alat penuntun dan pedoman
pembangunan di Kabupaten Aceh Barat yang mempertimbangkan beberapa hal
pokok sebagai berikut:

 Adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan pencabutan Undang–


Undang lama tentang Penataan Ruang, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 sebagai landasan penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Barat.
- 101 -

 Terbitnya Peraturan Pemerintah yang baru, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor


26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang
tentunya harus menjadi acuan bagi RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota.
 Adanya revisi RTRW Propinsi Aceh, yang tentunya akan mempengaruhi
kedudukan Kabupaten Aceh Barat dalam konstelasi wilayah Propinsi Aceh.
 Adanya potensi bencana di Kabupaten Aceh Barat yang harus dipertimbangkan
dalam menyusun struktur dan pola ruang.
 Adanya paradigma baru dalam konsep pembangunan global antara lain
munculnya isu global warming dalam pengelolaan lingkungan hidup, millenium
development goals, dan lain sebagainya.
Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Barat diperlukan mengingat fungsi dan
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut:

 Matra keruangan dari pembangunan daerah;


 Dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten;
 Alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan wilayah kabupaten dan
antar kawasan serta keserasian antar sektor;
 Alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, swasta dan
masyarakat;
 Pedoman untuk penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan;
 Dasar pemanfaatan dan pengendalian ruang; dan
 Dasar pemberian ijin/rekomendasi peruntukan penggunaan lahan.
Tanpa adanya pranata yang mampu mengarahkan dan mengendalikan
tatanan fisik wilayah, perkembangan fisik wilayah yang cepat akan menyebabkan
wilayah berkembang tanpa memperhatikan kaidah-kaidah penataan ruang yang
baik , aman dan nyaman sehingga akan menimbulkan tatanan fisik wilayah yang
kacau dan tidak berkarakter.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar terdapat
keseragaman pengertian dalam Qanun ini.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
- 102 -

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat adalah tujuan yang
ditetapkan Kabupaten Aceh Barat yang merupakan arahan perwujudan visi
dan misi pembangunan jangka panjang Kabupaten Aceh Barat pada aspek
keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan arahan
perwujudan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat yang ingin dicapai pada
masa yang akan datang (20 tahun). Tujuan penataan ruang wilayah
Kabupaten Aceh Barat dirumuskan berdasarkan:
 visi dan misi pembangunan wilayah Kabupaten Aceh Barat;
 karakteristik wilayah Kabupaten Aceh Barat;
 isu strategis;
 kondisi objektif yang diinginkan;
 tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Aceh
dan nasional;
 jelas dan diupayakan tercapai sesuai jangka waktu perencanaan; dan
 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8
Ayat (1)
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan
arah tindakan yang harus ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan
ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat.
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat dirumuskan
berdasarkan:
 tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat;
 karakteristik wilayah Kabupaten Aceh Barat;
 kapasitas sumber daya wilayah Kabupaten Aceh Barat dalam
mewujudkan tujuan penataan ruangnya; dan
 ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Ayat (2)
Cukup Jelas
- 103 -

Pasal 9
Ayat (1)
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan
penjabaran kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat
ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:
 kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat;
 kapasitas sumber daya wilayah Kabupaten Aceh Barat dalam
melaksanakan kebijakan penataan ruangnya; dan
 ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Cukup Jelas
Ayat (11)
Cukup Jelas
Ayat (12)
Cukup Jelas
Ayat (13)
Cukup Jelas
Ayat (14)
Cukup Jelas
Pasal 10
Ayat (1)
- 104 -

Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Rencana sistem pusat kegiatan adalah suatu kerangka tata ruang
wilayah yang dibangun oleh konstelasi pusat-pusat kegiatan
(perkotaan) yang satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan
transportasi sebagai perwujudan Strategi Penataan Ruang. Penentuan
hirarki kota-kota di Kabupaten Aceh Barat mempertimbangkan aspek-
aspek sebagai berikut:
 Kebijaksanaan RTRWN dan RTRWP Propinsi Aceh.
 Jumlah penduduk, aksesibilitas dan fasilitas pelayanan yang ada
dan pengembangannya.
 Pola pergerakan penduduk dalam pemenuhan fasilitas pelayanan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Penetapan klasifikasi fungsi jaringan jalan sebagai prasarana
transportasi di Kabupaten Aceh Barat didasarkan kepada:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006
b. Keterkaitan dan keterpaduan dengan sebaran hirarki kota- kota
yang dituju sebagai berikut:
 Menciptakan keamanan dan kenyamanan sistem jaringan arteri
primer sebagai penghubung antar PKN dan antara PKN dan
PKW.
 Menciptakan keamanan dan kenyamanan jalan kolektor primer
sebagai penghubung antar PKW dan antara PKW dan PKL.
- 105 -

 Menciptakan keamanan dan kenyamanan jalan lokal primer


sebagai penghubung antar PKL dan antara PKL dan PPK.
 Mengembangkan jalan lingkungan primer yang menghubungkan
antar PPK dan antara PPK dengan PPL
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Terminal penumpang menurut wilayah pelayanannya dibedakan
menjadi:

 Terminal Tipe A, melayani kendaraan umum untuk angkutan antar


kota antar propinsi dan atau angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan
pedesaan.
 Terminal Tipe B, melayani kendaraan umum untuk angkutan antar
kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan perdesaan.
 Terminal Tipe C, melayani angkutan dalam perkotaan dan angkutan
pedesaan.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
- 106 -

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
- 107 -

Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas

Pasal 23
Cukup Jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi
wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi
pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal
100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Ayat (3)
Perlindungan terhadap sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air
sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan
aliran sungai.

Kriteria Penetapan:
 Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
sekurang- kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki
tanggul.
 Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan
ditetapkan sekurang- kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar
sepanjang kaki tanggul.
- 108 -

 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan


dihitung dari tepi sungai pada sungai besar sekurang-kurangnya
100 (seratus) meter.
 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
dihitung dari tepi sungai pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) meter.
 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga)
meter, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 10
(sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai.
 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga)
meter sampai dengan 20 (dua Puluh) meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari
tepi sungai.
 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh)
meter, garis sempadan sungai ditetapkan sekurang- kurangnya 30
(tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai.
 Garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut
ditetapkan sekurang- kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi
sungai.
 Garis sempadan sungai 10-15 meter yang dibangun jalan insepeksi.
Ayat (4)
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk untuk
melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk. Kriteria kawasan sekitar
danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi danau/waduk antara
50 - 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 25
Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau sebagai pembentuk
ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya biota laut disamping
sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut serta pelindung usaha
budidaya di belakangnya. Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah
minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah
tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

Pasal 26
Ayat(1)
Yang dimaksud dalam kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang
diidentifikasi berpotensi tinggi mengalami bencana alam, antara lain berupa
tanah longsor, rawan banjir dan rawan kebakaran. Ayat (2)
Ayat (2)
Cukup Jelas
- 109 -

Ayat (3)
Banjir merupakan salah satu masalah yang terjadi di Kabupaten Aceh
Barat. Kriteria kawasan rawan banjir secara umum adalah:
 Daerah sepanjang pantai dengan ketinggian antara 0 sampai
dengan 25 meter di atas permukaan laut;
 Daerah dengan kemiringan dibawah 5%;
 Daerah yang dialiri sungai dengan sedimentasi tinggi di atas 20.000
m³/tahun.
 Terjadi banjir secara berkala
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Kawasan peruntukan hutan produksi tetap ditetapkan dengan kriteria
memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan
jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat) diluar hutan suaka
alam, hutan wisata dan hutan konsversi lainnya.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Fisiografi lahan yang datar, merupakan potensi dasar untuk
pengembangan kawasan pertanian lahan basah. Kondisi ini
memungkinkan dukungan sarana dan prasarana penunjangnya
terhadap aktivitas pertanian seperti jaringan jalan, irigasi dan lain-lain.
Kawasan dengan peruntukan pertanian lahan basah ini potensial untuk
pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan.

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
- 110 -

Kabupaten Aceh Barat dengan kondisi tinggi tempat yang bervariasi


dari dataran rendah sampai dataran tinggi sangat berpotensi dalam
pengembangan kegiatan pertanian lahan kering.
Pengembangan pertanian tanaman pangan lahan kering lebih
ditekankan pada upaya diversifikasi pada areal-areal pengembangan
pertanian padi sawah. Mengenai luasan per unit wilayah kecamatan
tergantung pada tingkat kecocokan tanahnya dan pilihan
petani/masyarakat usaha tani dalam membudidayakan TPLK.

Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Kawasan yang diperuntukkan bagi perkebunan baik perkebunan yang
dikelola oleh rakyat maupun badan usaha. Pemanfatan kawasan di
maksud mengikuti ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Cukup Jelas
Pasal 31

Ayat (1)
Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:
 Penangkapan, budidaya dan industri pengolahan hasil perikanan,
dan/atau
 Tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
 Faktor Kelerengan < 8%
 Persediaan air cukup.
Rencana pengembangan ruang untuk perikanan di wilayah Kabupaten
Aceh Barat berdasarkan potensi lestari.

Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
- 111 -

Pasal 32

Ayat (1)
Rencana pengembangan kawasan pertambangan dilakukan untuk
memanfaatkan potensi sumber daya mineral dan bahan galian yang
dimiliki Kabupaten Aceh Barat untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai
cadangan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable) dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan (environmental
friendly).
Untuk memanfaatkan potensi tersebut harus memenuhi Kriteria
kawasan peruntukan pertambangan sebagai berikut:
 Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan
kegiatan pertambangan berkelanjutan.
 Merupakan bagian proses upaya mengubah kekuatan ekonomi
potensil menjadi ekonomi riil.
 Tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya.
 Tidak terletak di daerah resapan dan daerah yang terdapat mata air.
 Tidak terletak di daerah banjir dan rawa.
 Tidak terletak di daerah rawan bencana alam (longsong, gempa
bumi dan lain-lain).
 Tidak terletak di daerah yang sungainya rapat.
 Pengaturan pendirian bangunan yang tidak mengganggu fungsi
pelayaran.
 Memperhatikan keseimbangan biaya dan manfaat serta
keseimbangan risiko dan manfaat.
 Pengaturan bangunan di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan
pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan
memperhatikan kepentingan daerah.
 Kegiatan penambangan di dalam kawasan lindung di lakukan
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
 Lokasi pertambangan tidak terlalu dekat dengan permukiman, dan
tidak terletak di daerah tadah untuk menjaga kelestarian sumber
air.
 Lokasi penggalian pada lereng curam >40% tidak mengakibatkan
bahaya erosi dan longsor.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 33

Ayat (1)
Kriteria kawasan peruntukan industri:
 Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri.
 Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup.
 Tidak mengubah lingkungan hidup.
- 112 -

 Tidak boleh terletak di kawasan lindung.


 Tidak boleh terletak di kawasan budidaya yang terdiri dari kawasan
pertanian khususnya sawah yang memperoleh pengairan dan
jaringan irigasi.
 Tidak boleh terletak di kawasan budidaya yang memiliki lahan
berpotensi untuk pembangunan jaringan irigasi yaitu lahan yang di
cadangkan untuk lahan usaha tani dengan fasilitas irigasi.
 Tidak boleh terletak di kawasan hutan produksi terbatas dan
kawasan hutan produksi tetap.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 34

Ayat (1)
Rencana pengembangan kawasan pariwisata di wilayah Kabupaten
Aceh Barat dilakukan untuk memanfaatkan potensi wisata guna
mendorong perkembangan pariwisata dengan memperhatikan
kelestarian nilai-nilai budaya adat istiadat, mutu dan keindahan
lingkungan alam untuk mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.
Selain itu arahan pengembangan kawasan pariwisata di wilayah
Kabupaten Aceh Barat secara ruang untuk dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
 meningkatkan devisa dari sektor pariwisata dan meningkatkan
investasi di daerah;
 mendorong kegiatan lain yang ada di sekitarnya;
 meningkatkan pendapatan masyarakat;
 meningkatkan kontribusi pada pendapatan daerah dan nasional;
 meningkatkan kesempatan kerja;
 melestarikan budaya lokal;
 meningkatkan perkembangan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 35

Ayat (1)
Rencana pengembangan kawasan permukiman dilakukan untuk
menyediakan tempat bermukim yang sehat dan aman dari bencana
- 113 -

alam serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk


pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Lokasi lingkungan permukiman harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:

 Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa


lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment
area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah
pabrik, daerah bebas bangunan pada area bandara, daerah di
bawah jaringan listrik tegangan tinggi;
 Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa
lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara
di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah
dalam;
 Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian
(aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal,
langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana
dan sarana lingkungan tersedia);
 Kriteria keindahan / keserasian / keteraturan (kompatibilitas),
dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik
topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit,
mengurug seluruh rawa atau danau/situ/sungai/kali dan
sebagainya;
 Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan
kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran lingkungan
perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan
keterpaduan prasarana;
 Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan
jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai
pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-
utilitas lingkungan;
 Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan
keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat,
terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional / lokal
setempat.
Guna mewujudkan kelestarian lingkungan, kenyamanan, keserasian
dan keamanan, diperlukan adanya pengaturan kepadatan, ketinggian
dan garis sempadan bangunan.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas
- 114 -

Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)

Penetapan kawasan strategis aspek fungsi dan daya dukung lingkungan


diambil dari kriteria:

a. Merupakan aset berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi


perlindungan ekosistem;
b. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air;
c. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
d. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)

Penetapan kawasan strategis aspek ekonomi diambil dari kriteria :


a. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; dan atau
b. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi; dan atau
c. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi atau yang pengembangan infrastrukturnya mudah
dilakukan; dan atau
d. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan;
e. Diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup Jelas
- 115 -

Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 41
Arahan peraturan zonasi digunakan sebagai pedoman dalam hal peraturan
terkait kepentingan perizinan;
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,


atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
- 116 -

Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan hak masyarakat
sehingga Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pembinaan agar
kegiatan peran serta masyarakat dapat terselenggara dengan baik.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013 NOMOR 1
Lampiran IV
Indikasi Program Penataan Ruang Kabupaten Aceh Barat

Waktu Pelaksanaan
Sumber II III IV
I
Program Utama Rincian Program dan Lokasi Instansi Pelaksana Dana 2017 2022 2027
2012 2013 2014 2015 2016 - - -
2022 2027 2032
PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
Sistem Perkotaan
Dinas Koperasi, UKM,
 pengembangan pusat pelayanan Perindustrian dan
perdagagan, jasa, pendidikan dan APBN
Perdagangan, Dinas
kesehatan skala beberapa PKW Meulaboh;
Pendidikan, Dinas Kesehatan,
APBD Prop.,       
kabupaten di koridor pantai Barat APBD Kab.,
Dinas Cipta Karya dan
Selatan Aceh Pengairan
Dinas Koperasi, UKM,
 pengembangan pusat pelayanan PKLp Meutulang; Perindustrian dan
perdagangan dan jasa skala Perdagangan, Dinas Cipta
      
beberapa kecamatan sekitar Karya dan Pengairan
Dinas Koperasi, UKM,
 pengembangan pusat pelayanan Perindustrian dan
APBN
skala kecamatan untuk Perdagangan, Dinas Cipta
perdagangan, jasa, pemerintahan, PPK Karya dan Pengairan, Dinas
APBD Prop.,     
APBD Kab.,
kesehatan, olah raga dan umum Kesehatan,

 pengembangn pusat permukiman APBN


untuk pemerintahan, kesehatan, Dinas Cipta Karya dan
dan umum yang melayani kegiatan
PPL
Pengairan, Dinas Kesehatan
APBD Prop.,   
APBD Kab.,
skala antar desa
Jaringan jalan Nasional Pada
Wilayah Kabupaten
 ruas jalan Batas Aceh Jaya – Batas
Kota Meulaboh;
 ruas jalan Iskandar Muda.;
 peningkatan fungsi jalan kolektor  ruas jalan nasional; Dinas Bina Marga
APBN
       
primer menjadi arteri primer (K1)  ruas jalan Batas Kota Meulaboh –
Nagan Raya;
 ruas jalan Simpang Empat Rundeng –
Batas Kota Meulaboh
 pembangunan jalan kolektor primer ruas jalan batas Pidie – Meulaboh
Dinas Bina Marga APBN
       
1 (K2)

- 120 -
Jaringan Jalan Provinsi Pada
Wilayah Kabupaten
 ruas jalan Peuribu – Kulaa Bhee – APBN
 pemeliharaan jalan kolektor primer Simpang Suak Timah;
Dinas Bina Marga
APBD Prop.,
       
2 (K3) meliputi:  ruas jalan Kuala Bubon - Pinem APBD Kab.,

Jaringan Jalan Kabupaten


 pemeliharaan dan peningkatan jalan
lokal primer dengan total panjang
 pemeliharaan jalan lokal primer
524,38 Km
 pengembangan ruas jalan strategis
 pengembangan ruas jalan strategis APBN
Kabupaten
Kabupaten dengan total panjang Dinas Bina Marga APBD Prop.,        
 penetapan sistem jaringan jalan 196,89 Km APBD Kab.,
sekunder pada rencana tata ruang
 penetapan sistem jaringan jalan
detail
sekunder pada rencana tata ruang
detail
Jembatan
pada setiap simpul pertemuan antara APBN
Pembangunan dan peningkatan
jembatan.
jaringan jalan dan jaringan sungai di Dinas Bina Marga APBD Prop.        
wilayah kabupaten. APBD Kab.
Terminal
APBN
 Pembangunan terminal penumpang
 Kecamatan Meureubo.
Dinas Perhubungan dan
APBD Prop. 
tipe A Telekomunikasi
APBD Kab.
 Terminal Meulaboh Kecamatan Johan
Pahlawan;
APBN
 Terminal Meutulang Kecamatan Panton
 Pembangunan terminal penumpang Reu;
Dinas Perhubungan dan APBD Prop.
 
tipe C Telekomunikasi APBD Kab.
 Terminal Kuala Bhee Kecamatan Woyla;
 Terminala Drien Rampak Kecamatan
Arongan Lambalek.
 Gampong Suak Timah Kecamatan
Samatiga
 Gampong Banda Layung Kecamatan
Bubon APBN
Dinas Perhubungan dan APBD Prop.
 Pembangunan Halte  Gampong Pasi Mali Kecamatan Woyla Telekomunikasi APBD Kab.

Barat;
 Gampong Tangkeh Kecamatan Woyla
Timur;
 Gampong Keudee Aron Kecamatan

- 121 -
Kaway XVI;
 Gampong Pante Ceureumen Kecamatan
Pante Ceureumen;
 Gampong Tutut Kecamatan Sungai
Mas;
 Gampong Ujong Tanoh Darat/Univ.
Teuku Umar Kecamatan Meureubo.
APBN
Dinas Perhubungan dan
 Pembangunan terminal barang  Kecamatan Meureubo. Telekomunikasi
APBD Prop., 
APBD Kab.,
APBN
 Pembangunan Unit pengujian
 Kecamatan Johan Pahlawan.
Dinas Perhubungan dan
APBD Prop., 
kendaraan bermotor Telekomunikasi
APBD Kab.,
Jaringan Pelayanan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
 Penyediaan jaringan trayek AKAP,
berupa Meulaboh – Blangpidie -
Tapaktuan – Sidi kalang – Kaban Jahe
– Medan;
 Penyediaan jaringan trayek AKDP,
meliputi:
1. Meulaboh – Jeuram;
2. Meulaboh – Jeuram – Takengon;
3. Meulaboh – Blang Pidie;
4. Meulaboh – Blang Pidie- Kota
Fajar - Bakongan;
5. Meulaboh – Tapaktuan;
6. Meulaboh – Blang Pidie – APBN
 Pengembangan Jaringan pelayanan Tapaktuan – Kota Fajar – Dinas Perhubungan dan
APBD Prop.,        
lalu lintas dan angkutan jalan Subussalam; Telekomunikasi
APBD Kab.,
7. Meulaboh – Blangpidie –
Tapaktuan – Kota Fajar –
Subussalam – Singkil;
8. Meulaboh – Calang; dan
9. Meulaboh – Banda Aceh.
 pengembangan rute trayek angkutan
perdesaan, meliputi:
1. Meulaboh - Meureubo ;
2. Meulaboh – Keude Aron –
Meutulang – Kajeng;
3. Meutulang – Pante Ceuremen;
4. Meulaboh – Suak Timah – Banda
Layung – Kuala Bhee;

- 122 -
5. Meutulang – Tangkeh – Kuala
Bhee;
6. Drien Rampak – Pasi Mali – Kuala
Bhee;
7. Drien Rampak – Suak Timah; dan
8. Meutulang – Banda Layung.
 Perwujudan ketentuan moda angkutan
barang meliputi:
1. Moda angkutan kendaraan besar/
truk melalui jaringan jalan sistem
primer; dan
2. Moda angkutan kendaraan kecil /
pick diperbolehkan melalui
jaringan jalan sistem sekunder.
 Penyediaan rute angkutan barang
meliputi:
1. Meulaboh - Medan;
2. Meulaboh – Banda Aceh; dan
3. Meulaboh - seluruh Kecamatan
dalam Kabupaten Aceh Barat.
Jaringan Kereta Api
 pembangunan jalur kereta api Banda
Aceh – Meulaboh -Subulussalam;
APBN
Pengembangan prasarana kereta api  pembangunan Stasiun kereta api di Dinas Perhubungan dan
APBD Prop., 
Meulaboh. Telekomunikasi
APBD Kab.,
 pembangunan fasilitas pengoprasian
kereta api.
 Lokomotif;
APBN
 Kereta; Dinas Perhubungan dan

pengembangan sarana kereta api APBD Prop.,
 Gerbong; dan Telekomunikasi
APBD Kab.,
 Peralatan khusus.
 peningkatan akses terhadap layanan
kereta api;
APBN
peningkatan pelayanan kereta api  penyediaan jaminan keselamatan dan Dinas Perhubungan dan
APBD Prop., 
kenyamanan penumpang; dan Telekomunikasi
APBD Kab.,
 pengembangan sistem keamanan dan
keselamatan perlintasan kereta api.
Jaringan Transportasi Laut
 peningkatan pelabuhan nasional di
Dinas Perhubungan dan
APBN
Pengembangan Pelabuhan Laut Kecamatan Johan Pahlawan;
Telekomunikasi
APBD Prop.,        
 peningkatan pelabuhan laut dan APBD Kab.,

- 123 -
terminal khusus di Kecamatan Sama
Tiga;
 pembangunan terminal khusus di
kecamatan Meureubo.
 Meulaboh-Singapore-China;
 Tanjung Priok-Padang-Medan-
Meulaboh; APBN
Pengembangan Jalur Alur Pelayaran Dinas Perhubungan dan
 Meulaboh-Banda Aceh; Telekomunikasi
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
 Meulaboh-Labuhan Haji;
 Meulaboh-Belawan.
Sistem Jaringan Energi
a. pengembangan energi listrik
terbarukan meliputi:
1. energi air, pengembangan PLTA di
Gampong Sikundo Kecamatan
Pante Ceureumen dan
pengembangan dan pemeliharaan
PLTMH di gampong Gaseu APBN
PLN, Dinas Pertambangan dan
Pembangkit tenaga listrik Kecamatan Sungai Mas.
Energi
APBD Prop.,        
2. tenaga surya di semua kecamatan; APBD Kab.,
b. pengembangan energi listrik tak
terbarukan meliputi:
1. PLTD di Gampong Seuneubok
Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Rencana pembangunan PLTU
2x200 MW di Kab. Aceh Barat.
a. Pengembangan jaringan listrik Saluran
Udara Tegangan Menengah (20 KV) di
semua kecamatan.
b. Pengembangan jaringan listrik Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (275
KV) melalui:
1. Kecamatan Meureubo;
2. Kecamatan Johan Pahlawan; APBN
Jaringan transmisi listrik PLN, Dinas Pertambangan dan
3. Kecamatan Kaway XVI;
Energi
APBD Prop.,        
4. Kecamatan Panton Reu; APBD Kab.,
5. Kecamatan Woyla;
6. Kecamatan Woyla Timur; dan
7. Kecamatan Sungai Mas
c. pengembangan jaringan listrik di
seluruh kecamatan;
d. pengembangan gardu induk di
Kecamatan Johan Pahlawan.

- 124 -
Sistem Jaringan Telekomunikasi
pengembangan jaringan kabel di seluruh Telkom, Swasta, Dinas APBN
Jaringan terrestrial atau kabel kecamatan Perhubungan dan APBD Prop.,        
Telekomunikasi APBD Kab.,
 pemakaian menara telekomunikasi
bersama antar operator telepon seluler
bersama
 penggunaan gelombang untuk
komunikasi dan penyiaran diatur tata
laksananya sesuai ketentuan peraturan
perundangan; dan
 pengembangan prasarana teknologi
informasi kawasan perkotaan
 Sistem jaringan selular atau tanpa
kabel dengan didukung pengembangan Telkom, Swasta, Dinas APBN
Pengembangan Jaringan nirkabel menara BTS meliputi : Perhubungan dan APBD Prop.,        
1. Kecamatan Johan Pahlawan; Telekomunikasi APBD Kab.,
2. Kecamatan Meureubo;
3. Kecamatan Kaway XVI;
4. Kecamatan Samatiga;
5. Kecamatan Arongan Lambalek;
6. Kecamatan Bubon;
7. Kecamatan Woyla;
8. Kecamatan Woyla Timur;
9. Kecamatan Woyla;
10. Kecamatan Sungai Mas;
11. Kecamatan Panton Reu;
12. Kecamatan Pante Ceureumen.
Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Pengelolaan WS Woyla – Seunagan
meliputi: APBN
 DAS Krueng Bubon; Dinas Cipta Karya dan
 Pengelolaan Wilayah Sungai Pengairan
APBD Prop.,        
 DAS Krueng Woyla; dan APBD Kab.,
 DAS Meureubo.
APBN
Dinas Cipta Karya dan
Cekungan air tanah pengamanan cekungan air tanah Meulaboh;
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
 Geunang Geudong untuk objek wisata
dan perikanan; APBN
Pemanfaatan situ Dinas Cipta Karya dan
 Geunang Peunia untuk objek wisata Pengairan
APBD Prop.,        
dan perikanan; APBD Kab.,
 Geunang Krueng Unyat untuk objek

- 125 -
wisata dan perikanan; dan
 Geunang Pucok Laut untuk objek
wisata dan perikanan.

Pemanfaatan daerah irigasi


 daerah irigasi kewenangan Nasional
Dinas Cipta Karya dan
APBN
berupa DI Lhok Guci
Pengairan
APBD Prop.,        
 daerah irigasi kewenangan kabupaten APBD Kab.,
 Sumber air baku dari sungai; dan
Dinas Cipta Karya dan
APBN
Jaringan air baku untuk air bersih  Sumber air baku dari aset sumber daya Pengairan
APBD Prop.,        
air. APBD Kab.,
 normalisasi dan rehabilitasi sungai.
 Pembanguna serta operasi dan
pemeliharaan sarana dan prasarana
pengendalian banjir diseluruh sungai
Pengembangan sistem pengendalian rawan bajir; APBN
Dinas Cipta Karya dan
banjir  Rehabilitasi dan pemantapan fungsi Pengairan
APBD Prop.,        
kawasan sempadan sungai melalui APBD Kab.,
embungnisasi; dan
 Pengendalian dan pembatasan kegiatan
budidaya pada kawasan sempandan
sungai.
 Sistem pengamanan pantai meliputi :
1. Kecamatan Johan Pahlawan;
Sistem pengamanan pantai 2. Kecamatan Meureubo;    
3. Kecamatan samatiga;
4. Kecamatan Arongan Lambalek.
Sistem Jaringan Persampahan
APBN
pengembangan tekonologi komposing
Dinas Cipta Karya dan APBD Prop.,
sampah organik dan sistem 3R; Semua Kecamatan
Pengairan APBD Kab.,

pusat kegiatan masyarakat meliputi:


 pasar; APBN
Penyediaan Tempat Penampungan Dinas Cipta Karya dan
Sementara Sampah
 permukiman;
Pengairan
APBD Prop.,        
 perkantoran; dan APBD Kab.,
 fasilitas sosial lainnya.
APBN
penyediaan Tempat Pemrosesan Akhir perbatasan Kecamatan Meureubo dan Dinas Cipta Karya dan
Sampah Kecamatan Kaway XVI; Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
pengembangan prasarana pengelolaan APBN
Dinas Cipta Karya dan
persampahan dengan pola Sanitary Lokasi TPA
Pengairan
APBD Prop.,  
landfill APBD Kab.,

- 126 -
APBN
pengembangan penyediaan sarana Dinas Cipta Karya dan
prasarana pengolahan sampah;
Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
melakukan koordinasi antar lembaga
APBN
pemerintah, masyarakat, dan dunia Dinas Cipta Karya dan
usaha agar terpadu dalam pengelolaan
Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
sampah.
sumber air minum
APBN
pengembangan jaringan air minum PDAM, Dinas Cipta Karya dan
perpipaan
Kawasan Perkotaan
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
pengembangan sistem air minum
berupa:
1. peningkatan jaringan distribusi.
2. pemanfatan air tanah dangkal dan
artesis secara terkendali;
3. pengembangan sistem perpipaan
perdesaan menggunakan sumber
APBN
air dari air tanah atau mata air; PDAM, Dinas Cipta Karya dan
4. penyediaan sistem air bersih
Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
perdesaan memanfaatkan potensi
air hujan; dan
5. pemanfaatan sumber air baku
untuk air bersih secara
proporsional dan terpadu untuk
pemenuhan kebutuhan pertanian
dan kebutuhan lainnya.
a. Krueng Meureubo, meliputi:
1. Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Kecamatan Meureubo;
3. Kecamatan Kaway XVI;
4. Kecamatan Panton Reu;
5. Kecamatan Samatiga;
6. Kecamatan Pante Ceureumen; dan APBN
PDAM, Dinas Cipta Karya dan
 Pengembangan sumber air baku 7. Kecamatan Bubon
Pengairan
APBD Prop.,        
b. Krueng Woyla. APBD Kab.,
1. Kecamatan Sungaimas;
2. Kecamatan Woyla;
3. Kecamatan Woyla Barat;
4. Kecamatan Woyla Timur;
5. Kecamatan Arongan Lambalek;

Pengolahan Limbah

- 127 -
APBN
penerapan sistem septic tank kawasan Dinas Cipta Karya dan
permukiman perkotaan dan perdesaan;
Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
pengembangan jamban komunal pada kawasan permukiman padat masyarakat
APBN
kawasan permukiman padat, kumuh berpenghasilan rendah dan area fasilitas Dinas Cipta Karya dan
dan fasilitas umum; umum seperti terminal dan ruang terbuka Pengairan
APBD Prop.,        
APBD Kab.,
publik;
penyediaan sarana prasarana
pengolahan limbah industri, limbah APBN
Dinas Cipta Karya dan
medis, limbah berbahaya beracun (B3) Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,     
secara mandiri pada fasilitas tertentu APBD Kab.,
maupun secara terpadu;
APBN
penyediaan system pengelolaan limbah Dinas Cipta Karya dan
domestic yang bukan tinja;
Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,    
APBD Kab.,
APBN
penyediaan prasarana pengelolaan Dinas Cipta Karya dan
limbah industri
kawasan industri;
Pengairan
APBD Prop., 
APBD Kab.,
APBN
penyediaan Instalasi Pengolahan perbatasan Kecamatan Meureubo dan Dinas Cipta Karya dan
Limbah Tinja (IPLT) Kecamatan Kaway XVI. Pengairan
APBD Prop.,  
APBD Kab.,
APBN
penyusunan masterplan pengolahan Dinas Cipta Karya dan
limbah.
Kabupaten Aceh Barat
Pengairan
APBD Prop., 
APBD Kab.,
Sistem Drainase
 pengembangan sistem drainase
bagi kawasan permukiman;
 pembuatan saluran drainase
sekunder pada setiap kawasan
fungsional; APBN
Dinas Cipta Karya dan
 pengoptimalan daya resap air ke Semua Kecamatan
Pengairan
APBD Prop.,        
dalam tanah dengan penghijauan; APBD Kab.,
 pengelolaan saluran drainase di
kawasan perkotaan, baik yang
terbuka maupun tertutup; dan
 penyusunan masterplan drainase.
Jalur dan Ruang Evakuasi Bencana
Dinas Bina Marga, Badan APBN
Penyediaan jalur evakuasi bencana  Kecamatan Sungai Mas;
    
Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,
gerakan tanah tinggi  Kecamatan Pante Ceureumen; Bencana Daerah APBD Kab.,
Penyediaan jalur evakuasi bencana Dinas Bina Marga, Badan APBN
gempa bumi  Seluruh Kecamatan Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,
    

- 128 -
Bencana Daerah APBD Kab.,
 Kecamatan Woyla;
 Kecamatan Woyla Barat;
 Kecamatan Arongan Lambalek;
 Kecamatan Johan Pahlawan;
Dinas Bina Marga, Badan APBN
Penyediaan jalur evakuasi bencana  Kecamatan Kaway XVI;
banjir  Kecamatan Bubon
Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,     
Bencana Daerah APBD Kab.,
 Kecamatan Pante Ceureumen;
 Kecamatan Samatiga; dan
 Kecamatan Meureubo.

 Kecamatan Johan Pahlawan;


Dinas Bina Marga, Badan APBN
Penyediaan jalur evakuasi bencana  Kecamatan Meureubo;
Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,     
tsunami  Kecamatan Samatiga; dan Bencana Daerah APBD Kab.,
 Kecamatan Arongan Lambalek
 Kecamatan Johan Pahlawan;
 Kecamatan Meurebo;
 Kecamatan Kaway XVI;
 Kecamatan Bubon;
Dinas Bina Marga, Badan APBN
Penyediaan jalur evakuasi kebakaran
 Kecamatan Woyla;
Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,     
 Kecamatan Woyla Barat; Bencana Daerah APBD Kab.,
 Kecamatan Woyla Timur;
 Kecamatan Woyla Timur;
 Kecamatan Panto Rheu; dan
 Kecamatan Pante Ceureumen.
1. lapangan olahraga atau lapangan
terbuka;
2. Jalan raya; dan
3. fasilitas umum dan sosial meliputi:
a) gedung sekolah;
b) rumah sakit atau gedung
Dinas Bina Marga, Badan APBN
kesehatan lainnya;
penyediaan ruang evakuasi bencana
c) kantor pemerintah;
Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,     
Bencana Daerah APBD Kab.,
d) Menara Telekomunikasi;
e) Escape Building, Kec, Johan
Pahlawan;
f) Komplek Pertokoan Candi – NR,
Kec. Johan Pahlawan;
g) Komplek Pertokoan CRS, Kec.

- 129 -
Johan Pahlawan;
h) Komplek Univ. Teuku Umar, Kec.
Meureubo.
Pengembangan prasarana mitigasi
bencana tsunami meliputi:
 penyediaan pemecah gelombang
sejajar pantai;
 penyediaan tempat-tempat
perlindungan (shelter) pada daerah Dinas Bina Marga, Badan APBN
perkampungan nelayan atau Kawasan Rawan Bencana Tsunami Pelaksana Penanggulangan APBD Prop.,     
tempat-tempat prasarana kelautan Bencana Daerah APBD Kab.,
dan perikanan kawasan pesisir ;
dan
 menerapkan konstruksi bangunan
ramah bencana Tsunami atau
relokasi permukiman pada kawasan
rawah Tsunami Tinggi.
 Pengembangan prasarana
pemerintahan meliputi;
a) Sarana pemerintahan dan
pelayanan umum tingkat
kabupaten berada di kawasan
perkotaan Meulaboh;
b) Sarana pemerintahan dan
pelayanan umum tingkat
kecamatan berada di tiap
kecamatan;
c) Sarana pemerintahan tingkat
kemukiman berada di seluruh
kecamatan sesuai dengan jumlah APBN
 Pengembangan prasarana
kabupaten
kemukiman; APBD Prop.,       
d) Sarana pemerintahan tingkat APBD Kab.,
gampong berada di kecamatan
sesuai gampong.
 Pengembangan prasarana pendidikan
meliputi:
a) Sarana pendidikan pasca SLTA
meliputi;
1. Poltekes;
2. UTU;
3. STAI;
4. STIKIP.
b) Sarana pendidikan SLTA berada di
kawasan perkotaan dan
- 130 -
perdesaan;
c) Sarana pendidikan SLTP berada di
kawasan perkotaan dan
perdesaan;
d) Sarana pendidikan SD berada di
kawasan perkotaan dan
perdesaan;
e) Sarana pendidikan keagamaan
tersebar di seluruh kecamatan.
 Pengembangan prasarana kesehatan
meliputi :
a) Peningkatan Rumah Sakit Umum
Tipe B berada kawasan perkotaan
meulaboh;
b) Puskesmas Rawat Inap meliputi;
1. Kawasan perkotaan;
2. Kawasan Meutulang;
3. Kawasan Kuala Bhee;
4. Kawasan Arongan Lambalek;
5. Kawasan Kaway XVI.
c) Puskesmas berada dikawasan
perkotaan tiap kecamatan;
d) Puskesmas pembantu berada di
tiap PPL; dan
e) Polindes dan Poskesdes skala
pelayanan gampong berada di
seluruh gampong.
 Pengembangan prasarana peribadatan
meliputi:
a) Mesjid Kabupaten berada di
kawasan perkotaan meulaboh;
b) Mesjid Kecamatan berada di
kawasan perkotaan tiap
kecamatan;
c) Mesjid tingkat lingkungan berada
dikawasan perkotaan dan
perdesaan; dan
d) Sarana perbadatan lainya sesuikan
dengan kebutuhan.
 Pengembangan prasarana perdagangan
meliputi:
a) Sarana perdangan skala kabupaten
berada di kawasan perkotaan
meulaboh;

- 131 -
b) Sarana perdagangan skala wilayah
berada di perkotaan yang terdiri
dari:
1. Kecamatan Panton Reu;
2. Kecamatan Arongan Lambalek;
dan
3. Kecamatan Woyla.
 Pengembangan prasarana ruang
terbuka, taman, dan lapangan olah
raga meliputi:
a) Tingkat Kabupaten;
b) Tingkat wilayah;
c) Tingkat kecamatan; dan
d) Tingkat lingkungan.
 Penyediaan dan Pengembangan
prasarana perikanan meliputi:
a) Kecamatan Samatiga;
b) Kecamatan Johan Pahlawan;
c) Kecamatan Meureubo;
d) Kecamatan Arongan Lambalek;
e) Kecamatan Pante Ceureumen.
Perwujudan Pola Ruang
Perwujudan Kawasan Lindung
Kawasan yang Memberikan
Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
 Pengajuan usulan perubahan hutan
lindung;
 pemantauan dan pengendalian
kawasan;
 pengembangan partisipasi Dinas Kehutanan dan
APBN,
masyarakat dalam pengelolaan  Kecamatan Sungai Mas; dan
Perkebunan
APBD Prop.,        
kawasan;  Kecamatan Pante Ceureumen; APBD Kab.,
 pengembangan pola intensif dan
disinsentif pengelolaan kawasan;
dan
 pengawasan.
Kawasan Perlindungan Setempat
 Sempadan pantai : APBN,
 penegakan aturan garis sempadan
a. Kecamatan Arongan Lambalek; Badan Lingkungan Hidup dan APBD Prop.,
pantai, sungai, danau, embung;
b. Kecamatan Samatiga; Kebersihan APBD Kab.,
       
 penetapan batas kawasan lindung; c. Kecamatan Johan Pahlawan; dan

- 132 -
 perlindungan kawasan serta d. Kecamatan Meureubo.
peningkatan kualitasnya;  Sempadan sungai :
 pengelolaan, pemeliharaaan, a. Krueng Woyla;
pelestarian, rehabilitasi kawasan b. Krueng Meureubo; dan
sempadan; c. Krueng Bubon
 Sempadan sekitar danau dan embung:
 pengembangan partisipasi a. Geunang Geudong;
masyarakat dalam pengelolaan
b. Geunang Peunia;
kawasan lindung;
c. Geunang Krueng Tujoh;
 pengembangan pola intensif dan d. Geunang Krueng Unyat; dan
disinsentif pengelolaan kawasan e. Geunang Pucok laut.
lindung;  Ruang terbuka hijau kawasan
 pengawasan kawasan lindung; perkotaan
 pemeliharaan dan rehabilitasi
sungai di bagian hulu;
 pemeliharaan dan rehabilitasi di
bagian hilir DWS; dan
 penyusunan masterplan RTH.
Kawasan Suaka, Pelestarian Alam,
dan Cagar Budaya
Dinas Cipta Karya dan
Pengairan, Dinas Kehutanan
Kawasan pantai berhutan bakau
 perlindungan kawasan serta
a. Kecamatan Johan Pahlawan;
dan Perkebunan, Badan
APBN,
peningkatan kualitasnya; dan Lingkungan Hidup dan
b. Kecamatan Meureubo;
Kebersihan, Dinas Kebudayaan,
APBD Prop.,        
 penanaman dan pemeliharaan c. Kecamatan Arongan Lambalek; dan APBD Kab.,
hutan bakau. Pariwisata, Pemuda dan
d. Kecamatan Samatiga
Olahraga, Dinas Kelautan dan
Perikanan
Kawasan Rawan Bencana Alam
 identifikasi dan inventarisasi  Kawasan rawan tanah longsor tinggi
kawasan- kawasan rawan bencana  Kecamatan Sungai Mas;
secara lebih akurat;  Kecamatan Pante Ceureumen.
 pemetaan kawasan bencana alam;  kawasan rawan banjir
Dinas Cipta Karya dan
 Kecamatan Johan Pahlawan;
 pengaturan kegiatan manusia di
 Kecamatan Meureubo;
Pengairan, Dinas Bina Marga,
APBN,
kawasan rawan bencana; Dinas Sosial, Tenaga kerja dan
 Kecamatan Samatiga; APBD Prop.,
 melakukan upaya untuk  Kecamatan Kaway XVI;
Transmigrasi, Badan Pelaksana
APBD Kab.,
       
mengurangi/ mentiadakan resiko Penanggulangan Bencana
 Kecamatan Bubon;
bencana alam; Daerah dan dinas terkait
 Kecamatan Pante Ceureumen;
 melakukan sosialisasi bencana alam lainnya
 Kecamatan Woyla;
pada masyarakat di daerah rawan  Kecamatan Woyla Barat;
bencana;  Kecamatan Arongan Lambalek.
 peningkatan kapasitas masyarakat;  kawasan rawan kebakaran

- 133 -
 melakukan pengelolaan dan  Kecamatan Johan Pahlawan;
konservasi DAS dan sumber daya  Kecamatan Meureubo;
airnya secara optimal;  Kecamatan Bubon;
 melakukan penguatan  Kecamatan Woyla Timur;
kelembagaan mengenai  Kecamatan Woyla;
kebencanaan;  Kecamatan Woyla Barat;
 Kecamatan Panton Reu;
 penguatan mata pencaharian  Kecamatan Kaway XVI;
masyarakat di daerah rawan
 Kecamatan Pante Ceureumen;
bencana; dan
 relokasi permukiman pada kawasan
rawan bencana.
Kawasan Lindung Geologi
 identifikasi dan inventarisasi
kawasan- kawasan rawan bencana
geologi;
 pengembangan partisipasi Dinas Cipta Karya dan
masyarakat dalam pengelolaan  kawasan rawan tsunami
Pengairan, Dinas Sosial,
kawasan lindung;  Kecamatan Johan Pahlawan;
Tenaga kerja dan Transmigrasi, APBN,
 Kecamatan Meureubo;
 pengembangan pola intensif dan  Kecamatan Samatiga; dan
Badan Pelaksana APBD Prop.,
       
disinsentif pengelolaan kawasan Penanggulangan Bencana APBD Kab.,
 Kecamatan Arongan Lambalek.
lindung; Daerah, Badan Lingkungan
 kawasan rawan gempa di seluruh
 pengawasan kawasan lindung; Hidup dan Kebersihan,
kecamatan.
 sosialisasi dan Relokasi Bappeda
permukiman pada kawasan rawan
bencana; dan
 mitigasi kebencanaan.
Kawasan Budidaya
Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi
 penetapan tata batas kawasan
hutan produksi terbatas;
 pemanfaatan hutan produksi
terbatas secara lestari;
 rehabilitasi hutan dan lahan kritis; APBN
 Kecamatan Pante Ceureumen. Dinas Kehutanan dan
APBD Prop.,        
 perlindungan dan konservasi Perkebunan
sumber daya hutan dan lahan; APBD Kab.,
 pembinaan dan penertiban industri
hasil hutan;
 pengembangan hasil hutan bukan
kayu;

- 134 -
 pengembangan tanaman hutan;
dan
 peningkatan pemasaran hasil
produksi.
Kawasan Peruntukan Pertanian
 pengembangan sarana dan
prasarana;
 pengembangan agroindustri;
 pengembangan usaha tani terpadu
berwawasan agropolitan;
 inventarisasi dan penetapan lokasi
usaha peternakan dan kawasan
sentra produksi ternak;
 penataan dan pengendalian lokasi
usaha peternakan dan kawasan
sentra produksi ternak;
 penggembangan fasilitas dan
infrastruktur pendukung;
 pengembangan pusat pengumpul Dinas Kehutanan dan APBN
dan distribusi peternakan; Semua Kecamatan Perkebunan, Dinas Pertanian APBD Prop.,        
 pengembangan perkebunan besar dan Peternakan APBD Kab.,
dengan perlibatan masyarakat
sebagai inti dalam pola Perkebunan
Inti Rakyat (PIR);
 pengembangan perkebunan rakyat
mandiri dan atau plasma dalam
pola PIR;
 peningkatan pemasaran hasil
produksi;
 pengembangan kawasan tanaman
tahunan;
 peremajaan dan rehabilitasi untuk
tanaman yang sudah tua; dan
 penyusunan masterplan pertanian.
Kawasan Peruntukan Perikanan
Peruntukan Kawasan Perikanan tangkap
meliputi;
APBN
a. Perairan laut dengan daerah
 Pengembangan sumber daya penangkapan ikan
Dinas Kelautan dan Perikanan APBD Prop.,        
APBD Kab.,
dan sarana infrastruktur 1. Kecamatan Arongan Lambalek;
pendukung. 2. Kecamatan Samatiga;
- 135 -
 Pembinaan kelembagaan dan 3. Kecamatan Johan Pahlawan;
penyuluhan. 4. Kecamatan Meureubo.
b. Perairan umum danau;
1. Kecamatan Kaway XVI;
2. Kecamatan Panton Rheu;
3. Kecamatan Meureubo;
Kawasan peruntukan perikanan budidaya
meliputi:
a. Perikanan budidaya air tawar berupa
mina padi dikawasan pertanian lahan
basah;
b. Perikanan budidaya ait payau;
1. Kecamatan Arongan Lambalek;
2. Kecamatan Samatiga;
3. Kecamatan Johan Pahlawan;
4. Kecamatan Meureubo.
Kawasan Peruntukan
Pertambangan
 penyusunan penelitian deposit
mineral pertambangan;
 pengembangan kawasan
pertambangan;
 pemantauan dan pengendalian
kawasan usaha pertambangan;
 batubara meliputi:
 peningkatan sarana dan prasarana  Kecamatan Kaway XVI;
kawasan pertambangan.  Kecamatan Meureubo;
 pengembangan informasi  Kecamatan Pante Ceureuemen;
sumberdaya mineral dan energi;  Kecamatan Sungai Mas; dan
APBN
 peningkatan produksi dengan tetap  Kecamatan Panton Rheu. Dinas Pertambangan dan
APBD Prop.,        
memperhatikan kelestarian  emas meliputi: Energi, dan SKPD Terkait.
APBD Kab.,
lingkungan;  Kecamatan Sungai Mas;
 peningkatan peran serta  Kecamatan Woyla;
masyarakat;  Kecamatan Woyla Timur;
 pendataan ulang izin  Kecamatan Woyla Barat; dan
pertambangan;  Kecamatan Pante Ceureumen.
 reboisasi tanaman;
 pengembangan kegiatan
pertambangan umum lainnya; dan
 reklamasi lokasi habis ditambang
untuk digunakan komoditi lain.
Kawasan Peruntukan Industri

- 136 -
 penyusunan masterplan kawasan a. Kawasan Peruntukan Industri Besar
peruntukan industri; meliputi Kecamatan Kaway XVI,
 pengembangan IKM dengan Sungai Mas, Woyla, Woyla Barat,
membentuk sentra – sentra Woyla Timur, Meureubo, dan Pante
produksi; Ceureumen.
b. Kawasan peruntukan industri
 peningkatan sistem pemasaran;
menengah meliputi Kec. Johan
Dinas Koperasi, UKM,
APBN
 pengembangan aneka produk Perindustrian dan
Pahlawan, Meureubo, Samatiga, dan
Perdagangan, Dinas Cipta
APBD Prop.,        
olahan; dan Kaway XVI. APBD Kab.,
Karya dan Pengairan, Bappeda
 peningkatan kemampuan teknologi c. Kawasan industri rumah tangga
industri Pengelolaan IKM dan meliputi seluruh kecamatan.
UMKM. d. Kawasan peruntukan industry
pengolahan ikan meliputi kecamatan
Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga
dan Arongan Lambalek.
Kawasan Peruntukan Pariwisata
 Objek wisata alam
 Kecamatan Johan Pahlawan berupa:
 penyusunan Rencana Induk 1. Pantai Suak Ribee;
Pengembangan Pariwisata Daerah; 2. Pantai Ujong Karang;
 penataan dan pengendalian 3. Pantai Batee Puteh;
pembangunan kawasan obyek  Kecamatan Meureubo berupa Pantai
wisata; Lanaga;
 tata batas obyek- obyek wista;  Kecamatan Samatiga berupa Pantai
Suak Geudebang; dan
 pengembangan satuan kawasan
 Kecamatan Kaway XVI berupa Danau APBN
wisata;
Geunang Geudong.
Dinas Kebudayaan, Pariwisata,
APBD Prop.,        
 pengembangan obyek wisata
 Objek wisata budaya APBD Kab.,
utama; Pemuda dan Olahraga
 Kecamatan Panton Reu
 pengkaitan kalender wisata  Makam Teuku Umar; dan
Kabupaten;  Quran Wangi.
 pengadaan kegiatan festival gelar  Kecamatan Sungai Mas berupa:
seni budaya; dan  Makam Pocut Baren;
 peningkatan akomodasi dan  Makam Aneuk Manyak
infrastruktur.  Kecamatan Johan Pahlawan berupa
Mesjid Agung Baitul Makmur dan
Tugu Kupiah Meukeutop Meulaboh.
Kawasan Peruntukan Permukiman
 pengembangan dan penataan
kawasan perkotaan; APBN
Semua Kecamatan Bappeda, Dinas Cipta Karya
 penyusunan masterplan dan Pengairan
APBD Prop.,        
pengembangan permukiman; APBD Kab.,
 monitoring dan evaluasi
- 137 -
pelaksanaan masterplan
permukiman;
 peningkatan penyehatan
lingkungan permukiman;
 penyediaan sarana listrik;
 program penyediaan air bersih
secara sederhana di kawasan
perdesaan;
 pengembangan Jaringan jalan
desa; dan
 pengembangan sarana angkutan
orang dan barang untuk
menunjang produksi pedesaan.
Kawasan Peruntukan Lainnya
Kawasan peruntukan pertahanan  Kawasan tentara nasional Indonesia,
keamanan Negara meliputi;
a. Korem 012 Teuku Umar Kecamatan
Meureubo;
b. Kodim 0105 Kecamatan Johan
Pahlawan.
 Koramil meliputi;
a. Koramil 01 Kecamatan Sungai mas;
b. Koramil 02 Kecamatan Woyla;
c. Koramil 03 Kecamatan Kaway XVI;
d. Koramil 04 Kecamatan Meurebo;
e. Koramil 05 Kecamatan Pante
Ceureumen;
f. Koramil 06 Kecamatan Bubon; Dinas Cipta Karya dan APBN
g. Koramil 07 Kecamatan Johan Pengairan APBD Prop.,        
Pahlawan; APBD Kab.,
h. Koramil 08 Kecamatan Arongan
Lambalek;
i. Koramil 09 Kecamatan Samatiga;
j. Koramil 10 Kecamatan Woyla
Barat;
k. Koramil 11 Kecamatan Woyla
Timur;
l. Koramil 12 Kecamatan Panto Rheu.
 Kompi C kecamatan Johan Pahlawan;
 Polisi Militer Kecamatan Johan
Pahlawan;
 Pos Kamla Kecamatan Johan Pahlawan.

- 138 -
 Kawasan Polisi Republik Indonesia,
meliputi;
a. Polisi Resort (POLRES) di
kecamatan Johan Pahlawan;
b. Polisi Sektor (POLSEK), meliputi;
1. Kecamatan Johan Pahlawan;
2. Kecamatan Kaway XVI;
3. Kecamatan Samatiga;
4. Kecamatan Woyla;
5. Kecamatan Sungai Mas;
Kawasan peruntukan transmigrasi 6. Kecamatan Meureubo;
7. Kecamatan Pante Ceureumen;
8. Kecamatan Bubon;
9. Kecamatan Arongan Lambalek;
10. Kecamatan Woyla Timur;
11. Kecamatan woyla Barat;
12. Kecamatan Panton Rheu.
c. Pos Polisi Air di Kecamatan Johan
Pahlawan.
Kawasan peruntukan transmigrasi, meliputi;
1. UPT IV Sp VI Kecamatan
Meureubo;
2. Gampong SP Teumarom
Kecamatan Woyla Barat;
3. Gampong Lango Kecamatan Pante
Ceureumen.
Program Perwujudan Kawasan
Strategis
Pengembangan kawasan strategis dari a. Penyusunan Rencana Detail dan
Sudut kepentingan pertumbuhan Rencana Rinci Kawasan Strategis,
ekonomi meliputi:
 PKLp Meutulang; Bappeda, Dinas Cipta Karya
 Kota Terpadu Mandiri Kecamatan dan Pengairan, Dinas
Panton Reu dan Kaway XVI; Pertambangan dan Energi,
 Kawasan Cepat Tumbuh Woyla; Dinas Koperasi, UKM,
APBN
 Kawasan Agropolitan Sawang Perindustrian dan
Teubee; Perdagangan, Dinas Kelautan
APBD Prop.,     
APBD Kab.,
b. Pengembangan, Peningkatan Prasarana dan Perikanan, Dinas Pertanian
dan Sarana, Pengendalian dan Peternakan, Dinas
Pemanfaatan Ruang, meliputi: Kehutanan dan Perkebunan,
 PKLp Meutulang; Dinas Pendidikan
 Kota Terpadu Mandiri Kecamatan
Panton Reu dan Kaway XVI;
 Kawasan Cepat Tumbuh Woyla;dan

- 139 -
 Kawasan Agropolitan Sawang
Teubee.
Pengembangan kawasan strategis dari Penyusunan Rencana Detail dan Rencana Bappeda, Dinas Cipta Karya APBN
Sudut Kepentingan Fungsi dan Daya Rinci Kawasan Strategis Danau Geunang dan Pengairan, Dinas Pertanian APBD Prop.,
Dukung Lingkungan Geudong dan Peternakan, Dinas APBD Kab.,     
Kelautan dan Perikanan, Dinas
Cipta Karya dan Pengairan
Pengembangan kawasan strategis dari a. Penyusunan Rencana Detail dan
Sudut Kepentingan Sosial Budaya Rencana Rinci Kawasan Strategis,
meliputi:
1. Wisata Budaya Makam Teuku
Bappeda, Dinas Cipta Karya
Umar;
dan Pengairan, Dinas
2. Kawasan Pendidikan Alue
Perhubungan dan
Peunyareng; dan
Telekomunikasi, Dinas APBN
3. Kawasan Komunitas Adat Terpencil
Sikundo.
Kebudayaan, Pariwisata, APBD Prop.,     
Pemuda dan Olahraga, Dinas APBD Kab.,
b. Pengembangan kawasan Pendidikan
Pendidikan, Dinas Sosial,
Alue Peunyareng;
Tenaga kerja dan Transmigrasi,
c. Penataan kawasan Wisata Budaya
dan Dinas Terkait.
Makam Teuku Umar;
d. Pemberdayaan masyarakat sekitar
hutan Kawasan Komunitas Adat
Terpencil Sikundo.

BUPATI ACEH BARAT

ttd.

T. ALAIDINSYAH

- 140 -

Anda mungkin juga menyukai