BAB 1
PENDAHULUAN
teknologi mendorong munculnya berbagai macam industri baik dalam skala besar
maupun dalam skala kecil. Adanya berbagai macam industri akan berpengaruh pada
lebih baik. Salah satu upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya
tekstil selain berdampak positif juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan
karena sebagian zat warna yang digunakan dalam proses pewarnaan tekstil akan
Limbah cair industri tekstil berasal dari proses pencucian tekstil meliputi
desizing, boiling, degreasing dan mercerizing. Proses lainnya yaitu pencelupan dan
Pada industri tekstil, zat warna banyak digunakan pada proses pencelupan dan
sistem pewarnaan lain. Zat warna yang banyak digunakan dalam industri tekstil yaitu
zat warna reaktif. Menurut Kirk dan Othmer(1992), zat warna reaktif untuk serat
permintaan zat warna reaktif mencapai empat kali lipat daripada zat warna lain untuk
serat selulosa.
Salah satu jenis zat warna reaktif yang banyak digunakan dalam industri tekstil
1
2
cerah dan tahan uji(Rasjid dkk, 1976). Zat warna ini banyak digunakan karena
sifatnya yang mudah larut dalam air dan tidak terdegradasi pada kondisi aerob biasa
mengandung zat kimia dengan air sebagai media pelarutnya. Kehadiran zat warna
Sulitnya penguraian zat warna ini disebabkan oleh komponen zat warna Remazol
Yellow FG sebagian besar tersusun atas zat warna azo dan turunannya merupakan
turunan dari benzena yang sulit terdegradasi. Senyawa azo yang terlalu lama berada
mutagenik (Sugiharto, 1987). Oleh karena itu limbah dari zat warna Remazol Yellow
mendegradasi limbah zat warna. Akibatnya air menjadi tercemar ( berwarna) dan
kualitas air semakin memburuk dan tidak layak digunakan(Sugiharto, 1987). Oleh
karena itu, limbah zat warna tekstil perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan.
Untuk menghilangkan dampak negatif dari limbah zat warna, diperlukan suatu
cara tertentu agar tidak membahayakan dan mencemari lingkungan sekitar. Salah satu
pencemarandari zat warna azo. Salah satunya dengan cara kimia yaitu dengan
menambahkan zat kimia sebagai koagulan, akan tetapi cara ini memiliki kelemahan
yaitu dihasilkannya lumpur kimia ( sludge) yang cukup bayak. Pengelolaan sludge
lebih lanjut perlu dilakukan, namun memerlukan biaya relatif tinggi dan lumpur yang
dihasilkan ini juga akan menimbulkan masalah baru bagi unit pengolahan limbah (
Arifin, 2008). Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengolahan limbah yang lebih
ramah lingkungan.
untuk mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki struktur kompleks
menjadi molekul yang lebih sederhana (Manurung dkk, 2004).Pengolahan ini sangat
organik yang tinggi dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung oleh
mikroba mampu merombak zat warna tekstil, maka mikroba yang banyak dikaji dan
pencemar kedalam suatu bioreaktor yangtelah berisi media cair untuk pertumbuhan
proses pengolahan air limbah dengan biodegradasi ini adalah pengolahannya sangat
mudah, biaya operasi yang rendah dibandingkan dengan proses lumpur aktif, dan
pembibitan mikroorganisme, hal ini dilihat dari warna air sungai yang selalu berubah-
ubah setiap minggunya dan menimbulkan bau yang tidak sedap dan jauh dari nilai
estetika yang baik. Maka dari itu, Sungai Serangan memberikan kontribusi besar
mengandung sampah, baik sampah organik maupun anorganik yang berasal dari
menurunkan kadar Remazol Yellow FG, (3) mengetahui laju penurunan kadar
Remazol Yellow FG dan sistem mikrobial yang berperan dalam proses biodegradasi.
5
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini
adalah :
Dari tujuan di atas, maka dapat ditentukan manfaat dari penelitian ini adalah :
2. Memberikan arah pada pengembangan sistem atau teknik biologis yang lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh makhluk
hidup untuk menopang kelangsungan hidupnya.Oleh karena itu, apabila air tidak
dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan kerusakan maupun kehancuran bagi
makhluk hidup. Secara alami sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat
diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi mengikuti suatu daur ulang yang
penampungan air seperti danau, sungai, lautandan air tanah akibat aktivitas manusia.
Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi
pertanian, bahan baku air minum, dan sebagai saluran pembuangan air hujan dan air
limbah ( Kristianto,1995).
masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain
kedalam air dan berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau
proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik. Menurut Allaby(1997), limbah adalah zat baik berupa
7
8
padatan, cair maupun gas yang dihasilkan oleh organisme atau sistem yang dibuang
menghasilkannya. Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan
bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air baik dalam keadaan terlarut maupun
tersuspensi yang terbuang dari sumber pertanian, sumber industri, dan sumber
domestik dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air
Limbah cair lebih dikenal sebagai sampah yang seringkali tidak dikehendaki
limbah cair terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Limbah
cair ini umumnya dibuang melalui saluran/got menuju sungai maupun laut(
Siregar,2005).
Komposisi dari air limbah sebagian besar terdiri dari air ( 99,9%) dan sisanya
terdiri dari partikel-partikel terlarut dan tidak terlarut sebesar 0,1%. Partikel partikel
padat terdiri dari zat organik( 70%) dan zat anorganik ( 30%). Zat organik terdiri dari
protein, karbohidrat dan lemak, sebagian besar mudah terurai serta merupakan
sumber makanan dan media yang baik untuk bakteri dan mikroorganisme lain.
Sedangkan zat zat anorganik terdiri dari frit, salt, dan logam berat yang merupakan
Menurut Kristanto, 2012 dalam menentukan karakteristik air limbah maka ada
a. Sifat fisik
1. Warna, air limbah yang baru biasanya berwarna abu-abu. apabila bahan-bahan
temperature air minum, sebab adanya proses di dalam kegiatan industri maupun
rumah tangga yang dapat menambah temperatur air menjadi lebih tinggi(
4. Bau, sifat bau air limbah disebabkan karena zat zat organikyang berurai di
dalam air limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfide atau amoniak yang
menimbulkan bau yang tidak enak disebabkan adanya campuran dari nitrogen,
sulfur dan fosfor yang berasal dari permukaan protein yang dikandung limbah.
b. Sifat kimia
BOD), chemical oxygen demand ( COD ) dan logam logam beratyang terkandung
1. BOD, pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat zat
organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung
2. COD, pengukuran kekuatan limbah dengan COD adalah bentuk lain dari
pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah. Metode ini lebih singkat
kebutuhan oksigen akan senyawa kimia dimana senyawa senyawa yang diukur
4. Logam logam berat yang terkandung dalam air limbah, misalnya besi dan
magnesium yang teroksidasi dalam air akan berwarna kecoklatan dan tidak larut
c. Sifat biologis
bakteri patogen di dalam air limbah.Mikroorganisme yang penting dalam air limbah
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standar baku mutu limbah dan sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan dimana kegiatan
sebelum masuk sistem pengolahan dan setelah limbah keluar sistem pengolahan harus
kualitas limbah sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah ini memenuhi
Limbah cair ini bersumber dari aktivitas manusia dan aktivitas alam,yang dapat
asrama.
c. Limbah industri, merupakan limbah yang berasal dari industri yang bervariasi
tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, jenis bahan baku yangdiolah
industrinya.
Dipandang dari jenis zat pencemar dan dampak yang ditimbulkannya pada
lingkungan atau ekosistem perairan, maka limbah industri dapat digolongkan seperti
Tabel 2.1 Penggolongan limbah industri ditinjau dari jenis zat pencemar dan dampak
yang ditimbulkan
Jenis zat pencemar Dampak terhadap ekosistem
Zat padat terlarut Menurunkan oksigen terlarut
Zat padat tersuspensi Menimbulkan endapan, bau busuk, dan
menimbulkan kualitas air yang buruk
Nitrogen dan Fosfor Eutrofikasi
Minyak, lemak dan benda terapung Mengganggu penetrasi sinar matahari ke
dalam air
Warna dan kekeruhan Menurunkan kualitas air
Logam berat dan senyawa toksik Merusak ekosistem air dan membahayakan
kesehatan
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saatdan tempat tertentu
ekonomi.Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan dalam jumlah
relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya.
Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan
dari pabrik/industri, dimana B-3 banyak digunakan sebagai bahan baku maupun
bahan tambahan industri. Sifat beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh
sifat fisik dan kimia bahan itu dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Beberapa
kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain, mudah terbakar, mudah
meledak, korosif, bersifat oksidator dan reduktor yang kuat, mudah membusuk, dan
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia dan kehidupan lainnya,
sehingga perlu ditetapkan batas batas yang diperkenankan dalam lingkungan untuk
waktu tertentu.Adanya batasan kadar/konsentrasi dan kuantitas B-3 pada suatu ruang
dan waktu tertentu dikenal dengan istilah ambang batas, yangmengandung makna
bahwa dalam kuantitas tersebut masih dapat ditoleransi oleh lingkungan, sehingga
tidak membahayakan lingkungan atau pemakai.Karena itu untuk setiap jenis B-3 telah
terdiri dari beberapa parameter.Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil
bagianyaitu :
a. Limbah Cair
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam
proses produksinya. Disamping itu, adapula bahan baku yang banyak mengandung
air, sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang. Misalnya
ketika digunakan untuk mencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut, pada air
tersebut ditambahkan bahan kimia tertentu, kemudian diproses dan setelah itu
14
tekstil buangan pabrik kerap kali berwarna keruh dan bersuhu tinggi.Air limbah
tekstil yang tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi secara visual dari
Mungkin air telah mengandung B-3 dalam konsentrasi yang melampaui batas
Limbah gas dan partikel merupakan limbah yang banyak dibuang ke udara.
Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan dibawa
c. Limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan
bubur yang berasal dari sisa hasil pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan
menjadi dua bagian yaitu limbah padat yang dapat di daur ulang dan limbah padat
tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil disajikan seperti pada
Tabel 2.2 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Parameter Satuan Kadar Maksimum menurut
KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Biochemical oxygen demand (BOD) mg/L 60,0
Chemical oxygen demand (COD) mg/L 150,0
Total suspended solid (TSS) mg/L 50,0
Ph - 6,0-9,0
Warna Pt-Co -
(Sumber : KepMen LH No.51/MENLH/10/1995)
Karakteristik air limbah tekstil adalah mempunyai intensitas warna berkisar 50-
2500 skala Pt-Co,nilai COD 150-12000 mg/L dan nilai BOD mencapai 80- 6000
mg/L. Tingginya intensitas warna pada air limbah tekstil disebabkan karena sekitar
40% dari zat warna reaktif azo yang digunakan dalam proses pencelupan kain
terbuang sebagai limbah sedangkan kandungan bahan organik sangat tinggi terkait
dengan bahan-bahan yang digunakan dalam proses tekstil seperti enzim, detergen, zat
warna dan bahan-bahan tambahan lainnya. Parameter COD dan BOD yang dimiliki
air limbah tekstil jauh di atas baku mutu jika ditinjau dari KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yaitu
limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik.Zat warna sintetik
dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-), gugus karbonil (-
16
C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO2). Sedangkan beberapa gugus
auksokrom yang penting adalah –NH2, -COOH, -SO3H dan –OH (Ramachandran et
al., 2009).
Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna sintetik yang penggunaannya
disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup, ketahanan warna yang dikehendaki,
caradiperolehnya, yaitu zat warna alami dan zat warna sintetis. Penggolongan zat
serat disebut sebagai zatwarna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat
pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif ( Manurung et al, 2004).
untuk pewarnaan tekstil. Zat warna reaktif sangat larut dalam air dan tidak
Zat warna reaktiftermasuk zat warna yang larut dalam air, reaktif terhadap
serat selulosa, dan sering dipakai dalam industri tekstil.Zat warna reaktif adalah
kromofor yang mengandung gugus yang aktif dan reaktif terhadap permukaan pada
bahan tertentu.Zat warna ini memiliki gugus reaktif monoklorotriazina dan vinil
sulfon yang juga dapat diaplikasikan untuk serat protein, yaitu wol dan nilon. Zat
warna reaktif seperti zat warna azo umunya memiliki sifat sulit terbiodegradasi(
Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon
dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serattidak besar sehingga zat
penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan terhadap asam atau
18
basa.Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan
penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH tertentu ( Mnurung et al, 2004).
dalam industri tekstil, kertas, farmasi maupun di laboratorium. Hal ini disebabkan
karena senyawaazo sangat berguna dan mudah untuk disintesis. Kebanyakan zat
tekstil.Zat warna tekstil umunya dibuat dari senyawa azo dan turunanya dari gugus
waktu yang lama. Senyawa azobila terlalu lama dilingkungan, akan menjadi sumber
penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik. Zat warna azo adalah senyawa
yang paling banyak terdapat dalam limbahtekstil yaitu sekitar 60-70%. Senyawa azo
memiliki struktur umum R-N=N-R’, dengan R dan R’ adalah rantai organik yang
sama atau berbeda. Senyawa ini memiliki gugus –N=N- yang dinamakanstruktur azo(
Al-kdasi, 2004).
Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi
warna pada suatu objek atau kain.Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna
namun hanya beberapa yang sesuai untuk digunakan sebagai zat warna, senyawa itu
harus tidak luntur. Zat tersebut harus dapat terikat pada objek atau kain ( Indrawati,
2008 )
19
Zat warna pada umumnya mengandung gugus kromofor yang stabil. Gugus –
gugus kromofor dapat menyebabkan limbah cair industri tekstil hasil pengolahan
yang sudah jernih dapat menjadi berwarna kembali dalam beberapa menit kontak
dengan udara (teroksidasi). Gugus kromofor senyawa azo (monoazo, disazo, trisazo)
sukar diuraikan dan bersifat karsinogenik sehingga berbahaya bagi makhluk hidup
Zat warna Remazol Yellow FG merupakan salah satu zat warna reaktif yang
banyak digunakan dalam industri batik.Gugus reaktif pada zat warna reaktif
merupakan bagian dari zat warna yang mudah lepas sehingga zat warna mudah
bereaksi dengan serat. Struktur molekul zat warna Remazol Yellow FG ditunjukkan
Zat pewarna Remazol Yellow FG sebagai zat pewarna batik, pada prosesnya tidak
terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Zat warna reaktif
oksigen dalam air, mempengaruhi pH air lingkungan yang menjadikan gangguan bagi
berbahaya jika tertelan atau terhirup.Jika terjadi iritasi pada kulit, gejala yang timbul
yaitu kulit menjadi berwarna kemerahan, gatal dan nyeri.Jika terjadi iritasipada
saluran pernafasan gejala yang yang timbul yaitu batuk dan sesak nafas, dan jika
2.7 Biodegradasi
anorganik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada pengolahan air
limbah. Biodegradasi merupakan salah satu pengolahan limbah secara biologi yang
sering dipilih karena efektif untuk pengolahan limbah organik terlarut dan
hal ini substrat adalah limbah itu sendiri yang mengandung unsur karbon, hidrogen,
zat warna azo di antaranya Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp.
Sebaliknya, ada beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna
azo pada kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp.
(Sastrawidana, 2009).
Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri lebih
amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo itu
sendiri (Van der Zee, 2002).Hasil uji toksisitas menunjukkan degradasi limbah tekstil
pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan limbah awal (Sastrawidana,
2009).
22
Limbah cair industri tekstil dari proses pewarnaan mengandung warna yang
cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang tak larut dan juga
dari kotoran yang berasal dari serat alam. Beberapa penelitian tentang biodegradasi
zat warna khususnya zat warna azo telah dilaporkan (Seshadri dkk., 1994; Carliell
dkk. 1995; Kenapp dan Newby, 1995 ; Nigam dkk. 1996; Oxspring dkk. 1996). Zat
warna azo ini banyak digunakan dalam industri tekstil, makanan, obat-obatan dan
kosmetika.Pada tahun 1990 di negara Amerika Serikat penjualan zat warna azo
menduduki nomor teratas daripada golongan zat warna lain (Heaton, 1994).
Penelitian perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil metabolisme
hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat warna azo yang
masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di
dalam saluran pencernaan pada kondisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini
menghasilkan produk samping yaitu turunan amino azo benzen yang dikhawatirkan
bersifat karsinogen. (Heaton, 1994) menjelaskan bahwa reduksi azo dikatalisa oleh
enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi azo oleh mikroorganisme
yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-penelitian
untuk limbah cair yang mengandung bahan organik kompleks dan sukar untuk
23
terbiodegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan Biomassa.
kondisi aerob lebih ditujukan untuk mineralisasi, dengan sedikit atau tidak ada
degradasi senyawa seperti yang terjadi pada kondisi anaerob.Perlakuan aerob lebih
virus adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air
karena paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan, sehingga
Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan air
limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif. Untuk
3. Metabolisme mikroorganisme.
akibat dari proses pembelahan sel. Apabila mikroba ditumbuhkan dalam media yang
sesuai dan dalam kondisi yang optimum maka pertumbuhannya akan meningkat
dengan waktu yang relatif singkat. Pada umumnya bakteri mampu membelah diri
antara waktu 1 hingga 3 jam. Adapula beberapa bakteri yang membutuhkan waktu 10
menit hingga beberapa hari untuk membelah diri. Kurva pertumbuhan bakteri dibagi
dengan kecepatan cepat sehingga terjadi peningkatan jumlah sel yang luar
biasa.
3. Fase stasioner
peningkatan maupun penurunan jumlah sel. Hal ini terjadi karena nutrien
4. Fase kematian
Pada fase kematian jumlah sel akan berkurang karena nutrisi dalam media
cair dan cadangan makanan dalam sel telah habis. Kecepatan kematian sel
residu hasil analisa zat padat total pada suhu ± 550oC. Bagian yang terbakar atau
hilang selama pemanasan disebut sebagai residu volatile (Volatile Suspended Solid)
atau zat padat organik sedangkan bagian yang tersisa disebut residu terikat atau zat
tinggi jumlah biomassa yang tumbuh, maka akan semakin tinggi aktivitas
dapat terjadi karena adanya kompetisi untuk mendapatkan nutrien antar mikroba
aktivitas mikroorganisme yang digambarkan dengan penurunan nilai VSS (Atlas and
Bartha, 1987).
apabila waktu dan komponen yang dibutuhkan tersedia dengan cukup seperti halnya
dapat tumbuh pada proses pembibitan dipengaruhi oleh faktor aerasi dan nutrien.
akan berbanding lurus dengan jumlah bahan pencemar yang akan diturunkan atau
cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi gelombang radiasi pada panjang
dua daerah pengukuran yaitu daerah radiasi ultraviolet pada panjang gelombang 220-
380 nm dan daerah radiasi sinar tampak pada panjang gelombang 380 – 780 nm.
bahwa penyerapan energi radiasi sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap.
A= 𝜀.b.c
konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi
yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur
atau sinar monokromatis dengan materi, yaitu pada saat sejumlah cahaya atau sinar
monokromatis dilewatkan pada sebuah larutan, ada sebagian sinar yang diserap,
yang dihamburkan dan dipantulkan sangat kecil, maka dianggap tidak ada. Apabila
28
radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan
panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya
akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada
daerah warna yang berlawanan, misalnya larutan warna merah akan menyerap radiasi
maksimum pada daerah warna hijau. Dengan perkataan lain warna yang diserap
adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Jika ditinjau secara mikro,
terdapat di dalam sampel akan mendapatkan energi dari cahaya yang dilewatkan dan
sama dengan energi radiasi yang berinteraksi dengan molekul. Eksitasi elektron
ketingkat energi yang lebih tinggi tergantung pada senyawa penyerapnya (kromofor
penyerap). Pada saat kondisi tereksitasi dan energinya habis, maka elektron tersebut
akan kembali ke keadaan semula dengan melepaskan sejumlah energi berupa cahaya
dengan panjang gelombang tertentu. Cahaya inilah yang kemudian diterima oleh
dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.Pengabsorbsian sinar ultra violet
dan sinar tampak yang panjang gelombangnya lebih besar, terbatas pada sejumlah
eksitasi rendah.
29
Kurva kalibrasi atau disebut juga kurva standar diperoleh dengan mengukur
absorbans dari sederatan konsentrasi larutan standar.Untuk senyawa atau zat yang
merupakan garis lurus.Kurva kalibrasi atau kurva standar, konsentrasi larutan sampel
dapat dengan mudah diketahui atau dihitung dari pembacaan absorbans sampel. Jika
adalah intersep dan b adalah kemiringan. Nilai serapan larutan sampel diekstrapolasi
memotong sumbu x, sehingga kadar sampel dapat ditentukan (Ewing, G. W., 1985).
∑ 𝑥 2 ∑ 𝑦− ∑ 𝑥 ∑ 𝑦 𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑦 𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑𝑥∑𝑦
a= b= r=
𝑛 ∑ 𝑥 2 −(∑ 𝑥)2 𝑛 ∑ 𝑥 2 −(∑ 𝑥)2 √{𝑛 ∑𝑥 2 −(∑𝑥)2 }{𝑛 ∑𝑦 2 −(∑𝑦)2 }
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pipa plastik berukuran
panjang 90 cm dengan diameter 12 cm, kain kasa, aerator, gelas ukur Approx, bola
spectrofotometer UV-Visible, pipet volume dari Socorex, pipet tetes, stopwatch, gelas
beker Pyrex, spektrofotometer UV-VIS 1800 Shimadzu, tanur, gelas beker Pyrex,
oven dari Memmert, desikator, labu ukur Approx, neraca analitik Pioneer, wadah
HasilAnaerobic Treatment
Aerobic Chamber
Efluen/Air Hasil
Aerator
rrr
Gambar 3.1 Sistem pengolahan biodegradasi secara anaerob-aerob
30
31
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :sedimen yang
berasal dari Sungai Serangan, zat warna tekstil buatan (Remazol Yellow FGteknis) ,
3.2Tempat Penelitian
tahapan penelitian yaitu, sampling sedimen, pembuatan media cair, pembibitan, dan
yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara menggunakan
suatu kelompok eksperimental dengan kondisi perlakuan tertentu. Pada penelitian ini
akan dianalisis penurunan kadar Remazol Yellow FG, efektivitas biodegradasi serta
sistem mikrobial yang berperan dalam proses biodegradasi. Untuk memperoleh hasil
yang diinginkan, dilakukan pengolahan data konsentrasi zat warna Remazol Yellow
limbah organik rumah tangga maupun limbah industri tekstil. Metode yang
digunakan untuk sampling sedimen adalah metode grab yaitu dengan mengambil
bagian dari suatu material yang mengandung mineral secara acak dan dilakukan
±100 gram.Sedimen lumpur diambil dengan menentukan tiga titik sesuai arah mata
angin yaitu pada bagian utara, selatan dan barat sungai lalu diletakkan sementara pada
penumbuh bakteri pendegradasi limbah disiapkan yaitu 1,0 gram sampel tanah; 0,5
gram KH2PO4; 0,5 gram K2HPO4; 0,5 gram NH4NO3 ; 0,1 gram MgSO4.7H2O; 1,0
gram Sodium Benzoat dan 0,01 gram Remazol Yellow FG kemudian semua bahan
1000mL. Media pada gelas beaker diaerasi dengan menggunakan aerator yang diberi
selang yang diletakan didasar gelas beaker.Gelas beaker ditutup dengan kain kasa dan
diikat dengan karet lalu didiamkan selama 48 jam. Pada jam ke 6, 12, 28 dan 48
aerator dimatikan dan didiamkan beberapa saat selama 10-15 menit untuk mengetahui
33
perkembangan isolat bakteri dengan mengukur nilai VSS (Volatile Suspended Solid).
b. Cawan dan kertas saring yang berisi endapan dikeringkan selama 3 jam di
dalam oven bertemperatur 105°𝐶, setelah itu didinginkan dalam desikator dan
c. Cawan dan kertas saring dimasukan ke dalam tanur dengan temperatur 600°C
selama 2 jam sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam desikator dan
d. Perhitungan VSS
(𝑥−𝑦)𝑔 3
VSS= x 10
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 10−3
(𝑥−𝑦)106 𝑚𝑔
= 𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
X adalah materi lumpur kering (mg) dan Y adalah kadar abu (mg)
(Sastrawidana, 2009).
34
Tiga buah ember berukuran 5 Liter, disiapkan dalam kondisi bersih. Sebanyak
- Komposisi media III berisi 300 mL larutan gula dan 2550 mL larutan
optimum yang akan digunakan dalam proses biodegradasi dalam sistem mikrobial.
3.4.3 Penentuan laju penurunan kadarRemazol Yellow FG, dan sistem mikrobial
yang berperan dalam proses biodegradasinya.
Pipa plastik disiapkan sebagai media pengolahan secara anaerob. Pada pipa
plastik dimasukkan sebanyak 3,9 L air limbah yang mengandung Remazol Yellow FG
49,126 mg/L dan suspensi aktif sebanyak 1 L kemudian ditutup selama 3 hari.
Selanjutnya setelah didiamkan selama tiga hari, kadar air limbah Remazol Yellow FG
bervolume 10 L yang telah berisi larutan gula sebanyak 1,8 L serta media cair yang
kembali ditumbuhkan dengan cara diberi suplai oksigen (aerasi). Proses pengolahan
sampel air sebanyak 100 mL untuk analisis penurunan konsentrasi Remazol Yellow
FG. Sebanyak 100 mL sampel pada awal pengolahan, pertengahan dan diakhir
selama proses biodegradasi. Analisis jenis dan jumlah mikroorganisme yang berperan
2016. Sampling kadar awal konsentrasi Remazol Yellow FG ditentukan pada waktu 0
jam, kemudian dilakukan sampling pada hasil pengolahan anaerob pada waktu 72
jam. Selanjutnya dilakukan sampling pada pengolahan aerob dengan variasi waktu
selang 12 jam sampai 168 jam. Sampling kadar akhir konsentrasi Remazol Yellow FG
konsentrasi. Kurva yang mengalami penurunan konstan dianggap sebagai kadar akhir
Larutan induk zat warna Remazol Yellow FG 1000 ppm dibuat dengan cara
Sebanyak 5 buah labu ukur 100 mL disiapkan. Larutan standar dibuat dari larutan
induk 1000 ppm yang diencerkan menjadi 100 ppm dengan cara sebanyak 10 mL
larutan Remazol Yellow FG 1000 ppm diencerkan dengan akuades menggunakan labu
ukur 100 mL hingga tanda batas, kemudian diencerkan lagi menjadi 10; 15; 20; dan
30 ppm.
Larutan Remazol Yellow FG15 ppm dibuat dengan cara mengencerkan sebanyak
15 mL Remazol Yellow FG100 ppm dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai
tanda batas. Larutan Remazol Yellow FG15 ppm selanjutnya diukur absorbansinya
Larutan Remazol Yellow FG dengan variasi 10; 15; 20; dan 30 ppm dibuat dengan
FG100 ppm dalam labu ukur 100 mL dengan akuades sampai tanda batas. Masing-
larutan, dibuat kurva kalibrasi dengan memplot konsentrasi larutan ( sumbu x) dan
efektif 50% - 80%, dan sangat efektif apabila hasil >80%. Penurunkan kadar limbah
zat warna azo ditentukan berdasarkan persamaan berikut (Metcalf dan Eddy, 2003).:
(𝐴−𝐵)
% Efektivitas = x 100% ..........................(1)
𝐴
Yellow FG akhir.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
38
aktif diperoleh dari sampel sedimen sungai yang diawali dengan proses pembibitan.
Suspended Solid) yang merupakan nilai dari konsentrasi padatan tersuspensi yang
unit penanganan biologi (Suyasa, 2015). Adapun nilai VSS yang diperoleh disajikan
6 10.400
12 28.000
28 28.000
48 26.000
Pada Tabel 4.1 diperoleh bahwa selama proses pembibitan, nilai VSS tertinggi
yaitu pada jam ke 12 dan 28 yaitu sebesar 28000 mg/L. Berdasarkan nilai VSS yang
20000
15000
10000
5000
0
6 12 28 48
Waktu Perlakuan (jam)
Dari Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pembibitan selama 48 jam terjadi
peningkatan nilai VSS yang tajam pada waktu 6 sampai 12 jam yaitu dari 10400
menjadi 28000 mg/L. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme, yang
didukung oleh adanya media cair berupa nutrien yang cukup serta adanya aerasi
pembelahan sel sehingga terbentuk sel baru pada sistem suspensi aktif
bahan organik maka semakin tinggi pula biomassa yang dihasilkan. Peningkatan
biomassa ini menyatakan jumlah bahan organik yang telah didegradasi oleh
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan tajam nilai VSS
terjadi pada jam ke 6 sampai jam ke 12. Peningkatan nilai VSS terjadi karena adanya
ketersediaan nutrisi ( bahan organik) yang diberikan serta pemberian oksigen dalam
proses aerasi yang dapat menunjang ketersediaan oksigen terlarut dalam lumpur aktif.
40
Penelitian ini didukung oleh Sudaryati, dkk (2011) bahwa peningkatan pertumbuhan
makanan dan proses aerasi serta semua komposisi lumpur yang dibibit mengandung
baik secara kimia dan biologi. Jika dilihat dari kurva pertumbuhan nilai VSS yang
yang disebut dengan fase stasioner. Hal ini disebabkan karena nutrien yang
48 terjadi penurunan kurva nilai VSS yang disebut dengan fase kematian. Hal ini
terjadi akibat nutrisi dalam media cair sudah habis, sehingga pada fase ini terjadi
Sumber bibit yang diambil dari sedimen tanah Sungai Serangan yang
bahan organik yang tinggi, yang dapat memberikan suasana yang baik bagi
Yellow FG pada 3 sampel dengan komposisi yang berbeda pada waktu perlakuan 12
mikroorganisme pada sedimen Sungai Serangan. Dalam penelitian ini, limbah yang
kadar Remazol Yellow FG selama 12 jam dengan komposisi yang berbeda disajikan
FGmengalami penurunan yang pesat pada perlakuan 12 jam. Hal ini dikarenakan
dan mengalami penguraian sehingga pada waktu 12 jam, terjadi penurunan sebesar
glukosa lebih banyak dibandingkan dengan komposisi media II dan III. Pada
donor elektron ke zat warna azo yang dikatalisis oleh enzim azoreductase sehingga
yang besar menandakan bakteri mampu mendegradasi zat warna dari awal
konsentrasi 49,126 mg/L menjadi 34,573 mg/L. Proses perombakan zat warna azo
oleh bakteri pada dasarnya merupakan suatu reaksi redoks yang dikatalisis oleh
pembawa electron dan terlibat dalam reaksi enzimatik. Pada kondisi tidak ada
warna azo mengalami reaksi reduksi menghasilkan amina-amina aromatik yang tidak
hilang.Namun, jika terdapat oksigen, maka zat warna azo dan oksigen berkompetisi
sebagai penerima electron dari NADH. Ion hidrogen pada NADH lebih mudah
ditransfer ke oksigen melalui rantai transfer electron. Dengan demikian, pada kondisi
aerobik zat warna azo sulit direduksi sehingga warnanya tetap. Berikut merupakan
perombakan zat warna azo dengan adanya kosubstrat yang dilaporkan oleh Van der
R-N=N-R’ R-NH2+R’-NH2
43
2 NADH
2 NAD+
Dehidrogenas
e
Gambar 4.2 Mekanisme perombakan zat warna azo secara direct enzymatic
Pada komposisi II, merupakan komposisi yang terdiri dari 20% glukosa, 75% limbah
dan 5% bibit. Pada komposisi media II, penurunan konsentrasi zat warna sebesar
4,444 mg/L. Hal ini terjadi karena kebutuhan nutrien bagi mikroorganisme kurang
Pada komposisi media III terlihat pada tabel bahwa penurunan konsentrasi
terjadi sangat kecil bahkan dapat dikatakan tidak terjadi penurunan.Komposisi media
III terdiri dari 10% glukosa, 85% limbah, dan 5% bibit. Pada komposisi ini,
penurunan konsentrasi terjadi sebesar 0,664 mg/L. Hal ini terjadi karena nutrien yang
tersedia sangat minim dengan jumlah mikroorganisme yang besar. Hal ini semakin
Remazol Yellow FG sebesar 14,553 mg/L. Pengaruh glukosa sangat berperan dalam
4.3 Penurunan Kadar Remazol Yellow FG dan Sistem Mikrobial yang Berperan
dalam Proses Biodegradasi.
membandingkan hasil penurunan kadar Remazol Yellow FG dengan baku mutu air
60
Kadar Remazool Yellow FG (ppm)
baku mutu
aerobik dalam waktu 168 jam. Konsentrasi awal limbah Remazol Yellow FG sebesar
49,126 mg/L. Setelah diolah selama 168 jam, konsentrasi limbah Remazol Yelow FG
Pada Gambar 4.3 terjadi proses penurunan konsentrasi limbah Remazol Yellow
FG yang cepat dari jam ke-0 hingga jam ke-96. Dimana terjadi penurunan yang
linier (R2) sebesar 0,914. Koefisien regresi linier menunjukkan tingkat linearitas
penurunan konsentrasi limbah Remazol Yellow FG adalah -0,412, dari nilai tersebut
dapat dinyatakan bahwa laju penurunan konsentrasi limbah Remazol Yellow FG dari
jm ke-0 hingga jam ke-96 adalah sebesar 0,412 mg/L/jam.Pada sistem pengolahan
sederhana agar mudah terdegradasi dalam kondisi aerob. Pada proses anaerob terjadi
degradasi zat warna yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning pekat
menjadi tak berwarna. Penghilangan zat warna terjadi karena pemutusan ikatan
kromofor gugus azo pada zat warna Remazol Yellow FG. Terjadinya penghilangan
46
warna membuat senyawa aromatik berantai panjang ( zat warna) menjadi senyawa
aromatik berantai pendek ( Kun dkk,1992). Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Brohm dan Frowein (1997) yang ditunjukkan pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Biodegradasi Zat Warna Azo dengan Proses Anaerob dan Aerob
Pada jam ke 84 dan jam ke 96 merupakan hasil pengolahan secara aerob, terjadi
anaerob. Hal ini ditunjukkan oleh konsentrasi dari zat warna Remazol Yellow FG
Ketika memasuki waktu pengolahan ke 108 jam hingga 132 jam, laju kurva
penurunan kadarRemazol Yellow FG mulai melambat. Dari Gambar 4.3 terjadi proses
penurunan konsentrasi limbah Remazol Yellow FG dari jam ke 108 sampai 132
dengan persamaan y = -0,081x + 15,04 dengan koefisien regresi linier ( R2) sebesar
0,979. Koefisien regresi linier menunjukkan tingkat linearitas persamaan garis yang
47
Remazol Yellow FG adalah -0,081 dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa laju
penurunan konsentrasi limbah Remazol Yellow FG dari jam ke 108 hingga jam ke
mulai kehabisan sumber nutrien dan tidak ada tambahan nutrien lagi sehingga
Pada jam ke 144 sampai jam ke 168 penurunan kurva kadar Remazol Yellow FG
mulai stabil. Dari Gambar 4.3 terjadi proses penurunan konsentrasi limbah Remazol
Yellow FG yang sangat lambat atau bisa dikatakan stagnan. Dimana terjadi
4,948dengan koefisien regresi linier (R2) sebesar 1,00. Koefisien regresi linier
0,008 dari nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa laju penurunan konsentrasi limbah
Remazol Yellow FG dari jam ke 144 hingga jam ke 168 adalah sebesar 0,008
nutrien sehingga lama kelamaan akan mencapai endogenous phase yaitu suatu
yang lebih sederhana yaitu CO2 dan H2O oleh aktivitas mikroorganisme, dimana
48
terjadi perombakan zat warna azo yang merupakan reaksi redoks. Mikroorganisme
mempercepat perombakan zat warna azo. Glukosa dalam sistem biologi mengalami
dihasilkan dari proses glikolisis glukosa mentransfer elektron ke zat warna azo yang
aerob, amina aromatik diuraikan lebih lanjut menghasilkan senyawa yang lebih
sederhana.
Kadar Remazol Yellow FG jika dibandingkan dengan hasil baku mutu air
limbah domestik yang ditentukan, setelah mengalami pengolahan selama 168 jam
secara anaerob dan aerob, kadar Remazol Yellow FG sudah berada dibawah baku
mutu. Kadar Remazol Yellow FG setelah pengolahan sebesar 3,6039 mg/L. Hal ini
mampu menurunkan kadar zat warna dibawah baku mutu yang ditetapkan. Hal ini
sesuai dengan Manurung (2004) yang menyatakan bahwa lumpur atau sedimen
sungai berpotensi sebagai bahan lumpur aktif yang mampu menurunkan logam berat
Pada Tabel 4.3 efektivitas dari biodegradasi zat warna Remazol Yellow FG dalam
sistem mikrobial terbesar pada saat waktu pengolahan jam ke 168. Hal ini
menunjukkan bahwa pada waktu jam ke 168 mikroorganisme dapat bekerja optimum
Pada tahapan penelitian ini dilakukan identifikasi bakteri pada air saat
pengolahan secara aerob di awal perlakuan pada jam ke 84, pada jam ke 120 dan pada
jam ke 168. Menurut Chojnacka (2010) Bakteri yang diisolasi dari lingkungan
tercemar zat warna tekstil sangat berpotensi sebagai agen biodegradasi zat warna,
sebab bakteri tersebut akan memiliki daya resistensi dan toleransi pada zat warna
Dari hasil uji identifikasi diperoleh hasil jumlah total mikroorganisme sebagai
berikut :
Ket :
I : Sampel air awal pengolahan biodegradasi
II : Sampel air pertengahan pengolahan biodegradasi
III : Sampel air akhir pengolahan biodegradasi
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa TPC untuk sampel I, II, III secara berturut-
Plate Count ) merupakan jumlah total mikroorganisme. Pada sampel I, nilai TPC
lebih besar dari sampel II dan III dimungkinkan karena pada sampel I masih tersedia
Pada sampel ke II yang merupakan sampel air yang diambil pada pertengahan
Pada sampel III, yang merupakan sampel air yang diambil pada akhir
pengolahan, terlihat nilai TPC meningkat. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang
51
mampu berkompetisi dan bertahan memperoleh sumber energi kembali dari proses
nilai TPC mengalami kenaikan. Hasil identifikasi dari TPC (Total Plate Count )
Adapun hasil identifikasi bentuk sel disajikan pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7
Staphylococcus sp
Bacillus sp
Dari Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 diketahui bahwa bakteri yang terdapat pada
sp. Bakteri-bakteri inilah mampu mendegradasi limbah zat warna Remazol Yellow
FG.
1,27-7,0 µm, dapat bergerak (motil), membentuk endospore, tidak lebih dari satu
dalam satu sel sporangium, gram positif, aerobic dan anaerobic fakultatif, serta
berbentuk bulat berdiameter 0,7 – 1,2 µm. Tidak membentuk spora dan tidak
mempunyai flagella. Letak sel satu sama lain yang karakteristik bergerombol seperti
lain. Bakteri ini berbentuk batang pendek, Gram negative, aerob dan fakultatif
53
anaerob, tidak membentuk spora. Contoh Bakteri Coliform adalah Escherichia Coli
saprofit di air dan tanah. Bakteri ini berbentuk batang, Gram negative, ukuran 0,6 x 2
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Komposisi media I yang terdiri dari 30% larutan glukosa, 65% limbah
3. Laju penurunan kadar Remazol Yellow FG terjadi sangat cepat pada jam ke 0
sampai 96 jam. Laju penurunan kadar Remazol Yellow FG mulai lambat pada
jam ke 108 sampai 168 jam sehingga memiliki efektivitas sebesar 92,66 %.
2,08x102CFU/mL.
54
55
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa hal yang menarik
industri tekstil.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai nilai VSS pada rentang
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kdasi, A., Saed, K., and Guan, C. T, 2004, Treatment of Textile Wastewater by
Advanced Oxidation Process, A Review, International Journal, 6: 222-230
Day, R.A. & Underwood, A.L., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6, Erlangga,
Jakarta
Kirk dan Othmer, 1992, Encyclopedia of Chemical Technology, 4 th ed, John Willey
and Sons. New York
Metcalf And Eddy, 2003, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, Fourth
Edition, McGraw Hill Higher Education, New York.
Priyo, A. Purwanto, W., dan Pramono E.P., 1999, Daur Ualng Limbah Hasil
Pewarnaan Indsutri Tesktil, Jurnal Sains and Teknology Indonesia, Vol(1). 4
Sastrawidana, I D. K., 2009, Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan
Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System
Kombinasi Anaerob-Aerob, Disertasi Doktor Ilmu Lingkungan(Spesialisasi
Pencemaran Lingkungan), IPB: Bogor.
Soeparno, 1992, Ilmu dan Teknologi Daging, Gajah Mada University, Yogyakarta.
Sudaryati, YS., Rahayu, SH., Setianingrum, N., Niola, E, 2011, Kemampuan Bacillus
licheniformis dalam Memproduksi Enzim Protease yang Bersifat Alkalin dan
Termofilik, Artikel, Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 2 Tahun
2011.
Suyasa, Wayan Budiarsa, 2015, Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah,
Udayana University Press, Denpasar.
Van der Zee, 2002, Anaerobic Azo Dye Reduction, Thesis Wageningen University,
Netherlands
Zain, Z., 2005, Pengolahan Limbah Pencelupan dengan Sistem Saringan Pasir-
Tanaman ( SPT), Skripsi, Universitas Udayana, Denpasar
Zille, A., 2005, Laccase Reaction for Textile Apllication, Disertasi, Textile
Department Universidade do
59
LAMPIRAN
Media Selektif
Ditumbuhkan
Bibit Mikroorganisme
Waktu Optimum
60
Larutan bibit
Nilai VSS
61
1.3 Penentuan pengaruh komposisi bibit, larutan gula dan limbah Remazol Yellow
Campuran dikomposisikan
Ditumbuhkan
- Diaerasi
Komposisi optimum
ditentukan
62
1.4 Penentuan laju penurunan kadarRemazol Yellow FG, dan sistem mikrobial
yang berperan dalam proses biodegradasinya.
• Ditambahkan
Konsentrasi limbah larutan
pengolahan awalremazol
(anaerob)ditentukan dengan spektrofotometer
10ppm UV-Vis
Mikroorganisme ditumbuhkan
- - Dipipet 10 mL
- - Dipindahkan kedalam labu ukur 100 mL
- Ditambahkan aquades hingga tanda batas
-
30 ppm
64
-
Kurva kalibrasi
-
kemudian ditambahkan dengan akuades dalam labu ukur 1 liter hingga tanda
batas sehingga diperoleh larutan Remazol Yellow FG 1000 ppm sebanyak 1000
ml.
Larutan standar dibuat dari larutan induk 1000 ppm yang diencerkan menjadi
Diketahui :
Ditanya :
Jawab :
Rumus pengenceran : M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 10 mL
66
akuades menggunakan labu takar 100 mL hingga tanda batas. Sehingga diperoleh
larutan Remazol Yellow FG 100 ppm sebanyak 100 ml. Larutan 100 ppm tersebut
digunakan sebagai larutan induk untuk membuat larutan standar. Dengan cara yang
sama dibuat larutan dengan konsentrasi 10; 15; 20; 30 ppm dengan volume akhir
1 10 10
2 15 15
3 20 20
4 30 30
Sebanyak 100 gram gula pasir ditimbang kemudian dilarutkan dengan akuades
Diketahui :
Berat Cawan dan residu sebelum pembakaran 6000 C (x) = 35,65 gram
Berat Cawan dan residu sesudah pembakaran 6000 C (y) = 35,39 gram
Volume sampel = 25 mL
Jawab :
(35,65−35,39) 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 106 g/ml
25 𝑚𝐿
(0,26) 𝑚𝑔
= x 106 g/ml
25 𝐿
= 10400 mg/L
absorbansi 0,3844. Kemudian absorbansi sampel dan larutan standar diukur pada
𝑛 ∑𝑥𝑦−∑ 𝑥 ∑ 𝑦
b = 𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
∑𝑦 −𝑏 ∑ 𝑥
a= 𝑛
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑𝑥∑𝑦
r=
√{𝑛 ∑𝑥 2 −(∑𝑥)2 }{𝑛 ∑𝑦 2 −(∑𝑦)2 }
X Y X2 Y2 Xy
0 0,0000 0 0,0000 0,0000
10 0,2564 100 0,0657 2,5640
15 0,3847 225 0,1480 5,7705
20 0,5106 400 0,2607 10,212
30 0,7673 900 0,5887 23,019
∑x = 75 ∑y = 1,919 2
∑𝑥 = 1625 2
∑𝑦 = 1,0631 ∑xy = 41,5655
𝑛 ∑𝑥𝑦−∑ 𝑥 ∑ 𝑦
b=
𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
5 (41,5655) −(75)(1,919)
= 5 (1625)−(5625)
70
20,8275 − 143,925
= 8125 −5625
63,9025
= 2500
= 0,0255
∑𝑦 −𝑏 ∑ 𝑥
a= 𝑛
1,919−0,0255(75)
=
5
1,919−1,9125
=
5
0,0065
= 5
= 0,0013
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑𝑥∑𝑦
r=
√{𝑛 ∑𝑥 2 −(∑𝑥)2 }{𝑛 ∑𝑦 2 −(∑𝑦)2 }
5 (41,5655)−(75)(1,919)
=
√(5 (1625)−5625)(5 (1,0631)−3,6825)
207,8275−143,925
=
√(8125−5625)(5,3155−3,6825)
63,9025
=
√(2500)(1,633)
63,9025
=(
√4082,5
63,9025
= 63,8944
= 1,0000
Kurva Kalibrasi
0.9
0.8 y = 0,0255x + 0,0013
0.7 R² = 1,0000
0.6
Absorbansi
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi ( ppm)
72
kadar limbah Remazol Yellow FGpada 3 sampel dengan komposisi yang berbeda
y = 0,8829
Jawab :
y = 0,0255 x + 0,0013
0,8829 = 0,0255 x + 0,0013
0,0255x = 0,8829 – 0,0013
0,8816
x = = 34,573mg/L
0,0255
Jadi dengan absorbansi sebesar 0,8829, maka kadar limbah Remazol Yellow FG
Dengan cara yang sama, maka diperoleh tabel kadar limbah Remazol yellow FG
sebagai berikut :
Dengan persamaan regresi linier yang diperoleh y = 0.0255 x + 0.0013, maka kadar
y = 0,7257
Jawab :
y = 0,0255 x + 0,0013
0,7257 = 0,0255 x + 0,0013
0,0255x = 0,7257 – 0,0013
0,7244
x = 0,0255
x = 28,408 mg/L
Jadi dengan absorbansi sebesar 0,7257, maka kadar limbah Remazol Yellow FG
Dengan cara yang sama, maka diperoleh tabel kadar limbah Remazol yellow FG
sebagai berikut :
Konsentrasi
No Sampel ( Jam) Absorbansi Konsentrasi rata-rata
( mg/L) ( mg/L)
1,2539 49,126
1 0 1,2539 49,126 49,126
1,2539 49,126
0,7257 28,408
2 72 0,7257 28,408 28,408
0,7257 28,408
0,4316 16,875
3 84 0,4316 16,875 16,875
0,4316 16,875
74
0,2444 9,533
4 96 0,2444 9,533 9,533
0,2444 9,533
0,1633 6,353
5 108 0,1633 6,353 6,353
0,1633 6,353
0,1323 5,137
6 120 0,1323 5,137 5,137
0,1323 5,137
0,1136 4,404
7 132 0,1136 4,404 4,404
0,1136 4,404
0,0955 3,796
8 144 0,0955 3,796 3,796
0,0955 3,796
0,0932 3,604
9 168 0,0932 3,604 3,604
0,0932 3,604
75
Diketahui :
Ditanya : % efektivitas ?
Jawab :
(𝐴−𝐵)
% efektivitas = × 100%
𝐴
49,126
= 28,408 × 100%
= 42,17 %
Dengan cara yang sama, maka diperoleh tabel efektivitas biodegradasi dari waktu 0
Lampiran 8. Dokumentasi