mempersiapkan generasi muda yang anti korupsi. Kapan negara ini akan maju jika
para pemangku jabatan di negara kita berjamaah melakukan tindakan korupsi. dan
saatnya kita menanamkan pendidikan karakter anti korupsi untuk generasi muda saat
ini. Berikut ini adalah artikel anti korupsi, makalah Pendidikan karakter Anti
Korupsi.
Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” . Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang
lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption,corrupt”(Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie”
(Belanda).
Sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya :
Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah
sejenis penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah
memberikan amanah dalam mengemban tugas tertentu.
A. Bentuk-Bentuk Korupsi
a. Penyuapan
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah
pemberian
kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang,
tapi
bisa berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji
tindakan, suara atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan public.
1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat
dirinci menjadi:
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
• Gaya hidup yang konsumtif.
b) Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan
bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang
untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits
pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan
memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
2. Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri
pelaku.
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan
oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi
justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang
berpotensi menyuburkan tindak korupsi terjadi karena :
• Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang
karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak
kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
• Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi
pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat.
Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-
hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
• Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah
semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila
masyarakat ikut melakukannya.
b) Aspek ekonomi
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai
aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang
diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan
demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
d) Aspek Organisasi
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik
di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar
bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak
kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif,
seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi
dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada
efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi
organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
• Lemahnya pengawasan
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi :
a. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga
yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara
di-dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan
oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Peran
lembaga ombudsman --yang kemudian berkembang pula di negara lain--antara lain
menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilaku-
kan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-
berikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar
perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum
yang membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat
perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC : 2004). Di
Hongkong dibentuk lembaga anti korupsi yang bernama Independent Commission
against Corruption (ICAC); di Malaysia dibentuk the Anti-Corruption
Agency (ACA).
Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
b. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan
baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak
memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum
karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena
tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan
serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah
adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang
kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam
berbagai perkara korupsi. Tentunya akan menjadi malapetaka bagi bangsa ini bukan?
Dimana lagi kita mencari keadilan ?
a. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik
untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum
maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat
kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada
peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika
kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya
kepada orang lain misalnya anggota keluarga.
c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan anggota militer
baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini. Sebuah sistem
yang transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan pegawai negeri dan anggota
militer juga perlu dikembangkan.
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus
dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta
segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan
akan dijalankan.
Dengan pendidikan anti korupsi diharapkan bisa membangun filosofi baru berupa
penyemaian nalar dan nilia-nilai baru bebas korupsi melalui pendidikan formal.
Hal itu dilakukan karena pendidikan memiliki posisi sangat vital dalam menyemai
pendidikan dan sikap antikorupsi. Melalui pembelajaran sikap mental dan nilai-nilai
moral bebas korupsi di sekolah, generasi baru Indonesia diharapkan memiliki
pandangan dan sikap yang keras terhadap segala bentuk praktik korupsi.
Namun ditengah upaya pemerintah ingin memasukan pendidikan anti korupsi
dikurikulum pendidikan terdapat juga pro kontra dari berbagai pihak.
Pendidikan antikorupsi bagi siswa mengarah pada pendidikan nilai, yaitu nilai-nilai
kebaikan. Suseno (dalam Djabbar, 2009) berpendapat bahwa pendidikan yang
mendukung orientasi nilai adalah pendidikan yang membuat orang merasa malu
apabila tergoda untuk melakukan korupsi, dan marah bila ia menyaksikannya.
Menurut Suseno, ada tiga sikap moral fundamental yang akan membuat orang
menjadi kebal terhadap godaan korupsi. Ketiga sikap moral fundamental tersebut
adalah kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab.
Gerakan anti korupsi perlu ditanamkan sejak dini kepada anak didik, agar generasi
muda penerus bangsa tumbuh menjadi SDM berkualitas serta memiliki moral yang
terpuji. Inilah yang biasanya disebut dengan “memberantas korupsi sampai ke akar-
akarnya”.
Untuk berpartisipasi dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi ada dua
model yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan anti korupsi yang integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.
Bagaimana cara mensosialisasikan anti koruspi pada anak sejak dini? Salah satu
jawabanya adalah mengajarkan sikap jujur dan bertanggung jawab kepada diri
sendiri. Orang tua atau guru harus menjadi teladan bagi anak atau siswanya.
Dalam pembelajaran, diperlukan prinsip modeling. Artinya, siswa atau anak dengan
mudah akan melakukan suatu perilaku tertentu melalui proses peniruan pada sang
model. Model ini bias siapapun, apakah itu orang tua, guru, maupun orang-orang
yang dikaguminya.
Dengan cara tersebut, akan melatih mereka menjadi manusia yang materialistik dan
hedonistik, yang membuat hidupnya hanya ingin menumpuk harta, termasuk dengan
cara yang tidak halal.
Pendidikan Islam anti korupsi, tidak cukup hanya sampai disini. Pemberantasan
korupsi harus memiliki basis teologis. Sebagaimana kesepakatan dua organisasi Islam
terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang
mengeluarkan fatwa bahwa korupsi adalah syirik yang tidak akan diampuni oleh
Allah SWT.[7] Tanpa basis teologis demikian, dosa korupsi dapat diputihkan dengan
sedekah dan ibadah tertentu, apalagi jika dilakukan dalam situasi darurat.
Selama ini, korupsi dipandang sebagai dosa kecil yang masih bias diampuni, apalagi
jika hasil korupsinya disisihkan untuk ibadah atau sedekah bagi fakir miskin dan anak
yatim. Kelak diakhirat, timbangan pahala sedekah dari hasil korupsi bias lebih berat
dari sanksi dosanya. Jika demikian, para koruptor dan penjahat politik bias mendapat
ampunan dan masuk surge.
Nilai nilai ajaran Islam juga perlu ditekankan dan dikontekstualisasikan secara lebih
dan ekstra. Misalnya saja dengan mensosialisasikan hadist-hadist anti korupsi seperti
hadist tentang menjaga amanah. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa semua
tindakan korupsi dimulai dari penyalahgunaan amanah (abuse of trust), yang
menjalar menjadi penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang(abuse of power), baik
dalam urusan individu maupun publik. Amanah diyakini sebagai benteng anti korupsi
yang sangat kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak.
Rasulallah SAW bersabda tentang pentingnya jujur dan menjaga amanah:
Sulaiman Abu Rabi’ telah menceritakan hadist kepada kami, Ismail Ibnu Ja’far telah
menceritakan hadist kepada kami, Nafi’ Ibnu Malik Ibnu Abi Amir, yaitu Abi Suhail,
telah menceritaka hadist kepada kami dari Bapaknya dari Abi Hurairah dari Nabi
bersabda: “ Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berdusta, jika
berjanji ingkar, jika dipercaya berhianat.” (HR. Bukhari).
Hadits ini sangat tegas dan lugas bahwa kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab
adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara. Tanpa ketiga hal tersebut,
walaupun telah memperbanyak ibadah ritual, seseorang layak disebut munafik.
Betapa banyak orang yang berjanji ketika kampanye politik, bersumpah ketika
hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api dalam sambutan pelantikan,
tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu dan omong kosong. Kursi
kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada janji dan sumpah jabatan yang
disaksikan orang banyak serta disaksikan oleh Allah SWT. Harta berlimpah
seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan menumpulkan akal budi,
sehingga kepercayaan public yang dibangun sejak lama pun dikorbankan.
Tindakan korupsi sangat bertentangan dengan prinsip amanah dan kejujuran yang
diajarkan dalam agama. Lebih jelas lagi, Rasulallah SAW berpesan tentang akibat
pelanggaran atau penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem
kehidupan masyarakat. Pernyataan Rasulallah SAW ini terbukti ketika banyak
pejabat pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial kemasyarakatan
lambat laun menjadi rusak.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda: “Jika amanah
disia-siakan, maka tungguhlah kehancuran.” Kemudian dinyatakan: “bagaimana
maksud amanah disia-siakan itu?” Rasul menjawab: “Jika suatu perkara
(amanat/pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (professional), maka
tungguhlah saat kehancuran.” (HR. Bukhari).
Dari hadist diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah erat. Jika
keduanya hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah satu factor yang
dapat merusak amanah dan profesionalitas adalah suap. Seseorang yang sebelum
menjabat, mungkin tantangan berlaku jujur mungkin tidak berat. Namun ketika sudah
menjabat/ menduduki jabatan tertentu, tawaran suap sulit dihindari. Disinilah amanah
seorang pejabat diuji.
Dalam hadist lain, Rasulallah SAW menegaskan hubungan iman dengan amanah dan
kaitan ketat amanah dengan pemenuhan janji.
“Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga amanah dan tidak
beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.” (HR.
Ahmad)