Anda di halaman 1dari 16

BAB I Hakekat Manusia dan 1

Pengembangannya

BAB I
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA

TUJUAN KHUSUS PENGAJARAN


1. Memahami konsep-konsep tentang hakikat manusia.
2. Memahami tentang hakikat manusia dengan dimensi-dimensinya.
3. Menjelaskan pengembangan manusia dengap dimensi-dimensinya.
4. Menjelaskan hakikat manusia Indonesia seutuhnya dan / atau manusia pancasila.

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA


Hakikat Manusia
Tuhan menciptakan. mahluk yang mengisi dunia fana ini atas berbagai jenis dan
tingkatkan. Dari berbagai jenis dan tingkat mahluk Tuhan tersebut manusia adalah mahluk
yang paling mulia dan memiliki berbagai kelebihan. Keberadaan manusia apabila dibandinglm
dengan mahluk lain (hewan), selain memiliki insting sebagaimana yang dimiliki hewan,
manusia adalah mahluk yang memiliki beberapa kemampuan antara berfikir, rasa keindahan,
perasaan batiniah, harapan, menciptakan dan lain-lain. Sedangkan kemampuan hewan lebih
bersifat instingtif dan kemampuan berfikir sangat rendah untuk mencari makan,
mempertahankan diri dan mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Pada hakikatnya hewan tidak menyadari tugas hiduppya, dan ia melakukan sesuatu
atas dorongan dari dalam jiwanya. Dorongan itu merupakan perintah baginya yang harus
dilaksanakan apabila ia menemui rintangan dari luar, misalnya dihalang-halangi oleh manusia
atau hewan lain, dengan bermacam-macam usaha barulah ia melawan instingnya.
Lain halnya manusia, selain mahluk instingtif manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens) mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa keindahan dan
kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral dan religius.Dari penjelasan
tentang perbedaan manusia dan hewan diatas, kemudian timbul pertanyaan , ”apakah manusia
itu ?”.Beberapa pandangan tentang hakikat manusia disebutkan secara singkat sebagai berikut:

Pandangan psikoanalitik
Tokoh psikoanalitik (Hansen, Stefic,Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif.tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang
sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga
komponen yakni: ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusiayang mendasari perkembangan individu. Dua insting yang
paling penting adalah insting seksual dan insting agresi yang menggerakkan manusia untuk
hidup dengan prinsip pemuasan diri. Dengan demikian fungsi ide adalah mendorong manusia
untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat sepanjang hayat tetapi fungsi id untuk
menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat leluasa menjalankan fungsinya karena
menghadapi lingkunygan yang tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan yang
harus diperhatikan yang tidak dapat dilanggar begitu saja.
Lain halnya dengan ide maka fungsi ego adalah menjembatani tuntutan id dengan
realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan id dalam memuaskan

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 2
Pengembangannya
instingnyaselalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih berfungsi
kepribadian, sehingga perwujudan fungsi id itu menjadi tidak tanpa arah. Dalam
perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seeseorang tidak hanya ditentukan oleh fungsi id dan
ego saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego.
Super ego tumbuh berkat interaksi antaraindividu dan lingkungannya yang terdiri dari
aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi , dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah
mengawasi agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral,adapt istiadat, yang
telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki fungsi control dari
dalam diri individu.
Demikianlah bahwa kepribadian seseorang berpusat pada interkasi antara ide, ego dan
super ego menduduki peranan perantara antara ide dengan lingkungan dan antara ego dengan
super ego. Sedangkan peranan ego dalam menjembatani ide dengan super ego dapat dilihat
dalam kaitannya dengan kecenderungan seseorang untuk berada pada dua ekstrem. Seseorang
yang didominasi idenya tingkah lakunya impulsive, dan seseorang yang didominasi super
egonya cenderung berperilaku moralistik.
Dari pandangan yang tradisional di atas berkembanglah paham baru yanf disebut
neoanalitik. Paham ini berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang digerakkan
oleh tenaga dalam (innate energy). Tingkah laku manusia itu banyak yang terlepas dan tidak
dapat disangkutkan dari dalam. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
menanggapi berbagai jenis perangsang dan perwujudan diri itu hanya sebagian saja yang dapat
dianggap sebagai hasil tenagan dalam. Pada masa bayi, manusia memang menanggapi dunia
dengan insting-instingnya untuk memenuhi kebutuhannya misalnya lapar,. Namun, tingkah
laku instingtif tersbut makin dewasa makin berkurang dan akhirnya sebagian besar tingkah
laku tersebut didasarkan pada rangsangan dari lingkungannya.
Kaum neoanalis pada dasarnya masih meyakini adanya komponen ide, ego dan super
ego, namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian individu. Ego tidak
dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan ide saja, melainkan sebagai fungsi pokok yang
bersifatrasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.

Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic (Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan freud bahwa manusia
pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki control terhadap
nasibnya sendiri. Tokoh humanis (Rogers) berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan
untuk menyerahkan dirinya sendiri ke arrah positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan dan
dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia mampu mengarahkan,
mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika manusia dalam keadaan yang memungkinkan dan
mempunya kesempatan untuk berkembang aka akan mengarahkan dirinya untuk
menjadipribadi yang maju dan positif, terbebas dari kecemasan dan menjadia nggota
masyarakat yang bertingkah laku secara memuaskan. Lebih lanjut Rogers mengemukakan
bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir tanpa henti, tidak statis,
dan satu kesatuan potensi yang terus-menerus berubah.
Pandangan Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan olehrasa tanggung jawab sosialserta oleh
kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “ individu melibatkan dirinya dalam
bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam membantuorang lain dan membuat
dunia menjadi lebih baik untuk ditempati.”

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 3
Pengembangannya
Pandangan Martin Buber
Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa
anusia berdosa dan dalam genggaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan (eksistensi)
yang berpotensi. Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau potensi manusia itu terbatas.
Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi keterbatasan factual
semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan dilakukan oleh manusia atau perkembanagn
manusiaitu tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi pusat ketakterdugaan
(surprise) dunia. Tetapi perlu diingat, ketakterdugaan ini merupakan ketakterdugaan yang
terkekang dan kekangan ini amat kuat. Manusia itu tidak pada dasarnya baik, atau jahat, tetapi
manusia itu dengan amat kuat mengandung kedua kemungkinan ini.justru inilah keterbatasan
manusia, yaitu adanya kemungkinan untuk menjadi jahat. Perlu juga diingat bahwa
ketetbatasan ini sifatnya hanya faktual belaka, tidak mendasar. Kejahatan yang ada pada diri
manusia (dilambangkan dengan perbuatan Adam memakan buah larangan di surga ) bukanlah
keingkaran pada Tuhan , melainkan semata-mata untuk mewujudkan kemanusiaan manusia
oleh manusia itu sendiri. Manusia adalah mahluk yang cerdik yang tidak merasa puas dalam
keadaan yang aman,tentram, bahagia dan tergoda untuk melanggar peraturan yang telah
ditetapkan. Namun anehnya, setelah aturan “dilanggar” terkuaklah sejarah kemanusiaan yang
sejati melalui berbagai ketidak pastian, perjuangan dan kegagalan. Sejarah kemanusiaan ini
sejalan dengan aturan Tuhan.

Pandangan Behaviouristik
Kaum behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa
manusia sepenuhnya adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor
yang dating dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia. Dengan
demikian kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan antara
individu dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hokum-hukum belajar, seperti teopri
pembiasaan (conditioning) dan peniruan. Manusia tidak datang ke dunia ini dengan membawa
ciri-ciri yang pada dasarnya baik dan jelek, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi
kepribadian individu semata-mata tergantung pada lingkungannya.tingkah laku adalah hasil
perkembanagan individu dan sumberdari hasil ini tidak lain adalah lingkungan.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat
manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini mengingkari adanya cirri-ciri penting yang ada
pada manusia dan yang tidak ada pada cirri-ciri mesin atau binatang., seperti kemampuan
memilih, menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini Skinner(1976)
mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku
juga yang berkembangnya tidak berbeda dari tibgkahlaku- tingkah laku lainnya. Justru tingkah
laku inilah yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Semua cirri yang dimiliki oleh
manusia harus dapat didekatidan dianalisis secara ilmiah .dibandingkan dengan binatang
munkin manusia adalah binatang yang sangat unik, binatang yang bermoral , namun manusia
tidak dapat dikatakan memiliki moralitas. Yang disebut sebagai moral itupun mewujudkan
dalam tingkah laku sebagai hasil belajar berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan
behavioristik tidaklah mendehumanisasikam manusia, melainkan justru memanusiakan
manusia, yaitu mengatasi kekerdilan manusia. Hanya dalam hubungannya denhgan
lingkungan yang didekati secara ilmiahlah kekerdilan manusia dapat diatasi dan harkat
manusia dipertinggi.

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 4
Pengembangannya
Setelah mengikuti beberapa pandangan tentang manusiatersebut di atas dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan: (1) Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam” yang
menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya; (2) Dalam diri
manusia(individu) ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab atas tingkah laku
sosial dan rasional individu; (3) Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan positif,
mampu mengatur dan mengontrol dirinyadan mampu menentukan “nasibnya” sendiri ; (4)
Manusia pada hakikatnya dalam proses “menjadi”, berkembang terus tidakpernah selesai, (5)
dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,
membantu orang lain, dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati; (6) Manusia merupakan
suatu keberadaaan berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan, namun potensi
ini terbatas; (7) Manusia adalah mahluk Tuhan yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat; dan (8) Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku ini
merupakan wujud kepribadian manusia.
Pandangan yang meyeluruh tentang manusia seyogyanya tidak hanya menekankan
salah satu atau beberapa aspek saja dan ciri-ciri hakikat tersebut di atas. Di Indonesia dikenal
pengertian manusia seutuhnya.Menurut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Setiap manusia mempunyai keinginan untuk mempetahankan hidup dan menjaga kehidupan
yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai
falsafah hidup bangsa Indonesia memberikan pedomanbahwa kebahagian hidup manusia akan
tercapai apabila manusia itu didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan
manusia dengan alam.
Pancasila menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya yang
Tuhan Yang Maha Esa, manusia menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami manusia
itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan hidupnya.
Adapun manusia yang kita pahami bukanlah yang luar biasa, melainkan manusia yang
memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang
disamping memiliki kemampuan - kemampuan juga mempunyai sifat-sifat
keterbatasan-keterbatasan manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat yangkurang baik
manusia yang hendak kita pahami bukanlah manusia kita tempatkan di luar batas
kemampuan dan kelayakan manusiawi tadi.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mabluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial yang merupakan
kesatuan buIat perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari bahwa
manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat.
Manusia hanya mempunyai arti dalam hidup secara layak diantara manusia laiinya. Tanpa ada
manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan
hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang
lebih bank, mustahillah hal itu di kerjakan sendiri oleh seseorang tanpa bantuan dan kerjasama
dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan manusia pada hakekatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau
kemampuan jiwanya semata-mata melainkan terletak pada kemampuannya untuk bekerjasama
dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dengan masyarakat itulah manusia
menciptakan kebudayaan , yang pada hakekatnya membedakan manusia dari segenap mahluk
hidup lainnya , yang mengantarkan manusia pada tingkat mutu, martabat dan harkatnya
sebagaimana manusia yang hidup pada masa sekarang dan zaman yang akan datang.

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 5
Pengembangannya
Kesadaran akan hal-hal tersebut di atas selanjutnya menimbuhkan kesadaran bahwa
setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan
masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan keselarasan,
keserasian dan keseimbangan dalam hubungan soaial antara manusia pribadi dengan
masyarakatnya , manusia perlu mengendalikan diri dari kepentingan merupakan suatu sikap
yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan sesuatu yang diharapkan , yang pada
gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat.

HAKEKAT MANUSIA DENGAN DIMENSI-DIMENSINYA


Secara filosofis hakikat manusia merupakan kesatuan integral dari potensi-potensi
esensial yang ada pada diri manusia , yakni: (1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu, (2)
Manusia sebagai mahluk sosial ,(3) manusia sebagai mahluk susila / moral. Ketiga hakekat
manusia tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :

Manusia sebagai mahluk individu (individual being)


Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan perwujudan individukualitas manusia.
Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan kesadaran pribadi diantara segala kesadaran
terhadap segala sesuatu. Dengan bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini mencakup pengertian
yang amat luas, terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara semua realita , self-respect,
self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-realisation.
Manusia sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel
dalam kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat
orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri seagai subjek.
Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat existensialisme dan anthroppsentrisme
secara tak langsung.
Makin manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya manusia makin sadar akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari semesta. Antar
hubungan dan interaksi pribadi itulah pula yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi seperti
hak azasi dan kewajiban, norma-norma moral, nilainilai social, bahkan juga nilai-nilai
supernatural berfungsi untuk manusia. Dengan demikian kesadaran manusia sebagai pribadi
merupakan kesadaran yang paling dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan
kesadaran yang lain.
Manusia sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan
manusia sebagai mahluk pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni
dengan individuality dan personality. Makna individulitas menurut Allport, menunjukkan
wujud berdiri sendiri dan sifat otonom, serta sifat unik (uniquessnes) tiap pribadi (personality).
Dan makna personality ialah what a man reality is dan bagaimana manusia itu dalam antar
hubungan dan antaraksi dengan lingkungannya. Personality juga berarti keseluruhan sifat dan
keseluruhan fase perkembangan manusia.
Yang dimaksud oleh kesimpulan pertama antropologia metafisika manusia untuk
manusia sebagai mahluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna tersebut.
Manusia sebagai self existence dan self consciousness menyadari dirinya sebagai realself,
sebagaimana adanya: bahkan juga sebagaimana idelnya (keinginan dan cita-citanya) yang
mendorong perkembangan manusia.
Manusia sebagai individu memiliki hak azasi sebagai kodrat alami atau sebagai
anugerah Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 6
Pengembangannya
kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia menyadari adanya hak asasi itu pulalah
manusia menyadari bahwa konsekunsi dari hal-hal tersebut manusia mengemban kewajiban
dan tangung jawab sosial dan tanggung jawab moral. Dalam hubungan inilah hal status
individualisme manusia menduduki fungsi primer.
Tetapi hal tersebut tidaklah tanpa konsekuensi logis yang bersifat wajar dan alamiah
pula. Tiap-tiap hal melahirkan kewajiban. Dalam mengemban kewajiban ini, maka status
manusia sebagai mahluk social adalah primer, utama. Sebab tanpa penunaian kewajiban,
martabat manusia menjadi merosot sebagai manusia. Oleh karena itu integritas manusia
sebagai mahluk social.

Manusia sebagai mahluk sosial


Self existence, kesadaran diri sendiri membuka kesadaran atas segala sesuatu sebagai
realita di samping realita subjek, meskipun diri kita secara pribadi adalah subjek yang
menyadari namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita. Sebab kedudukan pribadi
mempunyai martabat kemanusian (human dignity) yang sederajat maka wajarlah bahwa kita
menghormati setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan seiap orang.
Sebaliknya untuk menghormati setiap pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain
Perwujudan manusia sebagai mahluk sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa
tak pernah ada manusia yang mampu hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang
lain. Orang lain dimaksud paling sedikit adalah orangtuanya, keluarganya sendiri. Realita ini
menunjukkan bahwa manusia hidup pada kondisi interdependensi dalam antar hubungan dan
antaraksi Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu
kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara. Warga suatu kelompok kebudayaan. Warga
suatu aliran kepercayaan warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial di samping berarti bahwa manusia hidup bersama
(germinschafts), kebersamaan), maka sifat independensi dalam arti material-ekonomis demi
kebutuhan-kebutuhan biologis jasmaniah melainkan lebih-lebih mengandung makna
psikologis . yakni dorongan-dorongan cinta dimana kebahagiaan terutama tercetak dalam
kepuasan rohani.
Hidup dalam antar Hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung pula
konsekuensi-konsekuensi social baik dalam arti positif maupun negatif. Ideal dalam hidup
bersama itu ialah keadaan harmonis, rukun dan sejahtera. Tetapi dapat pula sebagai hubungan
dan antaraksi itu dapat terjadi dalam kehidupan sosial. Keadaan positif dan negatif ini adalah
perwujudan dan nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas manusia akibat
pergeseran-pergeseran yang tajam dan bahkan mungkin pertentangan-pertentangan yang
terjadi di dalam proses antar hubungan dan antaraksi sosial karena sifat-sifat individualitas
manusia. Mengenai hal ini secara mendalam oleh tiap-tiap pribadi dapat menghindarkan
disharmoni itu. Tiap individu harus rela mengorbankan sebagian dari hak individualitasnya
demi kepentingan bersama. Kesadaran demikian adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan antaraksi sosial memang tidak usah
kehilangan identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan
kehidupan individu itu sendiri. Urgensi kedua-duanya harus dimengerti dalam proporsi
masing-masing Kehidupan social yang besar, banyak warganya meliputi semua individu
dengan berbagai latar belakang status, minat, nilai-nilai dan sebagainya. Kehidupan sosial
adalah realita dimana individu tiada menonjolkan identitasnya, melainkan sebaliknya
kebersamaan ialah identitas, dengan sifat pluralistis. Dalam hidup bersama apakah itu

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 7
Pengembangannya
lembaga-lembaga masyarakat ataupun negara, maka identitas kebersamaan itu mengatasi
identitas individu.
Akan tetapi meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur di
dalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan itu tidak hanya terbentuk oleh individu-
individu. Bahkan integritas social itu akan goyah bilamana hak-hak individu diperkosa.
Individualitas manusia bukanlah bertentangan dengan wujud sosialitas manusia. Melainkan
individualitas itu dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitasnya.
Tiap manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang
egosentris berakhir.
Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai mahluk sosial justru harus memberi rasa
tanggung jawab untuk mengayomi individu yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang
“besar” dan “kuat". Kehidupan sosial kebersamaan baik itu bentuk-bentuk non-formal
(masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi /negara) dengan wibawanya
wajib mengayomi individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia, seperti juga asas individualitas adalah
potensi-potensi, yang baru menjadi realita karena kondisi-kondisi tertentu. Ini berarti bahwa
pelaksanaan kesadaran sosial manusia hanya oleh kondisi itu sendiri. Artinya, jika di dalam.
hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan individualitasnya (hak-hak asasi), maka
potensi kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal. Dan jika ada pelaksanaannya tidak
wajar, melainkan karena otoritas, paksaan dari luar. Bukan didorong oleh hasrat dan motif
pengabdian yang alturis. Individualitas manusia dengan potensi-potensi subjek (prakarsa,
rasa,karsa,cipta,karya) takkan berkembang jika otoritas sosial justru tidak bersifat menunjang
realisasi itu.
Esensia manusia sebagai mahluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang
siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggungjawab dan
kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaraan interpedensi dan saling
membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.

Manusia sebagai mahluk susila (moral being)


Pribadi manusia yang bidup bersama itu melakukan hubungan dan antaraksi baik
langsung maupun tidak langsung . Di dalam proses antar hubungan dan antaraksi itu tiap
pribadi membawa identitas, kepribadian masing-masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup
heterogen akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Keadaan interpredensi kebutuhan manusia lahir batin yang tiada batasnya akan
berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan ketertiban, kesejahteraan manusia, maka di
dalam masyarakat ada nilai-nilai, norma-norma.
Asas pandangan bahwa manusia sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan
bahwa budi nurani manusia secara a priori adalah sadar nilai dan mengabdi norma-norma.
Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa
(das Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai-nilai
esensia manusia sebagai mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat
dipisahkan realitas sosial sebab justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya
nilai-nilai hanyalah dalam kehidupan social. tiap-tiap hubungan sosial mengandung moral.
Atau dengan kata-kata “Tiada hubungan social tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan
susila tanpa hubungan social”. Hubungan sosial harus dimaknai dalam makna luas dan
hakiki. Yakni hubungan social horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 8
Pengembangannya
hubungan social - vertical yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial vertikal
bersifat transcendental sering disebut hubungan rokhaniah pribadi. Akan tetapi kedua antar
hubungan social tersebut sama-sama riel di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti dialami
semua manusia. Hubungan sosial sering disebut hubungan religius yang dianggap hubungan
pribadi dan bersifat perseorangan bukan masalah sosial.
Hubungan sosial horisontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa, maksimal ialah
pada taraf etis atau kesusilaan (etika, nilai-nilai filsafat, adat-istiadat., hukum). Tetapi yang
jelas semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normative itu menjadi
kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental
yang membedakan hidup manusia dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain. Rasio dan
budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu. Dan bila moralitas ditafsirkan meliputi
nilai-nilai religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula dengan kesadaran-kesadaran
supernatural yang super rasional.
Ketiga esensia tersebut di atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah kodrat
hakekat manusia secara potensial artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia
potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (aktualisasi) atau sebaliknya tidak
terlaksana. Inilah sebabnya ada criteria di dalam masyrakat antara pribadi yang baik, yang
ideal, dengan pribadi yang di anggap buruk atau asusila, tingkah laku yang kurang
dikehendaki. (Noor Syam, 1984 : 169-196)

PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI TERSEBUT PADA MANUSIA


Hakikat dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan pada butir b di atas, masing-
masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian manusia
sebagai berikut :

Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu.


Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri.
Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan:Hilfe zur selbathilfe,yang artinya
memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai
pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas,
kehendak,, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik
harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan
merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bias diperoleh melalui pendidikan dan
proses belajar.
Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu
(pribadi) ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan )saja
sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini.
Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi
intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan
pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.

Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 9
Pengembangannya
Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social.
Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat
mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya,
bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk
pengenbangan kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia srigala”
(wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “, karena dibesarkan oleh
srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia lainnya. Ia menjadi bergaya
hidup seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang satu dengan yang lainnya
dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah disebutkan di atas, tetapi juga
karena adanya bahasa sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat
dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan
aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila,
yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek
social tersebut.
Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini
dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut :
The problem of finding the golden mean between education for the individual life and
education for communal service and cooperation is one of the most important questions for
the educator.

Pengembangan manusia sebagai mahluk susila


Aspek yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social,
adalah aspek kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dalam
kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila
dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila.
Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak
dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat
norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacaubalau,
hokum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus
mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai
susila dan social yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut
harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah
laku tiap pribadi manusia.
Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah social ini amat penting
dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya aspek susila
kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan social. Karena
penghayatan atas norma, nilai dan kaidah social serta pelaksanaannya dalam tindakan dan
tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau
kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas
norma, nila, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut
dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang
nyata dalam masyarakat.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah
masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok,yaitu :
Pertama, untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 10
Pengembangannya
social yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh
masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak
akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat , padahal setiap
individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada.akibatnya dia tidak merasa betah
tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya ituudengan demikian selanjutnya dia tidak
dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang
kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia
juga akan dihadapkan pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam
masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah
laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru,
karena setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus
diikuti oleh anggotannya.
Kedua, untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat
tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu tinggal
disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya
aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaida-kaidah social yang harus diikuti
oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan
bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka
bersama.
Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung
pada dapat tidaknya dipertahankan norma , nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan.
Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa
nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata
kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan in kita semua telah
menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang
akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita.
Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kitaagar kita bersama dapat
mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma,
nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.

Pengembangan manusia sebagai mahluk religius


Eksistensi menusia manusia yang keempat adalah keberadaanya dalam hubungannya
dengan memperkuat hubunganny dengAN Tuhan Yang Maha Kuasa.sebagai anggota
masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan
mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut
untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada masing-masing warga
Negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan
sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan
hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia.

PEMBENTUKAN MANUSIA SEUTUHNYA ATAU MANUSIA PANCASILA


Di Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman dan
Penghayatan Pancasila, setiap manusia mem pounyai keinginan untuk mempertahankan hidup,
dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri
manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara memberikan pedoman bahwa
kebahagiaan hidup manusia itu akan tercpai apabila kehidupan manusia itu diselaraskan dan
keseimbangan, baik hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 11
Pengembangannya
masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan bangsa,
dan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah
dan kebahagiaan rokhaniah.
Pancasila menempatkan manusia dakam keseluruhan harkat dan martabatnya mahluk
Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami
manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan
hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa, melainkan
manusia yang disamping memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-
kelemahan, manusia yang disamping memiliki kemampuan-kemampuan juga mempunyai
keterbatasan-keterbatasan, manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat yang baik
memounyai sifat-sifat yang kurang baik. Manusia yang hendak kita pahami bukanlah manusia
yang kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusia tadi.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social.
Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk social merupakan
kesatuan bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari bahwa
manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat.
Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup secara layak diantara manusia lainnya. Tanpa
ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat , seseorang tidak dapat
menyeenggararakan hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup dan usaha
mengejar kehidupan yang lebih baik, mustahil hal itu dikerjakan sendiri oleh seseoarang, tanpa
bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan manuasia pada ddasarnya tiodak terletak pada kemampuan fisiknya atau
kemampuan jiwanya semata-mata, melainkan terletak pada kemampuannya untuk
bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah
manusia menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap
mahluk hidup yang lain, dan mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat dan
harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang akan
datang. Kesadaran akan hal-hal yang tersebut di atas selanjutnya menumbuhkan kesadaran,
bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan
masyarakat. Semuanya itu melahirkan sifat dasar, bahwa untuk mewujudkan keselarasan,
keserasian, dan keseimbanagn dalam hubungan social antar manusia pribadi dengan
masyarakat, manusia perlu mengendalikan diri. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat
beranekaragam coraknya, kemauan dan kemampuan mengendalikan diri pada kepentingan
adalah suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan sesuatu yang sangat
diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas
masyarakat. (dalam kaitan ini hendaknya dibaca 36 butir wujud Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, sebagaimana ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No II/MPR/1978).
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila menegaskan pandangan social yang
berdiri di atas paham keseimbangan tidaklah mengingkari, bahwa masyarakat itu senantiasa
bergerak, berubah, berkembang dan dinamis. Namun demikian, kita beranggapan, bahwa yang
wajar, yang dicari oleh manusia bukanlah perubahan atau dinamika itu sendiri, melainkan
keseimbangan segala sesuatu dalam masyarakat untuk mencapai tujuan kebahagiaan. Masalah
perubahan social itu merupakan tantangan bagi kita semua, kita pelajari secara teliti dan kita
perhatikan sebagai factor yang mempengaruhi terutama dalam zaman dimana ilmu dan
teknologi telah berkembang sedemikian pesatnya . bagi bangsa Indonesia, tujuan
pengembangan masyarakat adalah manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat
Indonesia.dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 12
Pengembangannya
itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaannya sekarang, melainkan melalui proses evolusiyang
memakan waktu ribuan tahun. Demikian pula halnya perkembangan manusia secara
perseoranganpun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan
tahun sebelum orang itu menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap
perkembangan seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang
yang sedang menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa
perkembanagn tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan
dari berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Keberadaan manusia seperti disinggung di atas,
membawa dampak yang besar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha
pendidikan pada dasarnya diarahkan terhadap pengembangan kososialan, dimensi kesusilaan
dan dimensi keberagaman berbeda dari mahluk-mahluk lain, manusia sebagai mahluk yang
berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan berbagai potensi dan susunan tubuh yang
memungkinkan ia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai
dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi keindividuan memungkinkan seseorang memperkembangkan
segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek kehidupan
yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan biologis berkembang
dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi keindividuan
memungkinkan seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya
sendiri. Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu
berinteraksi , berkomunikasi, bergaul dan hidup bersama orang lain. Selain mahluk pribadi
manusia adalah mahluk
Dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia
itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaan sekarang, melainkan ,melalui proses evolusi yang
memakan waktu ribuan tahun. Demikian pulalah halnya, perkembangan manusia secara
perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun
sebelum seseorang menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap
perkembangan seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang
yang sedang menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa
perkembangan tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan
diberbagai jenjang dan jenis pendidikan.
Keberadaan manusia seperti disinggung diatas, membawa dampak yang mendasar bagi
usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnyadiarahkan terhadap
pengembangan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, dimensi
kesosialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Berbeda dari makhluk-makhluk
lain, manusia sebagai makhluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan brbagai
potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia berkembang menjadi makhluk yang
sesuaidg ketinggian derajatnya itu. potensi dan susunan tubuh ini memungkinkan manusia
berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkembangkan
segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pasa aspek-aspek kehidupan
yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan biologis berkembang
dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang
menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri. Perkembangan
dimensi keindividualan diimbangi dengan perkembangan dimensi kesosialan pada diri orang
yang bersangkutan. Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, dan hidup berasama orang lain. Selain makhluk hidup

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 13
Pengembangannya
pribadi manusia adalah makhluk sosial. Aspek pribadi dan sosial itu saling berinteraksi dan
dalam interaksi itulah keduanya saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menentukan
makna yang sesungguhnya. Pertemuan dimensi keindividualan, dan dimensi kesosialan
menuntut dikembangkannya dimensi yang ketiga yaitu dimensi kesusilaan. Memang dimensi
kesusilaan hanya mungkin dan perlu timbul apabila seseorang berada berasama orang lain.
Moral, estetika dan berbagai aturan lainnya itulah yang mengatur bagaimana hubungan itu
seharusnya dilaksanakan seadanya saja, apalagi semau gue saja. Hidup berasama orang lain
perlu diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di dalamnya
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kehidupan bersama itu.
Dimensi kesusilaan yang lain itu dapat bertemu dalam satu kesatuan yang bermakna.
Dapat dibayangkan bahwa tanpa dimensi kesusilaan bekembangnnya dimensi keindividualan
dan dimensi kesosialan akan tidak serasi, bahkan dapat saling bertabrakan, yang satu
cenderung mengalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga dimensi diatas memungkinkan manusia bergerak dalam bidang
kehidupan kemanusiaan (lihat Gambar 1)
Namun perlu diingat bahwa ketiga dimensi tersebut baru mampu membentuk bidang
kehidupan yang mampu menampung isi kehidupan secara menyeluruh dan mantap. Perlu pula
diperhatikan bahwa bidang kehidupan duniawi belaka. Dengan demikian, manusia yang
hidupnya hanya didasarkan pada perkembangan ketiga dimensi tersebut, jelas baru
menjangkau bidang kehidupan keduniawian semata-mata.

Kesusilaan
BIDANG KEHIDUPAN

Kesosialan
Keindividualan

Gambar 1 Pengembangan ketiga dimensi yang memungkinkan manusia


bergerak dalam bidang kemanusiaan.

Manusia seutuhnya pastilah bukan manusia yang semata-mata hidup dalam bidang
keduniaan, melainkan yang juga mampu menjangkau isi hidup keakhiratan. Untuk itu perlu
diperkembangkan dimensi yang keempat, yaitu dimensi keberagamaan. Dalam dimensi ini
manusia memperkembangkan diri dalam kaitannya dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan berkembangnya secara mantap dimensi yang keempat itu, akan lengkaplah
perkembangan manusia dan mungkinlah manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya.
Dengan keempat dimensi tersebut manusia akan mampu membentuk wadah kehidupannya
secara matap dan selanjutnya mengisi kehidupan itu secara penuh.(lihat Gambar 2)

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 14
Pengembangannya

Keberagamaan

WADAH/ISI Kesusilaan
KEHIDUPAN
Kesosialan

Keindividualan

Gambar 2. Dimensi keempat dari manusia

Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam semua
sisinya, sisi individu dan sosialnya, sisi dorongan yang harus dipenuhi dan estetika
pemenuhannya, sisi dunia dan akhiratnya, serta sisi hubungan dengan sesama manusia dan
hubungan dengan Tuhan. Dengan dimensi keempat itu pula kehidupan manusia ditinggikan
derajatnya, sesuai dengan ketinggian derajat manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya (lihat Gambar 3).
Keberagamaan

Kesusilaan

Keindividualan Kesosialan

Gambar 3 Dimensi keempat

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 15
Pengembangannya

SETELAH MEMPELAJARI KONSEP BAHAN TERSEBUT, JAWABLAH


PERTANYAAN BERIKUT INI.
(1) Jelaskan perbedaan esensial antara manusia dan binatang,
(2) Jelaskan pandangan Psikoanalitik terhadap hakikat manusia,
(3) Jelaskan pandangan Humanistik terhadap hakikat manusia,
(4) Jelaskan pandangan Behavioristik terhadap hakikat manusia,
(5) Jelaskan pendapat Marthin Buber terhadap hakikat manusia,
(6) Jelaskan pandangan Antropolog Metafisik tentang hakikat manusia,
(7) Jelaskan bagaimana bentuk pengembangan manusia atas dimensi-dimensi yang ada
pada manusia,
(8) Jelaskan bagaimana bentuk sosok manusia Indonesia seutuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
DEPDIKBUB, PPIPT. 1982. Program Akta Mengajar V-Bisnis Komponen Dasar
Kependidikan, Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta : Depdikbud.
DEPDIKBUD. 1983. UUD 1945-P4-GBHN. Bahan Penataran Dan Referensi
Penataran. Jakarta: Depdikbud
IKIP MALANG. TIM Dosen FIP. 1980. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan.
Surabaya. Usaha Nasional.
Soejono, Agus. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum. Bandung: Transito

PENGANTAR PENDIDIKAN
BAB I Hakekat Manusia dan 16
Pengembangannya

PENGANTAR PENDIDIKAN

Anda mungkin juga menyukai