Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan intersisiel, sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan
lain-lain), secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, Staphylococcus auerus,
streptokokus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia
antara lain defek anatomi bawaan, defisit imunologis, polusi, GER, dan lain-lain.

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu


: 1) pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia), bila infeksinya
terjadi di di luar rumah sakit, dan 2) pneumonia nosokomial (hospital-acquired
pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat
terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spektrum
etiologinya, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta, dan
prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder
pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum etiologinya
berbeda dengan infeksi yang terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis,
derajat beratnya penyakit, dan komplikasi yang timbul lebih kompleks.
Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan
penyakit dasarnya.

1
LAPORAN KASUS

Seorang anak usia 8 bulan 17 hari masuk RSUB melalui poli anak Rumah
Sakit Bahteramas dengan keluhan sesak yang di rasakan sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit, sesak tidak di pengaruhi cuaca, posisi, maupun aktivitas.
Menurut ibu pasien sebelum sesak pasien mengalami batuk kurang lebih sejak 5
hari yang lalu, batuk di sertai dahak, jernih, tidak ada darah. Selain itu pasien juga
mengalami demam terus-menerus sejak 5 hari SMRS, menggigil (-), kejang (-),
keringat dingin(-). Mual dan muntah (-). Nafsu makan menurun, dan aktivitas
menjadi berkurang selama pasien sakit. Belum BAB sejak 1 hari SMRS, BAK
normal dan lancar.
Riwayat keluhan demam disertai keluhan sama sebelumnya (-)
Riwayat keluhan demam disekitar lingkungan (-)
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat kelahiran : pasien lahir cukup bulan, ditolong oleh dokter, melahirkan
dirumah sakit, langsung menangis, merupakan anak tunggal. Anak telah
mendapatkan imunisasi sampai usianya sekarang.
Riwayat kehamilan : ibu pasien tidak pernah mengalami keguguran, ibu pasien
tidak pernah mengalami demam dan sakit selama masa kehamilan, infeksi pada
ibu (-), rajin melakukan pemeriksaan kehamilan dipuskesmas dan posyandu, ibu
pasien tidak pernah meminum obat-obatan, jamu-jamuan, dan minuman
beralkohol selama masa kehamilan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB : 7,5 kg, PB 68 cm, dengan keadaan
umum : sakit berat/ status gizi baik / sadar. nadi 162x/m, pernapasan 60x/m, suhu
38,1°C. Pucat (-), sianosis (-), tonus baik, turgor baik. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan simetris ki=ka, pada pemeriksaan telinga, mata, bibir, lidah, sel mulut
dan leher dalam batas normal. Nafas cuping hidung (+). Pada pemeriksaan dada
dalam batas normal dengan ictus cordis tidak teraba. Scar BCG (+). Pada
pemeriksaan paru tampak adanya retraksi dengan bunyi pernapasan
bronkovesikuler, bunyi tambahan berupa ronkhi basah halus +/+ pada basal kedua
paru, wheezing -/-. pada pemeriksaan perut dalam batas normal.

2
Diagnosa kerja :
- Bronkopneumonia

Penatalaksanaan :
R/ IVFD DS ½ NS 10 tpm (mikrodrips)
O2 1-2 L/menit nasal
Cefotaxime 350 mg iv/12 jam
Ambroxol syrup 15 mg 3 x ¼ cth
Paracetamol syrup 3 x ½ cth

FOLLOW UP PASIEN

Hari/Tanggal Keluhan Terapi


26 Juli 2015 - N :148 x/menit, S : 37,3 0C, - IVFD DS ½ NS 10 tpm
P : 58 x/menit (mikrodrips)
- Sesak (+) - O2 1-2 L/menit nasal
- Batuk (+), Demam (-) Mual - Cefotaxime 350 mg
(-), muntah (-), iv/12 jam
- Nafsu makan berkurang - Ambroxol syrup 15 mg
- BAK BAB Biasa 3 x 1/4 cth
27 Juli 2015 - N : 142 x/menit, P : - IVFD DS ½ NS 10 tpm
46x/menit, S : 37.50C (mikrodrips)
- Sesak (-) - Cefotaxime 350 mg
- Batuk (+), Demam (-) Mual iv/12 jam
(-), muntah (-), - Ambroxol syrup 15 mg
- Nafsu makan berkurang 3 x ¼ cth
- BAK BAB Biasa
27 Juli 2015 PULPAK (12.00 WITA) -

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan


bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

B. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
mordibitas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (Balita). Diperkirakan
hampir kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi diAfrika dan di Asia
Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan penyakit system respiratori, terutama pneumonia.

4
C. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada


perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negativ seperti E.coli, Pseudomonas sp, atau klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneumonia, hemophilus influenza tipe B, dan staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.

Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,


disamping bakteri, atau campuran bakteri dengan virus. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus
Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumonia. Kelompok anak
berusia 2 tahun keatas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak
daripada anak yang berusia dibawah 2 tahun.

D. Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer


melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang tekena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannnya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposis fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,

5
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopolmuner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

E. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan di RS. Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda
berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,
retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis,
batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(nonproduktif / produktif ), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (nonproduktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.

Pada auksultasi, dapat didengar suara pernapasan menurun. Fine crackles


(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus
menurun, suara napas menurun, dan terdengar fine creckles (ronki basah halus)
didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada. Bila berat
gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit.

6
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta
gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah
dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.

G. Diagnosis

Diagnosis CAP harus dipertimbangkan pada setiap anak yang memiliki


onset akut dari gejala pernapasan, terutama batuk, napas cepat atau kesulitan
bernapas. Diagnosa ditegakkan berdasarkan evaluasi klinis, evaluasi radiografi
dan temuan dari etiologi: (i) memastikan bahwa adanya pneumonia; (Ii) menilai
keparahan pneumonia; dan (iii) menentukan organisme penyebab. Secara umum,
diagnostik investigasi untuk menentukan penyebab pneumonia ditunjukkan hanya
pada anak-anak yang membutuhkan rawat inap.

7
Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menujukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran
radiologis. Gejala utama pneumonia adalah batuk, dyspnea atau takipnea. Untuk
diagnosis pneumonia dan penilaian keparahan penyakit saluran pernafasan,
ditemukan tanda-tanda klinis yang sederhana (laju pernapasan dan pernapasan
dinding dada bagian bawah, yang sensitif dan cukup spesifik. Heath Organization
(WHO) merekomendasikan sebagai berikut:

a. Pneumonia itu didiagnosis ketika seorang anak lebih dari 2 bulan mengalami
batuk atau kesulitan bernapas atau takipnea yang didefinisikan sebagai: (i)
pernapasan > 50x per menit untuk bayi usia 2-12 bulan dan (ii) pernapasan >
40x per menit untuk anak-anak usia 1-5 tahun.
b. Dikatakan berat / pneumonia sangat berat, didiagnosis ketika
pada anak ditemukan retraksi dinding dada atau stridor atau tanda umum
lainnya.
Adanya wheezing tanpa diikuti suara nafas bronchial pada saat auskultasi
adalah tanda bahawa penyebabnya bukan bakteri pada saluran pernapasan bawah.

H. Tatalaksana

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian


antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
1. Golongan Penisilin

8
2. TMP-SMZ
3. Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
1. Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
2. Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
3. Marolid baru dosis tinggi
4. Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
1. Aminoglikosid
2. Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
3. Tikarsilin, Piperasilin
4. Karbapenem : Meropenem, Imipenem
5. Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
1. Vankomisin
2. Teikoplanin
3. Linezolid
Hemophilus influenzae
1. TMP-SMZ
2. Azitromisin
3. Sefalosporin gen. 2 atau 3
4. Fluorokuinolon respirasi
Legionella
1. Makrolid
2. Fluorokuinolon
3. Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
1. Doksisiklin
2. Makrolid
3. Fluorokuinolon

9
Chlamydia pneumoniae
1. Doksisikin
2. Makrolid
Fluorokuinolon
Selain itu, Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

10
11
I. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,


bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5%
pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit
menjadi 20%.

12
ANALISA KASUS

Seorang anak usia 8 bulan 17 hari datang dengan keluhan sesak yang di
rasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak di pengaruhi
cuaca, posisi, maupun aktivitas. Sebelum sesak pasien mengalami batuk kurang
lebih sejak 5 hari yang lalu, batuk di sertai dahak, jernih, tidak ada darah. Selain
itu pasien juga mengalami demam terus-menerus sejak 5 hari SMRS, menggigil (-
), kejang (-), keringat dingin(-). Dimana sesuai teori, pneumonia merupakan
penyebab utama mordibitas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun
(Balita). Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Dimana sesuai
teori bahwa gejala yang sering terlihat pada bayi yang lebih tua adalah takipneu,
retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB : 7,5 kg, PB 68 cm, dengan keadaan
umum : sakit berat/ status gizi baik / sadar. Nadi 162x/m, pernapasan 60x/m, suhu
38,1°C. Pucat (-), sianosis (-), tonus baik, turgor baik. Nafas cuping hidung (+).
Pada pemeriksaan paru tampak adanya retraksi dengan bunyi pernapasan
bronkovesikuler, bunyi tambahan berupa ronkhi basah halus +/+ pada basal kedua
paru, wheezing -/-. Berdasarkan teori, pneumonia pada anak umumnya
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menujukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor yang paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai
berikut : takipneu, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki basah halus dan
suara napas melemah.

Penatalaksanaan pada kasus ini diberikan IVFD DS ½ NS 10 tpm


(mikrodrips), O2 1-2 L/menit nasal, Cefotaxime 350 mg iv/12 jam, Ambroxol
syrup 3 x ¼ cth, Paracetamol syrup 3 x ½ cth. Berdasarkan teori bahwa diagnosis
etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga pemberian antibiotik
dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman yang tersering yaitu
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae. Pemberian antibiotik
sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi dibawah 3 bulan diberikan golongan

13
penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia > 3 bulan, ampisilin dipadu dengan
kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien berat atau
terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Selain itu,
teori mengemukakan bahwa Penatalaksanaan pneumonia khususnya
bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum
dan khusus.
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis
(di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan
menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Bradley J.S., at al. 2011. The Management of Community-Acquired


Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

2. Rahajoe, N. 2011. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Kelima. Badan


Penerbit IDAI. Jakarta

3. Standar Pelayanan Medik. 2009. Pneumonia. Makassar : Bagian Ilmu


Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit
DR. Wahidin Sudirohusodo

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu


Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

5. Zar, H J., at al. 2005. Diagnosis and Management of Community-Acquired


Pneumonia in Childhood – South African Thoracic Society Guidelines. Vol.
95 No.12 (Part 2).

6. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti di Indonesia,


2003. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai