Anda di halaman 1dari 18

B.

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut dan pergelangan kaki kiri y

ang di alami sejak ± 1 bulan yang lalu, yang dirasakan semakin lama semakin

memberat disertai dengan bengkak yang muncul sejak 1 minggu sebelum mas

uk RS, sehingga pergerakan pasien terbatas. Keluhan memburuk terutama pad

a pagi hari sehingga pasien sulit untuk beraktivitas. Keluhan lain yaitu demam

(+) membaik dengan pengobatan, menggigil (-), keringat (-), kejang (-), sakit

kepala (-). Batuk (-), pilek (-), sesak (-), nyeri dada (-).Nafsu makan baik, bab

dan bak (+) kesan normal, Riwayat trauma atau terjatuh (-). Riwayat nyeri sen

di sebelumnya (-). Riwayat penyakit yang sama di keluarga (-). Riwayat peng

obatan (+) parasetamol.

Pemeriksaan Fisis

Keadaan umum : Sakit Sedang, gizi baik (93%), Sadar

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 64 kali/menit

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 37,30C

Berat badan : 31 Kg

Tinggi badan : 138 cm

Status Gizi : Gizi Baik (107%)

Pucat :- Sianosis :-

Ikterus :- Tonus : baik

Keadaan spesifik

1
Kulit 2212 2122 : kering (-), sianosis (-)

Gigi 2212 2122 : Caries : (-)

Kepala

Bentuk : Normosefal

Rambut : Hitam lurus tidak mudah tercabut

Ubun-ubun : Menutup

Wajah : Simetris, Kiri = Kanan

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),

Telinga : Otorhea (-)

Hidung : Rinorhea (-)

Bibir : Kering (-), pucat (-), sianosis (-)

Lidah : Kotor (-)

Mulut : Stomatitis (-), kandidiasis (-)

Tenggorokan : Hiperemis (-)

Tonsil : T2/T2, hiperemis (-)

Leher : Kaku kuduk (-)

Dada

Paru-Paru

Inspeksi : Simetris ki=ka, retraksi (-)

Palpasi : ICS simetris ki=ka, krepitasi (-)

Perkusi : Sonor

Batas paru hepar : ICS V midclavicularis dextra

2
VTH X midscapularis dextra

VTH XI midscapularis Sinis

tra

Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler

Bunyi tambahan : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Kuat angkat, ictus cordis line midclavicula sinistra ICS V

Perkusi : Pekak

Batas jantung kiri IC V Linea midclavicula sinistra

Batas jantung kanan IC IV Linea parasternal dextra

Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), S3 gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), asites (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran

Lien : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar limfe : Tidak teraba pembesaran

3
Alat kelamin : Tidak ada kelainan

Alat gerak : Eksremitas bawah: edema (+) pada pergelangan kaki

kiri dan lutut, teraba hangat, nyeri tekan dan sulit

digerakan

Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : Skoliosis (-), gibus (-)

APR dan KPR : (+) kesan normal

Refleks patologis : (-)

Lingkar lengan atas : 17 cm Lingkar kepala : 57 cm

Lingkar dada : 60 cm Lingkar perut : 58 cm

C. Hasil Pemeriksaan Lab

Darah Rutin (5 Juni 2018)

Parameter Rujukan

WBC = 13,3 [10^3/UL] 4.00 – 10.00

RBC = 4,0 [10^6/UL] 4.00 – 6.00

HGB = 11,8 [g/dl] 12.0 – 16.0

HCT = 40,0 [%] 37.0 – 48.0

PLT = 338 [10^3/UL] 150 – 400

D. Anjuran Pemeriksaan

 LED dan CRP

 X-Ray

 Faktor Reumatoid

4
 C3 dan ANA

E. Diagnosis Kerja

Rheumatoid Artritis

F. Ringkasan

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut dan pergelangan kaki kiri y

ang di alami sejak ± 1 bulan yang lalu, yang dirasakan semakin lama semakin

memberat disertai dengan bengkak yang muncul sejak 1 minggu sebelum mas

uk RS, sehingga pergerakan pasien terbatas. Keluhan memburuk terutama pad

a pagi hari sehingga pasien sulit untuk beraktivitas. Keluhan lain yaitu demam

(+). Riwayat trauma atau terjatuh (-). Riwayat penyakit yang sama di keluarg

a (-). Riwayat pengobatan (+) parasetamol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, gizi baik (

107%), sadar, Tekanan Darah : 100/70 mmHg, Nadi: 64 kali/menit, Pernapas

an: 24 kali/menit, Suhu: 37,30C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Ekstremit

as atas: Eksremitas bawah: bengkak (+) pada pergelangan kaki kiri dan lutut,

teraba hangat, nyeri tekan dan sulit digerakan. Pemeriksaan paru, jantung dan

abdomen dalam batas normal.

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan leukositosis (WBC

= 13,3 [10^3/UL]), Hb 11,8 g/dl, Trombosit (PLT = 338 [10^3/UL]).

Penatalaksanaan

 IVFD RL 13 TPM

 Injeksi Paracetamol 4x310 mg/ IV Jika demam

 Aspirin 4X500 mg

G. Follow Up

5
Tanggal Keluhan Intruksi Dokter

06 Juni 2018 S : nyeri dan bengkak pada lutut, per IVFD RL 13 TPM

gelangan kaki, demam (+) Injeksi Paracetamol 4x3

O : Sakit sedang, gizi baik , sadar 10 mg/ IV

TD : 90/60 mmHg Aspirin 4X500mg

N : 90 kali/menit

P : 18 kali/menit

S : 37,9oC

Eksremitas bawah: pembengkaka

n dorsum pedis dan MTP 3 dan 4

dan genu sinistra, teraba hangat,

nyeri tekan

BB : 31 kg

A : Rheumatoid arthritis

07 Juni 2018 S : nyeri dan bengkak pada lutut, per IVFD RL 13 TPM

gelangan kaki sudah mulai berku Injeksi Paracetamol 4x3

rang, demam (-), 10 mg/ IV Jika demam

O : Sakit sedang, sadar Aspirin 4X500mg

TD : 100/60 mmHg

N : 68 kali/menit

P : 22 kali/menit

S : 36,5oC

BB : 31 kg

A : Rheumatoid arthritis

6
08 Juni 2018 S : nyeri dan bengkak pada lutut, per Pasien pulang

gelangan kaki (-), demam (-),

O : Sakit Sedang, sadar

TD : 10/60 mmHg

N : 76 kali/menit

P : 22 kali/menit

S : 36,4oC

BB : 31 kg

A : Rheumatoid arthritis

7
BAB II

ANALISIS KASUS

A. DEFINISI

Artritis reumatoid adalah penyakit multisistem kronis yang penyebabnya ti

dak diketahui. Terdapat berbagai manifestasi sistemik pada penyakit ini, karakteri

stiknya adalah peradangan yang menetap pada cairan sendi (sinovitis) , biasanya

menyerang area sekitar sendi dengan distribusi yang simetris. Pada kasus didapatk

an pasien mengalami peradangan pada sendi lutut dan pergelangan kaki kiri.

Potensi dari inflamasi yang terjadi pada cairan sendi dapat menyebabkan k

erusakan kartilago, erosi pada tulang, dan perubahan yang lebih lanjut pada integri

tas sendi sebagai tanda khas pada penyakit ini. Walaupun berpotensi merusak, art

hritis reumatoid cukup bervariasi. Beberapa penderita hanya menunjukkan penyak

it oligoartikular yang ringan dengan durasi yang singkat disertai dengan kerusakan

sendi yang minimal, sedangkan pada penderita yang lain dapat menunjukkan poli

artritis progresif yang ditandai kerusakan fungsional.

B. EPIDEMIOLOGI

Artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang paling

sering ditemukan pada anak. Artritis reumatoid juvenil didefinisikan sebagai adan

ya tanda objektif artritis pada sedikitnya satu sendi yang berlangsung lebih dari 6

minggu pada anak usia kurang dari 16 tahun dan jenis artritis lain pada anak telah

disingkirkan. Adapun artritis didefinisikan sebagai pembengkakan pada sendi atau

8
ditemukannya dua atau lebih tanda berikut: keterbatasan gerak, nyeri tekan, nyeri

saat bergerak, atau sendi teraba hangat.

Pada kasus didapatkan anak usia 13 tahun, datang dengan keluhan nyeri pa

da lutut dan pergelangan kaki kiri yang di alami sejak ± 1 bulan yang lalu, yang d

irasakan semakin lama semakin memberat disertai dengan bengkak yang muncul s

ejak 1 minggu sebelum masuk RS, sehingga pergerakan pasien terbatas.

C. ETIOLOGI

Artritis pada anak dapat disebabkan oleh berbagai penyakit yang mempunyai s

pektrum sangat luas, yang secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi

1) penyakit reumatik

2) artritis infeksi,

3) gangguan muskuloskeletal kongenital,

4) gangguan muskuloskeletal didapat non-reumatik,

5) penyakit keganasan,

6) penyakit lain seperti penyakit sickle cell, hemofilia dan koagulopati

lainnya, hipotiroidisme, sarkoidosis.

Penyakit reumatik anak sendiri terdiri lagi dari ARJ/AKJ atau AIJ, dermat

omiositis, lupus eritematosa sistimik, penyakit jaringan ikat campuran, vas

kulitis sistimik, skleroderma, spondiloartropati, artritis yang berhubungan

dengan penyakit defisiensi imun, dan artritis reaktif (demam reumatik dan

artritis yang berhubungan dengan infeksi Gram negatif ). Penyakit terserin

g pada kelompok reumatik anak tersebut adalah ARJ/AKJ/AIJ. Pada kasus

pasien ini masuk dalam kategori penyakit rematik ARJ, dan tidak ditemuk

9
annnya penyebab lain dari artritisnya seperti SLE, vaskulitis sistemik, scle

roderma, spondiloartropati.

D. PATOGENESIS

Patogenesis ARJ didasari oleh mekanisme kompleks imun. Banyak sekali

faktor etiologi yang dapat menyebabkan gejala klinis ARJ seperti infeksi, autoimu

n, trauma, stres serta faktor imunogenetik. Penyakit ARJ umumnya mudah menga

lami remisi, sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah komplikasi dan timb

ulnya kecacatan terutama yang mengenai sendi. Pada kasus pasien ini tidak didapa

tkan faktor resiko seperti infeksi, trauma ataupun stres.

Artritis reumatoid adalah proses inflamasi kompleks yang merupakan hasil

reaksi dari berbagai populasi sel imun dengan aktivasi dan proliferasi dari fibrobl

as sinovial. Respon inflamasi ini menyerang cairan sinovial pada persendian, burs

a dan tendon, serta jaringan lain di seluruh tubuh. Orang-orang yang menderita pe

nyakit ini menunjukkan tanda-tanda klinik yang bermacam-macam dan distribusin

ya pada muskuloskeletal. Dalam jaringan sinovial, proses inflamasi terjadi secara j

elas, menimbulkan edema dan proliferasi kapiler dan sel mesenkim. Pada jaringan

sendi dan cairan sinovial, terjadi akumulasi dari leukosit yang menghasilkan enzi

m lisosom dan proinflamasi lain, serta mediator-mediator toksik. Kemudian, deng

an teraktivasinya sel-sel imun dan fibroblas sinovial, mediator ini dapat merusak k

artilago persendian yang bedekatan. Jika proses ini terus berlanjut dan tidak diken

dalikan, permukaan sendi akan hancur, dan secara bertahap terjadi fibrosis pada ja

ringan fibrosa kapsul persendian dan jaringan sendi atau terlihat ankilosis pada tul

ang.

10
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi

akibat proses pencernaan oleh karena produksi protease, kolagenase dan enzim-e

nzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan

tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan metabolit

asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini

diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi seca

ra lokal. Kedua adalah, destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumato

id. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium ya

ng meradang dan kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus, terjadi d

estruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus

tersebut.

E. GAMBARAN KLINIS

 Anamnesis

1. Inflamasi sendi: gerakan sendi terbatas, nyeri bila digerakkan dan

teraba panas

2. Gejala yang paling sering pada anak kecil adalah kekakuan sendi pada

pagi hari

3. Ekspresi pada anak lebih kecil bisa berupa perubahan postur tubuh

4. Pada awitas sistemik ditemukan demam tinggi intermiten selama 2

minggu atau lebih

5. Gejala umum lain adalah tidak ada nafsu makan, berat badan menurun,

dan pada gejala yang berat bisa terjadi gangguan tidur di malam hari

karena nyeri.

11
Pada kasus didapatkan nyeri pada lutut dan pergelangan kaki kiri yang

menyebabkan pergerakan pasien terbatas, gejala memburuk terutama sa

at pagi hari

 Pemeriksaan fisik

1. Sendi teraba hangat, biasanya tidak terlihat eritem

2. Pembengkakan atau efusi sendi

3. Gerakan sendi terbatas

4. Tipe awitan poliartritis: artritis lebih dari 4 sendi, biasanya mengenai

sendi–sendi jari dan simetris, dapat juga mengenai sendi lutut,

pergelangan kaki, dan siku.

5. Tipe awitan oligoartritis: tanda artritis ditemukan pada 4 sendi atau

kurang, sendi besar lebih sering terkena dan biasanya di daerah tungkai.

O
6. Tipe awitan sistemik: suhu tubuh >39 C, tanda artritis, biasanya

disertai kelainan sistemik lain seperti ruam reumatoid serta kelainan

viseral (hepatosplenomegali, serositis, limfadenopati).

Pada kasus didapatakan pemeriksaan fisik Eksremitas bawah: bengkak (+) pad

a pergelangan kaki kiri dan lutut, teraba hangat, berwarna merah, nyeri tekan

dan sulit digerakan dan pasien masuk dalam kategori tipe awitan oligoartritis.

 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis ARJ dapat ditegakkan secara klinis, beberapa pemeriksaan i

munologik tertentu dapat menyokong diagnosis. Perlu diingat bahwa tidak

ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk ARJ.

1. Pemeriksaan darah tepi ditemkan anemia ringan dengan hb 7-10,

leukositosis dan trombositosis pada tipe sistemik yang berat. Pada kasus

12
hasil pemeriksaan penunjang pasien didapatkan : leukositosis (WBC =

13,3 [10^3/UL]), Hb 11,8 g/dl, Trombosit (PLT = 338 [10^3/UL]

2. Petanda aktivitas penyakit antara lain adalah LED dan CRP yang

biasanya meningkat sesuai aktivitas penyakit. Pada pasien ini tidak

dilakukan pemeriksaan LED dan CRP

3. Pemeriksaan C3 dan komponen hemolitik meningkat pada ARJ aktif.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan C3 dan komponen

hemolitik

4. Faktor reumatoid jarang ditemukan pada ARJ, tetapi bila positif

biasanya dihubungkan dengan ARJ tipe poliartritis, anak lebih besar,

nodul subkutan, erosi tulang atau kondisi fungsional lebih buruk. Pada

pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan faktor reumatoid

5. Pemeriksaan ANA positif terutama pada tipe oligoartritis dengan

komplikasi uveitis, lebih sering pada anak perempuan. Pada kasus

pasien merupakan tipe awitan oligoartritis dan jenis kelamin perempuan

namun tidak disertai adanya uveitis.

6. Pencitraan dilakukan untuk memeriksa kerusakan sendi yang terjadi.

Kelainan radiologis pada sendi: pembengkakkan jaringan lunak sekitar

sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kadang-kadang dapat

ditemukan formasi tulang baru periosteal. Pada tingkat lebih lanjut

(lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi tulang persendian dan

penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama

di daerah sendi karpal dan tarsal. Kelainan tulang juga dapat dideteksi

dengan skintigrafi dan radio imaging.

13
F. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan artritis kronik adalah: meredakan nyeri, mengemb

alikan fungsi, mencegah deformitas, dan mengontrol inflamasi. Tujuan jangka

panjang adalah meminimalisasi efek samping pengobatan, meningkatkan pros

es tumbuh kembang, rehabilitasi dan edukasi.

1. Medikamentosa

Dasar pengobatan ARJ adalah suportif, bukan kuratif.

 Obat anti inflamasi non steroid (AINS):

 Asam asetil salisilat: dosis 75-90 mg/kgBB/hari dalam 3-4 kali

pemberian; diberikan 1-2 tahun sampai gejala klinis menghilang.

Pada pasien ini diberi aspirin 4X500mg.

 Naproksen: dosis 10-15mg/kgBB dibagi dua; diberikan untuk

14
mengontrol nyeri, kekakuan dan inflamasi pada anak yang tidak

responsif terhadap asam asetilsalisilat atau sebagai pengobatan

inisial.

 Analgetik lain: asetaminofen dapat bermanfaat mengontrol nyeri

dan demam terutama pada penyakit sistemik namun tidak boleh

diberikan jangka panjang karena menimbulkan kelainan ginjal. Pada

pasien diberi parasetamol pada hari pertama karena ditemukan

demam dan diberikan dengan dosis 4X310mg

 Obat antireumatik kerja lambat seperti hidroksiklorokuin, preparat emas

(oral atau suntikan), penisilamin dan sulfasalazin. Obat ini hanya

diberikan untuk poliartritis progresif yang tidak menunjukkan perbaikan

dengan AINS. Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat

tambahan pada anak besar, dosis awal 6-7mg/kgBB/hari, setelah 8

minggu diturunkan menjadi 5 mg/kgBB/hari. Bila setelah 6 bulan

pengobatan tidak diperoleh perbaikan maka hidroksiklorokuin harus

dihentikan. Pada pasien ini belum diberikan terapo antirematik karena

terapi ini hanya diberikan untuk poliartritis progresif yang tidak

menunjukkan perbaikan dengan AINS.

 Kortikosteroid jika terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik,

atau untuk suntikan intra-artikular. Untuk sistemik berat yang tidak

terkontrol diberikan prednison 0,25-1mg/kgBB/hari dosis tunggal

(maksimum 40 mg) atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih berat.

Bila ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan perlahan dan kemudian

dihentikan. Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada

15
oligoartritis yang tidak berespons dengan AINS atau sebagai terapi

suportif untuk sendi yang sudah mengalami inflamasi dan kontraktur.

Kortikosteroid intra-artikular juga dapat diberikan pada poliartritis bila

satu atau beberapa sendi tidak berespons dengan AINS. Triamsinolon

heksasetonid merupakan pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk sendi

besar. Pada pasien ini tidak diberi terapi kortikosteroid

 Kombinasi AINS dengan steroid pulse therapy dapat digunakan untuk

artritis onset sistemik. Metilprednisolon dengan dosis 15-30

mg/kgBB/pulse. Protokol yang diberikan adalah single pulse dengan

jarak 1 bulan dengan pulse berikutnya, atau 3 pulse diberikan berurutan

dalam 3 hari dalam 1 bulan, atau 3 pulse diberikan secara berselang

dalam 1 bulan. Selama pemberian terapi ini harus dilakukan monitoring

kardiovaskular dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Imunosupresan diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan

berat yang mengancam kehidupan walaupun beberapa pusat

reumatologi sudah memakainya dalam protokol baku. Obat yang

dipakai adalah azathioprin, siklofosfamid, klorambusil dan metotreksat.

Yang paling sering digunakan adalah metotreksat yang diindikasikan

untuk poliartritis berat atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan

AINS, hidroksiklorokuin atau garam emas. Dosis inisial

5mg/m2/minggu; bila respons tidak adekuat setelah 8 minggu, dosis

dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu. Lama pengobatan 6 bulan

dianggap adekuat.

2. Bedah

16
Tindakan bedah diperlukan untuk koreksi kecacatan sendi.

3. Suportif

Edukasi pasien dan keluarga: pengenalan dan tata laksana dini merupak

an hal penting untuk mencegah deformitas yang lebih luas. Pengertian t

entang penyakit ARJ pada keluarga dan lingkungan sangat diperlukan u

ntuk mencegah gangguan emosi pada pasien.

4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya)

 Rehabilitasi medik untuk mencegah kekakuan dan kecacatan sendi

 Ahli ortopedi

 Konsultasi berkala ke spesialis mata (3 bulan sekali) untuk deteksi

dini uveitis

 Psikiater untuk pencegahan atau pengobatan gangguan emosi

akibat kronisitas penyakit

 Konsultasi ke subbagian lain bila ada keterlibatan organ lain

5. Pemantauan

 Pemantauan terapi mencakup pemantauan efek samping (misalnya,

gangguan gastrointestinal pada terapi asam salisilat) dan efektivitas

pengobatan. Pemantauan aktivitas penyakit dapat dilakukan

dengan pemeriksaan laboratorium (LED, CRP).

 Pemantauan tumbuh kembang: pemantauan perkembangan fisik

dan mental dilakukan setiap bulan untuk deteksi dini gangguan

tumbuh kembang akibat pengobatan maupun penyakitnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Carter, Michael A. Arthritis Reumatoid. Dalam: Price, SA and Wilson LM,
editors. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2005.hal.1385-91
2. Pudjiadi AH, dkk. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Edisi 2. 2011. Hal. 1-
4
3. Lipsky, Peter E. Rheumatoid Arthritis. In: Kasper LK, Fauci AS, Longo
DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL, editors. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill;
2005.p.1968-76
4. Akib AP. Artritis Idiopatik Juvenil Kesepakatan Baru Klasifikasi dan
Kriteria Diagnosis Penyakit Artritis pada Anak. Vol. 5, No. 2. 2003. Hal.
40-48

18

Anda mungkin juga menyukai