Anda di halaman 1dari 24

A.

Konsep Dasar penyakit

1. Definisi

Leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia/ AML), dapat disebut dengan
beberapa nama, diantaranya adalah leukemia mielositik akut, leukemia
myelogenous akut, leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik
akut. Istilah akut diartikan sebagai leukemia yang dapat berkembang cepat
jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan, sedangkan istilah
mieloid merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel mieloid imatur (sel darah
putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit) (American Cancer
Society, 2016).

AML merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi


neoplastik dan gangguan
diferensiasi sel-sel progenitor
dari seri myeloid, meliputi
neutrofil, eosinofil, monosit,
basofil, megakariosit dan
sebagainya (Suryani, Salamah,
Wiharto, Wijaya, 2014).

Gambar 1. Aspirasi sumsum tulang pada AML

AML adalah leukemia yang menyerang sel stem hematopoetik yang nantinya
akan berdiferensiasi ke semua sel myeloid. AML merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi (Handayani, Hariwibowo, 2008).

AML adalah kelompok neoplasma dari sumsum tulang yang menyebabkan


menurunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan trombosit yang dapat terjadi pada
semua umur, namun frekuensinya semakin meningkat dengan bertambahnya
umur seseorang (Newton, Hickey, & Marrs, 2009).
2. Epidemiologi

Kejadian AML diperkirakan terjadi pada dua sampai tiga orang dari 100.000
penduduk, dengan presentase penduduk usia dewasa adalah 85% dan anak-
anak adalah 15%. AML lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan (Handayani, Hariwibowo, 2008). Negara maju seperti
Amerika Serikat, AML merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia,
diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian
karena AML pada tahun 2016.

Insidens AML umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa
dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi AML meningkat secara
eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. AML pada orang yang
berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%,
sedangkan pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%
(American Cancer Society, 2016).

Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan bahwa setiap tahun


ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya
terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML. Data kejadian AML
di Indonesia masih sangat terbatas, terdapat laporan insidens AML di
Jogjakarta yaitu terdapat delapan orang dari satu juta populasi (Supriyadi,
Purwanto, Widjajanto, 2013).

3. Etiologi

Etiologi AML masih belum diketahui dengan pasti, namun terdapat beberapa
faktor risiko yang diidentifikasi berpotensi leukemogenik, yaitu:

a) Rokok

Satu-satunya faktor risiko AML yang terbukti terkait gaya hidup adalah
merokok. Merokok dilaporkan berkaitan dengan AML tipe M2 (American
Cancer Society, 2016).
b) Pajanan bahan kimia tertentu

Risiko AML meningkat karena pajanan bahan-bahan kimia tertentu,


misalnya benzene, formaldehyde. Benzene merupakan zat leukomogenik
untuk AML (Davis, Viera, Mead, 2014).

c) Obat kemoterapi tertentu

Kemoterapi dengan agen pengalkil dan platinum dikaitkan dengan


meningkatnya risiko AML, puncaknya sekitar 8 tahun setelah kemoterapi.
Pasien sering mengalami sindrom mielodisplastik (MDS) sebelum AML.
Kemoterapi lain yang juga dikaitkan dengan AML adalah penghambat
topoisomerase II. Pada obat ini, AML cenderung dijumpai beberapa tahun
setelah terapi dan tanpa didahului MDS (American Cancer Society, 2016).

d) Pajanan radiasi

Pajanan radiasi dosis tinggi (misalnya dari bom atom, reaktor nuklir)
meningkatkan risiko AML. Terdapat penelitian pada orang-orang yang
selamat dari serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun
1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak
sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7 tahun
sesudah pengeboman (Davis, Viera, Mead, 2014).

Selain itu, terapi radiasi untuk kanker juga dikaitkan dengan meningkatnya
risiko AML. AML akibat terapi adalah komplikasi jangka panjang yang
serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker payudara,
kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering
memicu timbulnya AML adalah golongan alkalyting agent dan
topoisomerase II inhobitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang
lebih buruk dibandingkan LMA de novo sehingga di dalam klasifikasi
leukemia versi WHO dikelompokkan tersendiri (Davis, Viera, Mead,
2014).

e) Gangguan darah tertentu


Pasien MDS memiliki jumlah sel darah merah rendah dan sel-sel abnormal
dalam darah dan sumsum tulang. MDS dapat berkembang menjadi AML
dan biasanya memiliki prognosis buruk (American Cancer Society, 2016).

f) Sindrom genetik

Beberapa mutasi genetik dan kelainan kromosom saat lahir dapat


meningkatkan risiko AML, misalnya anemia Fanconi, sindrom Bloom,
ataksia-telangiektasia, anemia Diamond-Blackfan, sindrom Schwachman-
Diamond, sindrom LiFraumeni, neurofibromatosis tipe 1, neutropenia
kongenital berat, sindrom Down, dan trisomi. Pasien sindrom Down
mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita
leukemia, khususnya AML tipe M7. Selain itu pasien beberapa sindrom
genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui
mempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal
untuk menderita AML (Davis, Viera, Mead, 2014).

g) Riwayat dalam keluarga

Memiliki keluarga dekat dengan penyakit AML meningkatkan risiko


terkena AML (American Cancer Society, 2016).

4. Patofisiologi

Menurut James, & Ashwill (2007) serta Hockenberry, & Wilson (2009),
patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di
dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal
dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang
(bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia
(anemia, leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan
menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak
nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,
sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi,
termasuk infeksi oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam
tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-
organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan
merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.

Selain di dalam sumsum tulang, sel blast akan masuk ke dalam sirkulasi
perifer, dan organ ekstra medular seperti limpa, hepar, ataupun kelenjar limfe
yang menyebabkan terjadinya pembesaran dan fibrosis. Jika sel blast masuk
ke dalam sistem saraf pusat, maka akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Organ lain yang terinvasi oleh sel blast antara lain testikel,
prostat, ovarium, saluran pencernaan, paru-paru maupun ginjal (James &
Ashwill, 2007; Hockenberry, & Wilson, 2009).

5. Klasifikasi

Pada tahun 1970, AML diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi


French American-British (FAB) dengan kriteria terutama morfologi dan
fenotip/sitokimia Dengan FAB, ada 8 subtipe AML (FAB M0 sampai M7)
(Handayani, Hariwibowo, 2008):
1) LMA-M 0 (leukemia mieloblastik akut dengan diferensiasi minimal)
2) LMA-M 1 (leukemia mieloblastik akut tanpa maturasi)
3) LMA-M 2 (leukemia mieloblastik akut dengan maturasi)
4) LMA-M 3 (leukemia promielositik akut)
LPA (leukemia promieolisitik akut hipergranuler)
LPA-V (leukemia promieolisitik akut mikrogranuler/
M3V (hipogranuler)
5) LMA-M 4 (leukemia mielomonositik akut)
L’MA-M 4 Eo (leukemia mielomonositik akut dengan peningkatan sel
eosinophil)
6) LMA-M 5 (leukemia monositik akut)
LMA-M 5A (leukemia monoblastik akut {leukemia monositik akut
dengan diferensiasi jelek})
LMA-M 5B (leukemia monositik akut {leukemia monositik akut dengan
diferensiasi baik})
7) LMA-M 6 (leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
8) LMA-M 7 (leukemia megakarioblastik akut)

Klasifikasi tersebut kemudian digantikan dengan klasifikasi menurut World


Health Organization (WHO) dengan kriteria abnormalitas genetika atau
genetika molekuler (Tabel 1).

6. Gejala Klinis

Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait dengan
infiltrasi leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia. Pada
pasien dapat dijumpai lelah, perdarahan, atau infeksi dan demam karena
penurunan sel darah merah, trombosit, atau sel darah putih. Gejala umumnya
adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas. Dapat pula dijumpai
nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam kulit, gejala saraf
pusat seperti kejang, muntah, muka kesemutan, penglihatan kabur (Davis,
Viera, Mead, 2014).

Hiperleukositosis (> 100.000 sel darah putih/ mm3) dapat menyebabkan


gejala leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan okuler dan
serebrovaskular yang termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun hal ini
jarang terjadi. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus AML, sedangkan
15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien
mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang
signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus AML. Oleh karena
itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi
sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada
orang yang diduga menderita AML (Handayani, Haribowo, 2008).

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa AML, antara


lain:
1) Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa
didapatkan tanda cardiorespiratorius seperti sesak nafas, takikardia,
palpitasi, murmur, sinkope dan angina.

2) Pembesaran organ-organ
Pembesaran massa abdomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi
sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali lebih sering
didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan
gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
3) Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit
(FAB M4). Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros
atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah
sedikit.

4) Sternal tenderness

Kelainan fisik ini didapatkan pada kira-kira dua per tiga kasus AML.
Kelainan ini juga disebabkan infiltrasi sel-sel leukemik, terutama di tempat
produksi sumsum tulang.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a) Morfologi

Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk


diagnosis AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan
pengecatan May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang
akurat, diperlukan setidaknya 500 sel nucleated dari sumsum tulang dan
200 sel darah putih dari perifer. Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥
20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17),
t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari persentase
blast (Dohner, Estey, Amadori, Appelbaum, Buchner, Burnett, et al., 2010).

b) Immunophenotyping

Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk menentukan


tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan
adalah ≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian
besar penanda) (Hasserjian, 2013).

c) Sitogenetika

Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa


(Dohner, Estey, Amadori, Appelbaum, Buchner, Burnett, et al., 2010).
Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti
translokasi, inversi, delesi, adisi (American Cancer Society, 2016).

d) Sitogenetika moleculer

Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization)


yang juga merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari
kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1, CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan
EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q (Dohner, Estey, Amadori,
Appelbaum, Buchner, Burnett, et al., 2010).

e) Pemeriksaan imaging

Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit


jika diperkirakan telah menyebar ke organ lain. Contoh pemeriksaannya
antara lain X-ray dada, CT scan, MRI (American Cancer Society, 2016).

9. Kriteria Diagnostik

Secara klasik diagnosis AML ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,


morfologi sel dan pengecatan sitokinoia. Pada pemeriksaan sumsum tulang
ditemukan lebih dari 20% noneritrosit serta terdapat 5-20% sel sumsum
tulang merupakan myeloblasts (American Cancer Society, 2016).

10. Penatalaksanaan

Pengobatan AML dilakukan dalam 2 fase, yaitu fase induksi, yang bertujuan
untuk mencapai remisi, dan fase paska remisi untuk mempertahankan remisi.

1) Fase Induksi
Terapi induksi yang
paling sering digunakan
adalah terapi tiga hari
diberikan anthracycline
yang dikombinasikan
dengan cytarabine
melalui infus selama 24
jam dalam 7 hari.
Dengan 1 periode
terapi, 50% pasien akan
mengalami remisi;
sedangkan 10 – 15% pasien akan mengalami remisi setelah 2 periode
pengobatan. Pasien memasuki masa remisi jika terdapat <5% sel blast
pada Penelitian tentang pemberian terapi Cytarabine, Aclarubicin dan
Granulosit colony stimulating factor/G-CSF (CAG) pada pasien dengan
AML dan myelo displasia syndrome (MDS) didapatkan hasil bahwa terapi
CAG lebih efektif dalam penatalaksanaan pasien dengan AML
dibandingkan dengan terapi tanpa CAG (Newton, Hickey, & Marrs, 2009).

2) Fase paska remisi

Fase paska remisi atau fase konsolidasi menggunakan agen kemoterapi


intensif seperti regimen berbasis cytarabine, kemoterapi dosis tinggi
atau terapi kemoradiasi (Newton, Hickey, & Marrs, 2009). Penelitian
tentang transplantasi allogeneic hematopoietic stem cell didapatkan hasil
bahwa terapi tersebut sangat efektif dalam menangani penyakit hematologi
onkologi antara lain AML (34%)

3) Terapi Biologi

Metode ini, juga dikenal sebagai immunotherapy, menggunakan zat yang


memperkuat respon sistem kekebalan terhadap kanker. Salah satu bentuk
terapi biologi dikenal sebagai antibodi monoklonal. Meskipun antibodi ini
diproduksi dalam laboratorium, namun dapat meniru protein dalam sistem
kekebalan tubuh (antibodi) yang menyerang benda asing pada sel-sel
leukemia. Gemtuzumab ozogamicin adalah salah satu antibodi monoklonal
yang digunakan sebagai terapi biologis dalam AML (Newton, Hickey, &
Marrs, 2009).

4) Transplantasi stem cell sumsum tulang

Metode ini dapat membantu dalam membangun kembali sel-sel induk


yang sehat dengan mengganti sumsum tulang yang tidak sehat dengan sel
yang bebas dari sel induk leukimia yang akan menumbuhkan sumsum
tulang yang sehat. Metode ini dapat digunakan untuk terapi konsolidasi.
Untuk menghancurkan sumsum tulang dan menghasilkan manfaat pada
penyakit leukemia pasien, maka akan diberi dosis yang sangat tinggi dari
kemoterapi atau terapi radiasi sebelum transplantasi sel induk. Setelah itu,
akan diberikan infus sel induk dari donor yang kompatibel (transplantasi
alogenik). Sel induk sendiri seseorang juga dapat digunakan (transplantasi
autologous), yaitu dengan mengambil dan menyimpan sel-sel sehat induk
mereka untuk transplantasi di masa depan (Newton, Hickey, & Marrs,
2009).

5) Terapi obat lain

Ada obat anti kanker yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan kemoterapi untuk induksi remisi dari subtipe tertentu dari AML
disebut promyelocytic leukemia, seperti arsenik trioksida dan semua jenis
trans retinoic acid (ATRA) (Newton, Hickey, & Marrs, 2009).

11. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat AML, antara lain (Cecily, 2002; WHO
2012):
a) Gagal sumsum tulang
b) Infeksi
c) Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
d) Splenomegali
e) Hepatomegali
12. Prognosis

Dalam pengobatan modern, angka remisinya adalah 50-75%, tetapi angka


rata-rata hidup pasien AML diperkirakan dua tahun dan yang dapat hidup
lebih dari lima tahun hanya 10%.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, dan respon verbal klien. Klien dengan AML biasanya
terlihat pucat dan mengeluh kelelahan.
c) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: pada AML, tekanan darah biasanya kurang dari normal
karena terjadi perdarahan atau penurunan sel darah merah, trombosit,
atau sel darah putih, yaitu ( TD: 90/60 mmHg).
2. Pulse rate: biasanya meningkat jika ada awitan nyeri yang dirasakan
atau mengalami anemia yang berat (>100x/menit).
3. Respiratory rate: bisa meningkat atau mengalami sesak napas (di atas
20x/menit) apabila klien mengalami anemia yang berat.
4. Suhu: biasanya normal (36-37,5°C), dapat terjadi peningkatan suhu
yang mengindikasikan terjadinya infeksi.
d) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ditanyakan sebelumnya apakah klien pernah mengalami kelainan darah
tertentu seperti MDS yang dapat meningkatkan risiko terkena AML,
pernah mengalami pengobatan radiasi atau menanyakan apakah klien
memiliki kebiasaan merokok.
e) Anamnesa dan Observasi
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengkajian meliputi penjelasan status kesehatan, perlindungan
kesehatan, pemeriksaan diri sendiri, pengetahuan tentang pemeriksaan
diri sendiri, riwayat medis, riwayat perawatan di rumah sakit dan
operasi, riwayat medis keluarga, prilaku untuk mengatasi masalah
kesehatan, faktor-faktor risiko sehubungan dengan kesehatanya.
Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat tanda resep dokter, dan
kebiasaan sehari-hari yang berpengaruh buruk terhadap fungsi
perkembangan penyakit AML.
2. Nutrisi / Metabolik
Pengkajian meliputi kebiasaan jumlah makanan dan makanan kecil,
tipe dan banyaknya makanan dan minuman pola makan 3 hari terakhir
atau 24 jam terakhir, kebiasaan belanja dan memasak, kepuasan akan
berat badan, pengaruh terhadap pemilihan makanan, persepsi akan
kebutuhan metabolik, factor-faktor yang berkaitan seperti aktivitas,
penyakit, stress, faktor-faktor pencernaan. Pada pasien dengan AML
dapat mengalami penurunan nafsu makan akibat adanya mual muntah
dan penurunan berat badan.
3. Eliminasi
Pengkajian meliputi kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah,
warna, bau, nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya
perubahan-perubahan lain), kemampuan perawatan diri, penggunaan
bantuan untuk ekskresi.
4. Aktivitas dan Latihan
Pengkajian meliputi aktivitas kehidupan sehari-hari yu latang
dilakukan, olahraga (tipe, frekuensi, lama waktu latihan, intensitas),
aktivitas menyenangkan, keyakinan tentang latihan fisik, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, ke kamar
mandi secara mandiri, tergantung atau perlu bantuan), penggunaan alat
bantu, faktor-faktor yang mempengaruhi seperti konsep diri. Pada
pasien dengan AML kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan
latihan karena klien mengalami keletihan dan anemia.
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pengkajian meliputi penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran,
rasa, sentuh,bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu
dengar), perubahan dalam penginderaan, persepsi akan kenyamanan,
alat bantu untuk menurunkan rasa tidak nyaman, tingkat pendidikan,
kemampuan membuat keputusan. Pada pasien dengan AML dapat
mengalami gangguan berupa rasa nyeri dan penglihatan yang mulai
kabur.
6. Tidur dan Istirahat
Pengkajian meliputi kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur,
jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur), keyakinan budaya, penggunaan alat
mempermudah tidur, jadwal istirahat dan relaksasi, gejala dari
perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya:
nyeri. Pada pasien dengan AML kemungkinan terjadi gangguan pola
tidur akibat adanya nyeri.
7. Konsep Diri
Pengkajian meliputi keadaan sosial (pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok-kelompok social), identitas personal (menjelaskan tentang
diri sendiri kekuatan dan kelemahan yang dimiliki), keadaan fisik
(segala sesuatu yang berkaitan dengan fisik, yang disukai maupun
tidak), harga diri, ancaman terhadap konsep diri (seperti sakit,
perubahan peran).
Pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada
gambaran diri.
8. Peran dan Hubungan
Pengkajian meliputi peran berkaitan dengan (keluarga, teman-teman,
rekan kerja), kepuasan atau ketidakpuasan dalam menjalankan peran),
efek terhadap status kesehatan, pentingnya keluarga, struktur dan
dukungan keluarga, proses pengambilan keputusan keluarga, masalah
dan atau keprihatinan keluarga, pola membesarkan anak, hubungan
dengan orang lain, hubungan dekat.
Pada pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada
peran dan hubungan.
9. Seksual dan Reproduksi
Pengkajian meliputi masalah atau problem seksual, gambaran perilaku
seksual seperti (perilaku seksual yang aman), pengetahuan tentang
seksualitas dan reproduksi, dampak pada status kesehatan, riwayat
menstruasi dan reproduksi. Pasien dengan AML biasanya tidak
mengalami gangguan
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pengkajian meliputi penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat
stress, gambaran umum dan spesifik respon stress, strategi mengatasi
stress yang biasa digunakan dan efektifitasnya, perubahan kehidupan
dan kehilangan, strategi koping yang biasa digunakan, penilaian
kemampuan pengendalian akan kejadian-kejadian yang dialami,
pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan
antara manajemen stress terhadap dinamika keluarga.
Pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada pola
koping stress dan adaptasi, namun kemungkinan juga mengalami
masalah jika kurangnya dukungan dari keluarga.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pengkajian meliputi latar belakang budaya atau etnik status ekonomi,
perilaku sehat yang berkaitan dengan kelompok budaya atau etnik,
tujuan kehidupan, apa yang penting bagi klien dan keluarga,
pentingnya agama, dampak masalah kesehatan pada spiritualitas.
Pada klien dengan pada AML kemungkinan klien mengalami
gangguan dalam melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-
tempat ibadah).
f) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Pucat
- Kesulitan bernapas (sesak napas)
- Pembesaran massa abdomen
- Splenomegali
- Hepatomegali
- Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau
populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah
sedikit.
- Sinkope
b. Palpasi
- Murmur
- Palpitasi
- Takikardi
2. Analisa Data
Masalah
No Data Interpretasi
Keperawatan
1 DS: Tindakan kemoterapi
AML PK Anemia
Klien
mengeluh
Proliferasi sel
kanker kelelahan Pada sel-sel di
sumsum yang aktif
membelah juga
menghasilkan
DO: dihambat
leukosit yang
Klien terlihat
imatur/abnormal
dalam jumlah yg Supresi
pucat, Hb sumsum
berlebihan tulang
dibawah
normal
Hematopoiesis (<12
Produksi RBC
normal terhambat
untuk wanita,
menurun
normal terhambat
<14 untuk pria,
Penurunan <10
jumlah untuk
eritrosit
anak-anak)
mukosa bibir
PK : akral
kering,
Anemia
dingin

2 DS: PK
AML
- Trombositopenia

Tindakan kemoterapi
DO:
Klien
Pada sel-sel di
mengalami
sumsum yang aktif
membelah juga
penurunan
dihambat
kesadaran,
trombosit
Supresi sumsum
tulang
dibawah
normal (<140
103µL), TD
Produksi
90/60 mmHg.
trombosit
menurun

PK
Trombositopenia

3 DS: PK Perdarahan
AML
-

Proliferasi sel
DO:kanker
Klien
menghasilkan
mengalami
leukosit yang
penurunan
imatur/abnormal
dalam jumlah yg
kesadaran,
berlebihan
hematocrit
dibawah
Hematopoiesis
normal (<33% normal
terhambat
normal
terhambat
untuk anak-
anak, <40%
Penurunan jumlah
untuk pria
trombosit
dewasa, <37%
untukPK wanita
PerdarahanTD
dewasa),
90/60 mmHg.
4 DS: AML Konstipasi
Pasien
Tindakan kemoterapi
mengatakan
belum BAB
Mempengaruhi
sejak tiga hari
peristaltik usus
yang lalu

DO:
Penyerapan air dalam
Pasien terlihat usus meningkat
memegang
daerah perut, Konstipasi
perut kembung

5 DS: Nyeri Akut


AML
Klien
mengeluh nyeri
Proliferasi sel kanker
pada
persendian
Menghasilkan leukosit yang
imatur/abnormal dalam jumlah yg
berlebihan
DO:
Ekspresi wajah
Infiltrasi leukosit imatur ke organ
klien meringis,
denyut
Terganggunya nadi sel organ
perkembangan
normal oleh sel kanker
klien >100

Mempengaruhi sel tulang

Nyeri pada tulang


dan persendian

Nyeri akut

6 DS:
AML Tindakan kemoterapi Risiko infeksi
Klien
mengatakan
Proliferasi sel
kanker tidak Pada sel-sel di
sumsum yang aktif
membelah juga
mengetahui
dihambat
faktor
penyebab
menghasilkan
terjadinya Supresi sumsum
leukosit yang tulang
infeksi
imatur/abnormal
dalam jumlah yg
berlebihan
DO: Produksi leukosit
menurun
WBC kurang
dari
Hematopoiesis normal
normal terhambat
(<6,00 ˆ3/µL)
normal terhambat

Penurunan jumlah
leukosit

Risiko
Infeksi

7 DS: AML Ketidakseimbangan


Klien nutrisi kurang dari
Tindakan kemoterapi
mengeluh kebutuhan tubuh
lemas dan tidak
memiliki Mukosa GI yang
aktif membelah
energy, klien Mukosa GI yang aktif
juga dihambat
membelah juga dihambat
mengeluh
mual, klien
Mempengaruhi
mengatakan mukosa lambung
tidak memiliki
Lambung
nafsu makan stres

DO: Mempengaruhi pusat mual


muntah di hipotalamus
Klien terlihat
pucat, klien
tidak Mempengaruhi lambung untuk
meningkatkan produksi HCL
menghabiskan
makanan yang Mual dan muntah

disediakan
Gg metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak

Nutrisi tidak mencukupi tubuh

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

3. Diagnosa Keperawatan
a) PK Anemia
b) PK Trombositopenia
c) PK Perdarahan
d) Konstipasi berhubungan dengan farmkologis obat opiate ditandai dengan
tidak dapat mengeluarkan feses
e) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
klien mengeluh nyeri persendian, klien mengeluh nyeri dengan skala 1-10,
klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, nadi meningkat
(>100x/mnt), klien tampak memegangi bagian yang nyeri.
f) Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
akibat leukopenia, penurunan granulosit.
g) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidaknyamanan pada perut, anoreksia, perubahan absorbsi nutrisi
ditandai dengan klien mengeluh mual muntah pasien mengeluh mengalami
penurunan berat badan, BB 10%-20% atau lebih di bawah BB ideal untuk
tinggi dan kerangka tubuh, adanya penurunan toleransi untuk aktivitas dan
kelemahan otot, penurunan albumin serum.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2016). Leukemia-Acute Myeloid (Myelogenous).


Diakses pada 8 Juli 2017: http://www.cancer.org/acs/groups/
cid/documents/webcontent/003110.

Bulecheck, Gloria N. & Joanne McCloskey Doctherman. (2008). Nursing


Interventions Clasification (NIC). Fifth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Cecily, L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davis AS, Viera AJ, Mead MD. (2014). Leukemia: An overview for primary care.
Am Fam Physician;89(9):731-8.

Dohner H, Estey EH, Amadori S, Appelbaum FR, Buchner T, Burnett AK, et al.
(2010). Diagnosis and management of acute myeloid leukemia in adults:
Recommendations from an international expert, on behalf of the European
Leukemia Net. Blood;115:453-74.

Handayani, Wiwik., Hariwibowo, Andi Sulistyo. (2008). Buku Ajar Asuhan


Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika.

Hasserjian RP. (2013). Acute myeloid leukemia: Advances in diagnosis and


classification. Int Jnl Lab Hem;35:358-66.

Herdman, T.Heather & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International


Diagnoses: Definitions and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.
Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis
Missoury: Mosby.

James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children : principles &
practice. Third edition. St. Louis : Saunders Elsevier.

Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008.
Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri:
Mosby Elsevier

Newton, Susan., Hickey, Margaret., Marrs, Joyce. (2009). Oncology nursing


advisor. Canada: Elsevier.

Supriyadi E, Purwanto I, Widjajanto PH. (2013). Terapi leukemia mieloblastik


akut anak: Protokol Ara-C, doxorubicin dan etoposide (ADE) vs modifikasi
Nordic Society of Pediatric Hematology and Oncology (m-NOPHO). Sari
Pediatri;14(6):345-50.

Suryani, Esti., Salamaha, Umi., Wiharto., Wijaya, Andreas Andy. (2014).


Identifikasi Penyakit Acute Myeloid Leukemia (AML)Menggunakan ‘ Rule
Based System’ Berdasarkan Morfologi Sel Darah Putih Studi Kasus : AML2
dan AML4. Semarang: Seminar Nasional Teknologi Informasi &
Komunikasi Terapan 2014. ISBN: 979-26-0276-3.

Anda mungkin juga menyukai