1. Definisi
Leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia/ AML), dapat disebut dengan
beberapa nama, diantaranya adalah leukemia mielositik akut, leukemia
myelogenous akut, leukemia granulositik akut, dan leukemia non-limfositik
akut. Istilah akut diartikan sebagai leukemia yang dapat berkembang cepat
jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan, sedangkan istilah
mieloid merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel mieloid imatur (sel darah
putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit) (American Cancer
Society, 2016).
AML adalah leukemia yang menyerang sel stem hematopoetik yang nantinya
akan berdiferensiasi ke semua sel myeloid. AML merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi (Handayani, Hariwibowo, 2008).
Kejadian AML diperkirakan terjadi pada dua sampai tiga orang dari 100.000
penduduk, dengan presentase penduduk usia dewasa adalah 85% dan anak-
anak adalah 15%. AML lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan (Handayani, Hariwibowo, 2008). Negara maju seperti
Amerika Serikat, AML merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia,
diperkirakan ada sekitar 19.950 kasus baru AML dan sekitar 10.430 kematian
karena AML pada tahun 2016.
Insidens AML umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa
dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi AML meningkat secara
eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. AML pada orang yang
berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%,
sedangkan pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%
(American Cancer Society, 2016).
3. Etiologi
Etiologi AML masih belum diketahui dengan pasti, namun terdapat beberapa
faktor risiko yang diidentifikasi berpotensi leukemogenik, yaitu:
a) Rokok
Satu-satunya faktor risiko AML yang terbukti terkait gaya hidup adalah
merokok. Merokok dilaporkan berkaitan dengan AML tipe M2 (American
Cancer Society, 2016).
b) Pajanan bahan kimia tertentu
d) Pajanan radiasi
Pajanan radiasi dosis tinggi (misalnya dari bom atom, reaktor nuklir)
meningkatkan risiko AML. Terdapat penelitian pada orang-orang yang
selamat dari serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun
1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak
sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7 tahun
sesudah pengeboman (Davis, Viera, Mead, 2014).
Selain itu, terapi radiasi untuk kanker juga dikaitkan dengan meningkatnya
risiko AML. AML akibat terapi adalah komplikasi jangka panjang yang
serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker payudara,
kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering
memicu timbulnya AML adalah golongan alkalyting agent dan
topoisomerase II inhobitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang
lebih buruk dibandingkan LMA de novo sehingga di dalam klasifikasi
leukemia versi WHO dikelompokkan tersendiri (Davis, Viera, Mead,
2014).
f) Sindrom genetik
4. Patofisiologi
Menurut James, & Ashwill (2007) serta Hockenberry, & Wilson (2009),
patogenesis utama AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan
proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast)
dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di
dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal
dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang
(bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia
(anemia, leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan
menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak
nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,
sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi,
termasuk infeksi oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam
tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-
organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan
merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
Selain di dalam sumsum tulang, sel blast akan masuk ke dalam sirkulasi
perifer, dan organ ekstra medular seperti limpa, hepar, ataupun kelenjar limfe
yang menyebabkan terjadinya pembesaran dan fibrosis. Jika sel blast masuk
ke dalam sistem saraf pusat, maka akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Organ lain yang terinvasi oleh sel blast antara lain testikel,
prostat, ovarium, saluran pencernaan, paru-paru maupun ginjal (James &
Ashwill, 2007; Hockenberry, & Wilson, 2009).
5. Klasifikasi
6. Gejala Klinis
Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait dengan
infiltrasi leukemik ke sumsum tulang dengan hasil akhir sitopenia. Pada
pasien dapat dijumpai lelah, perdarahan, atau infeksi dan demam karena
penurunan sel darah merah, trombosit, atau sel darah putih. Gejala umumnya
adalah pucat, lelah, dan sesak napas saat beraktivitas. Dapat pula dijumpai
nyeri tulang atau sendi, pembengkakan abdomen, ruam kulit, gejala saraf
pusat seperti kejang, muntah, muka kesemutan, penglihatan kabur (Davis,
Viera, Mead, 2014).
7. Pemeriksaan Fisik
2) Pembesaran organ-organ
Pembesaran massa abdomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi
sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali lebih sering
didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan
gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
3) Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit
(FAB M4). Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros
atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah
sedikit.
4) Sternal tenderness
Kelainan fisik ini didapatkan pada kira-kira dua per tiga kasus AML.
Kelainan ini juga disebabkan infiltrasi sel-sel leukemik, terutama di tempat
produksi sumsum tulang.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Morfologi
b) Immunophenotyping
c) Sitogenetika
d) Sitogenetika moleculer
e) Pemeriksaan imaging
9. Kriteria Diagnostik
10. Penatalaksanaan
Pengobatan AML dilakukan dalam 2 fase, yaitu fase induksi, yang bertujuan
untuk mencapai remisi, dan fase paska remisi untuk mempertahankan remisi.
1) Fase Induksi
Terapi induksi yang
paling sering digunakan
adalah terapi tiga hari
diberikan anthracycline
yang dikombinasikan
dengan cytarabine
melalui infus selama 24
jam dalam 7 hari.
Dengan 1 periode
terapi, 50% pasien akan
mengalami remisi;
sedangkan 10 – 15% pasien akan mengalami remisi setelah 2 periode
pengobatan. Pasien memasuki masa remisi jika terdapat <5% sel blast
pada Penelitian tentang pemberian terapi Cytarabine, Aclarubicin dan
Granulosit colony stimulating factor/G-CSF (CAG) pada pasien dengan
AML dan myelo displasia syndrome (MDS) didapatkan hasil bahwa terapi
CAG lebih efektif dalam penatalaksanaan pasien dengan AML
dibandingkan dengan terapi tanpa CAG (Newton, Hickey, & Marrs, 2009).
3) Terapi Biologi
Ada obat anti kanker yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan kemoterapi untuk induksi remisi dari subtipe tertentu dari AML
disebut promyelocytic leukemia, seperti arsenik trioksida dan semua jenis
trans retinoic acid (ATRA) (Newton, Hickey, & Marrs, 2009).
11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat AML, antara lain (Cecily, 2002; WHO
2012):
a) Gagal sumsum tulang
b) Infeksi
c) Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
d) Splenomegali
e) Hepatomegali
12. Prognosis
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, dan pekerjaan.
b) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS, dan respon verbal klien. Klien dengan AML biasanya
terlihat pucat dan mengeluh kelelahan.
c) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1. Tekanan darah: pada AML, tekanan darah biasanya kurang dari normal
karena terjadi perdarahan atau penurunan sel darah merah, trombosit,
atau sel darah putih, yaitu ( TD: 90/60 mmHg).
2. Pulse rate: biasanya meningkat jika ada awitan nyeri yang dirasakan
atau mengalami anemia yang berat (>100x/menit).
3. Respiratory rate: bisa meningkat atau mengalami sesak napas (di atas
20x/menit) apabila klien mengalami anemia yang berat.
4. Suhu: biasanya normal (36-37,5°C), dapat terjadi peningkatan suhu
yang mengindikasikan terjadinya infeksi.
d) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ditanyakan sebelumnya apakah klien pernah mengalami kelainan darah
tertentu seperti MDS yang dapat meningkatkan risiko terkena AML,
pernah mengalami pengobatan radiasi atau menanyakan apakah klien
memiliki kebiasaan merokok.
e) Anamnesa dan Observasi
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengkajian meliputi penjelasan status kesehatan, perlindungan
kesehatan, pemeriksaan diri sendiri, pengetahuan tentang pemeriksaan
diri sendiri, riwayat medis, riwayat perawatan di rumah sakit dan
operasi, riwayat medis keluarga, prilaku untuk mengatasi masalah
kesehatan, faktor-faktor risiko sehubungan dengan kesehatanya.
Misalnya : kebiasaan merokok, minum obat tanda resep dokter, dan
kebiasaan sehari-hari yang berpengaruh buruk terhadap fungsi
perkembangan penyakit AML.
2. Nutrisi / Metabolik
Pengkajian meliputi kebiasaan jumlah makanan dan makanan kecil,
tipe dan banyaknya makanan dan minuman pola makan 3 hari terakhir
atau 24 jam terakhir, kebiasaan belanja dan memasak, kepuasan akan
berat badan, pengaruh terhadap pemilihan makanan, persepsi akan
kebutuhan metabolik, factor-faktor yang berkaitan seperti aktivitas,
penyakit, stress, faktor-faktor pencernaan. Pada pasien dengan AML
dapat mengalami penurunan nafsu makan akibat adanya mual muntah
dan penurunan berat badan.
3. Eliminasi
Pengkajian meliputi kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah,
warna, bau, nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya
perubahan-perubahan lain), kemampuan perawatan diri, penggunaan
bantuan untuk ekskresi.
4. Aktivitas dan Latihan
Pengkajian meliputi aktivitas kehidupan sehari-hari yu latang
dilakukan, olahraga (tipe, frekuensi, lama waktu latihan, intensitas),
aktivitas menyenangkan, keyakinan tentang latihan fisik, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, ke kamar
mandi secara mandiri, tergantung atau perlu bantuan), penggunaan alat
bantu, faktor-faktor yang mempengaruhi seperti konsep diri. Pada
pasien dengan AML kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan
latihan karena klien mengalami keletihan dan anemia.
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pengkajian meliputi penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran,
rasa, sentuh,bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat bantu
dengar), perubahan dalam penginderaan, persepsi akan kenyamanan,
alat bantu untuk menurunkan rasa tidak nyaman, tingkat pendidikan,
kemampuan membuat keputusan. Pada pasien dengan AML dapat
mengalami gangguan berupa rasa nyeri dan penglihatan yang mulai
kabur.
6. Tidur dan Istirahat
Pengkajian meliputi kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur,
jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur), keyakinan budaya, penggunaan alat
mempermudah tidur, jadwal istirahat dan relaksasi, gejala dari
perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya:
nyeri. Pada pasien dengan AML kemungkinan terjadi gangguan pola
tidur akibat adanya nyeri.
7. Konsep Diri
Pengkajian meliputi keadaan sosial (pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok-kelompok social), identitas personal (menjelaskan tentang
diri sendiri kekuatan dan kelemahan yang dimiliki), keadaan fisik
(segala sesuatu yang berkaitan dengan fisik, yang disukai maupun
tidak), harga diri, ancaman terhadap konsep diri (seperti sakit,
perubahan peran).
Pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada
gambaran diri.
8. Peran dan Hubungan
Pengkajian meliputi peran berkaitan dengan (keluarga, teman-teman,
rekan kerja), kepuasan atau ketidakpuasan dalam menjalankan peran),
efek terhadap status kesehatan, pentingnya keluarga, struktur dan
dukungan keluarga, proses pengambilan keputusan keluarga, masalah
dan atau keprihatinan keluarga, pola membesarkan anak, hubungan
dengan orang lain, hubungan dekat.
Pada pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada
peran dan hubungan.
9. Seksual dan Reproduksi
Pengkajian meliputi masalah atau problem seksual, gambaran perilaku
seksual seperti (perilaku seksual yang aman), pengetahuan tentang
seksualitas dan reproduksi, dampak pada status kesehatan, riwayat
menstruasi dan reproduksi. Pasien dengan AML biasanya tidak
mengalami gangguan
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pengkajian meliputi penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat
stress, gambaran umum dan spesifik respon stress, strategi mengatasi
stress yang biasa digunakan dan efektifitasnya, perubahan kehidupan
dan kehilangan, strategi koping yang biasa digunakan, penilaian
kemampuan pengendalian akan kejadian-kejadian yang dialami,
pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress, hubungan
antara manajemen stress terhadap dinamika keluarga.
Pasien dengan AML biasanya tidak mengalami gangguan pada pola
koping stress dan adaptasi, namun kemungkinan juga mengalami
masalah jika kurangnya dukungan dari keluarga.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pengkajian meliputi latar belakang budaya atau etnik status ekonomi,
perilaku sehat yang berkaitan dengan kelompok budaya atau etnik,
tujuan kehidupan, apa yang penting bagi klien dan keluarga,
pentingnya agama, dampak masalah kesehatan pada spiritualitas.
Pada klien dengan pada AML kemungkinan klien mengalami
gangguan dalam melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-
tempat ibadah).
f) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Pucat
- Kesulitan bernapas (sesak napas)
- Pembesaran massa abdomen
- Splenomegali
- Hepatomegali
- Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau
populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah
sedikit.
- Sinkope
b. Palpasi
- Murmur
- Palpitasi
- Takikardi
2. Analisa Data
Masalah
No Data Interpretasi
Keperawatan
1 DS: Tindakan kemoterapi
AML PK Anemia
Klien
mengeluh
Proliferasi sel
kanker kelelahan Pada sel-sel di
sumsum yang aktif
membelah juga
menghasilkan
DO: dihambat
leukosit yang
Klien terlihat
imatur/abnormal
dalam jumlah yg Supresi
pucat, Hb sumsum
berlebihan tulang
dibawah
normal
Hematopoiesis (<12
Produksi RBC
normal terhambat
untuk wanita,
menurun
normal terhambat
<14 untuk pria,
Penurunan <10
jumlah untuk
eritrosit
anak-anak)
mukosa bibir
PK : akral
kering,
Anemia
dingin
2 DS: PK
AML
- Trombositopenia
Tindakan kemoterapi
DO:
Klien
Pada sel-sel di
mengalami
sumsum yang aktif
membelah juga
penurunan
dihambat
kesadaran,
trombosit
Supresi sumsum
tulang
dibawah
normal (<140
103µL), TD
Produksi
90/60 mmHg.
trombosit
menurun
PK
Trombositopenia
3 DS: PK Perdarahan
AML
-
Proliferasi sel
DO:kanker
Klien
menghasilkan
mengalami
leukosit yang
penurunan
imatur/abnormal
dalam jumlah yg
kesadaran,
berlebihan
hematocrit
dibawah
Hematopoiesis
normal (<33% normal
terhambat
normal
terhambat
untuk anak-
anak, <40%
Penurunan jumlah
untuk pria
trombosit
dewasa, <37%
untukPK wanita
PerdarahanTD
dewasa),
90/60 mmHg.
4 DS: AML Konstipasi
Pasien
Tindakan kemoterapi
mengatakan
belum BAB
Mempengaruhi
sejak tiga hari
peristaltik usus
yang lalu
DO:
Penyerapan air dalam
Pasien terlihat usus meningkat
memegang
daerah perut, Konstipasi
perut kembung
Nyeri akut
6 DS:
AML Tindakan kemoterapi Risiko infeksi
Klien
mengatakan
Proliferasi sel
kanker tidak Pada sel-sel di
sumsum yang aktif
membelah juga
mengetahui
dihambat
faktor
penyebab
menghasilkan
terjadinya Supresi sumsum
leukosit yang tulang
infeksi
imatur/abnormal
dalam jumlah yg
berlebihan
DO: Produksi leukosit
menurun
WBC kurang
dari
Hematopoiesis normal
normal terhambat
(<6,00 ˆ3/µL)
normal terhambat
Penurunan jumlah
leukosit
Risiko
Infeksi
disediakan
Gg metabolisme protein,
karbohidrat dan lemak
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3. Diagnosa Keperawatan
a) PK Anemia
b) PK Trombositopenia
c) PK Perdarahan
d) Konstipasi berhubungan dengan farmkologis obat opiate ditandai dengan
tidak dapat mengeluarkan feses
e) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
klien mengeluh nyeri persendian, klien mengeluh nyeri dengan skala 1-10,
klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, nadi meningkat
(>100x/mnt), klien tampak memegangi bagian yang nyeri.
f) Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
akibat leukopenia, penurunan granulosit.
g) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidaknyamanan pada perut, anoreksia, perubahan absorbsi nutrisi
ditandai dengan klien mengeluh mual muntah pasien mengeluh mengalami
penurunan berat badan, BB 10%-20% atau lebih di bawah BB ideal untuk
tinggi dan kerangka tubuh, adanya penurunan toleransi untuk aktivitas dan
kelemahan otot, penurunan albumin serum.
DAFTAR PUSTAKA
Davis AS, Viera AJ, Mead MD. (2014). Leukemia: An overview for primary care.
Am Fam Physician;89(9):731-8.
Dohner H, Estey EH, Amadori S, Appelbaum FR, Buchner T, Burnett AK, et al.
(2010). Diagnosis and management of acute myeloid leukemia in adults:
Recommendations from an international expert, on behalf of the European
Leukemia Net. Blood;115:453-74.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children : principles &
practice. Third edition. St. Louis : Saunders Elsevier.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008.
Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri:
Mosby Elsevier