Anda di halaman 1dari 14

Dampak Brexit Terhadap Kestabilan Uni Eropa

Wira Prabowo Madjid

(163112350750028)

Program Studi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Nasional

JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era ini manusia tidak lagi hidup dalam kesengsaraan individu yang yang sangat
pelik sehingga manusia membutuhkan sebuah kelompok sosial yang akan menjamin
kehidupan mereka, demikian juga dengan sebuah negara. Oleh karena itu negara
membutuhkan sebuah Organiasi Internasional yang akan menjamin kelangsungan kehidupan
negara tersebut. Sebuah kerjasama bilateral maupun multilateral mau tidak mau harus di
jalani oleh sebuah negara tersebut untuk melakukan perdagangan maupun konsultasi dengan
negara negara lain.

Munculnya organisasi-organisasi internasional baik berskala global, regional dan sub


regional yang kita ketahui sekarang sangat didorong oleh situasi dan kondisi saling
ketergantungan diantara bangsa-bangsa di dunia ini, sebagai dampak lanjutan dari revolusi
industri dan kemajuan ilmu pengetahuan/teknologi yang kemudian mengharuskan adanya
pengaturan baru mengenai produksi, sistem distribusi, transportasi dan komunikasi. Selain itu
lahirnya Organisasi Internasional disebabkan adanya persamaan kepentingan baik di bidang
politik, ekonomi dan sosial budaya serta di bidang militer dan pertahanan.1

Bagi para anggotanya, Organisasi Internasional merupakan alat untuk mencapai


tujuan nasional sebuah negara atau wadah untuk memperjuangkan kepentingan nasional
masing-masing. Oleh karena itu keanggotaan suatu negara dalam sebuah Organiasi
Internasional didahului dengan suatu kajian mengenai tujuan yang akan dicapai oleh
Organiasi Internasional tersebut dan relevan dengan tujuan nasional negara tersebut.

Dalam hal ini penulis akan menekankan pada salah satu Organisasi Internasional di
Eropa yaitu Uni Eropa. Uni Eropa adalah organisasi antar pemerintahan di Eropa dengan
anggota negara-negara Eropa. Uni Eropa merupakan kelompok 28 negara independen yang
unik. Uni eropa bukanlah sebuah negara federal atau organisasi internasional dalam
pengertian tradisional, melainkan sebuah badan otonom di antara keduanya. Dalam bidang
hukum, istilah yang digunakan untuk organisasi ini adalah “organisasi supranasional”.

Organisasi internasional ini bekerja melalui gabungan sistem supranasional dan antar
pemerintahan. Di beberapa bidang, keputusan-keputusan ditetapkan melalui musyawarah dan
mufakat di antara negara-negara anggota, dan di bidang-bidang lainnya lembaga-lembaga
organ yang bersifat supranasional menjalankan tanggung jawabnya tanpa perlu persetujuan
anggota-anggotanya. Lembaga organ penting di dalam UE adalah Komisi Eropa, Dewan Uni
Eropa, Dewan Eropa, Mahkamah Eropa, dan Bank Sentral Eropa. Di samping itu, terdapat
pula Parlemen Eropa yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh warga negara anggota.

1
Aiyub Mohsin. Diktat: Organisasi dan Administrasi Internasional, Jakarta. 2012, hal.4
Brexit merupakan akronim dari Britain Exit, yang menjadi istilah yang memiliki
definisi keluarnya Inggris dari EU. Akronim ini mirip dengan Grexit, yang merupakan
akronim dari Greek Exit, yang sempat populer ketika Yunani yang sedang dilanda kekalutan
politik dan ekonomi kala itu diperkirakan akan keluar dari keanggotaan EU.

1.2 Landasan Teori

Kerjasama kawasan dapat mengacu pada regionalisme maupun regionalisasi.


Regionalisme atau yang sering disebut sebagai proses formal dari regionalisasi, memiliki
definisi yang sangat beragam. Namun secara umum, mengacu pada Prof. Budi Winarno
dalam bukunya Isu-isu Global Kontemporer.

“pengelompokan regional diidentifikasi dari basis kedekatan geografis,


budaya, perdagangan dan saling ketergantungan ekonomi yang saling
menguntungkan, dan saling ketergantungan, komunikasi serta
keikutsertaan dalam organisasi internasional.”2
Salah satu dampak adanya regionalisasi yaitu individu-individu yang ada di dalamnya
menjadi semakin bebas melintas batas negara mereka, terutama dalam kaitannya dengan
perdagangan bebas. Dalam hal ini, regionalisme kemudian disebut-sebut sebagai batu pijakan
bagi terciptanya globalisasi karena ia memudahkan aktor hubungan internasional untuk saling
bekerja sama dan berinteraksi, seperti dalam kasus Uni Eropa. Namun adakalanya
regionalisme juga dapat menjadi menjadi batu penghalang bagi terciptanya globalisasi, yaitu
ketika ia mengkotak-kotakkan satu region dengan region yang lain sehingga sulit bagi mereka
untuk menjadi sesuatu yang mengglobal karena terpisah-pisah. Misalnya terciptanya NAFTA
dan AFTA berada dalam sebuah regional yang berbeda sehingga sulit bagi negara-negara
anggota yang berbeda untuk melakukan kerjasama yang sama.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana dampak Brexit terhadap kestabilan Uni Eropa?

1.4 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dampak Brexit terhadap kestabilan Uni Eropa

2
B. Winarno, Isu-isu Global Kontemporer, CAPS, Jakarta, 2011.
BAB II

GAMBARAN UMUM UNI EROPA DAN BREXIT

2.1 Uni Eropa

Uni Eropa adalah sebuah organisasi yang unik dalam bidang ekonomi dan politik
kawasan antara 28 negara anggota. Uni Eropa dibentuk setelah Perang Dunia Kedua.
Langkah awalnya untuk membantu perkemabangan kerja sama ekonomi di Eropa, salah satu
gagasannya yaitu melakukan perdangangan ekonomi interdependen dan lebih menghindari
konflik.

Hasilnya dibentuknya European Economic Community, dibuat pada tahun 1958, dan
memfokuskan pada peningkatan kerja sama ekonomi awalnya terdapat 6 negara anggota:
Belgia, Jerman, Perancis, Italia, Luxembourg dan Belanda. Sejak itu, terbentuklah Single
Market yang berpotensi sangat tinggi terhadap pengembangan dan kemajuan ekonomi di
kawasan Eropa secara berkelanjutan.

 Dari persatuan Ekonomi ke Politik

Pada awalnya pembentukan Uni Eropa berlandaskan kerja sama ekonomi kemudian
bertransformasi bukan hanya dalam ekonomi namun dalam berbagai bidang politik seperti
kebijakan kawasan, iklim, lingkungan, kesehatan, hubungan keamanan, dan hukum mengenai
migrasi. Awalanya organisasi kawasan ini bernama European Economic Community (EEC)
pada tahun 1958 dan menjadi Uni Eropa pada tahun 1993.

Uni Eropa berdiri berdasarkan peraturan hukum yaitu segala yang dilakukan oleh Uni
Eropa harus berdasarkan pada perjanjian para anggota Uni Eropa, dengan sukarela dan
demokratis semua negara anggota menyetujuinya.

Uni Eropa juga diatur oleh prinsip demokrasi perwakilan, dengan warga diwakili
langsung di tingkat Uni di Parlemen Eropa dan negara-negara anggota diwakili di Dewan
Eropa dan Dewan Uni Eropa.

 Mobilitas, pertumbuhan, stabilitas dan mata uang tunggal

Uni Eropa telah memberikan lebih dari setengah abad perdamaian, stabilitas dan
kesejahteraan, membantu meningkatkan standar hidup dan meluncurkan mata uang tunggal
Eropa: euro. Pada tahun 2012, Uni Eropa dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian untuk
memajukan penyebab perdamaian, rekonsiliasi, demokrasi dan hak asasi manusia di Eropa.

Berkat penghapusan perbatasan menguasai antara negara-negara Uni Eropa, masyarakat


bisa bepergian dengan bebas di sebagian besar benua. Dan telah menjadi jauh lebih mudah
untuk hidup, bekerja dan bepergian ke luar negeri di Eropa.

Pasar tunggal (internal) atau mesin ekonomi utama Uni Eropa, yang memungkinkan
sebagian besar barang, jasa, uang dan orang untuk bergerak bebas. Tujuan utama lain adalah
untuk mengembangkan sumber daya yang besar ini juga di daerah lain seperti pasar energi,
pengetahuan dan modal untuk memastikan bahwa Eropa dapat menarik manfaat maksimal
dari itu.

 HAM dan Kesetaraan

Salah satu tujuan utama Uni Eropa adalah untuk mempromosikan hak asasi manusia baik
secara internal dan di seluruh dunia. martabat manusia, kebebasan, demokrasi, kesetaraan,
penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia: ini adalah nilai-nilai inti
dari Uni Eropa. Sejak Lisbon Treaty ini berlaku pada tahun 2009, Piagam Uni Eropa Hak
Fundamental membawa semua hak-hak ini bersama-sama dalam satu dokumen.Uni Eropa
terikat secara hukum untuk menegakkan HAM.

 Transparansi dan Demokrasi

Uni Eropa tetap fokus pada lembaga pemerintahan yang lebih transparan dan demokratis.
Kekuasan telah diberikan kepada Parlemen Eropa yang dipilih secara langsung, sementara
parlemen nasional memainkan peran yang lebih besar, bekerja bersama lembaga-lembaga
Eropa. Warga Eropa memiliki jumlah yang semakin meningkat dari hubungan untuk
mengambil bagian dalam proses politik3.

2.2 Brexit

Setelah Perang Dunia II berakhir pada 1945, Inggris menolak untuk bergabung dengan
lembaga baru bentukan sejumlah negara Eropa. Lembaga ini mendorong pada kerja sama dan
hubungan damai. Inggris lebih tertarik untuk fokus pada sektor perdagangan dan investasi
dengan sejumlah mantan koloninya, seperti Amerika Serikat, India, Kanada, dan Australia.
Pada 1960-an, Inggris pun berubah pikiran. Britania Raya akhirnya memutuskan bahwa akan
lebih baik jika bergabung dengan Komunitas Ekonomi Eropa (EEC), kelak menjadi Uni
Eropa. Namun keinginan Inggris itu mendapat penolakan dari sejumlah negara Eropa,
khususnya Prancis. Pinangan Inggris untuk bergabung dengan EEC ditolak pada 1961.
Presiden Prancis ketika itu, Charles de Gaulle, takut Inggris akan menjadi kuda troya “musuh
di dalam selimut” bagi pengaruh Amerika Serikat. Setelah de Gaulle lengser dan digantikan
Felix Gouin, tepatnya pada 1967, Inggris kembali melamar menjadi anggota Uni Eropa. Kali
ini permohonan itu diterima dan Britania Raya resmi bergabung dengan zona perdagangan
bebas Uni Eropa pada 1973. Setelah itu EEC berganti nama menjadi Masyarakat Eropa dan
terakhir menjadi Uni Eropa.

Integrasi Uni Eropa, sejak awal membutuhkan pengorbanan besar, terutama dalam
belanja ekonomi yang harus dikeluarkan para anggotanya. Juga, dengan Inggris, yang
bebannya tidak hanya harus ditanggung para elit politik, namun juga penduduknya. Salah
satu pengorbanan terbesar Inggris adalah berkurangnya kedaulatan nasional, yang harus
ditransaksikan dengan kepentingan Eropa secara menyeluruh. Tidak hanya Inggris saja,
negara-negara di benua Eropa yang ingin bergabung ke dalam organisasi regional
supranasional Uni Eropa, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah menyerahkan

3
Europe Union “ The Europe Union In Brief “ https://europa.eu/european-union/about-eu/eu-in-brief_en
sebagian kedaulatannya. Kedaulatan nasional tergerus dengan dibangunnya entitas
supranasional baru, yang melibatkan negaranegara kecil anggotanya, yang sarat dengan
beban ekonomi nasional, hutang luar negeri, bahkan yang hampir bangkrut, seperti Yunani,
dan angka pengangguran yang besar. Hal ini menyulitkan Inggris untuk melesat dengan
potensi ekonominya yang besar.

Ada banyak alasan, akhirnya Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa. Salah satunya
yaitu, Inggris telah bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) sejak tahun 1973.
Selama 27 tahun, Inggris telah mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara anggota
MEE yang dengan rata-rata 30 juta poundsterling per hari. Sebaliknya, neraca perdagangan
Inggris mengalami surplus dengan setiap benua di dunia. Kemudian pada tahun 2010,
kontribusi “kotor” Inggris untuk anggaran Uni Eropa mencapai 14 miliar poundsterling.
Padahal, Inggris hanya bisa menyimpan 7 miliar poundsterling setahun dengan seluruh
pengeluaran pemerintah

Referendum Brexit saat ini menjadi suatu hal yang sangat penting bagi para trader forex
khususnya yang melakukan trading dengan mata uang GBP (Pound). Pengambilan
suara/referendum ini akan diadakan pada Kamis 23 Juni waktu setempat dimana akan ada
pengumuman keputusan Inggris Raya tetap bergabung dengan Uni Eropa atau keluar.

Pada awalnya, Perdana Menteri David Cameron berjanji akan mengadakan referendum
jika ia berhasil memenangkan pemilihan umum 2015 ketika menanggapi para anggota
parlemen bahwa Inggris tidak mempunyai hak suara di Uni Eropa sejak tahun 1975. Pada
saat itu Cameron menyatakan “Ini saatnya bagi warga negara Inggris untuk mengambil hak
suaranya. Ini adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan urusan Uni Eropa dalam politik
Inggris”.

Warga Negara Inggris, Irlandia dan lebih dari 18 warga negara Commonwealth lainnya
yang tergabung dalam Inggris raya siap mengambil keputusan apakah Inggris tetap tergabung
didalam Uni Eropa atau meninggalkannya pada 23 Juni nanti.

Brexit adalah suatu agenda politik yang penting dan dapat memberi dampak terhadap
pasar keuangan Eropa nantinya. Pada Januari David Cameron berusaha membuat
kesepakatan dengan para pemimpin Uni Eropa untuk mengubah kedudukan keanggotaan
Inggris di Organisasi tersebut. Dia mengatkan bahwa kesepakatan yang adil adalah jika ingin
Inggris tetap tergabung didalam Uni Eropa maka Inggris harus mendapatkan status “khusus”
dari 28 negara anggota lainnya. Dimana hal tersebut akan membuat hak suara Inggris
dipertimbangkan oleh negara anggota lainnya, seperti tingkat imigrasi yang tinggi dan
menyerahkan Inggris untuk mengontrol perkembangan usahanya sendiri dalam segala aspek.

Para analis dan ekonom sedikit menyindir dari isi kesepakatan tersebut, dimana
kesepakatan itu akan membuat perbedaan yang tidak lebih baik dari apa yang telah Cameron
janjikan yaitu referendum.

Poin utama dalam kesepakatan tersebut diantaranya :


 Pembayaran Kesejahteraan Imigran : Cameron menyatakan akan memotong nilai
keuntungan dari para pekerja yang berasal dari Uni Eropa saat mereka mendapatkan
pekerjaan di Inggris dan dapat menghentikan jumlah orang yang datang di Inggris
dalam jumlah besar. Para pendatang baru tidak akan mendapatkan klaim kredit pajak
dan tunjangan kesejahteraan lainnya.

 Mempertahankan Poundsterling : Cameron mengatakan bahwa Inggris tidak akan


bergabung dengan Euro. Dia juga menjamin bahwa negara-negara Eropa lainnya tidak
akan mendiskriminasi Inggris karena menggunakan mata uang yang berbeda. Semua
mata uang British yang mengalami Bail Out dari negara Eropa yang memiliki masalah
akan segera diganti dengan mata uang lain.

 Tunjangan Anak : Para buruh Imigran masih dapat memberikan tunjangan anak ke
negara asalnya, dimana biaya tunjangan diambil dari patokan biaya hidup dari negara
asal, bukan dari Inggris.

 Industri London : Perlindungan bagi industri jasa keuangan di Inggris yang berpusat
di London secara penuh dikontrol oleh Inggris sendiri, sehingga Eropa tidak perlu ikut
campur terhadap segala urusan keuangan yang terjadi di Inggris.

 Menjalankan usaha Sendiri : Untuk pertama kalinya komitment bahwa Inggris


bukan negara serikat dengan negara-negara anggota Eropa lainnya. Cameroon ingin
menerbitkan peraturan yang menjamin tidak akan adanya campur tangan dari luar
Inggris terhadap setiap usaha yang dilakukannya. Sehingga Inggris mampu
menjalankan setiap usaha mereka sendiri.

Sebagian warga negara Inggris menginginkan keluar dari Uni Eropa, namun setengahnya
menyatakan ingin terus tergabung bersama Uni Eropa dimana hasil saat ini sebelum
referendum masih berimbang. Banyaknya tuntutan dari Inggris membuat Uni Eropa terlalu
berat untuk mengabulkannya. biaya keanggotaan senilai miliaran pound yang disetorkan per
tahun, sedikitnya hak kontrol terhadap wilayah perbatasan, dan terlalu banyak jumlah imigran
yang datang ke Inggris membuat Inggris harus mengambil wacana tentang keluarnya mereka
dari Uni Eropa. Hal tersebut tentu berlawanan dengan aturan yang digunakan oleh negara
anggota Eropa, seperti misalnya warga negara Uni Eropa tidak perlu menggunakan VISA
untuk pergi dan tinggal di negara Eropa lainnya. Selain itu Inggris ingin mandiri dan berdiri
sendiri, dimana mereka juga menolak sebuah wacana didirikannya negara gabungan “United
States of Europe”.

Selain beberapa faktor yang menjadi penyebab Inggris ingin keluar dari Uni Eropa,
namun ada juga faktor yang sebenarnya menguntungkan Inggris untuk tetap bertahan di Uni
Eropa.

David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris menyatakan bahwa ia ingin Inggris
tetap bersama Uni Eropa, dengan syarat segara permintaan dan kesepakatan yang ia tuntut
diterima oleh Negara anggota Eropa lainnya. Selain itu Partai Buruh, SNP, Plaid Cymru dan
Lib Dems juga mendukung Inggris untuk tetap bergabung. Disisi lain, Barack Obama juga
menginginkan Inggris untuk tetap bersama Uni Eropa seperti Perancis dan Jerman.

Penjualan barang-barang Inggris ke negara-negara Uni Eropa sangat mudah, serta aliran
imigran dalam jumlah besar dimana sebagian besar adalah anak muda yang ingin bekerja di
Inggris bisa menjadi pondasi kuat dalam pertumbuhan ekonomi menjadi faktor penting bagi
Inggris untuk tetap tergabung di Uni Eropa. Selain itu status Inggris dimata dunia dianggap
lebih aman bersama 28 anggota negara lainnya dibanding jika berjalan sendirian merupakan
faktor penting bagi Inggirs untuk tetap bertahan.

Pengaruh Brexit terhadap perekonomian sangat besar. Dimana jika Inggris masih tetap
tergabung dengan Uni Eropa perputaran bisnis menjadi lebih mudah. Perpindahan uang,
imigran dan produksi dari Inggris ke antar negara Eropa bukan menjadi masalah dan tidak
berbelit-belit.4

4
Apa itu Brexit dan Pengruhnya? “Tentang Brexit dan Pengaruhnya” http://forexstarmoon.com/artikel/forex-
2/apa-itu-brexit-dan-apa-pengaruhnya/10050/
BAB III

BREXIT DAN DAMPAKNYA TERHADAP UNI EROPA

3.1 Dampak Brexit Bagi Perekonomian Uni Eropa

Dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Eropa, pertumbuhan ekonomi Eropa
memang mengalami kemunduran. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bagi Inggris
ingin keluar dari Uni Eropa. Namun, apakah dampak yang didapat Inggris jika keluar dari
Uni Eropa dan berarti juga keluar dari PTE jika Inggris keluar dari Uni Eropa, sebenarnya
Inggris masih dapat menjadi anggota European Free Trade Area (EFTA) dan bergabung
dengan European Economic Area (EEA). Namun, keuntungan yang didapatkan tentunya
berbeda karena Inggris tidak dapat memberikan aspirasinya dalam Parlemen Eropa ketika ada
perumusan kebijakan. Hal itu tentunya tidak begitu menguntungkan Inggris karena Inggris
harus mengikuti kebijakan yang ada dan kebijakan tersebut belum tentu menguntungkan
untuk Inggris.

Kemudian, dampak lainnya yang didapat oleh Inggris adalah keluarnya investor-investor
asing dari Inggris. Hal tersebut disebabkan masuknya investor-investor tersebut di Inggris,
selain fleksibilitas buruh yang ada dan penggunaan bahasa Inggris, namun juga sebagai batu
loncatan untuk menyebarkan investasinya dinegara anggota Uni Eropa lainnya. Selain hal itu,
ekspor yang ditujukan pada negara-negara Uni Eropa tersebut akan dikenakan tarif impor
hingga 200% dan hal tersebut tentunya tidak menguntungkan Inggris karena Inggris masih
banyak bergantung pada negara-negara Uni Eropa, sehingga jika Inggris keluar dari Uni
Eropa akan berdampak pada menurunnya GDP. Inggris akan menghadapi blok-blok
perdagangan regional yang telah banyak terbentuk seperti MERCORUS, ASEAN, NAFTA
dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya tidaklah menguntungkan Inggris.

3.2 Dampak Brexit Bagi Perpolitikan Uni Eropa

Wacana “Brexit” telah menyebabkan 3 jenis perpecahan, di antara partai di Inggris,


negaranegara Eropa, dan penduduk Inggris. Di politik nasional, “Brexit” telah menyebabkan
perpecahan tokoh politik Inggris, yang selama ini selalu memiliki banyak persamaan dalam
sikap, seperti antara PM David Cameron dan mantan Walikota London, Boris Johnson. PM
Cameron dan Johnson dengan persamaan sikapnya yang kuat telah berhasil membawa Partai
Konservatif memenangkan pemilu tahun 2015. Namun, 13 bulan kemudian, gagasan
referendum “Brexit” telah melahirkan perceraian politik, dengan PM Cameron berupaya
membujuk penduduk Inggris agar tidak meninggalkan Uni Eropa (UE), dan Johnson
berkampanye sebaliknya, memperoleh dukungan agar Inggris dapat meninggalkan UE
dengan segala beban kewajibannya.

Isu “Brexit” telah mengakibatkan anggota parlemen perempuan Inggris dari Partai
Buruh, Jo Cox, tewas ditembak orang yang menentangnya yang menyerukan Inggris tetap
dalam Uni Eropa. Ia dianggap pengkhianat kemerdekaan dan kebebasan Inggris. Kasus ini
menyebabkan Westminster berduka, sehingga kampanye referendum dihentikan untuk
sementara. Hampir separuh anggota Partai Konservatif di parlemen mendukung “Brexit,”
menjadi bagian dari Euroskeptis.

3.3 Dampak Brexit Bagi Negara-Negara Anggota Uni Eropa

Inggris merupakan salah satu negara yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap
perkembangan Uni Eropa. Bahkan pada tahun 2015, Inggris menjadi penyumbang kedua
terbesar setelah Jerman untuk pendanaan Uni Eropa, dengan jumlah pembayaran hampir
mencapai 6,5 milyar euro (The Telegraph, 2016). Namun kontribusi dalam jumlah yang besar
ini, tidak semerta-merta Inggris lebih diuntungkan dalam forum Uni Eropa dibandingkan
dengan negara lain. Keadaan Inggris akan membaik setelah bergabung dengan Uni Eropa
tidak sesusai dengan harapan. Akibat adanya integrasi yang kuat di Uni Eropa dan memiliki
karaterstik yang berbeda dengan organisasi lain, menyebabkan banyak warga Inggris yang
menyoroti hal tersebut. Selama Inggris bergabung ke dalam Uni Eropa, banyak kepentingan
nasional Inggris yang dikesampingkan akibat adanya kebijakan-kebijakan bersama yang
harus diterapkan. Kebijakan Uni Eropa bahkan mengakibatkan banyak kerugian dan
menimbulkan ketidakpuasaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat beranggapan
pemerintah kurang tegas dalam memperjuangkan kepentingan Inggris di kancah regional.

Permasalahan yang dilihat masyarakat Inggris dari menjadi anggota Uni Eropa adalah
intervensi terlalu jauh terhadap kedaulatan suatu negara. Inggris ingin menjaga kedaulatannya
sendiri. Kedaulatan yang dimaksdukan adalah akan lebih baik dan menguntungkan apabila
suatu negara memerintah sendiri, membuat, melaksanakan, dan menerapkan hukum dan
menerapkan tarif pajaknya sendiri karena sejak tahun 2010 Uni Eropa telah memperkenalkan
3.500 hukum baru yang mempengaruhi bisnis Inggris (Bussines Insider, 2015). Pengaruh
bisnis yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap Inggris sebagian besar merupakan pengaruh
yang mendatangkan kerugian bagi pihak Inggris dan mengakibatkan rasa kecewa pada
masyarakat Inggris.

Brexit telah menunjukkan rakyat Inggris yang terbelah pandangannya, antara mereka
yang melihat peluang dan mereka yang sangat mencemaskan dampaknya. Kebingungan dan
keresahan telah berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi nasional. Dengan barisan
pendukung dan kalangan yang kontra hampir sama kuatnya, prospek Inggris akibat ”Brexit”
telah dipertaruhkan. Tetap bersama Uni Eropa dinilai akan membuat Inggris tidak banyak
berubah, kecuali ada reformasi Uni Eropa, yang bisa membuat Uni Eropa lebih maju dan
dirasakan manfaatnya bagi seluruh negara anggotanya. Meninggalkan Uni Eropa
menawarkan banyak perubahan, namun Inggris akan dinilai egois karena melupakan identitas
Eropanya.5

5
The London School of Economics and Political Science. BREXIT 2016 Policy analysis from the Centre for
Economic Performance. http://cep.lse.ac.uk/pubs/download/brexit08_book.pdf .
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan menyebabkan lubang beban keuangan nasional
sebesar US$ 42,4 miliar, atau 30 miliar Poundsterling. Hal ini disebabkan oleh implikasinya
terhadap sektor keuangan, dengan harus dinaikkannya pajak penghasilan dan warisan di
dalam negeri, serta pemotongan anggaran belanja, khususnya yang harus diberikan untuk
jaminan kesehatan nasional melalui National Health Service. Pasar uang di Inggris anjlok
akibat meningkatnya pendukung “Brexit”. Bagaimanapun, “Brexit” akan menciptakan
kondisi ketidakpastian bagi Inggris, sehingga seperti berjudi dalam perdagangan
berjangkanya. Sebab, melakukan negosiasi dagang dari luar Uni Eropa akan menjadi jauh
lebih sulit daripada sekadar memberikan nasihat agar Inggris segera keluar dari Uni Eropa.
Dalam jangka panjang, “Brexit” dapat menghasilkan resiko kolosal yang tidak jelas akhirnya

“Brexit,” secara spesifik, akan memprovokasi meningkatnya sentimen nasionalisme serta


muncul dan menguatnya pemimpin populis dan kanan di Uni Eropa dengan ambisi kekuasaan
dan semangat anti imigran yang tinggi, sehingga mengancam instabilitas politik Uni Eropa.
Diperkirakan, Inggris akan menghadapi minimal 7 tahun ketidakpastian selama negosiasi
terkait hubungan baru dengan Uni Eropa.6

3.4 Masa Depan Hubungan Inggris dan Uni Eropa

Pada intinya, Uni Eropa telah menjadi proyek politik. Ini bukan hanya sekelompok
negara yang bekerja sama, tetapi sekelompok negara yang telah menciptakan lembaga
supranasional yang memiliki kewenangan eksekutif dan yudikatif negara anggota Uni Eropa
dan yang bisa lewat undang-undang yang secara langsung berlaku di seluruh Uni Eropa. Ini
mungkin paling terlihat dalam bentuk Pengadilan Eropa, yang dapat menolak yurisdiksi
nasional, atau Parlemen Eropa, yang dapat, dengan Dewan, lulus undang-undang secara

6
Counsel, Global. BREXIT: The Impact on The UK and The EU. https://www.global-
counsel.co.uk/sites/default/files/special-reports/downloads/Global
efektif menggantikan hukum nasional. Otoritas supranasional dari Uni Eropa juga terwujud
dalam mengirimkan peraturan Komisi Eropa, misalnya, kebijakan persaingan dan bantuan
negara

Untuk beberapa, pertanyaan yang paling kontroversial apakah mungkin untuk memiliki
integrasi ekonomi sebanding dengan pasar tunggal sementara sebagian membatasi mobilitas
tenaga kerja. Ada dua cara untuk mencirikan pasar terintegrasi dengan baik. Salah satunya
dengan fungsional, dan konstitusional

 Definisi fungsional dari pasar terintegrasi dengan baik terdiri dari unsur pusat
fungsional: (i) adanya tarif; (ii) satu set aturan atau standar minimum; (iii)
penegakan aturan-aturan dan standar di bawah bersama, yurisdiksi supranasional;
(iv) kebijakan kompetisi dan negara-bantuan kendali tunggal; dan (v) kontribusi
untuk barang publik bersama, termasuk melalui anggaran Uni Eropa.
 Tetapi pasar Uni Eropa sering didefinisikan dalam hal dimensi konstitusi
ekonomi politik. Pada dasarnya dimensi-dimensi yang disebut ‘empat kebebasan’
barang, jasa, modal dan orang-orang dari pasar tunggal (Balassa, 1961). Dalam
konsepsi itu, pergerakan bebas pekerja merupakan elemen penting dari pasar
tunggal yang didirikan berdasarkan Perjanjian Roma.

Sebagai proyek politik pasar tunggal terdiri dari semua empat kebebasan.
Diperdebatkan, kebebasan bergerak pekerja, dimana warga negara Uni Eropa berhak untuk
mencari pekerjaan di negara Uni Eropa lain dan bekerja di sana tanpa perlu ijin kerja,
merupakan elemen yang membuat bagian-pasar tunggal Uni Eropa menjadi proyek politik.
Memberikan akses ke pasar tenaga kerja domestik untuk beberapa 510 juta warga adalah
pilihan politik yang signifikan dan simbol kuat integrasi antara negara-negara Uni Eropa. Ini
adalah proyek politik ini bahwa pemilih Inggris telah secara efektif menolak.7

7
Ferry, Jean Pisani et al., After Brexit: A proposal for a continental partnership.
http://bruegel.org/wp-content/uploads/2016/08/EU-UK-20160829-final-1.pdf .
BAB IV

KESIMPULAN

Fenomena Brexit yang cukup menggegerkan dunia, merupakan salah satu dampak
pertanyaan bagi akademisi maupun ilmuwan Hubungan Internasional tentang regionalisme.
Padahal model regionalisme yang terjadi di Uni Eropa selalu dijadikan contoh, bahwa
regionalisme yang terjadi di Eropa merupakan yang berhasil.

Tetapi dalam kenyataanya, Inggris pada tanggal 23 Juni 2016 mengumumkan keluar
dari Uni Eropa. Bahkan terdengar isu bahwa Belanda akan melakukan referendum seperti
halnya Inggris. Uni Eropa memiliki sejarah yang sangat panjang sebelum menjadi organisasi
regional yang supranasional. Adanya mata uang yang sama, penyerahan sebagian kedaulatan,
merupakan salah satu ciri kuatnya integrasi antara negara-negara Eropa yang tergaubung
dalam Uni Eropa. Dampak langsung keluarnya Inggris dari Uni Eropa sudah dirasakan secara
signifikan. Ekspor, investasi dan kepentingan kebijakan banyak korporasi besar akan
terpengaruh, tetapi akan ada satu hal yang berdampak besar yaitu pada biaya keuangan di
Eropa yang cenderung meningkat.

Brexit akan memiliki dampak politik yang lebih luas di Uni Eropa, baik mengganggu
dinamika politik dalam negeri maupun luar negeri dan risiko politik Uni Eropa dan
mendorong disintegrasi kekuatan di negara-negara anggota lainnya. Eropa juga akan
kehilangan harga diri dan mempengaruhi seluruh dunia, karena Uni Eropa merupakan salah
satu organisasi regional yang hampir sempurna.

Kita patut menganalisis, apakah hingga hari ini regionalisme masih relevan apabila
dicontohkan kepada Uni Eropa yang merupakan hasil produk regionalisme sempurna.
Apabila salah satu anggota regionalisme yang hampir sempurna itu keluar, bagaimana masa
depan regionalisme itu sendiri? Pertanyaan tersebut masih akan menjadi pertanyaan yang
akan diajukan oleh akademisi maupun ilmuwan Hubungan Internasional, hingga 5 sampai 10
tahun kedepan, karena proses negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa akan memakan
waktu yang cukup lama.

Tetapi dengan fenomena “Brexit” ini kita sebagai akademisi tidak bisa langsung
memberikan jawaban bahwa regionalisme itu gagal. Regionalisme merupakan salah satu cara
bagaimana menumbuhkan kekuatan di kawasan dan juga mengurangi peran negara-negara
hegemon. Semoga peristiwa bersejarah ini, tidak akan terulang lagi di negara-negara yang
juga tergabung dalam organisas regional, seperti halnya Uni Eropa dan ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA

Apa itu Brexit dan Pengruhnya? “Tentang Brexit dan Pengaruhnya”


http://forexstarmoon.com/artikel/forex-2/apa-itu-brexit-dan-apa-pengaruhnya/10050/

B. Winarno, Isu-isu Global Kontemporer, CAPS, Jakarta, 2011.

Counsel, Global. BREXIT: The Impact on The UK and The EU. https://www.global-
counsel.co.uk/sites/default/files/special-reports/downloads/Global

Europe Union “ The Europe Union In Brief “ https://europa.eu/european-union/about-


eu/eu-in-brief_en

Ferry, Jean Pisani et al., After Brexit: A proposal for a continental partnership.
http://bruegel.org/wp-content/uploads/2016/08/EU-UK-20160829-final-1.pdf

Mohsin, Aiyub. Diktat: Organisasi dan Administrasi Internasional, Jakarta. 2012

The London School of Economics and Political Science. BREXIT 2016 Policy analysis from
the Centre for Economic Performance.
http://cep.lse.ac.uk/pubs/download/brexit08_book.pdf

Anda mungkin juga menyukai