T1 Instrumentasi
T1 Instrumentasi
(INSTRUMENTASI INDUSTRI)
TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INSTRUMENTASI INDUSTRI
1. Sistem Instrumentasi
Dalam proses industri, khususnya industri perminyakan akan cenderung muncul
pemikiran segi ekonomi (keuntungan) yang menuntut efektifitas dan efisiensi untuk
menghasilkan produk yang optimal baik dari segi jumlah maupun mutu. Dari segi pemikiran
inilah secara teknis mulai diterapkan sistem pengukuran dan pengaturan besaran proses (fisis
ataupun kimia).
Adapun besaran proses (fisis atau kimia) yang dideteksi, diukur dan dikontrol /diatur oleh alat
instrument antara lain :
Fungsi instrumentasi pada suatu proses industri dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan
sebagai berikut:
Sebagai alat ukur, yaitu untuk memonitor kondisi operasi, melalui pengukuran
variabel proses yang mempengaruhi jalannya operasi, seperti tekanan, temperatur, jumlah
aliran, level, dan sebagainya.
Sebagai alat kontrol, untuk mengendalikan jalannya operasi agar variabel proses
selalu sesuai dengan harga yang diinginkan.
Sebagai alat safety, untuk mencegah kerusakan pada peralatan dan mencegah
kecelakaan pada operator. Juga sebagai sistem alarm yang memberitahu operator bila variabel
proses mencapai nilai kritis, baik kritis minimum maupun kritis maksimum.
Sebagai alat analisa, untuk menganalisa produk apakah sudah memenuhi spesifikasi
tertentu sesuai yang diinginkan. Juga digunakan untuk mencegah polusi, yaitu dengan
menganalisa air buangan apakah tidak mengandung minyak yang membahayakan lingkungan.
Dalam sistem kontrol sendiri, tujuan dari penerapan sistem instrumentasi dan kontrol
di dalam industri pengolahan minyak adalah agar proses berjalan dengan handal, aman, dan
menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi.
2. Sistem Pengendalian Proses
Sistem pengendalian proses adalah gabungan kerja dari alat-alat pengendalian
otomatis. Semua peralatan yang membentuk sistem pengendalian disebut instrumentasi
pengendalian proses Tujuan ideal pengendalian proses adalah mempertahankan nilai variabel
proses agar sama dengan nilai yang diinginkan (setpoint)
Dalam melakukan pengendalian proses, ada empat langkah kegiatan yang dilakukan, yaitu:
Mengoreksi,Setelah mendapatkan nilai error, maka dikoreksi dengan mengatur bukaan valve.
Secara umum sistem pengendalian terbagi dua, yaitu sistem pengendalian loop terbuka (open
loop control system) dan sistem pengendalian loop tertutup (close loop control system).
Tangki beserta liquid di dalamnya merupakan sebuah proses. Level measuring device
sebagai sebuah sensor ketinggian sekaligus transducer, akan mengukur ketinggian cairan
tersebut serta mengubahnya menjadi besaran elektrik atau pneumatik. Jika level cairan dalam
tanki melebihi tinggi yang diinginkan (set point) maka controller akan memutuskan untuk
memperbesar aliran outlet. Berdasarkan perintah controller, final control element (control
valve) akan membuka (opening) untuk memperbesar aliran.
Secara blok diagram sistem kontrol proses tersebut di atas dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
b. Sensor Temperature
Dalam proses pengukuran Temperature di dunia Industri terdapat beberapa jenis
sensor temperature yang bisa digunakan seperti sensor Thermocouple dan Sensor
Resistance Temperature Detector(RTD). Sensor Thermocouple digunakan untuk
memonitoring temperature dari proses produksi, biasanya yang memiliki temperature
yang sangat tinggi. Contoh aplikasinya monitoring temperature di dalam Tanur (Kiln).
Sedangkan Sensor temperature tipe RTD digunakan untuk memonitoring temperature
dari peralatan atau mesin yang lebih mudah, tujuannya untuk melindungi perlatan
tersebut dari temperature yang berlebihan, contoh aplikasinya Monitoring Temperature
Bearing Fan.
Gambar 5. Sensor Temperature di Bearing Fan
c. Sensor Pressure
Sensor Pressure digunakan untuk mengukur dan memonitoring nilai tekanan yang
terdapat pada system proses produksi, contohnya tekanan didalam Cyclone-cyclone
Preheater. Ada juga yang digunakan untuk mengukur nilai tekanan yang dihasilkan
dari aliran fluida (misalnya udara), contohnya Flowmeter pada fan-fan cooler dan level
suatu tanky.
Di Industri, sensor pressure yang digunakan umumnya dari pabrikan Honeywell
dengan tipe ST3000 dan Endress & Hausser dengan tipe PMD70. Meskipun terdapat
juga sensor pressure dari pabrikan lain seperti Danfoss dan beberapa merk lainnya.
Gambar 7. Sensor Pressure di Fan-Fan Cooler
Diaphragm Pressure Gage merupakan salah satu sensor yang mendeteksi tekanan
(pressure) yang terdiri dari kapsul (capsule) yang dibagi oleh suatu sekat rongga (diapraghm).
Satu sisi diaphragm terbuka bagi tekanan target (eksternal) PExt, dan sisi yang lain
dihubungkan dengan tekanan diketahui (reference pressure), PRef. Beda tekanan, PExt-PRef,
secara mekanik membelokkan diaphragm. Diaphragm Pressure Gage menggunakan prinsip
perubahan bentuk yang elastis (elastic deformation) dari suatu diaphragm (membrane) untuk
mengukur perbedaan suatu tekanan yang tidak diketahui dengan suatu tekanan acuan
Secondary element adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal yang dihasilkan
oleh sensor dan mengubahnya menjadi suatu standar yang dapat dibaca oleh controller.
Transmitter terdiri dari dua macam, yaitu transmitter pneumatic dan transmitter electrik.
Sinyal standar yang dihasilkan oleh transmitter adalah
-
Sinyal standar pneumatic : 3 – 15 psi dan 0,2 – 1,0 kg/cm2
d. Sensor Level
Sensor Level digunakan untuk mengetahui level material (solid ataupun liquid) yang
terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa silo, bin, storage material ataupun
tempat penyimpanan lainnya.
e. Sensor Vibrasi
Sensor vibrasi digunakan untuk memonitoring besarnya nilai vibrasi dari suatu alat
biasanya untuk tujuan safety dan proteksi terhadap peralatan itu sendiri. Di industri,
sensor vibrasi biasanya dipasang di Bearing Fan (ID Fan, Raw Mill Fan, EP Cooler
Fan, EP Raw Mill Fan), dan juga di Atox Mill.
Gambar 11. Sensor Vibrasi
- Controller
Controller adalah salah satu peralatan instrumentasi yang berfungsi membandingkan
nilai pengukuran terhadap nilai yang dikehendaki (Set Point), dan sesuai modenya
menghasilkan sinyal kendali sebagai keluaran yang sebanding dengan selisih nilai
pengukuran Set Point. Output Controller pada suatu pengendalian proses tergantung
kepada:
a. Aksi Kontrol (Control Action)
Control Action adalah merupakan aksi dari kontroler yang dapat diubah-ubah dari
Direct menjadi Reverse atau sebaliknya dan ditetukan sesuai dengan kebutuhannya
untuk membentuk metode lup pengaturan menjadi sistem tertutup dengan Feedback
negative.
1. Pada Controller dengan aksi Direct, adalah merupakan aksi Controller apabila tejadi
kenaikan sinyal pengukuran (PV), maka menyebabkan kenaikan sinyal output.
Sedangkan apabila terjadi kenaikan Set Point (SV), maka output akan turun dengan
menghasilkan kesalahan (Error) sebesar PV-SV.
2. Pada Controller dengan aksi Reverse adalah merupakan aksi Controller apabila
tejadi kenaikan sinyal pengukuran (PV), maka menyebabkan penurunan sinyal
output. Sedangkan apabila terjadi kenaikan Set Point (SV), maka output akan naik
dengan menghasilkan kesalahan (Error) sebesar SV-PV.
b. Mode Kontrol (Control Mode)
Control Mode adalah tata cara Controller dalam menghasilkan sinyal output sebagai
tanggapan atas kesalahan yang dideteksinya. Mode Kontroler antara lain:
1. SV (Set Variable)
2. PV (Process Variable)
3. MV (Manipulated Variable)
Kontrol DCS adalah merupakan suatu pengembangan dari system control dengan
menggunakan komputer atau alat elektronik lainnya. Sebelum berkembang menjadi system
DCS, sebelumnya dikenal dengan nama DDC (Digital Data Control ).
Pada sistem DCS, hasil pengukuran proses dan pengontrolan dimasukan dalam satu
sistem CPU yang datanya langsung bisa dilihat operator dan action yang diperlukan untuk
suatu loop bisa langsung diatur secara otomatis karena dalam komputer sudah ada sistem
pengontrolan yang diperlukan oleh proses tersebut.
- Final Element
1. Control Valve
Control Valve adalah jenis final controlelement yang paling sering digunakan,
sehingga pada prakteknya final control element sering diartikan sebuah control valve,
meskipun masih banyak jenis lainnya seperti motor, heating element, electrical
contactor, dan sebagainya.
Secara umum Control Valve dibagi menjadi dua yaitu:
1. Control Valve Gerakan Linier ( Linier Motion)
2. Control Valve Gerakan Berputar (Rotary Motion)
Sedangkan berdasarkan aksinya jenis dari Control Valve yaitu:
1. Air To Close (ATC) atau disebut juga Normally Open (NO).
Yaitu jenis Control Valve yang pada kodisi normal (belum mendapat sinyal input)
dalam keadaan membuka (Open). Dan jika mendapat sinyal input maka valve akan
bergerak menutup.
2. Air To Open (ATO) atau disebut juga Nomally Close (NC).
Yaitu jenis Control Valve yang pada kondisi normal dalam keadaan menutup
(Close). Dan jika mendapat sinyal input maka valve akan bergerak membuka.
Untuk lebih jelasnya Control Valve Acting ATC dan ATO dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Control valve terdiri dari dua bagian utama yaitu actuator dan valve (body valve).
Actuator berfungsi sebagai penggerak buka atau tutup valve. Sedangkan valve berfungsi
sebagai komponen mekanis yang menetukan besarnya flow yang masuk ke proses
(output). Ada beberapa jenis control valve, diantaranya sebagai berikut :
1. Ball valve
2. Butterfly valve
3. Gate valve
4. Globe valve
5. Segmen valve
6. Damper
Gambar 14. Penggunaan Selenoid
Dalam aplikasi dilapangan, actuator control valve yang digunakan ada yang terkoneksi
dengan solenoid (on/off) dan ada juga yang terkoneksi dengan positioner (kondisi continue),
dan penggunaannya harus selalu dikaitkan dengan kebutuhan proses. Solenoid digunakan
pada proses yang membutuhkan buka dan tutup valve secara full position (buka dan tutup
100%), sedangkan positioner diaplikasikan pada proses dengan variabel proses yang
senantisa berubah-ubah dengan range yang fleksibel (dari 0% sampai dengan 100%). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Untuk memanipulasikan variabel proses sesuai dengan kebutuhan proses pada sebuah
control valve, dilakukan pengaturan tekanan udara (pressure inlet) yang akan mengatur
keadaan dari actuator-nya, pressure inlet merupakan output dari solenoid atau positioner
yeng berfungsi sebagai pengatur tekanan yang akan diperoleh oleh pressure inlet pada
actuator, adapun konstruksi sederhana dari
actuator dan valve sebuah control valve dapat dilihat dari gambar berikut :
2. Control unit
Control unit adalah bagian dari controller yang menghitung besarnya koreksi yang
diperlukan. Inputcontrol unit adalah error, dan output-nya adalah sinyal yang keluar
dari controller (manipulatedvariabel).
5. Controlled variabel
Controlled variabel adalah besaran (variabel) yang dikendalikan. Variabel ini adalah
output dari proses.
7. Manipulated variabel
Manipulated variabel adalah input dari suatu proses yang dapat diubah-ubah
besarnya agar variabel proses atau controlled variabel sama dengan set point.
8. Disturbance
Disturbance adalah besaran lain, selain manipulated variabel, yang dapat
menyebabkan berubahnya controlled variabel. Besaran ini juga lazim disebut dengan
load , misal terjadinya perubahan pemakaian fluida tersebut.
Setelah karakteristik dari sebuah proses diketahui, maka bagian selanjutnya adalah
selecting and sizing control valve. Untuk melakukan pemilihan control valve (selecting) kita
dapat bekerja sama dengan vendor (produsen) yang menyediakan control valve.
Sebelum melakukan pemilihan control valve (selecting), terlebih dahulu kita harus
mengetahui karakteristik control valve yang akan kita gunakan, ada tiga jenis karakter control
valve yaitu :
a. Linear
Dimana perubahan besaran flow berbanding lurus dengan bukaan valve-nya.
b. Quik Opening
Dimana terjadi perubahan yang sangat besar pada flow pada awal bukaan valve.
c. Equal Percentake
Dimana tidak terdapatnya kelinearan antara perubahan flow dan bukaan valve. Pada
awal bukaan valve, hanya terajdi perubahan kecil pada perubahan flow, sedangakan
pada akhir bukaan valve, terjadi perubahan besar pada perubahan flow. Untuk lebih
jelasnya perbedaan antara karakteristik control valve dapat dilihat pada gambar berikut
:
Setelah pemilihan jenis valve dilakukan, selanjutnya ada hal lain yang akan kita
perhatikan yaitu daerah kerja sebuah control valve. Dalam ilmu sistem pengendalian, cara
khusus untuk menyatakan daerah kerja sebuah control valve adalah dalam bentuk range
ability. Secara spesifik, range ability adalah perbandingan flow maksimum dan flow
minimum yang mampu dikendalikan oleh sebuah control valve. Guna menjaga peforma dari
control valve, maka dalam pemilihan range control valve tersebut, adalah dua kali dari flow
kebutuhan proses, atau dengan kata lain penggunaan pengendalian flow berada ditengah dari
range control valve. Untuk persamaan range ability dapat dirumuskan sebagai berikut :
Setelah melakukan selecting control valve, maka selanjutnya adalah melakukan sizing
control valve. Untuk menentukan ukuran valve (sizing) maka selanjutnya kita harus
melakukan perhitungan untuk mencari coefficient valve (Cv) dengan persamaan sebagai
berikut :
Keterangan :
Cv = Koefisien
Q = Flow Maximum (gpm)
G = Specific Grafity
P = Pressure Drop (psi)
Setelah mendapatkan nilai (Coefficient Valve), maka selanjutnya adalah mencocokan
hasil nilai tersebut pada table referensi sizing of valve seperti tabel berikut :