Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis
produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi
darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan
darah besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang
hilang selama operasi ( Anonim, 2010 ).
Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan reaksi silang
(crossmatch = compatibility-test untuk melihat apakah darah penderita sesuai
dengan darah donor. Pengertian crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara
darah pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini
dimaksudkan untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu
nantinya akan dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma
donor yang turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya
hingga akan memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi
hemolytic transfusi yang biasanya membahayakan pasien ( Anonim, 2012 ).

B. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi (crossmatching).
2. Untuk dapat mengetahui kecocokan antara darah donor dengan darah OS.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Cross-matching
Cross-matching adalah suatu jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum
pelaksanaan transfusi darah. Tujuannya adalah untuk melihat apakah darah dari
pendonor cocok dengan penerima (resipien) sehingga dapat mencegah terjadinya
reaksi transfusi hemolitik. Selain itu juga untuk konfirmasi golongan darah.
Cross-matching darah, dalam transfusi kedokteran, mengacu pada
pengujian kompleks yang dilakukan sebelum transfusi darah, untuk menentukan
apakah darah donor kompatibel dengan darah dari penerima yang dimaksud, atau
untuk mengidentifikasi pertandingan untuk transplantasi organ. Cross-matching
biasanya dilakukan hanya setelah lain, tes kurang kompleks belum dikecualikan
kompatibilitas. Kompatibilitas darah memiliki banyak aspek, dan tidak hanya
ditentukan oleh golongan darah (O, A, B, AB), tetapi juga oleh faktor-faktor
darah, ( Rh , Kell , dll).
Cross-matching dilakukan oleh teknolog laboratorium bersertifikat, di
laboratorium. Hal ini dapat dilakukan secara elektronik, dengan database
komputer, atau serologis . Tes sederhana dapat digunakan untuk menentukan
golongan darah (hanya), atau untuk menyaring antibodi (hanya).

B. Crossmatch mempunyai tiga fungsi:


1. Konfirmasi jenis ABO dan Rh (kurang dari 5 menit).
2. Mendeteksi antibodi pada golongan darah lain.
3. Mendeteksi antibody dengan titer rendah atau tidak terjadi aglutinasi mudah.
Yang dua terakhir memerlukan sedikitnya 45 menit.
C. Macam-macam dari cross-matching:
1. Reaksi silang mayor : eritrosit donor + serum resipien
Memeriksa ada tidaknya aglutinin resipien yang mungkin dapat merusak
eritrosit donor yang masuk pada saat pelaksanaan transfuse
2. Reaksi silang minor : serum donor + eritrosit resipien
Memeriksa ada tidaknya aglutinin donor yang mungkin dapat merusak
eritrosit resipien. Reaksi ini dianggap kurang penting dibanding reaksi silang
mayor, karena agglutinin donor akan sangat diencerkan oleh plasma di dalam
sirkulasi darah resipien.

D. Cara menilai hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Bila kedua pemeriksaan (crossmatch mayor dan minor tidak mengakibatkan


aglutinasi eritrosit, maka diartikan bahwa darah donor sesual dengan darah
resipien sehingga transfuse darah boleh dilakukan; bila crossmatch mayor
menghasilkan aglutinasi, tanpa memperhatikan basil crossmatch minor,
diartikan bahwa darah donor tidak sesuai dengan darah resipiensehingga
transfusi darah tidak dapat dilakukan dengan menggunakan darah donor itu.
2. Bila crossmatch mayor tidak menghasilkan aglutinasi, sedangkan dengan
crossmatch minor terjadi aglutinasi, maka crossmatch minor harus diulangi
dengan menggunakan serum donor yang diencerkan. Bila pemeriksaan
terakhir ternyata tidak menghasilkan aglutinasi, maka transfuse darah masih
dapat dilakukan dengan menggunacan darah donor tersebut, hal ini
disesuaikan dengan keadaan pada waktu transfusi dilakukan, yaitu serum
darah donor akan mengalami pengaan dalam aliran darah resipien.
3. Bila pemeriksaan dengan serum donor yang diencerkanmenghasilkan
aglutinasi, maka darah donor itu tidak dapat ditransfusikan
E. Tahapan Cross-matching:
1. Reaksi silang salin
Tes ini untuk menilai kecocokan antibody alami dengan antigen eritrosit
antara donor dan resipien, sehingga reaksi transfusi hemolitik yang fatal bisa
dihindari. Tes ini juga dapat menilai golongan darah.
2. Reaksi silang albumin
Tes ini untuk mendeteksi antibody anti-Rh dan meningkatkan sensitivitas tes
antiglobulin dengan menggunakan media albumin bovine.
3. Reaksi silang antiglobulin
Untuk mendeteksi IgG yang dapatmenimbulkan masalah dalam transfusi yang
tidak dapat terdeteksi pada kedua tes sebelumnya. Terutama dikerjakan pada
resipien yang pernah menerima transfusi darah atau wanita yang pernah
hamil.

Ada berbagai macam kondisi & penyakit yang pada keadaan tertentu
membutuhkan transfusi darah. Beberapa diantaranya adalah :

1. Luka yang menimbulkan perdarahan hebat, misalnya kecelakaan mobil, luka


sayat, luka tusuk, luka tembak, dll.
2. Operasi/pembedahan yang menyebabkan keluarnya darah dalam jumlah besar,
misalnya pembedahan jantung, pembedahan perut, dll.
3. Penyakit tertentu seperti penyakit hati (liver), penyakit ginjal, kanker, anemia
defisiensi besi, anemia sel sabit, anemia hemolitik, anemia aplastik,
thalasemia, hemophilia, trombositopenia, dll.

F. Transfusi diberikan untuk:


1. meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
2. memperbaiki volume darah tubuh
3. memperbaiki kekebalan
4. memperbaiki masalah pembekuan.

Tindakan transfusi darah biasa dilaksanakan jika telah tersedia darah yang
memenuhi syarat kesehatan & telah melalui pemeriksaan-pemeriksaan (uji
saring) tertentu. Dan ketersediaan darah tersebut terjadi karena adanya proses
donor darah.

Donor darah adalah proses dimana penyumbang darah secara


sukareladiambil darahnya untuk disimpan di bank darah & sewaktu-waktu dapat
dipakai pada proses transfusi darah.

G. Syarat menjadi donor darah :


1. Keadaan umum : bukan pecandu alcohol atau narkoba.
2. Tidak menderita penyakit jantung, ginjal, paru-paru, hati, kencing manis,
penyakit darah, gangguan pembekuan darah, epilepsy, kanker, dan penyakit
kulit kronis kecuali diperbolehkan oleh dokter yang merawat.
3. Umur 17 – 60 tahun.
4. Berat badan minimal 45kg.
5. Tanda vital baik : Tekanan darah sistolik (100-160mmHg) & diastolik (60-
100mmHg), Nadi teratur 60-100x/menit, Suhu tubuh 36,6-37,5⁰C.
6. Hb > 12,5 g/dl.
7. Selama haid, hamil & menyusui tidak diperkenankan donor darah.
Diperbolehkan donor enam bulan setelah melahirkan & tiga bulan setelah
berhenti menyusui.

Jika pernah mendonorkan darah, maka jarak penyumbangan darah : 2,5 – 3


bulan (maksimal 5x/tahun). Kulit lengan donor didaerah penyadapan (vena yang
akan ditusuk)harus sehat tanpa kelainan. Tidak diperkenankan dalam waktu 12
bulan setelah transfusi darah. Dengan pemeriksaan lab terhadap VDRL, HBsAg,
Anti HCV & Anti HIV hasilnya negatip dan lain-lain.

Manfaat dari donor darah, didapatkan tidak secara langsung. Dengan


mendonorkan darah secara rutin setiap tiga bulan sekali, maka tubuh akan
terpacu untuk memproduksi sel-sel darah baru, sedangkan fungsi sel-sel darah
merah adalah untuk oksigenisasi & mengangkut sari-sari makanan. Dengan
demikian fungsi darah menjadi lebih baik sehingga pendonor menjadi sehat.

Selain itu kesehatan pendonor akan selalu terpantau karena setiap kali
donor dilakukan pemeriksaan kesehatan sederhana & pemeriksaan uji saring
terhadap infeksi-infeksi yang dapt ditularkan lewat darah. Dan juga bagi yang
pertama kali mendonorkan darahnya, bisa mengetahui golongan darahnya.

Tidak semua darah dapat diberikan kepada penderita. Hal ini terjadi pada
kondisi jika darah membawa virus/kuman penyebab penyakit yang dapat
menularkan kepada penerima darah tersebut. Oleh karena itu sebelum
pengambilan darah perlu dilakukan seleksi/ pemeriksaan donor dengan tujuan
menjaga kesehatan donor & mencegah resiko penularan penyakit kepada
penerima darah.
BAB III

METODE KERJA

A. Metode pemeriksaan : metode aglutinasi


B. Prinsip pemeriksaan : Antibodi yang terdapat dalam serum atau plasma, bila
direaksikan dengan antigen pada sel darah merah, melalui inkubasi pada suhu
370C dan dalam waktu tertentu, dan dengan penambahan anti monoglobulin akan
terjadi reaksi aglutinasi.

C. Alat dan bahan


1. Alat
a. Objek glass
b. Tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Rak tabung reaksi
e. Sentrifuge
f. Incubator
2. Bahan
a. Bovin albumin
b. Reagen comb
c. Darah resipien
d. Darah donor
e. Larutan NaCl fisiologis

D. Cara kerja
1. Pengambilan sampel darah
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Pasien disarankan untuk mengepalkan tangannya agar vena terlihat
c. Dipilih bagian median cubital atau basilica atau cephalica. Dilakukan
perabaan untuk memastikan posisi vena (vena teraba seperti pipa kecil,
elastis dan memiliki dinding tebal)
d. Dibersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darah dengan kapas
alcohol 70% dan biarkan kering
e. Dipasang tourniquet kira-kira 10 cm diatas lipatan siku (3 jari)
f. Ditusuk bagian vena dengan posisi lubang menghadap ke atas (40o). jika
jarum telah masuk kedalam vena akan terlihat darah masuk kedalam spuit.
g. Ditarik spuit perlahan-lahan sampai volume darah yang diinginkan
h. Dilepas tourniquet, diletakan diatas jarum dan ditekan sedikit dengan jari
kiri lalu jarum ditarik
i. Pasien diinstruksikan untuk menekan kapas selam 1-2 menit dan setelah itu
bekas tusukan diberi plester
j. Dimasukan darah kedalam tabung EDTA lalu perlahan-lahan
dihomogenkan
k. Dilakukan pengambilan darah resipien dan donor (dengan golongan darah
yang sama)
l. Disimpan untuk pemeriksaan selanjutnya.

2. Pemisahan plasma dengan Sel Darah Merah


a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Disentrifus sampel darah selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm
c. Dipisahkan plasma yang jernih dari sel darah merah (SDM) kedalam
tabung lain
d. Dilakukan pemisahan plasma dari sel darah merah untuk darah resipien dan
donor (dengan golongan darah yang sama)
e. Disimpan untuk pemeriksaan selanjutnya.
3. Pencucian Sel Darah Merah
a. Disiapkan tiga gelas plastic untuk tempat aquadest, NaCl 0,9% dan
pembuangan
b. Sel darah merah yang telah dipisahkan dengan plasmanya ditambahkan
NaCl hingga ¾ tabung
c. Disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 3000 rpm
d. Dibuang supernatant dengan menggunakan pipet Pasteur hingga tersisa
SDM
e. Ditambahkan kembali SDM dengan NaCl dan pencucian dilakukan
sebanyak 3 kali
f. Dilakukan pencucian sel darah merah untuk setiap darah resipien dan donor
(dengan golongan darah yang sama)
g. Disimpan SDM 100 % darah resipien dan donor (dengan golongan darah
yang sama)

4. Pembuatan suspense 5%
a. Disiapkan sebuah tabung yang bersih dan kering
b. Dimasukan SDM 100% sebanyak 1 tetes kedalam tabung tersebut dan
ditambahkan dengan 19 tetes NaCl 0,9% (1:20)
c. Dihomogenkan hingga keduanya tercampur
d. Dilakukan pembuatan suspense 5% untuk darah resipien dan donor
(dengan golongan darah yang sama)
e. Disimpan untuk pemeriksaan selanjutnya

5. Uji silang serasi (Cross Matching)


Auto Kontrol
Fase Mayor Minor
(AK)
2 tetes plasma OS 2 tetes plasma 2 tetes plasma
+ 1 tetes sel DN DN + 1 tetes sel OS + 1 tetes sel
5% OS 5% OS 5%
a. Dihomogenkan lalu disentrifus selama 30 detik
1 dengan kecepatan 3000 rpm
b. Dilakukan pengamatan terhadap aglutinasi yang
terbentuk. Jika aglutinasi negative (-) pemeriksaan
dilanjutkan.
a. Ditambahkan 2 tetes BA (Bovine Albumin) 22%
b. Diinkubasi selama 25 menit pada suhu 37oC
c. Disentrifus selama 30 detik dengan kecepatan 3000
rpm
2
d. Dilakukan pengamatan terhadap aglutinasi yang
terbentuk. Jika aglutinasi negative (-) maka
pemeriksaan dilanjutkan.
a. Dicuci dengan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali
b. Ditambahkan dengan 2 tetes AHG
c. Disentrifus selama 30 detik dengan kecepatan 3000
rpm
d. Dibaca hasil secara mikroskopik
e. Dilakukan pengamatan terhadap aglutinasi yang
3 terbentuk. Jika hasil negative (-) maka ditambahkan
1 tetes CCC
f. Disentrifus selama 30 detik dengan kecepatan 3000
rpm
g. Dilakukan pengamatan secara makroskopik dan
mikroskopik terhadap aglutinasi yang terbentuk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan
No Pengujian Gambar Keterangan
 Mayor : tidak
Terdapat
gumpalan (-)
 Minor : tidak
Cross
Terdapat
1 matching
gumpalan (-)
Fase I
 Auto control :
tidak Terdapat
gumpalan (-)

 Mayor : tidak
Terdapat
gumpalan (-)
 Minor : tidak
Cross
Terdapat
2 matching
gumpalan (-)
Fase II
 Auto control :
tidak Terdapat
gumpalan (-)
 Mayor : tidak
Terdapat
gumpalan (-)
 Minor : tidak
Cross
Terdapat
3 matching
gumpalan (-)
Fase III
 Auto control :
tidak Terdapat
gumpalan (-)

 Mayor :
terdapat
gumpalan agak
besar dengan
cairan agak
merah
disekitarnya
(+2)
 Minor :
4 Uji Validitas
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya
(+1)
 Auto control :
gumpalan kecil
dengan cairan
merah
disekitarnya
(+1)

B. Pembahasan
Pemeriksaan uji silang serasi merupakan bagian penting dalam
memberikan darah yang aman, tepat dan cepat kepada pasien. Pengertian uji
silang serasi itu sendiri secara umum adalah proses mereaksikan silang antara
darah donor dengan pasien sehingga didapatkan darah yang cocok untuk pasien
tersebut. Secara ilmiah uji silang serasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya antibodi donor atau pasien yang besifat IgM dan
IgG yang dapat bereaksi dengan antigen donor atau pasien. Dengan demikian
pemeriksaan uji silang serasi mutlak harus dilakukan agar darah yang
ditransfusikan kepada pasien bermanfaat dan berfungsi secara klinis dan tidak
menyebabkan reaksi transfusi langsung atau delay reaction transfution. Reaksi
silang perlu dilakukan sebelum melakukan transfusi darah untuk melihat apakah
darah penderita sesuai dengan darah donor.
Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III
menunjukkan hasil Mayor negative (-) serta minor juga negative (-) yang berarti
bahwa darah resipien dengan darah donor cocok (compatible). Demikian juga
hasil pengujian dari fase I sampai fase III pada auto control menunjukkan hasil
negative. Setelah ketiga fase pengujian dilakukan, dilanjutkan dengan tahapan uji
validitas dari uji silang serasi yang dilakukan. Uji silang dapat memberikan hasil
positif (inkompatibel) selain karena adanya antibodi inkomplet juga dapat terjadi
karena auto antibodi dalam serum pasien dan adanya antibodi yang tidak
termasuk dalam sistem golongan darah.
Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui hasil yang diperoleh pada
crossmatching test fase I sampai III benar menunjukkan cocok/compatible. Uji
validitas dilakukan dengan menambahkan CCC (Coomb’s Control Cell)
sebanyak 1 tetes ke dalam tabung yang hasil coombs testnya negative pada fase
III. Coomb’s control cell merupakan suspensi sel control yang dibuat dari darah
golongan O Rh (+) yang sengaja dibuat coated dengan suatu antibodi inkomplit.
Penggunaan CCC bertujuan untuk mengetahui apakah coomb’s serum yang
digunakan pada fase III masih aktif atau tidak, bila masih aktif penambahan CCC
ke dalam Coomb’s serum memberi hasil reaksi positif (aglutinasi). Setelah itu
baru kemudian tabung yang telah berisi campuran tadi disentrifugasi selama 15
detik dengan kecepatan 3000 rpm. Reaksi dibaca terhadap hemolisis dan
aglutinasi secara makroskopis dan mikroskopis.
Dari uji validitas ini diperoleh hasil, mayor menunjukkan adanya reaksi
positif 1 (gumpalan kecil dengan cairan merah disekitarnya), minor, dan auto
control juga menunjukkan adanya reaksi positif 1 (aglutinasi dengan gumpalan
kecil dan cairan berwarna merah). Hasil tersebut menunjukkan bahwa uji
crossmatching test dinyatakan valid. Hasil positif pada uji validitas dan hasil
negative (compatible) dari ketiga fase menunjukkan bahwa darah dari donor
aman untuk diberikan atau ditransfusikan kepada pasien.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Uji crossmatching/uji silang merupakan proses mereaksikan silang antara
darah donor dengan pasien sehingga didapatkan darah yang cocok untuk
pasien tersebut.
2. Dari hasil pengujian crossmatching test pada fase I sampai III terhadap
sampel Donor dan sampel menunjukkan hasil Mayor (-) dan minor (-) baik
pada sampel darah donor yang berarti bahwa darah resipien dengan darah
donor cocok (compatible). Dari hasil uji validitas diperoleh hasil positif baik
pada mayor, minor dan autocontrol yang berarti bahwa hasil tes dinyatakan
valid.
B. Saran
Saya sebagai seorang praktikan menyarankan bahwa :
1. Pada saat melakukan praktikum hendaknya menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang lengkap karena berhubung sampel yang digunakan yaitu darah
karena darah bisa menularkan penyakit.
2. Pada saat pengerjaan harus dilakukan secara teliti dan akurat agar
mendapatkan hasil yang memuaskan
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Terjemahan,


Jakarta: Kedokteran EGC

L,W.Bunga.SE.Petunjuk Praktikum Tranfusi Darah.2013.IIK.Bhakti Wiyata.Kediri

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Omegawati, Wigati. 2010. Biologi Umum. Klaten: Intan Pariwara

Sadikin, Muhamad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai