Anda di halaman 1dari 11

BAB 3

Hak Orang Tua

Jangan Pernah Tunjukkan Ketidaksabaran atau Kemarahan kepada


Orangtuamu
Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka janganlah sekali-kali kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah!” dan janganlah kamu
membentak mereka.
Dalam ayat Al Qur’an ini, Tuhan menuntun manusia tentang bagaimana mereka
seharusnya menyapa dan bertingkahlaku kepada orangtua mereka. Seorang anak
bahkan tidak diperbolehkan untuk berkata “ah” saat mengeluh − apalagi
menghina − kepada orangtua, tidak juga diperbolehkan untuk marah dan berlaku
kasar ketika marah. Al Qur’an telah menentukan batasan untuk rasa tidak hormat
kepada orangtua. Berkata “ah” saat mengeluh kepada orang tua saja dilarang,
bagaimana mungkin kita menunjukkan perilaku tidak sopan, kasar, dan mencaci
maki? Dalam hal ini, menggunakan kata apapun yang sekasar - atau bahkan lebih
kasar dari - “ah” sangatlah tidak sopan, dan menunjukkan ketidakpatuhan kepada
orangtua. Menghormati orangtua adalah persoalan yang sangat penting dan
riskan, dan tidak seharusnya topik ini disepelekan. Jika ini bukan permasalahan
yang penting, Tuhan tidak akan menekankan pentingnya hal tersebut dan
menggambarkan batasan yang sangat halus dalam hal menghormati orangtua.
Dalam hal menghormati dan patuh kepada orang tua, tidak hanya mereka yang
jauh dari norma agama dan etika, tetapi terkadang mereka yang percaya bahwa
mereka berjuang demi bangsa dan agama juga dapat membuat kesalahan besar.
Sedangkan ketika seseorang sibuk dengan tindakan yang menyenangkan Tuhan
di satu sisi, di sisi lain mereka seharusnya tidak menghancurkan perbuatan baik
mereka di dunia ini dengan melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan.
Hak Orangtua Tidak dapat Dibalas

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, perbuatan baik seorang anak


kepada orangtua adalah hak dan kewajiban. Hak ini tidak akan pernah terbalas
atau dikorbankan oleh apapun, dan tidak ada toleransi untuk mengabaikan hak-
hak ini. Memang, Nabi yang mulia menujukkan ini ketika Beliau bersabda,
“Tidak ada anak yang membayar ayahnya sepenuhnya kecuali dia
menemukannya sebagai budak, kemudian membelinya dan membebaskannya.”
Nabi menyebutkan pengorbanan seorang ibu dalam banyak tradisi. Diceritakan
dari Abu Hurairah, pada suatu hari seorang sahabat datang kepada Rasulullah
SAW dan bertanya, “Siapakah orang yang paling pantas aku hormati?” Beliau
menjawab, “Ibumu.” Sahabat bertanya sampai tiga kali, dan tiga kali pula Nabi
memberikan jawaban yang sama. Akan tetapi, saat sahabat bertanya untuk yang
keempat kalinya, Beliau menjawab, “Ayahmu.” Dengan menyampaikan
perkataan ini, Rasulullah menekankan bahwa hak-hak seorang ibu lebih besar
daripada seorang ayah.
Dalam artikel yang berjudul “Ibu”, ulama terkemuka Fethullah Gulen
berbicara tentang pengorbanan seorang ibu dalam perkataan ini :
Pikirkanlah, betapa panjangnya proses persiapan yang mereka lalui
untuk kita, betapa beratnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dan
atasi. Tantangan apa yang mereka hadapi, dan mimpi dan kelelahan apa
yang mereka jalani. Lamunan dan mimpi apa yang memenuhi hati
mereka, dan mengosongkannya, keputusasaan dan kekecewaan apa yang
mereka derita. Kesulitan dan beban apa yang yang membuat mereka
tetap berdiri tegak dan berapa banyak cobaan berat yang mereka jalani.
Penderitaan apa yang mereka derita dan bagaimana mereka mengeluh.
Berapa kali mereka menangis, berteriak dan berapa kali mereka
menghibur tangis kita. Berapa kali mereka meluapkan belas kasihan dan
berapa kali mereka butuh dikasihani. Singkatnya, hal berharga apa yang
mereka habiskan untuk kita dan usaha apa yang mereka buat, tanpa
mengharapkan balasan.
Jika ada seseorang yang memeluk, mencium, dan membelai kita, yang
meredakan rasa sedih dan kekesalan kita, yang berbagi kecemasan kita,
yang lebih suka kita makan di tempatnya, membuat kita berpakaian rapi
sementara dia tidak, yang merasa lapar atau kenyang ketika kita lapar
atau kenyang, yang menanggung beban yang tak dapat dibayangkan
dengan usaha luar biasa demi kebahagiaan dan keceriaan kita, yang
menunjukkan cara kepada tubuh kita untuk berkembang, kepada
kemauan kita agar lebih kuat, kepada kecerdasan kita untuk lebih tajam,
kepada cakrawala untuk berorientasi pada akhirat, seseorang yang
melakukan semua ini tanpa mengharapkan balasan - baik secara terang-
terangan maupun rahasia - orang itu tak lain adalah ibu kita.
Seorang ibu dan ayah adalah sarana bagi seorang anak untuk datang ke
dunia ini. Seperti yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an - “Maka hendaklah
manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air
yang terpancar, yang keluar dari antara tulang belakang dan tulang dada.” (At
Thariq 86: 5-7) - mereka berdua diciptakan sebagai sebuah sarana. Oleh sebab
itu, karena mereka adalah sarana, alasan kelahiran, orangtua memiliki hak atas
anak-anak mereka. Jadi, ketika keturunan belum ada di alam dunia, seorang ibu
dan ayah adalah penyebab mereka menjadi ada, dan mengikuti masa tertentu,
mengarahkan mereka ke jalan menuju kehidupan dan memelihara anak-anak
mereka, dalam arti tawanan, mendapatkan identitas.
Memang, tidak mungkin untuk membalas hak itu, karena “Sejak saat
manusia mulai ada saat masih benih kecil, itu adalah tanggungjawab orang tua,
dan orang tua menanggung beban dari perkembangan mereka. Dalam hal ini,
tidak mungkin menentukan seberapa dalam kasih sayang seorang ibu dan ayah
terhadap anak-anak mereka, atau batas kesulitan yang mereka tanggung demi
anak-anak mereka. Oleh karena itu, rasa hormat seorang anak terhadap orang tua
adalah tugas dan kewajiban manusia.

Doa Orang-orang yang Menyenangkan Kedua Orangtua Mereka Diterima


Diceritakan dari Abdullah bin Umar bin al-Khattab, Nabi Muhammad
menghubungkan sebuah peristiwa yang menimpa tiga orang dari bangsa
terdahulu:
Saat tiga orang berjalan, hujan mulai turun dan mereka harus memasuki
gua di sebuah gunung. Sebuah batu besar berguling dan menutup mulut
gua. Mereka berkata satu sama lain, ‘Berdoalah kepada Allah dengan
amal perbuatan baik yang telah kau lakukan (sehingga Allah mungkin
menyingkirkan batu itu)’. Salah satu dari mereka berkata, ‘Ya Allah!
Orangtuaku sudah tua dan aku sering keluar untuk merumput (dengan
hewan ternakku). Sepulangnya, aku akan memerah susu (hewan-hewan)
dan mengambil susu dalam bejana kepada orangtuaku untuk diminum.
Setelah mereka meminumnya, aku akan memberikannya kepada anak-
anak, keluarga dan istriku. Suatu hari aku terlambat pulang dan ketika
pulang aku menemukan orangtuaku tertidur, dan aku tidak ingin
membangunkan mereka. Anak-anak menangis di kakiku (karena
kelaparan). Keadaan itu berlanjut sampai fajar tiba. Ya Allah! Jika
Engkau menganggap aku melakukannya untuk mengharap ridha-Mu,
maka tolong singkirkan batu ini agar kami dapat melihat langit.’ Maka,
batu itu bergeser sedikit.
Orang kedua berkata, ‘Ya Allah! Engkau tahu bahwa aku sedang jatuh
cinta pada sepupuku, seperti cinta terdalam yang mungkin dimiliki
seorang pria kepada seorang wanita, dan dia memberitahu padaku bahwa
keinginanku tidak akan terpenuhi kecuali aku membayarnya seratus dinar
(keping emas). Maka, aku memperjuangkan itu sampai aku mengumpulkan
jumlah yang diminta, dan ketika aku duduk di antara kakinya, dia bilang
padaku untuk takut kepada Allah, dan memintaku untuk tidak
menggaulinya kecuali dengan cara yang benar (dengan pernikahan).
Maka aku menyerah dan meninggalkannya. Ya Allah! Jika Engkau
menganggap aku melakukannya untuk mengharap ridha-Mu, tolong
singkirkan batu ini.’ Maka, dua pertiga batu bergeser.
Kemudian orang ketiga berkata, ‘Ya Allah! Tak diragukan lagi Engkau
tahu bahwa aku pernah memperkerjakan seorang pekerja untuk 1 Faraq
(3 sho’) milet (sejenis sereal berbiji kecil), dan ketika aku hendak
membayarnya, dia menolaknya, maka aku menanamnya dan dari hasilnya
aku membeli sapi dan gembala. Setelah beberapa saat pria itu datang dan
meminta uangnya. Aku berkata padanya: Pergilah ke sapi dan gembala itu
dan ambil semuanya untukmu. Dia bertanya padaku apakah aku bercanda
padanya. Aku berkata bahwa aku tidak bercanda padanya, dan semuanya
menjadi miliknya. Ya Allah! Jika Engkau menganggap aku melakukannya
untuk mengharap ridha-Mu, maka tolong singkirkanlah batu ini.’ Maka,
batu itu tersingkirkan sepenuhnya dari mulut gua. (Sahih al-Bukhari,
Anbiya, 50).
Memang, seperti kita lihat di hadits Nabi yang mulia, menganggap
tindakan tulus mereka sebagai bentuk pertolongan, ketiga orang yang putus asa
ini memohon kepada Allah, dan Dia membuka pintu keselamatan bagi mereka.
Setiap tindakan mereka sangat berbudi luhur. Khususnya, jika kita mulai dengan
contoh yang relevan dengan topik kita saat ini, kita melihat bahkan selama
periode paling suram pun dalam kehidupan seseorang, melayani dan
membahagiakan orang tua dapat membuka gerbang rahasia menuju keselamatan.
Allah mengabulkan doa seorang pria yang melayani orang tuanya lebih dari anak-
anaknya sendiri, dan mengizinkannya untuk keluar dari dalam gua.
Permohonan

Doa dan Permohonan Nabi Kita Tercinta


Rasulullah SAW selalu berdoa pada Allah sebelum melakukan apapun.
Hadits mencatat tidak ada hal dimana beliau tidak berdoa. Doa adalah misteri
seorang hamba kepada Tuhannya, dan Rasulullah adalah hamba yang paling
utama.
Ibnu Abbas menceritakan:
Suatu malam, ketika beliau selesai sholat, aku mendengar Rasulullah
berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu rahmat dari
sisi-Mu, yang Engkau beri petunjuk dengannya akan hatiku, Engkau
kumpulkan dengannya yang bercerai-berai bagiku, Engkau perbaiki
dengannya apa yang tersembunyi dariku, Engkau tinggikan dengannya
akan penyaksianku, Engkau sucikan dengannya akan amalanku, Engkau
ilhamkan dengannya petunjuk kepadaku, Engkau lindungi dengannya akan
sesuatu yang aku butuh perlindungan, dan Engkau lindungi aku dengannya
dari setiap kejahatan.
“Ya Allah, berikanlah kepadaku iman yang sungguh-sungguh dan
keyakinan yang tidak diikuti oleh kekafiran dan rahmat yang dengannya
aku memperoleh kemuliaan di dunia dan di akhirat.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keberuntungan (atas apa yang
Engkau berikan) di hari pembalasan, derajat para syuhada, kehidupan
orang-orang yang bahagia, dan pertolongan atas musuh.
“Ya Allah, sesungguhnya aku menyerahkan hajatku kepada-Mu, dan
lemah pendapatku, tapi aku butuh akan rahmat-Mu, maka aku mohon pada-
Mu, wahai Dzat Yang Memutus Segala Perkara, wahai Dzat Yang
Penyembuh Segala Dada (Hati), sebagaimana Engkau menjauhkanku dari
siksa api neraka, dan dari seruan kecelakaan, dan dari fitnah kubur.
“Ya Allah, apapun angan-anganku pendek darinya, serta niatku tak sampai
padanya, dan permintaanku belum dapat meliputinya, dari segala kebaikan
yang telah Engkau janjikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau
kebaikan yang Engkau berikan kepada salah seorang dari hamba-Mu, maka
sesungguhnya aku juga sangat mendambakannya kepada-Mu, dan
memohon kepada-Mu atas kebaikan itu, dengan rahmat-Mu, wahai Dzat
Penguasa Alam Semesta.
“Ya Allah, Dzat Yang Memiliki Tali (agama) Yang Kuat, dan perkara yang
penuh petunjuk, aku memohon kepada-Mu keamanan pada hari datangnya
ancaman (hari kiamat), dan surga pada hari kekekalan, bersama dengan
orang-orang yang menyaksikan (Allah), lagi didekatkan, yang ahli ruku’
dan sujud, yang menepati janji, sesungguhnya Engkau Maha Penyayang
Lagi Mencintai, dan Engkau Maha Memperbuat apa yang Engkau
kehendaki.
“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang membawa petunjuk dan
selalu diberi petunjuk, bukan orang yang sesat dan pula menyesatkan, kami
memerangi musuh-Mu, dan kami berdamai dengan para kekasih-Mu, kami
mencintai manusia karena kecintaan pada-Mu, dan kami memusuhi karena
permusuhan-Mu kepada siapa saja yang menyalahi (perintah)-Mu dari
makhluk-Mu.
“Ya Allah, ini adalah doa dan dari-Mu lah penerimaan, dan ini adalah kadar
usaha kami dan kepada-Mu lah berserah diri.
“Ya Allah, jadikanlah bagiku cahaya di hatiku dan cahaya di kuburku,
cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di kananku, cahaya di
kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya di pendengaranku,
cahaya di penglihatanku, cakaya di rambutku, cahaya di kulitku, cahaya di
dagingku, cahaya di darahku, dan cahaya di tulang belulangku.
“Ya Allah, tambahkanlah untukku cahaya, berikanlah aku cahaya, dan
jadikanlah bagiku cahaya. Maha Suci Dzat Yang Mengenakan Sifat
Kemuliaan dan berfirman dengannya. Maha Suci Dzat Yang Mengenakan
Sifat Keutamaan dan menjadi mulia karenanya. Maha Suci Dzat yang tidak
pantas ditasbihi kecuali Dia. Maha Suci Pemilik Keutamaan dan Nikmat.
Maha Suci Pemilik Keagungan dan Kemuliaan. Maha Suci Pemilik
Keagungan dan Mulia.”
(Jami at-Tirmidzi, 3419)
Nabi Muhammad SAW akan memohon dan meminta ampunan kepada
Allah seratus kali setiap harinya tanpa henti, dan meskipun beliau tidak pernah
bernuat dosa, namun beliau tidak pernah mengabaikan doanya untuk bersyukur
dan memohon ampun kepada Allah. Memang, tugas utama beliau adalah menjadi
suri tauladan bagi orang lain. Sesungguhnya, inilah pemasalahan dunia saat ini.
Orang yang berpengetahuan menjadi contoh bagi orang yang tidak
berpengetahuan-mereka membimbing dan mengajari mereka yang tidak tahu.
Lagipula, pada umumnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki
ketergantungan; sampai kita mencapai tingkatan tertentu dalam apapun yang kita
lakukan, kita memerlukan bantuan orang lain. Nabi Muhammad SAW
mengajarkan kepada Sahabat dan pengikutnya pada masa itu, dan memang semua
Muslim sampai Hari Kiamat akan selalu berdiri di hadapan Allah dan memohon
ampunan-Nya. Beliau berkata kepada mereka, “Wahai manusia! Bertaubatlah
kepada Allah, karena sesungguhnya aku memohon ampun pada-Nya seratus kali
setiap hari.”
Rasulullah SAW menghiasi setiap saat dalam hidupnya dengan
permohonan (doa). Doa-doa ini dapat ditemukan dalam buku-buku doa dan
permohonan. Sudah menjadi tugas kita untuk membaca doa-doa ini, dan
memperoleh kesenangan dari Allah dan Rasul-Nya.
Tasbihat
Kita Tidak Boleh Mengabaikan Wirid (Doa) Harian
Ketika tasbihat disebutkan, hal pertama yang kita pikirkan tertuju pada
bacaan setelah sholat. Nabi kita tercinta menyatakan dalam banyak hadits tentang
wirid dan doa setelah sholat, dan beliau menyarankan kita untuk melakukannya:
Suatu hari Nabi bertanya, “Maukah kau kuajari sesuatu yang ketika kau
melakukannya, orang-orang sebelummu tidak akan melampauimu dan orang-
orang yang datang setelahmu tidak akan lebih unggul darimu?”
Abu al Darda menjawab: “Mau, Ya Rasulullah (ajari kami).”
Beliau bersabda: “Bacalah tasbih (subhanallah) 33 kali, tahmid
(alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu Akbar) 33 kali setiap selesai sholat.”
(Sunan Abu Dawud, Imarah, 20).
Hal ini dijelaskan dalam salah satu hadits yang lain: “Barangsiapa yang
memuliakan Allah dengan membaca subhanallah 33 kali, memuji Allah dengan
membaca alhamdulillah 33 kali, allahu akbar 33 kali, dan menyempurnakan
yang keseratus dengan membaca “La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah,
lahulmulku wa lahulhamd wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir” (Tiada Tuhan selain
Allah, Tuhan Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya seluruh kekuasaan, dan
bagi-Nya seluruh pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka akan
diampuni dosanya sekalipun seperti buih di lautan.” (Sahih Muslim, Masajid,
144).
Dapat dipahami bahwa betapa pentingnya tasbihat dari hadits-hadits di
atas. Terkadang kita bisa mengorbankan wirid kita untuk mengabaikan alasan
yang benar atau salah. Kita harus mengevaluasi pemikiran, “Bagaimanapun juga,
tasbihat itu Sunnah. Tak apa-apa jika aku tak melakukannya (!)” sebagai
pengakuan, karena sifat alamiah manusia sangatlah menerima hal ini. Pada
mulanya, seseorang yang meninggalkan tasbihat dapat, perlahan-lahan,
meninggalkan apa yang dinamakan Sunnah. Dan situasi ini - Tuhan melarang -
dapat membawa seseorang untuk sepenuhnya meninggalkan sholat. Orang yang
beriman harus melihat amalan Sunnah sebagai suatu hubungan dengan Nabi kita
yang mulia, dan dia harus melakukannya, dimulai dari tasbihat, bagian penting
dari hidupnya.
Terkadang kita bisa sangat sibuk dalam kehidupan kita sehari-hari.
Akibatnya, kita mungking harus berdoa dan kembali ke pekerjaan kita tanpa
membaca tasbihat. Bahkan dalam situasi seperti ini tasbihat tak seharusnya
ditinggalkan; bahkan jika dilakukan sambil berdiri, tasbihat seharusnya
dilakukan. Jika tidak memungkinkan, tasbihat dapat dilanjutkan nanti dan
seharusnya diselesaikan saat waktu luang.
Selain tasbihat yang semua orang tahu yang sudah disebutkan oleh hadits
di atas, terdapat “Tasbihat sholat” yang masyhur yang lebih panjang dari yang
lain. Terdiri atas kata-kata yang diambil dari Qur’an dan hadits oleh para leluhur
kita, wirid ini termasuk doa yang disarankan dalam hadits, sholawat, Al-Asma al-
Husna dan Al-Ism al-A’zam selain tasbihat yang dikenal dan dibaca di masjid.
Tanpa membatasi diri kita sendiri pada topik tasbihat, alangkah lebih baiknya
jika kita melakukan wirid ini setelah sholat.

Tasbihat Yang Menyelamatkan “Tahir si Penjagal” dari Eksekusi


Seorang pria besar dan pemberani dari pabrik sepatu dikenal dengan nama
“Tahir si Malapetaka” karena dia memalak uang dari orang-orang Afyon dan
sekitarnya. Saat dia membunuh seorang pria yang melakukan tindakan tidak
seronoh dengan istrinya, dia mulai dikenal dengan julukan “Tahir si Penjagal”.
Divonis hukuman mati, kedua tangan dan kaki Tahir dibelengggu; dia
harus menggunakannya bahkan ketika ia dibawa dari selnya keluar menuju
halaman penjara untuk menghirup udara segar. Suatu hari dia bertemu Guru
Bediuzzaman di halaman.
Melihat perubahan sikap Guru Bediuzzaman dari wajahnya, Tahir si
Penjagal ingin melemparkan masalahnya ke laut, memohon: “Kumohon
berdoalah untukku! Selamatkan aku dari situasi ini.”
Guru memberikan saran berikut: “Belenggu ini bukanlah rantai menuju
hukuman matimu. Ini adalah manik-manik tasbihmu! Mulailah berdoa, bacalah
tasbih, aku juga akan mendoakanmu, atas izin Allah, kau akan selamat.”
Menyinkronkan denyut jantungnya dengan hamba Allah pada saat itu,
Tahir secara fisik dan spiritual menjadi bersih dan mulai melakukan sholat. Di
akhir sholatnya dia menghitung jumlah mata rantainya. Apa yang dia lihat? Ada
sejumlah 33 mata rantai (tepat seperti jumlah manik-manik tasbih). Mulai saat
itu, rantai itu menjadi tasbihnya.
Setelah beberapa hari, minggu, dan bulan terlewati, keajaiban
Bediuzzaman terwujud, dan setelah lebih dulu ia mendapat kebebasan spiritual,
Tahir kemudian mendapatkan kebebasan fisik dengan ampunan di tahun 1950.
PERTANYAAN
1) Dalam kondisi mana di bawah ini seorang anak membalas jasa ayahnya?
A) Jika anak tidak berkata “ah” padanya
B) Jika anak merawatnya di hari tua
C) Jika anak sukses di sekolahnya
D) Jika anak melayaninya sepanjang hidupnya

2) Yang mana pilihan di bawah ini yang bukan karakter seorang ibu?
A) Dia selalu memeluk kita.
B) Dia menanggung kesulitan yang tak terbayangkan demi kebaikan kita.
C) Dia memandu kita memperoleh kebahagiaan di akhirat.
D) Dia memaksa anaknya untuk bekerja sehingga anak mengalami
kesulitan dalam hidupnya.

3) Yang manakah yang merupakan apa yang Allah tekankan dalam ayat Al
Qur’an: “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada
ibadatmu.” (al Furqan 25:77)
A) Keuntungan duniawi dicapai melalui doa.
B) Seseorang yang berdoa tidak ada gunanya.
C) Orang yang tidak berdoa maka tidak penting karena ia tidak mengenal
Allah
D) Orang tidak berdoa itu penting

4) Barangsiapa yang memuliakan Allah dengan membaca subhanallah 33


kali, memuji Allah dengan membaca alhamdulillah 33 kali, allahu akbar
33 kali, dan menyempurnakan yang keseratus dengan membaca “La ilaha
illallahu wahdahu la syarika lah, lahulmulku wa lahulhamd wa huwa ‘ala
kulli syai’in qadir” (Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Esa, tiada
sekutu bagi-Nya, bagi-Nya seluruh kekuasaan, dan bagi-Nya seluruh
pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka akan diampuni
dosanya sekalipun seperti .
Yang mana pilihan di bawah ini yang tepat?
A) Gunung Everest
B) Puncak piramida
C) Buih di lautan
D) Ikan di lautan
5) Nabi Muhammad SAW bersabda, “Wahai manusia! Bertaubatlah kepada
Allah, karena sesungguhnya aku memohon ampun pada-Nya kali
setiap hari.” Berapa banyak Nabi bertaubat dan memohon ampun kepada
Allah setiap harinya?
A) 70
B) 33
C) 99
D) 100

Anda mungkin juga menyukai