Anda di halaman 1dari 18

“SHARING JURNAL”

THE EFFECT OF GUIDANCE BOOKLET ON KNOWLEDGE AND


ATTITUDES OF NURSES REGARDING DISASTER PREPAREDNESS
AT HOSPITALS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Departemen Emergency
Di IGD RST. Tk.II Dr. Soepraoen Malang

Oleh :
Kelompok 5B

Andhika Susila Widjaya 170070301111064


Arinda Rizky Febyantari 170070301111049
Aulia Dian Trisussilowati 170070301111041
Dewi Pujiastuti 170070301111052
Erfan Dani 170070301111109
Esthi Dwi Yuliawati 170070301111007
Lala Aisyana 170070301111022
Mahartika Lupita Sari 170070301111030
Siti Rodliyah 170070301111101
Sunardiman 170070301111020

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor
alam/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis (UU No. 24, 2007).
Indonesia sebagai negara kepulauan rawan terhadap bencana alam.
Kejadian bencana alam mengalami peningkatan setiap tahun, dilaporkan
sejak tahun 2012 terdapat 1.811 kejadian dan meningkat hingga tahun 2016
dengan 1.986 kejadian bencana (BNPB, 2016). Banjir merupakan bencana
besar di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir menempati ururan
pertama di dunia yaitu mencapat 55%. Presentase kejadian banjir di
Indonesia mencapai 38% dari seluruh kejadian bencana. Kejadian longsor
mencapai 18% dari seluruh kejadian bencana (Bakornas, 2007).
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24, 2007). Pengetahuan
merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.
Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan
kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen
bencana dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini,
pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari
kegiatan pencegahan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif,
sebelum terjadinya suatu bencana (LIPI-UNESCO, 2006)
Faktor utama yang dapat mengakibatkan bencana tersebut
menimbulkan korban dan kerugian besar, yaitu kurangnya pemahaman
tentang karakterisitik bahaya, sikap atau perilaku yang mengakibatkan
penurunan sumber daya alam, kurangnya informasi peringatan dini yang
mengakibatkan ketidaksiapan, dan ketidakberdayaan atau
ketidakmampuan dalam menghadapi bencana (Bakornas, 2007).
Kesiapsiagaan dikelompokkan menjadi empat parameter yaitu pengetahuan
dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi
sumber daya (LIPI-UNESCO, 2006).
Perawat sebagai tenaga kesehatan terbesar mempunyai peran yang
sangat penting dalam kesiapsiagaan bencana. Veenema (2016)
menyebutkan perawat merupakan tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dalam penanggulangan bencana yang terangkum dalam
disaster nursing. Selanjutnya International Council of Nurses 2009)
menyatakan perawat memiliki kompetensi dalam keperawatan bencana
untuk memberi tindakan keperawatan pada individu, keluarga dan
masyarakat dalam setiap fase bencana. Jadi, perawat memiliki kompetensi
dalam memberikan tindakan keperawatan yang terangkum dalam
keperawatan bencana. Peran perawat dalam kompetensi keperawatan
bencana salah satunya adalah kesiapsiagaan.
Pelatihan merupakan kegiatan dalam melatih kemampuan manajemen
penanggulangan bencana cara untuk meningkatkan pengetahuan bagi
sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah
kesehatan akibat bencana (Serdamayanti, 2009). Penelitian Khalaileh
(2012) mengatakan perawat yang mengikuti pelatihan rutin, secara
klinis lebih terampil dalam penanggulangan bencana. Hal ini didukung
studi yang dilakukan Landesman (2006) menyatakan perawat yang
berpengalaman dan mengikuti pelatihan dalam situasi bencana, memiliki
kinerja yang baik dibanding perawat yang tidak.
Berdasarkan latar belakang diatas kami mengambil jurnal yang berjudul
“The effect of guidance booklet on knowledge and attitudes of nurses
regarding disaster preparedness at hospitals” untuk di diskusikan sehingga
diharapkan dapat diaplikasikan untuk melibatkan petugas pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana di rumah sakit

1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh booklet tentang pengetahuan dan sikap
perawat tentang kesiapsiagaan bencana di rumah sakit.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa secara umum dapat mengetahui dan memahami tentang:
1) Pengetahuan perawat tentang bencana dan kesiapsiagaan bencana
di rumah sakit
2) Sikap perawat terhadap mengelola bencana di rumah sakit
3) Pengaruh booklet terhadap pengetahuan dan sikap perawat

1.3 MANFAAT
1) Mengembangkan pengetahuan khususnya terkait kesiapsiagaan
bencana di rumah sakit
2) Menambah wawasan terkait jurnal yang berhubungan dengan
kesiapsiagaan bencana di rumah sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kesiapsiagaan


Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan
Kesiapsiagaan menurut Carter (2011) adalah tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan
individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan
tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan
rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.
Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu
masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki
kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat
terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara
yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal,
seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas
sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan
kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu
bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi
memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi
tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada
fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana.
Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih
diutamakan. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: (1)
kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi
sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme
respon; (7) manajemen informasi; (8) gladi/ simulasi.

2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi yang ditemui dan
diperoleh oleh manusia melalui pengamatan akal untuk mengenali
suatu benda atau kejadian yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Seringkali pengetahuan dijadikan sebagi
acuhan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Bloom
dalam bukunya Notoatmodjo (2010: 50) menjelaskan bahwa
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya), sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988: 884) menjelaskan bahwa pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas yang berbeda-beda. Daryanto (2010: 103) menjelaskan
bahwa aspek-aspek pengetahuan dalam taksonomi Bloom adalah
sebagai berikut:
2.2.1.1 Pengetahuan (knowledge). Tahu diartikan hanya sebagai
recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk mengetahui
atau mengenal fakta tanpa dapat menggunakannya.

2.2.1.2 Pemahaman (comprehension). Memahami suatu objek


bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan,
tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui.
2.2.1.3 Penerapan (application). Aplikasi diartikan apabila orang
yang telah memahami objek tersebut dapat
menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang
diketahui pada situasi yang lain.
2.2.1.4 Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan
seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu objek.
2.2.1.5 Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi- formulasi yang telah ada.
2.2.1.6 Penilaian (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek tertentu didasarkan pada suatu
kriteria atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.2.1.7 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah hasil penginderaan dan pengalaman
manusia yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian
manusia terhadap objek sebagai upaya untuk
memperbanyak wawasan yang menghasilkan
pengetahuan.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Fitriani (2015: 12) berpendapat bahwa faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan keperibadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan tinggi
seseorang akan mendapatkan informasi baik dari orang
lain maupun media massa. Semakin banyak informasi
yang masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh pada
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan
sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diketahui akan
menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
2.2.2.2 Media Massa/informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal


maupun non formal dapat memberikan pengetahuan
jangka pendek (immediate impact), sehingga
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan.
Kemajuan teknologi menyediakan bermacam-macam
media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan,
dan lain-lain pempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang.
2.2.2.3 Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan itu baik
atau tidak. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
2.2.2.4 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar individu baik lingkungan fisik, biologis, maupun
sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
pada lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi karena
adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai
pengetahuan.
2.2.2.5 Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman
pribadi ataupun pengalaman orang lain. Pengalaman ini
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
suatu pengetahuan.

2.2.2.6 Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir


seseorang. Bertambahnya usia akan semakin berkembang
pola pikir dan daya tangkap seseorang sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak

2.3 SIKAP
2.3.1 Pengertian Sikap
Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary mencantumkan
bahwa sikap (attitude) berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu
“Manner of placing or holding the body, dan way of feeling, thinking
or behaving”. Campbel (1950) dalam buku Notoadmodjo (2003)
mengemukakan bahwa sikap adalah “A syndrome of response
consistency with regard to social objects”. Artinya sikap adalah
sekumpulan respon yang konsisten terhadap obyek sosial. Dalam
buku Notoadmodjo (2003) mengemukakan bahwa sikap (attitude)
adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau obyek.
Menurut Eagle dan Chaiken (1993) dalam buku A. Wawan dan Dewi
(2010) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil
evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-
proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di
atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari
komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan
pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi
respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-
respon yang konsisten).
2.3.2 Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (1998) dalam buku
Notoadmodjo (2003) adalah:
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan
obyeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-
keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap
pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap
itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan
dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan
jelas.
d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,
sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-
kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
2.3.3 Tingkatan Sikap
Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010),
sikap terdiri dari berbagai tingkatan sebagai:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi
sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah adalah berarti orang tersebut menerima ide
itu.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
2.3.4 Fungsi Sikap
Menurut Katz (1964) dalam buku Wawan dan Dewi (2010) sikap
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang
memandang sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai
sarana atau alat dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap
dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka
orang akan bersifat positif terhadap obyek tersebut. Demikian
sebaliknya bila obyek sikap menghambat pencapaian tujuan,
maka orang akan bersikap negatif terhadap obyek sikap yang
bersangkutan.
b. Fungsi pertahanan ego
Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk
mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh
seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam
keadaan dirinya atau egonya.
c. Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi
individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya.
Dengan mengekspresikan diri, seseorang akan mendapatkan
kepuasan dapat menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu
mengambil sikap tertentu akan menggambarkan keadaan sistem
nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
d. Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan
pengalaman-pengalamannya. Ini berarti bila seseorang
mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan
tentang pengetahuan orang terhadap obyek sikap yang
bersangkutan.
2.4 Media Pembelajaran
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang,
sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2005). Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah
alat bantu pendidikan, alat-alat tersebut merupakan alat untuk memudahkan
penyampaian dan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat
(Fitriani, 2011). Media cetak terdiri dari: booklet, leaflet, flyer (selebaran),
flipchart (lembar balik), rubrik, poster, foto.
a) Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambargambar
dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya,
tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang
lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang
mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa,
pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam
poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo.
Poster terutama dibuat untuk mempengaruhi orang banyak,
memberikan pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus
menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan
saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal
lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong
untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010).

b) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-


kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar
yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet
digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu
masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga,
deskripsi tentang diare dan penecegahannya, dan lain- lain. Leaflet
dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan
dilakukan seperti pertemuan FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan
rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan
sederhana seperti di photo copy (Notoatmodjo, 2010). Psikologis
penderita dan juga faktor lingkungan dimana penderita itu berada. Di
samping itu perlu pula diketahui kelemahan yang ada, oleh karena
kadang informasi dalam booklet tersebut telah kadaluwarsa. Dan pada
suatu tujuan instruksional tertentu booklet tidak tepat dipergunakan
(Notoatmodjo, 2010).

c) Flipchart (lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau


informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam
setiap lembaran buku berisi gambar peragaan dan dibaliknya terdapat
kalimat yang berisi pesan-pesan dan informasi yang berkaitan dengan
gambar tersebut(Fitriani, 2011). Lembaran balik akan memudahkan
pekerjaan untuk menerangkan dan memberikan informasi dengan
gambar tahap demi tahap. Setiap tahapan memiliki satu gambar yang
bernomor setelah selesai menyelesaikan isi satu nomor maka
lembaran bergambar tersebut dibalikkan begitu sampai seterusnya
hingga akhir Sekumpulan lembaran balik merupakan suatu pelajaran
atau informasi yang lengkap sehingga akan dapat dipilih untuk segera
digunakan seperlunya. Kelebihan lembar balik adalah gambar yang
jelas dan dapat dilihat secara bersama-sama, menarik dan mudah
dimengerti, (Sulaiman, 1985). .

d) Rubrik adalah tulisan dalam surat kabat atau majalah mengenai


bahasan suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan
kesehatan(Fitriani, 2011).

f) Brosur adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang


berbentuk cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu
produk, layanan,

g) Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan


untuk topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu
kelompok sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok
tentang hal yang dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam
memperoleh informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi
dengan caranya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dengan booklet ada beberapa hal antara lain booklet itu sendiri,
faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga kondisi individual penderita.
Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu mempertimbangkan
kemampuan baca seseorang, kondisi fisik maupun program dan
sebagainya. Brosur berisi pesan yang selalu tunggal, dibuat untuk
menginformasikan, mengedukasi, dan membujuk atau mempengaruhi
orang.
BAB III
PEMBAHASAN

Bencana adalah kejadian tak terduga yang membunuh dan memengaruhi orang,
menghancurkan properti dan mengganggu lingkungan. Perawat, sebagai
kelompok terbesar personel kesehatan yang berkomitmen, sering bekerja dalam
situasi sulit dengan sumber daya terbatas, memainkan peran penting dalam
menangani korban dan kapan bencana menyerang, melayani sebagai responden
pertama, petugas triage dan penyedia perawatan, koordinator perawatan dan
layanan, penyedia informasi atau pendidikan, dan konselor. Namun, sistem
kesehatan dan pengiriman perawatan kesehatan dalam situasi bencana hanya
berhasil ketika perawat memiliki kompetensi bencana mendasar atau
kemampuan untuk merespon dengan cepat dan efektif.

Menurut penelitian yang terbaru, pengkajian terhadap perawat terkait


pengetahuan perawat tentang bencana menunjukkan defisiensi yang tinggi. Hal
ini bermakna bahwa pendidikan perawat yang tinggi masih menunjukkan level
pengetahuan yang rendah pada pre-intervensi bencana. Berdasarkan
pengetahuan perawat tentang bencana melalui fase post intervensi dan follow
up, penelitian terbaru menunjukkan peningkatan statistik yang signifikan setelah
penerapan dari buku panduan kesiapsiagaan bencana di Rumah Sakit. Hal ini
dibandingkan dengan hasil pre-test..

Menurut temuan dari penelitian, pengkajian pada perawat terhadap


kesadarannya ketika persiapan bencana diluar dan didalam rumah sakit
menunjukkan defisiensi yang tinggi. Hal ini bemakna mayoritas perawat memiliki
ketidakcukupan pada level kesadaran pada pre intervensi. Berdasarkan hasil
penelitian terkait kesadaran diantara perawat pada hasil fase post intervensi dan
follow up dalam hasil penelitian menunjukkan peningkatan statistik yang
signifikan setelah penerapan booklet panduan kesiapsiagaan di Rumah Sakit.

Menurut hasil penelitian, ditemukan peningkatan signifikan ini setelah aplikasi


dari booklet panduan terhadap kesadaran perawat pada perannya dalam
kesiapsiagaan bencana. Dari sudut pandang peneliti hal ini terjadi sebagai hasil
subjek antusiasme untuk mendapatkan lebih banyak informasi terkait dengan
bencana dan perannya dan mengklarifikasi peran masing-masing tingkatan
proses dalam persiapan dan respon bencana. Perawat meminta untuk menaruh
poster yang berisi klarifikasi peran dalam unit kerja mereka.

Berfokus pada sikap perawat terhadap perencanaan manajemen bencana, hasil


penelitian menunjukkan bahwa sebelum implementasi booklet panduan sebagian
besar perawat mempunyai sikap negatif dalam persiapan dan hanya beberapa
orang yang memiliki sikap baik. setelah dilakukan implementasi pemberian
booklet panduan terdapat peningkatan yang signifikan terhadap sikap perawat
dalam menyiapkan manajemen bencana. Hasil penelitian menunjukan
peningkatan sikap ini dilihat dari perbandingan antara pre test dan post test.

Dalam penelitian ini juga menilai hubungan diantara pengetahuan terhadap


persiapan perawat dalam menghadapi bencana dan sikap serta kesadaran
melalui booklet panduan. Hasil penelitian telah mengindikasikan bahwa
prosentase paling tinggi dari perawat yang memiliki pengetahuan sedikit memiliki
sikap yang buruk, sedangkan yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki
sikap yang baik.

Dan juga, berdasarkan hubungan antara sikap dan skor kesadaran perawat,
prosentase tertinggi perawat yang memiliki sikap negatif memiliki ketidakcukupan
pada kesadarannya menghadapi kesiapsiagaan bencana. Sedangkan prosentasi
paling tinggi perawat yang memiliki sikap yang baik terhadap persiapan
manajemen bencana mempunyai cukupnya kesadaran terhadap kesiapsiagaan
bencana.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa jurnal mengenai “The Effect of Guidance
Booklet on Knowledge and Attitudes of Nurses Regarding Distaster
Preparedness at Hospital” dan aplikasi jurnal di Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan booklet atau buku panduan dapat meningkatkan
pengetahuan dan sikap perawat terhadap kesiapsiagaan adanya
bencana di rumah sakit.
2. Masih banyak perawat yang memiliki pengetahuan dan sikap
yang kurang terhdapa kesiapsiagaan bencana
3. Booklet atau buku panduan dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif media penyebaran informasi tentang kesiapan
menghadapi bencana pada setiap staff di rumah sakit.

4.1.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan antara lain:
1. Diharapkan adanya suatu program yang dapat diberikan kepada
semua staff rumah sakit untuk meningkatkan kesadaran, dan
kesiapan tentang managemen bencana, misalnya program
pelatihan, pendidikan, dll.
2. Senantiasa memperbarui informasi mengenai isu-isu dan
penelitian-penelitian keperawatan dalam menghadapi bencana
sebagai landasan, atau dasar meningkatkan pengetahuan.
3. Membentuk program edukasi yang berkelanjutan dan
memberikan program edukasi yang dibutuhkan oleh staff rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Al Qadire M dan Al Khalaileh M. 2013. Effectiveness of Educational Intervention


on Jordanian Nurses’ Knowledge and Attitude Regarding Pain
Management. British Journal of Medicine & Medical Research. 4(7):
1460-1472, 2014.
Bakornas PB. 2007. Pedoman Penanggulangan Banjir Tahun 2007-2008.
Jakarta.
BNPB. Informasi Kebencanaan Bulanan Teraktual Edisi November 2015.
In: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, editor. Jakarta: BNPB;
2015.
Carter. 2011. Penanggulangan Bencana Banjir. Jakarta.
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV
Publisher
Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan Cetakan 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
International Council of Nurses, 2009. ICN Framework of Disaster Nursing
Competencie. ICN dan WHO Western Pasific Region
Landesman, L.Y. (2006). Public Health Management of Disaster: The Practice
Guide. 2nd Ed. A Washington, DC: APHA (American Public Health
Assosiation).
LIPI – UNESCO/ISDR. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Potter P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep
Proses dan Praktik Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari,
dkk. Jakarta: EGC
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
CV Mandar Maju.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Veenema, T. (2016). Nurses as leaders in disaster preparedness and respone a


call to action. Journal of Nurse Scholarship 2016; 48 (2): 187- 200

Anda mungkin juga menyukai