Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PERPAJAKAN I

PERPAJAKAN UMUM BAGIAN 2 DAN PPH FINAL

Disusun Oleh :
Muti Carolina Boimau
11150000324

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah mamberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini pada mata kuliah
Perpajakan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi.
Puji Tuhan penulisan makalah ini bisa diselesaikan, walaupun kemungkinan dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam penggunaan
bahasa maupun pengambilan data-data yang bisa dibilang kurang komplit dan detail.
Mengingat keterbatasan saya yang masih belum bisa maksimal dalam mengumpulkan data-
data yang diperlukan. Dengan membahas Sub BAB mengenai “PAJAK PENGHASILAN UMUM
BAGIAN 2 DAN PPH FINAL” saya berharap semoga makalah yang singkat ini dapat
bermanfaat bagi saya maupun orang yang membacanya.
Akhir kata saya menyadari bahwasanya bila segala urusan telah selesai maka akan tampak
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran selalu saya tunggu demi peningkatan
kualitas dan mutu dari makalah yang saya susun ini. Dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jakarta, Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

1. BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3

1.1 Latar Belakang......................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 3

2. BAB II PEMBAHASAN…………............………………….......................................................4

2.1 Bentuk Usaha Tetap..............................................................................................4

2.2 Subjek Pajak dan Wajib Pajak............................................................................... 4

2.3 Kewajiban Pajak Subjektif..................................................................................... 6

2.4 Tidak Termasuk Subjek Pajak................................................................................ 7

2.5 Objek Pajak............................................................................................................8

2.6 Tidak Termasuk Objek Pajak.................................................................................10

2.7 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak..............12

2.8 Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan...........13

2.9 Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Perhitungan Netto 16

2.10 Penghasilan Tidak Kena Pajak............................................................................ 16

2.11 Tarif Pajak...........................................................................................................17

2.12 Cara Menghitung Pajak...................................................................................... 18

2.13 Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final..............18

2.14 Cara Melunasi Pajak........................................................................................... 18

3. BAB III PENUTUP........................................................................................................ 21

4. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................22
A. PENGERTIAN BENTUK USAHA TETAP

Pengertian BUT
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan
manjemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, dan lain-lain.
Dengan kata lain BUT adalah bentuk kegiatan usaha di Indonesia yang dimiliki oleh orang atau badan
luar negeri.

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu
fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara
yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya
bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai
bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi
asuransi di Indonesia atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya
di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan
risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung
bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Kewajiban Pajak BUT

Walaupun BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri, namun kewajiban perpajakan BUT hampir sama
dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. Suatu BUT berkewajiban untuk ber NPWP. Apabila
memenuhi ketentuan di Undang-undang PPN, BUT juga wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP).

Setelah berNPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, BUT berkewajiban menjalankan hak dan
kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri. BUT Wajib menyampaikan SPT
PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perbedaan mendasar dalam perlakuian PPh antara Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT terletak
pada :

1. Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena
BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri.

2. Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menjadi objek pajak BUT dan biaya yang
boleh dikurangkan bagi BUT yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh.

3. 3. Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah
dikurang pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh.

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu
fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan
komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui
internet.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak
bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat
dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara
yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya
bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai
bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia.
Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut
terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal,
berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.

BUT dapat berupa:

1. Tempat kedudukan manajemen;

2. Cabang perusahaan;

3. Kantor perwakilan;

4. Gedung kantor;

5. Pabrik;

6. Bengkel;

7. Gudang;

8. Ruang untuk promosi dan penjualan;

9. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih
dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan

16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Bentuk Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau kegiatan,
maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan
tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.

B. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP

Dalam hal ini, Subjek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah

Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif.

Wajib Pajak luar negeri:

§ Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.

§ Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto

§ Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal 26)

§ Tidak wajib menyampaikan SPT

Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia.

Sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima atau memperoleh
penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP

Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah:

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak dalam usaha penjulan satelit komunikasi mempunyai
cabang di Jakarta dengan nama Communitel Indonesia. Apabila Communitel Indonesia memperoleh
laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas laba penjualan tersebut dikenakan Pajak
Penghasilan sebagai pajak atas penghasilan Wajib Pajak BUT.

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.

Sebagai contoh, New York Bank mempunyai cabang di Jakarta (New York Bank-Indonesia). Apabila
New York Bank memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang diberikan tanpa melalui
New York Bank-Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap dianggap sebagai penghasilan
BUT (New York Bank-Indonesia).

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud.

Sebagai contoh, Foodz Inc. membuat perjanjian dengan PT Lezzat untuk menggunakan merek dagang
Foodz Inc. Atas penggunaan hak tersebut Foodz Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT Lezzat.
Dalam rangka pemasaran produk, Foodz Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Lezzat
melalui Foodz-Indonesia (BUTnya di Indonesia). Dalam hal demikian, penggunaan merek dagang
oleh PT Lezzat mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Oleh karena itu, penghasilan
Foodz Inc. yang berupa royalti diperlakukan sebagai penghasilan BUT (Foodz-Indonesia)

D. PENENTUAN LABA

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.

2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya
adalah:

a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya

b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya

c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan

Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima atau diperoleh BUT
dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan.

E. CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK

Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak
adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan
untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:

Penghasilan kena pajak (WP badan) = penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto-PTKP

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Perhitungan besarnya Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Menggunakan pembukuan

2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data
dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak badan dan Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan.

Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan


adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan:

§ Diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Netto, dan

§ Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

Pencatatan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas
meliputi peredaran atau penerimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya. Sedangkan bagi
mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar usaha dan pekerjaan bebas pencatatannya
hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan penghasilan netto yang merupakan objek Pajak
Penghasilan. Di samping itu pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan atau
yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Pembukuan atau pencatatan harus:

§ Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya,

§ Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan

§ Disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
(misalnya, bahasa Inggris)

Menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan


Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk:

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

a. Biaya pembelian bahan;

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi,
dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

c. Bunga, sewa, dan royalti;

d. Biaya perjalanan;

e. Biaya pengolahan limbah;

f. Premi asuransi;

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

h. Biaya administrasi; dan

i. Pajak, kecuali Pajak Penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran
untuk memperoleh hak dan atas biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan

c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa untungnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

d. Syarat sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak
tertagih debitur terkecil;
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya (maksimal 5 tahun).

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit,
sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;

c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

f. Cadanagan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan limbah industri, yang ketentuannya dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali:

 Sumbangan yang diperbolehkan dikurangkan


 Zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah
 Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;

8. Pajak Penghasilan.

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

12. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:

§ Dikenakan PPh yang bersifat final

§ Bukan objek PPh

13. Biaya-biaya (pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang PPh-
nya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Tarif Pajak

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%.

Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat
puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih
rendah daripada tarif yang berlaku.

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.

CARA MENGHITUNG PAJAK

Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun dihitung dengan
cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal
17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Pajak Penghasilan (Wajib Pajak badan)

= Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17

= Penghasilan netto x tarif pasal 17

= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17

Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)

= Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17

= (Penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17

= [ (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif pasal 17

Catatan: Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun, Penghasilan Kena Pajak
dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh

Contoh:

1. Peredaran bruto PT Makmur dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang:

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar
50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Makmur
tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.

Pajak Penghasilan yang terutang:

(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

2. Peredaran bruto PT Jaya dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:

(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 =

Rp480.000.000,00

Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:

Rp3.000.000.000,00-Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:

- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00

- 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00(+)

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp772.800.000,00


3. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp241.850.600,00.
Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh Gunawan adalah:

Penghasilan Kena Pajak Rp241.850.600,00

(dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)

Pajak Penghasilan yang harus dibayar:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

15% x Rp 191.850.000,00 Rp 28.777.500,00

Jumlah Rp 31.277.500,00

F. PERLAKUAN PAJAK TERHADAP BUT YANG DITANAMKAN KEMBALI DI


INDONESIA

Perlakuan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (bersifat final), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia. Penanaman kembali tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak
Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

2. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
huruf a, harus secara aktif melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1
(satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan;

3. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan

4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling singkat dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi komersial.

Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali, wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran
SPT Tahunan PPh tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.

Contoh:

Foodz-Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap mempunyai penghasilan kena pajak dalam tahun
2009 sebesar Rp 1.000.000.000,00.

Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah sebagai berikut:

Penghasilan kena pajak Rp 1.000.000.000,00


PPh terutang:

28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00

Penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi

dengan pajak penghasilan Rp 720.000.000,00

Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar:

20% x Rp 720.000.000,00 atau sama dengan Rp 144.000.000,00

Namun apabila atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak penghasilan tersebut
(sebesar Rp 720.000.000,00) ditanamkan kembali di Indonesia, maka atas penghasilan tersebut tidak
dipotong pajak. Jadi tidak ada pemotongan pajak penghasilan sebesar 20% atau sebesar Rp
144.000.000,00.
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penghasilan yang bersifat final adalah Pajak Penghasilan yang tidak dapat dikredit pajak bagi
pemotong tersebut (tidak bisa di restitusikan/dikompensasikan) diantaranya adalah pajak PPh
pasal 21 final dan PPh pasal 4 ayat 2 final. Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 final adalah pajak
yang dipotong atas beberapa jenis penghasilan yang ketetapannya berdasarkan peraturan
pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2 final UU PPh yang bersifat final, seperti
bunga dan deposito lainnya, hadiah atas undian, sewa tanah dan bangunan dari transaksi
penjualan saham, pengalihan hak tanah/bangunan serta jasa konstruksi.Pajak Penghasilan
pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam perusahaan. Dalam prosedur pemotongan,
penyetoran dan pelaporan ini dilakukan berdasarkan permohonan wajib pajak (perusahaan)
kepada Kantor Pelayanan Pajak yang penghasilannya dipungut dari transaksi yang dilakukan
dengan perusahaan lain, yang selanjutnya akan diproses atau ditindak lanjuti oleh petugas
kantor pelayanan pajak.Pencatatan dalam Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting
peranannya dalam perusahaan karena dari analisis di gunakan oleh pihak intern, maupun
ekstern perusahaan untuk mengetahui jumlah peredaran atau penerimaan penghasilan bruto
serta penghasilan yang dikenakan PPh finalsehingga bisa dihitung besarnya pajak yang
terutang, serta dapat menggambarkan jumlah peredaran / penerimaan bruto dari masing-
masing jenis usaha atau tempat usaha yang bersangkutan, diantaranya dari hasil penyewaan
tanah kepada perusahaan lain, transaksi penjualan saham serta penghasilan yang didapat dari
jasa konstruktif
(Pelaksanaan, Perencanaan,Pengawasan).

B.Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud pajak penghasilan final?

2.Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak
yangmemiliki peredaran bruto?

3.Apa yang dimaksud pajak penghasilan bersifat final pasal 15?

4.Apa yang dimaksud pajak penghasilan atas penghasilan bersifat final pasal 4 ayat (2)
UUPPh?

C. Tujuan

1.Untuk mengetahui pajak penghasilan final

.2.Untuk mengetahui pajak penghasilan yang diterima wajib pajak yang memiliki bruto.

3.Untuk mengetahui pajak penghasilan final pasal 15.

Anda mungkin juga menyukai