Anda di halaman 1dari 9

BAB II

INTEGRASI KLHS DALAM PERUMUSAN


KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN

A. Karakteristik Proses Perumusan kebijakan dan Rencana


Dalam membuat dan melaksanakan KLHS dan Kebijakan, Rencana dan
Program para pemangku kepentingan atau stakeholder memiliki 6 (enam)
prinsip KLHS yang perlu dianut yakni penilaian diri, penyempurnaan
Kebijakan, Rencana dan Program, peningkatan kapasitas dan pembelajaran
sosial, memberi pengaruh pada pengambilan keputusan, akuntabel dan
partisipatis. Tetapi dalam membuat dan melaksanakan KLHS terdapat 4
(empat) karakteristik proses perumusan kebijakan dan rencana yang harus
dipahami untuk penyelenggaraan KLHS. Berikut uraian 4 (empat)
karakteristik proses perumusan kebijakan dan rencana :
1. Membangun Konsensus (Concensus Building)
Penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana merupakan proses
pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi
kebijakan dan rencana melibatkan berbagai pemangku kepentingan
termasuk masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai
kepentingan masing-masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan
evaluasi kebijakan dan rencana dengan harapan dapat memperkuat proses
membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan
pembangunan berkelanjutandan lingkungan hidup. Meskipun demikian,
perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga
KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu
proses KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat
(“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.
2. Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan
Publik
Dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana melibatkan
berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam,maka
penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana tidak sepenuhnya

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-1


merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses
partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian
dimana antar pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan
bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingannya. KLHS harus
diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan,
penyusunan rencana merupakan kontinum nasional – konsensus, sehingga
negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning
process improvement, capacity building dan public accountable tidak
dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.
3. Pentingnya Komunikasi dan Dialog
Dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan serta rencana bertujuan
membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika
komunikasi dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi
penting. KLHS harus menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang
efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk
memilih alternatif kebijakan dan rencana yang lebih berkelanjutan dan
menyiapkan mitigasi yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam
penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan keterampilan untuk dapat
melakukan proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.
4. Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal
Penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana juga dicirikan dengan
berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal
dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung
peran personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau
kesepakatan. KLHS harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal
ini, yakni membangun jalur komunikasi personal dan/atau informal dengan
para pemangku kepentingan. Melalui proses komunikasi dan negosiasi
personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas
peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-2


B. Obyek KLHS
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
program.
Secara generik perbedaan atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit
dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling tumpang tindih. Adalah sebagai
berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh pemerintah atau
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan
dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) bedasarkan
tujuan yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan
mekanisme untuk mengimplementasi tujuan.
b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa
rancangan, prioritas, pilihan, sarana dan langkah-langkah yang akan
ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan
ketersediaan dan kesesuaian sumber daya
c. Program adalah instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih
kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk
mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau
kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
Dalam prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,
pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada
jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana
yang telah digariskan.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan
KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evaluasi:

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-3


1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan.

C. Integrasi KLHS dengan Perumusan Kebijakan RDTR


Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat
memandu pengintegrasian ini karena setiap kebijakan dan rencana
mempunyai karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan
bahkan unik, karenanya menjadi penting untuk memahami secara rinci
masing-masing proses penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana
dengan segala dinamikanya.
Setiap kebijakan dan rencana mempunyai proses dan prosedur
penyusunan, penetapan dan evaluasi masing-masing. Oleh karena itu, detail
pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan dan rencana
dirumuskan oleh masing-masing kementerian atau lembaga yang
berwenang.
Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan dan rencana terkait penataan
ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang. Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang
harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui
Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses
penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana diamanatkan dalam
UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi
atau peninjauan kembali rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan
kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam penataan

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-4


ruang dapat mengacu pada pedoman yang telah diterbitkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian Pekerjaan Umum.
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan
evaluasi RPJP/RPJM. Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis
untuk RPJP/RPJM pada tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh
Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian
Dalam Negeri.
Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi
mengenai perencanaan pembangunan antara lain Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, PP
Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional, PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah, PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.
Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, dan rencana lain yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan
diatur oleh menteri/kepala lembaga pemerintahan yang membidangi
kebijakan, rencana dan/atau program terkait. Untuk mengetahui kebijakan
dan rencana apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau screening. Sesuai
dengan prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh masing-
masing pembuat kebijakan dan rencana. Meskipun demikian, catatan
proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat dan melaksanakan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan atau kegiatan

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-5


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta dengan rencana detailnya
(rencana detail tata ruang, rencana tata ruang kawasan strategis), Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) serta Kebijakan, Rencana dan/ atau Program berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu diketahui
letak kegiatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) bagi wilayah yang
telah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar tidak
menyalahi undang-undang nomor 32 tersebut.
Dampak lingkungan hidup yang rusak akibat dari penyusunan RTRW,
RPJP,RPJM dan KRP yakni antara lain :
 Perubahan iklim.
 Kerusakan, kemerosotan dan kepunahan keanekaragaman hayati.
 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan dan kebakaran hutan.
 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan
 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat.
 Peningkatan terhadap dampak kesehatan dan keselamatan manusia
Berdasarkan hal tersebut, maka integrasi KLHS dalam RTRW dapat
dilakukan sebelum RTRW disusun dan setelah RTRW disusun. Sebelum
RTRW disusun, KLHS diselenggarakan dalam penyusunan RTRW,
sedangkan setelah RTRW disusun (yakni RTRW yang telah selesai sebelum
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 digulirkan), maka KLHS
diselenggarakan pada penjabaran RTRW dalam penyusunan rencana detail
tata ruang dan evaluasi berkala atau peninjauan kembali RTRW.
Integrasi KLHS dalam RPJP atau RPJM dapat dilakukan sebelum dan
sesudah RPJP atau RPJM disusun. KLHS diselenggarakan dalam penyusunan
RPJP atau RPJM sebelum RPJP atau RPJM disusun, sedangkan setelah RPJP
atau RPJM disusun (yakni RPJP atau RPJM yang telah selesai sebelum
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 digulirkan), maka KLHS

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-6


diselenggarakan pada penjabaran RPJP atau RPJM ke dalam penyusunan
program pembangunan nasional atau daerah dan evaluasi berkala RPJP
atau RPJM kurun waktu berikutnya.
Integrasi KLHS dalam Kebijakan, Rencana dan/ atau Program (KRP)
sektoral dapat dilakukan sebelum Kebijakan, Rencana dan/ atau Program
sektoral disusun dan setelah Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP)
sektoral disusun. Sebelum KRP sektoral disusun, KLHS diselenggarakan
dalam proses penyusunan KRP sektoral, sedangkan setelah KRP sektoral
disusun (yakni KRP sektoral yang telah selesai sebelum Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 digulirkan), maka KLHS diselenggarakan pada
penjabaran Kebijakan (sektoral) ke dalam penyusunan rencana
pelaksanaan, penjabaran Rencana (sektoral) ke dalam penyusunan program
pelaksanaan, dan untuk Program dengan indikasi berdampak terhadap
lingkungan hidup seperti dibuat dan dilakukan kegiatan (proyek) mitigasi
serta disusun AMDAL jika kegiatan atau usaha yang merupakan penjabaran
program ini telah memenuhi ketentuan PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang
AMDAL.
Dalam pelaksanaannya KLHS dilaksanakan dengan mekanisme dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 15 ayat 3 yakni :
a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/ atau program terhadap
kondisi lingkungan di suatu wilayah
b. Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/ atau
program
c. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan,
rencana dan/ atau program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-7


Gambar 2.1
Proses pengintegrasian KLHS dalam perencanaan pembangunan

D. Integrasi KLHS kedalam RDTR Kecamatan Bissappu Kabupaten


Bantaeng
Secara garis besar muatan-muatan yang terdapat dalam KLHS adalah
mengupayakan bagaimana prinsip-prinsip atau perspektif pembangunan
berkelanjutan yang tercantum dalam RDTR Kecamatan Bissappu.
Integrasi KLHS ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kecamatan Bissappu merupakan upaya perspektif pembangunan
berkelanjutan dengan mewujudkan Kawasan Perkotaan Bissappu sebagai
kawasan pertumbuhan ekonomi yang terintegrasi dan berbasis pertanian,
melalui muatan/substansi yang menjadi luaran dari KLHS. Rekomendasi-
rekomendasi penyempurnaan struktur dan pola ruang serta perbaikan
kebijakan penataan ruangnya menjadi materi dasar transformasi. Dengan
transformasi ini diharapkan dapat menjamin terintegrasinya aspek
keberlanjutan ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi sebagai instrument
pokok dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-8


E. Ruang Lingkup KLHS untuk RDTR Bissappu

Penyusunan KLHS
RDTR Perkotaan
Bissappu
Laporan RDTR
Perkotaan
Penapisan
Bisappu

Pelingkupan KLHS

Isu Pokok Strategis

Assesment/ Telaah/
Analisis/ Evaluasi

Kajian LH Spesifik Rekomendasi


KLHS untuk
Kajian KRP
RDTR Perkotaan
Bissappu

Forum Dialog

Draft Laporan
KLHS

Perencanaan tindak lanjut


Pemantauan Tindak Lanjut

Gambar 2.2
Ruang lingkup KLHS untuk RDTR Kecamatan Bissappu

Laporan Pendahuluan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) I II-9

Anda mungkin juga menyukai