Anda di halaman 1dari 112

TUGAS AKHIR

ANALISIS PENERAPAN GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE)


MENGGUNAKAN PENDEKATAN QRM (QUALITY RISK
MANAGEMENT) PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI DI BANDA
ACEH
Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat – syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

Disusun Oleh:

Aiza Rizki
1104106010047
Bidang Keahlian Rekayasa Sistim Manufaktur

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Adapun tugas akhir ini berjudul “Analisis Penerapan GMP (Good Manufacturing
Practice) Menggunakan pendekatan QRM (Quality Risk Management) Pada
Industri Pengolahan Kopi Di Banda Aceh” ditulis dalam rangka melengkapi tugas-
tugas dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk menyelesaikan program
sarjana pada Fakultas Teknik Prodi Teknik Industri Universitas Syiah Kuala.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan pengetahuan yang penulis
miliki, oleh sebab itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang membangun.
Dalam pelaksanaan perencanaan dan penulisan tugas akhir ini penulis telah
banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak terutama
pembimbing. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang amat tulus kepada
Bapak Dr. Ir. Hasan Yudie Sastra, DEA selaku pembimbing dan Bapak
Suhendrianto, ST. M.Sc selaku Co. Pembimbing yang senantiasa mengingatkan,
memberi masukan serta motivasi kepada penulis.
Selanjutnya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Mirza Irwansyah, MBA., MLA, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala;
2. Bapak Dr. Ir. Hasan Yudie Sastra, DEA dan Bapak Ir. Ilyas, MT selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Syiah
Kuala;
3. Bapak Dr. Iskandar, ST., M.Eng. Sc dan Ibu Sarika Zuhri, ST., MT. selaku
pembahas pada seminar proposal dan buku Tugas Akhir yang telah banyak
memberikan masukan untuk penyempurnaan buku Tugas Akhir ini;

i
4. Keluarga tercinta Ayahanda Drs. H.Azhari Usman, M.Si, Ibunda Hj.Yulidar,
Kakanda Muttaqin S.TP., MM. dan Fakhrurrazi S.T serta Adinda Muhammad
Iqbal dan Irsalina Nabila;
5. Kepada Om Faisal, Cek Yusniar dan sepupu saya Kak Vina Agustina, Kak
Fertiannisa, Abang Ari Zuana, Alfi syahrin, Fajar Maulana, Wira Darsia, Putri
Jannah, yang tidak pernah putus memberikan semangat, dorongan dan doa
untuk keberhasilan penulis;
6. Industri kopi tempat penelitian yang telah memberi izin dan membantu
penulis untuk melakukan penelitian tugas akhir serta memberikan banyak
tambahan ilmu pengetahuan kepada penulis;
7. Sahabat Terbaik Ummi Safrianti, Hevi Safrina, Syifa Andriani, Rizqina
Rosma, Zakiah Mourida, Irma Meutia, Cut Intan Maulida, Nur Fajrin
Ramadhani, dan Indah Kumala Sari yang selalu senantiasa memberikan
semangat, dorongan untuk keberhasilan penulisan serta menjadi tempat
sharing penulis selama menyelesaikan Tugas Akhir;
8. Bapak/Ibu Dosen serta Asisten Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Syiah
Kuala, yang telah banyak membantu penulis sampai terselesaikannya buku
tugas akhir ini;
9. Staf Administrasi, Bang Heri dan Kak Agus yang selalu membantu dalam
setiap kesempatan;
10. Teman-teman Teknik Industri 2011 serta semuanya yang senantiasa
memfasilitasi penulis dengan buku, jurnal dan teori-teori yang menyangkut
judul tugas akhir ini serta senantiasa memberikan motivasi dalam
keberhasilan penulisan Tugas Akhir ini;
Akhirnya kepada Allah SWT juga kita berserah diri, karena tiada satupun
dapat terjadi jika tidak atas kehendakNya.
Darussalam, Desember 2015

Penulis
ii
ABSTRAK

Aceh merupakan daerah yang menghasilkan kopi dengan kualitas yang diminati
oleh konsumen, seiring dengan banyaknya industri pengolahan biji kopi, maka
industri ini harus memiliki competitive advantage yang bisa memberikan mutu yang
lebih baik serta aman bagi konsumen, dengan menerapkan GMP (Good
manufacturing practice) yang merupakan pedoman bagi industri pangan untuk
menjamin hasil produksinya, berupa keamanan dan kesehatan produk. Industri kopi
XYZ merupakan industri pengolahan kopi bubuk yang dipasarkan di Banda Aceh dan
sekitarnya, sehingga industri ini berkewajiban menjamin hak-hak terhadap produk
kopi yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini untuk menilai penerapan GMP dan risiko
dalam pemenuhan manajemen mutu pada produksi industri kopi XYZ, sehingga hasil
produksi higienis, bermutu, dan aman bagi konsumen. Persyaratan GMP terdiri dari
12 ruang lingkup mencakup 152 aspek. Persyaratan pedoman GMP yang tidak sesuai
menunjukkan adanya risiko negatif yang dapat mempengaruhi manajemen mutu
produksi XYZ. Hasil penilaian dengan menggunakan pendekatan QRM (quality risk
management), menunjukkan dari total aspek yang dinilai, 98 item atau 64.47% telah
sesuai dengan syarat GMP dan 54 atau 35.53 % item tidak sesuai. Dari 54 item yang
tidak sesuai menurut GMP teridentifikasi 40 risiko yang mempengaruhi penerapan
GMP di industri XYZ. Berdasarkan penilaian prioritas risiko menggunakan risk
mapping maka terdapat 12 risiko yang berada pada area orange yang harus dilakukan
pengendalian oleh pihak industri yang diusulkan dalam PHA (preliminary hazard
analysis) worksheet, sehingga diharapkan peningkatan penerapan GMP mencapai
lebih dari 80%.

Kata kunci : GMP (good manufacturing practice), QRM (quality risk management),
Risk Mapping, PHA (Preliminary Hazard Analysis)

iii
ABSTRACT

Aceh is a region that produces a good quality of coffee that attract the public,
along with the many coffee beans processing industry, therefore the industry should
have a competitive advantage that can provide better quality as well as safe for
consumers by applying GMP guidelines. Good manufacturing practice (GMP) is a
guideline for the food industry to guarantee its products in the form of security and
healthy products. XYZ coffee industry is an industry that produces coffee powder
which is sold in Banda Aceh and its surroundings, so the industry is obliged to
guarantee the rights of the coffee product that produces. The purpose of this study
was to assess the implementation of GMP and risk in compliance the quality
management in industrial production of coffee XYZ, so the product can be hygienic,
quality, and safety for consumers. GMP requirements consist of 12 scope covers 152
aspects. GMP requirements which do not fit the guidelines indicate downside risks
that could affect the quality management of production XYZ. Results of the
assessment using QRM approach (quality risk management), shows the total aspects
assessed, 98 items or 64.47% in accordance with the requirements of GMP and 54 or
35.53% of items are not appropriate. Those 54 items that are not appropriate
according to GMP identified 40 risks that affect the implementation of GMP in XYZ
industry. Based on the assessment of risk priority use of risk mapping, there are 12
who are at risk orange area should be done by controlling the industry company
proposed in PHA (preliminary hazard analysis) worksheet, so it is expected to
improve the implementation of GMP above 80%.

Keywords: GMP (Good Manufacturing Practice), QRM (Quality Risk Management),


Risk Mapping, PHA (Preliminary Hazard Analysis)

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACT ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 5
1.6 Sistematika PenulisanTugas Akhir ..................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 7


2.1 Kopi..................................................................................................... 7
2.2 Sejarah Kopi........................................................................................ 7
2.3 Jenis-Jenis Kopi .................................................................................. 8
2.3.1 Kopi Robusta ............................................................................ 8
2.3.2 Kopi Arabika............................................................................. 8
2.3.3 Kopi Liberika ........................................................................... 9
2.4 Pemanfaatan Kopi............................................................................... 9
2.4.1 Kopi Bubuk .............................................................................. 9
2.4.2 Kopi Celup ............................................................................... 10
2.4.3 Kopi Campuran (Blending Coffe) ............................................. 10
2.4.4 Kopi Instan (Soluble Coffe) ..................................................... 10
2.5 Proses Pengolahan Kopi .................................................................... 11
2.5.1 Pengolahan Basah .................................................................... 11
2.4.2 Pengolahan Kering ................................................................... 12
2.6 GMP (Good Manufacturing Practice)............................................... 16
2.7 Kualitas .............................................................................................. 17
2.7.1 Karakteristik Kualitas .............................................................. 19
2.8 Manajemen Risiko ............................................................................. 20
2.8.1 Risiko ........................................................................................ 21
2.8.2 Jenis Bahaya ............................................................................. 24
2.9 QRM (Quality Risk Management) ..................................................... 25
2.9.1 Proses QRM (Quality Risk Management) ............................... 26
2.10 Identifikasi Risiko ............................................................................ 28
v
2.10.1 Teknik Identifikasi Bahaya .................................................... 29
2.11 Analisis Risiko ................................................................................. 32
2.11.1 Teknik Analisa Risiko ........................................................... 32
2.11.1 Teknik Kualitatif .................................................................... 33
2.12 Evaluasi Risiko ................................................................................ 35
2.12.1 Teknik Evaluasi Risiko .......................................................... 35
2.12.2 Peringkat Risiko .................................................................... 36
2.13 Pengendalian Risiko ......................................................................... 37
2.14 PHA (Preliminary Hazard Analysis) ............................................... 40

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 41


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 41
3.2 Objek Penelitian.................................................................................. 41
3.3 Gambaran Umum Perusahaan............................................................. 41
3.4 Uraian Proses Pengolahan Kopi.......................................................... 42
3.5 Alur Penelitian .................................................................................... 45
3.5.1 Studi Pendahuluan .................................................................... 47
3.5.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................................ 47
3.5.3 Penentuan Tujuan Penulisan ..................................................... 47
3.5.4 Studi Lapangan ........................................................................ 47
3.5.5 Studi Literatur ........................................................................... 48
3.5.6 Pengumpulan Data .................................................................... 48
3.5.7 Identifikasi Ruang Lingkup dan Risiko .................................... 49
3.5.8 Identifikasi Risiko..................................................................... 49
3.5.9 Analisis Risiko dengan Metode Matrik .................................... 50
3.5.10 Evaluasi Risiko Dengan Mapping .......................................... 50
3.5.11 Pengendalian Risiko .............................................................. 50
3.5.12 Hasil QRM (Quality Risk Management) ................................ 50

BAB IV HASIL DAN ANALISIS ........................................................................ 51


4.1 Pengumpulan Data Penelitian ............................................................. 51
4.2 Penyesuaian Tingkat Kemungkinan (likelihood) dan
Konsekuensi (consequence)................................................................ 53
4.3 Identifikasi Risiko............................................................................... 53
4.4 Identifikasi Tingkat Kemungkinan (likelihood) dan dampak
(consequence) Pada Industri Kopi XYZ ............................................. 55
4.5 Risk Mapping .................................................................................... 62
4.6 Pengendalian Risiko ........................................................................... 65
4.7 Hasil QRM (Quality Risk Management)............................................. 68
4.8 Analisis PHA (Preliminary Hazard Analysis) Worksheet .................. 73

vi
BAB V PENUTUP................................................................................................ 76
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 76
5.2 Saran ................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xi

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Mutu Kopi Bubuk ...................................................................... 10


Tabel 2.2 Ukuran Kualitatif Likelihood Menurut Standar AS/NZS 4360 .............. 33
Tabel 2.3 Perkiraan Probabilitas ............................................................................. 33
Tabel 2.4 Ukuran Kualitatif Consequence Menurut Standar AS/NZS 4360 .......... 35
Tabel 2.5 Tabel Penentuan Peringkat Risiko Matrik Consequence dan Likelihood 35
Tabel 2.6 Mapping Tingkat Kecelakaan ................................................................ 36
Tabel 2.7 Rating Consequence .............................................................................. 37
Tabel 4.1 Hasil perhitungan Kesesuaian Berdasarkan Standar GMP ..................... 51
Tabel 4.2 Katagori Likelihood................................................................................. 53
Tabel 4.3 Katagori Consequence ............................................................................ 53
Tabel 4.4 Hasil Dari Identifikasi Risiko Pada Industri Kopi XYZ ......................... 54
Tabel 4.5 Bobot Nilai Likelihood Pada Industri Kopi XYZ .................................. 55
Tabel 4.6 Bobot Nilai Consequence Pada Industri Kopi XYZ ............................. 57
Tabel 4.7 Hasil Perkalian Nilai Likelihood dan Consequence................................ 60
Tabel 4.8 Kriteria Penilaian Mapping..................................................................... 62
Tabel 4.9 Risk Mapping .......................................................................................... 62
Tabel 4.10 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 11,49% ........................ 66
Tabel 4.11 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 5.75% ........................... 66
Tabel 4.12 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 3.45% ........................... 66
Tabel 4.13 PHA (Preliminary Hazard Analysis) Worksheet Katagori Tinggi........ 69
Tabel 4.14 PHA (Preliminary Hazard Analysis) Worksheet Katagori Sedang ..... 71
Tabel 4.15 PHA (Preliminary Hazard Analysis) Worksheet Katagori Rendah ...... 71

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Aliran Proses Pengolahan Kopi .......................................................... 12


Gambar 2.2 Proses Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004 .................................. 26
Gambar 3.1 Stuktur Organisasi Pabrik XYZ .......................................................... 42
Gambar 3.2 Proses pengolahan kopi XYZ.............................................................. 43
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 46
Gambar 4.1 Persentase Ruang Lingkup Sesuai GMP............................................ 52
Gambar 4.2 Persentase Dampak Risiko .................................................................. 67

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Foto Kesesuaian dan Ketidaksesuaian Penerapan GMP Pada


Industri Kopi XYZ Menurut Peraturan Menteri Perindustrian
Republik Indonesia No.75/M-IND/PER/7/2010 ............................. 78
Lampiran 2. Resume Pertanyaan Penerapan GMP Pada Industri Kopi XYZ
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
No.75/M-IND/PER/7/2010 ............................................................. 87
Lampiran 3. Nilai Kemungkinan (Likelihood) dan Dampak (Consequence)
Risiko Dari Hasil Wawancara dan Observasi Berdasarkan Item
Yang Tidak Terpenuhi Dalam Penerapan GMP.............................. 95
Lampiran 4. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-
IND/PER/7/2010 ............................................................................. 97

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era persaingan pasar bebas, hanya perusahaan yang mempunyai daya
saing yang baik yang akan mampu bertahan. Dalam hal ini perusahaan harus
memiliki beberapa aspek untuk menunjang keberhasilan dalam rangka menarik
dan mempertahankan minat konsumen dalam pemilihan produk terutama produk
pangan olahan.
Berdasarkan ISO (International Standards Organization) kualitas
merupakan penampilan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang memiliki
kemampuan untuk memuaskan pelanggan. Sehingga dengan menjaga kualitas
produk diharapkan perusahaan dapat memenuhi kepuasan pelanggan. Menurut
Durianto (2004) Kualitas produk adalah penggerak kepuasan pelanggan yang
utama dan memiliki aspek yang luas.

Pabrik kopi XYZ yang merupakan salah satu produsen bubuk kopi yang
sudah beroperasi selama 39 tahun di Banda Aceh, industri kopi ini menggunakan
bahan baku biji kopi Robusta, yang dipasok dari para petani lokal Aceh baik dari
Takengon, Tangse dan Geumpang. Daya saing perusahaan tersebut dipengaruhi
oleh kualitas dari produk yang dihasilkan. Dalam beberapa dekade terakhir ini,
terutama industri pengolahan biji kopi harus memiliki visi, misi dan competitive
advantage agar bisa bertahan dalam persaingan yang begitu ketat. Produksi
industri kopi XYZ terbagi atas 7 jenis, hal ini berdasarkan ukuran kemasan kopi
XYZ, yaitu ukuran 200 gram, 500 gram, 200 gram, 250 gram, 150 gram, 250
gram dan sachet.

Persaingan bukan hanya mengenai produktivitas dari suatu industri dan


tingkat harga produk, namun lebih pada kualitas produk (Ariani, 1999). Kualitas
produk merupakan aspek penting yang sangat berpengaruh pada kinerja dan
aspek-aspek yang lain di dalam industri kopi. Semakin rendah tingkat kegagalan
produk yang dihasilkan, maka produk yang dihasilkan akan semakin berkualitas.

1
2

Kecacatan pada industri manufacture terkadang disebabkan oleh 6 (enam)


katagori penyebab yaitu machine (mesin atau teknologi), methode (metode atau
proses), material termasuk raw material dan man power (tenaga kerja),
measurement (pengukuran), mother nature (lingkungan). Apabila terdapat
ketidaksesuaian dari salah satu katagori di atas, maka akan mengakibatkan proses
produksi tidak dalam keadaan terkendali dan produk yang dihasilkan tidak dapat
diterima (Iivanto, 2010).

Di industri kopi XYZ kegagalan produksi pernah terjadi karena penurunan


mutu pada bahan baku utama yaitu biji kopi, yang disebabkan kesalahan pada
proses penyimpanan dan pemilihan bahan baku dari petani yang telah ditentukan,
hal ini diakibatkan oleh kurangnya pemahaman mengenai penerapan GMP.
Bedasarkan observasi awal yang dilakukan oleh penulis, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian untuk membantu mewujudkan kualitas dan mutu
yang baik selama proses produksi sampai ke konsumen dengan cara menganalisa
penerapan GMP (good manufacturing practice) pada industri terutama pada
pengolahan kopi, selanjutnya penulis akan mengidentifikasi risiko yang mungkin
terjadi dan memberikan strategi perbaikan terhadap industri kopi XYZ dengan
menggunakan pendekatan QRM (quality risk management).

Penerapan GMP dan QRM telah dimanfaatkan dalam beberapa penelitian.


Salah satunya terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Ummi, dkk (2014),
penggunaan GMP dan QRM di terapkan pada perusahaan air minum dalam
kemasan (AMDK). Dari hasil penelitian 207 item yang dinilai, terdapat 144 item
atau 69,57% sesuai dan 63 atau 30,43% tidak sesuai, sehingga teridentifikasi 36
risiko negatif yang dapat mempengaruhi penerapan GMP. Dalam penelitian lain
yang dilakukan oleh Sari, dkk (2010) pada pemetaan risiko di PT Asrindo Indty
Raya teridentifikasi 98 kejadian risiko yang terbagi dalam 17 risiko di area merah
dan 18 risiko di area orange. Pada proses pengurangan risiko, terdapat 28
penyebab risiko yang teridentifikasi, sehingga terdapat 14 Pengembangan strategi
yang diusulkan.
GMP (good manufacturing practice) merupakan salah satu pedoman cara
memproduksi dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan
yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk yang bermutu. Menurut (ICH
3

Harmonised Tripartite Guideline Quality Risk Management Q9, 2005), Quality


risk management suatu proses sistematis yang bertujuan untuk menilai,
mengontrol, mengkomunikasikan, dan meninjau risiko pada kualitas produk
terhadap siklus hidup produk, dengan demikian untuk mencegah terjadinya
kerugian yang tidak diinginkan dan untuk membantu mengatasi permasalahan
yang mungkin terjadi, salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengelola cacat dan penurunan kualitas adalah pendekatan manajemen risiko atau
disebut dengan quality risk management.

Sebuah pabrik yang sedang berkembang, pengendalian kualitas sangat


dibutuhkan untuk memajukan usaha tersebut dengan menarik minat pelanggan
dari segi kualitas yang ditawarkan. Selain itu industri yang baru saja berkembang
perlu dirumuskan standar yang baik untuk mencegah tercemarnya pangan olahan
dari cemaran biologi, kimia/fisik, yang dapat menganggu dan merugikan
kesehatan, hal ini dapat dikendalikan dengan menerapan syarat-syarat GMP
sehingga menghasilkan produk yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan sesuai
tuntutan konsumen. Sama halnya pada pabrik kopi XYZ yang sedang berkembang
menjadi industri yang lebih baik, diperlukan mengidentifikasi risiko yang
mungkin terjadi, pada proses produksi dan lingkungan, menggunakan pendekatan
manajemen risiko terhadap penerapan GMP, sehingga hal ini dapat meningkatkan
kualitas yang akhirnya akan menarik minat pelanggan terhadap produk yang
dihasilkan.

Dalam penelitian ini hal utama yang dilakukan adalah melakukan


identifikasi dengan menilai sejauh mana penerapan GMP pada industri kopi XYZ
yang sesuai dengan peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
No.75/M-IND/PER/7/2010 tentang pedoman cara produksi pangan olahan yang
baik. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dan mengevaluasi risiko dari
ketidaksesuaian standar GMP pada area industri kopi XYZ menggunakan
manajemen risiko. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran atas
perbaikan risiko yang terjadi yang di infomasikan dalam bentuk PHA
(preliminary hazard analysis) worksheet.
4

1.2 Perumusan Masalah


Bedasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, perumusan
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berkut:

1. Bagaimana penerapan standar GMP pada industri kopi XYZ.


2. Apa penyebab timbulnya risiko yang mungkin terjadi dengan
menggunakan pendekatan QRM.
3. Bagaimana perbaikan terhadap risiko yang terjadi.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menilai penerapan GMP pada industri kopi XYZ.
2. Melakukan penilaian risiko dengan mengidentifikasi, menganalisis dan
mengevaluasi risiko kualitas dengan menggunakan pendekatan QRM.
3. Merumuskan tindakan perbaikan yang tepat untuk mengurangi risiko
yang mungkin terjadi dengan melakukan identifikasi risiko berdasarkan
dari interview, brainstorming, dan observasi langsung yang
diinformasikan dalam PHA worksheet.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan dalam mengurangi risiko pada proses produksi dan
meningkatkan kualitas produksi di Kopi XYZ.
2. Menambah wawasan mengenai penerapan good manufacturing
practice dan quality risk management.
3. penilitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam penulisan
laporan penelitian mengenai GMP dan QRM, sehingga menjadi salah
satu referensi bahan bacaan untuk menambah wawasan.
5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam memudahkan penelitian untuk memecahkan masalah, maka
ditentukan batasan-batasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Dengan melihat aspek-aspek yang paling berpengaruh terhadap proses
manufaktur dan kondisi pabrik kopi XYZ yang masih tergolong home
industry maka pembahasan GMP hanya dilihat dari 12 ruang lingkup
yaitu lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan,
produk akhir, karyawan, pengemasan, label dan keterangan produk,
pengawasan proses, penyimpanan dan pengangkutan.
2. Pembahasan berfokus pada analisa penerapan GMP dan
mengidentifikasi penyebab risiko dengan pendekatan QRM.
3. Usulan pengendalian di informasikan dalam bentuk PHA worksheet.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir


Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Menyajikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Menjelaskan landasan teori yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai manajemen risiko,
GMP, risk mapping, QRM, dan PHA.

BAB III METODE PENELITIAN


Menjelaskan mengenai lokasi dan waktu penelitian, metode
penelitian yang berisi kerangka konseptual dan tahapan-tahapan
penelitian mulai dari persiapan, metode pengumpulan dan
pengolahan data hingga penyusunan laporan tugas akhir.
6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Memuat hasil dari Pengumpulan data penelitian yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan masalah dan menganalisis data yang
diperoleh sehingga mendapatkan strategi perbaikan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Menyampaikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian
dan saran-saran sebagai masukan untuk perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi
Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus coffea.
Kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan subfamili Ixoroideae. Menurut Bridson
dan Psilanthus, genus kopi dibagi dua sub genus yaitu coffea dan baracoffea, sub
genus coffea terdiri dari 88 spesies, sementara itu subgenus baracoffea terdapat
tujuh spesies. Berdasarkan geografis (tempat tumbuh) dan rekayasa genetik kopi
dapat dibedakan menjadi lima, kopi yang berasal dari Ethiopia, Madagaskar, benua
Afrika Barat, benua Afrika tengah, dan benua Afrika timur (Llly dan Rinantonio,
2005).

2.2 Sejarah kopi


Sejak saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi
dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini
mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada mulanya,
tanaman kopi belum dibudidayakan seara sempurna oleh penduduk, melainkan
masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi ( Najiyati dan Danarti, 1997).
Pada penelitian Reginald Smith dibuktikan tentang asam nikotin yang
terdapat dalam kopi. Smith dapat menunjukan bagaimana asam nikotin ini
dihasilkan selama kopi dibakar oleh pembusukan trigonelin (asam nikotinik N
metilbetaine). Reginnal Smith, juga menyatakan bahwa kandungan kafein dari kopi
robusta dua kali lebih banyak dari kopi arabika. Bagi industri kopi, jenis kopi
robusta lebih menguntungkan jika digunakan sebagai kopi tubruk karena lebih
banyak ekstra kopi yang diambil (Spillane, 1990).
Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan
Afrika. Kopi Arabika berasal dari kawasan pengunungan tinggi di Barat Ethiopia
maupun di kawasan utara Kenya, kopi robusta di Ivory Coast dan Republik Afrika

7
8

Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi dengan
lingkungan tumbuhnya (Siswoputrando, 1992)
Di Indonesia tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC
(vereenigde oost indische compagnie) pada periode antara tahun 1969. Tanaman
kopi mula-mula hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan
dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka
VOC menyebarkan ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya (Najiyati dan
Danarti, 1997).

2.3 Jenis – Jenis Kopi


Di dunia perdagangan, dikenal berberapa golongan kopi tetapi yang sering
dibudidayakan hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi
tersebut didasarkan pada spesiesnya kecuali Robusta. Kopi Robusta bukan
merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari berberapa
spesies kopi terutama coffea canephora ( Najiyanti dan Danarti, 1997).

2.3.1 Kopi Robusta


Jenis-jenis kopi Robusta adalah Quilou, Uganda, dan Canephora ( Najiyanti
dan Danarti, 1997). Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya
dibandingkan dengan citarasa kopi Arabika. Hampir seluruh produksi kopi Robusta
di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak
boleh mengandung rasa asam-asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki
kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang lebih kuat (Siswoputranto, 1992).

2.3.2 Kopi Arabika


Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-
tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak (Botanical,
2010). Penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan
Belanda pada abad ke-17 pada tahun 1646 yang mendapatkan biji arabica mocca
9

dari Arabia. Jenis kopi ini dikirim juga ke Batavia pada tahun 1699 oleh Gubernur
jenderal Belanda di Malabar. Karena tanaman ini kemudian mati oleh banjir, pada
tahun 1699 didatangkan lagi bibit-bibit baru, yang berkembang disekitar Jakarta dan
Jawa Barat, akhirnya menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Indonesia. Kopi
Arabika hanya bisa bertahan di dataran dengan ketinggian lebih dari 1000 m yang
dapat mengurangi timbulnya penyakit pada tumbuhan kopi (Prastowo, 2010).

2.3.3 Kopi Liberika


Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun
1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya
masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah
(Najiyati dan Danarti, 1997). Jenis Liberika antara lain : kopi Abeokutae, kopi
Klainei, kopi Dewefrei, kopi Excelsa, dan kopi Dybrowskii. Diantara jenis-jenis
tersebut pernah dicoba di Indonesia tetapi hanya satu jenis saja yang diharapkan
yaitu jenis Excelsa (Aak, 1988).

2.4 Pemanfaatan Kopi


2.4.1 Kopi Bubuk
Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana.
Dimana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas,
pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri
kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan
secara tradisional dan alat-alat sederhana. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi
kedalam dua tahap yaitu tahap penyaringan dan tahap penggilingan (Najiyati dan
Danarti, 1997). Adapun standar mutu kopi bubuk tercantum didalam tabel 2.1
sebagai berikut.
10

Tabel 2.1 Standar Mutu Kopi Bubuk


Komponen Syarat Mutu
Kadar air 8-12.5 %
Kadar abu 6%
Kealkalian Abu (ml NaOH/100g) 57-66
Kadar sari/ kadar seduhan 20-36%
Mikroskopik Tidak mempunyai campuran
Loifgam berbahaya Negatif
Keadaan (rasa, bau dan warna ) Normal
(Sumber: Standar Perindustrian Indonesia, 1972)

2.4.2 Kopi Celup


Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang
telah dihancurkan kemudian dimasukkan kedalam suatu kemasan yang berbentuk
seperti filter (saringan) dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya
dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan
tidak ada sama sekali, karena kopi celup merupakana kelanjutan dari proses
pembuatan kopi instan (Najiyati dan Danarti, 1997).

2.4.3 Kopi Campuran (Coffe Blending)


Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain kedalam
kopi yag bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending
memungkinkan panggantian perubahan selera dalam biji kopi dan pengganti jenis
kopi jika ada kesullitan dalam pewarna/harga. Proses pencampuran sering
dilakukan pada waktu biji kopi disangrai, contoh bahan-bahan yang sering
dicampurkan pada kopi adalah jagung, gandum, dan sebagainnya (Belitz dan
Grosch, 1987).

2.4.4 Kopi Instan (Soluble Coffe)


Kopi instan dibuat dengan cara mengambil ekstrak dari kopi yang telah
mengalami proses penyaringan. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh
Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak
11

dengan menggunakan tekanan tertentu dan alat pengekstrak. Temperatur air yang
digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 200ᵒ C. Komponen kering yang
terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil ekstraksi
dikeringkan dengan menggunakan spray dried atau freeze dried (Belitz dan Grosch,
1987).

2.5 Proses Pengolahan Kopi


Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya
dan pengeringan dengan kadar air 10-13 %. Biji kopi kering dengan kadar air lebih
13% mudah akan mudah diserap kapang sehingga dapat menurunkan mutu biji kopi
dimana nantinya produk kopi bubuk akan rasa asam dan aroma apek (Setyohadi,
2007). Pengolahan buah kopi dapat dilkukan melalui dua cara yaitu cara basah dan
kering. Pengolahan secara basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar,
tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih baik (Najiyanti dan Danarti,
1997).

2.5.1 Pengolahan Basah


Pengolahan banyak menggunakan air pada dasarnya dimulai dengan proses
pemanenan yang baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang
digunakan adalah biji kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan
dan dibuang daging buah serta kulitnya lalu difermentasikan. Proses fermentasi
dilakukan dengan cara merendam biji kopi dengan menggunakan air selama 72 jam
(Clarke dan Macrae, 1985).
Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk
unsur-unsur cita rasa khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan
menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad
renik yang bisa merusak cita rasa kopi (Siswoputranto, 1992).
12

2.5.2 Pengolahan Kering


Pengolahan cara kering tujuannya untuk kopi Robusta, karena tanpa
fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik, sedangkan untuk jenis kopi
Arabika dilakukan dengan cara basah. Diperkebunan besar pengolahan secara
kering hanya dilakukan untuk kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan kopi
yang diserang hama (Setyohadi, 2007). Pada Gambar 2.1 ditunjukkan proses
pengolahan kering.

Gambar 2.1 Aliran Proses Pengolahan Kering

Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering
adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan
tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan, dan kadar air dalam
buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3-4 minggu.
13

Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote,
1963). Berikut ini merupakan proses pengolahan kopi :
1. Sortasi
Sortasi merupakan proses untuk memisahkan kopi merah yang berbiji
dengan kopi yang hampa dan terserang penyakit. Caranya kopi merah
yang sudah ditimbang dimasukkan dalam sebuah alat yaitu bak
penerimaan atau bak sotasi. Bak ini dilengkapi dengan saringan serta
kran pemasukan dan pengeluaran air, setelah itu bak diisi air dengan
cara membuka kran untuk memasukkan air. Bila bak sudah hampir
penuh, kemudian diaduk, setelah diaduk gelendong yang terserang
penyakit dan hama akan mengapung. Sedang yang sehat dan berisi akan
tenggelam (Najiyanti dan Danarti, 1997).
2. Pengupasan kulit buah (pulping)
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah (pulp),
sehingga diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh lapisan lender.
Mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit buah yaitu “Vis pulper”
mesin ini hanya dapat digunakan untuk melepaskan kulit buah.
Pengupasan kulit buah dan pencucian dapat digunakan mesin “Ruang
pulpe”. Perbedaan kedua alat pulping, mesin “Vis pulper” masih
memerlukan perlakuan fermentasi, sedang mesin “Ruang pulper” tidak
dilakukan fermentasi (Setyohadi, 2007).
3. Fermentasi biji kopi
Fermentasi diperlukan untuk menyingkirkan lapisan lendir pada kulit
tanduk kopi. Fermentasi dilakukan biasanya pada pengolahan kopi
arabika untuk mengurangi rasa pahit dan mempertahankan cita rasa
kopi. Fermentasi dilakukan dengan cara perendaman biji kedalam air
atau secara kering dengan memasukkan biji kopi ke dalam kantong
plastik dan menyimpan secara tertutup selama 12 sampai 72 jam
(Prastowo, 2010).
14

4. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa–sisa lendir hasil
fermentasi yang masih menempel pada kulit atau setelah keluar dari
mesin pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak
yang memanjang yang airnya terus mangalir. Cara yang lebih sederhana
lagi bisa dilakukan dalam bak yang dibawahnya diberi lubang sebagai
pengatur keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak
yang lebih sederhana ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan
kaki untuk melepaskan sisa lender yang masih melekat (Najiyanti dan
Danarti, 1997).
5. Pengeringan kopi
Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%
dengan jalan pengeringan kandungan air itu dapat diuapkan sehingga
kadar air yang terdapat pada kopi hanya 8-10%. Setelah dilakukan
pengeringan dilanjutkan perlakuan pemecahan kulit tanduk.
Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sebagai berikut:
a. Pengeringan dengan panas matahari, semua biji kopi diletakkan
pada lantai penjemuran hingga merata. Tetapi cara ini kurang
efisien sebab memerlukan banyak tenaga dan menyulitkan
pekerjaan.
b. Dengan menggunakan bahan bakar, dalam proses panyaringan ini,
biji kopi yang masih basah disebarkan diatas lantai besi tipis-tipis
dengan merata dan selalu di bolak – balik.
c. Dengan menggunakan mesin pengering. Mesin tersebut terdiri dari
tromol besi yang besar dindingnya berlubang kecil.
(Aak, 1988).
6. Pemanggangan (Roasting)
Roasting merupakan proses pemanggangan biji kopi yang tergantung
pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang
signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas dan
15

produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan pirolisis volatile ini sangat


menentukan cita rasa kopi (Varnan dan Sutherland).
7. Pengukuran kadar biji
Pengukuran kadar biji kopi merupakan salah satu tolak ukur proses
pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan
yang murah. Akhir dari proses pengeringan harus ditentukan secara
akurat. Pengembangan yang berlebihan (yang menghasilkan kadar air
dibawah 12 %) merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan
karena terjadi kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat maka
kadar air kopi belum mencapai titik keseimbangan 12% sehingga biji
kopi menjadi rentan terhadap serangan jamur pada saat disimpan atau
diangkut ke tempat konsumen (Varnan dan Sutherland).
8. Penggilingan kopi
Biji kopi kering atau kopi HS kering digiling dengan mesin huller untuk
mendapatkan biji kopi pasar atau kopi beras. Penggilingan kopi
diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas
permukaan kopi. Pada kondisi ini cita rasa kopi akan lebih mudah larut
saat dimasak dan disajikan. Dengan demikian seluruh cita rasa kopi
terlarut ke dalam air seduan kopi yang akan dihidangkan (Prastowo,
2010).
9. Penggudangan
Penggudangan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah
disortasi dalam kondisi yang aman sebelum dipasarkan ke konsumen.
Beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kopi adalah kadar air,
kelembaman, relatif udara, dan kebersihan gudang. Serangan jamur dan
hama pada biji kopi selama penggudangan merupakan penyebab
penurunan mutu kopi yang serius. Jamur merupakan cacat mutu yang
tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan
kesehatan termasuk beberapa jenis jamur penghasil okhratoksin. Udara
yang lembab pada gudang di daerah tropis merupakan pemicu utama
16

pertumbuhan jamur pada biji, sedangkan sanitasi atau kebersihan yang


kurang baik menyebabkan hama gudang seperti serangga dan tikus akan
cepat berkembang.
Kelembaban ruangan gudang sebaiknya dikontrol pada nilai yang aman
untuk penyimpanan biji kopi kering, yaitu sekitar 70%. Pada kondisi ini,
kadar air keseimbangan biji kopi adalah 12% jika kelembaban relatif
udara meningkat di atas nilai tersebut, maka biji kopi akan mudah
menyerap uap air udara lembab sekelilingnya sehingga kadar air
meningkat. Oleh karena itu, gudang penyimpanan kopi di daerah tropis
sebaiknya dilengkapi dengan sistem penerangan, sistem yang
mengkondisikan udara dan alat pengatur sirkulasi udara yang cukup.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, pengkondisian udara dalam
gudang dapat dilakukan dengan menggunakan kolektor tenaga surya.
Selain sebagai sumber panas, kolektor surya sekaligus berfungsi sebagai
atap bangunan gudang (Prastowo, 2010).

2.6 GMP (Good Manufacturing Practice)


Menurut Winarno dan Suron (2002) GMP merupakan suatu pedoman bagi
industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik bermutu dan aman
untuk dikonsumsi. GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan
dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point).
Salah satu alat pengendali mutu adalah GMP. GMP merupakan suatu
pedoman bagi industri terutama industri yang terkait yang merupakan pedoman
produksi dalam bidang pangan untuk meningkatkan mutu hasil produksinya
terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen yang mengkonsumsi
atau menggunakan produk-produknya. Pedoman cara produksi olahan yang baik
telah diatur dalam peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-
IND/PER/7/2010.
17

Berdasarkan peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-


IND/PER/7/2010. Tujuan penerapan GMP pada industri pangan yaitu :
a. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan
sesuai dengan tuntutan konsumen.
b. Mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab
terhadap mutu dan keamanan produk yang dihasilkan.
c. Meningkatkan daya saing industri pangan.
d. Meningkatkan poduktifitas dan efisiensi industri pengolahan pangan.

Pada dasarnya penerapan GMP diperlukan untuk mencegah tercemarnya


pangan olahan dari cemaran biologi, kimia/fisik yang dapat menggangu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia hal tersebut dapat di kendalikan dengan
menerapkan persyaratan–persyaratan dalam ruang lingkup pengolahan pangan yang
dikutip dari peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-
IND/PER/7/2010 yaitu.
1. Lokasi 10. Pengemas
2. Bangunan 11. Lebel dan Keterangan Produk
3. Fasilitas Sanitasi 12. Penyimpanan
4. Mesin dan Peralatan 13. Pemeliharaan dan Program Sanitasi
5. Bahan 14. Pegangkutan
6. Pengawasan Proses 15. Dokumentasi dan Pencatatan
7. Produk Akhir 16. Pelatihan
8. Laboratorium 17. Penarikan Produk
9. Karyawan 18. Pelaksanaan Pedoman

2.7 Kualitas
Terdapat berberapa definisi mengenai kualitas, tetapi secara umum dapat
dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa
yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh melalui pengukuran
18

proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvment)


(Gaspersz, 2005). Beberapa definisi tentang kualitas antara lain :
1. Deming menyatakan: kesulitan dalam mendefinisikan kualitas adalah
menterjemahkan atau mengubah kebutuhan yang datang dari pengguna
kedalam suatu karakteristik yang dapat diperlukan, supaya sebuah
produk dapat didesaian dan diubah untuk memberikan kepuasan dengan
harga yang akan dibayar oleh konsumen
2. Crosby mayatakan: kualitas adalah kesesuaian dari permintaan atau
spesifikasi.
3. Juran menyatakan: kualitas adalah kelayakan atau kecocokan
penggunaan (quality is fitness for use).
4. Hence manyatakan: kualitas dari suatu produk atau jasa adalah
kelayakan atau kecocokan dari produk atau jasa tersebut untuk
memenuhi kegunaanya sehingga sesuai dengan yang diinginkan oleh
pelanggan.
Menurut Amitava (1993), ada tiga aspek dalam pencapaian suatu kualitas
produk atau jasa. Tiga aspek kualitas tersebut adalah
1. Quality of design adalah suatu kondisi yang setidaknya harus dimiliki
oleh produk atau jasa dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan.
Paling tidak produk atau jasa tersebut harus memiliki minimal apa yang
diinginkan pelanggan.
2. Quality of comformance, bahwa produk–produk manufaktur atau jasa
sesuai dengan standar yang telah dipilih atau ditentukan dalam design
tersebut.
3. Quality of performance, melihat pada proses operasi dari sebuah
produk ketika digunakan atau jasa pada saat pelayanan yang dapat
memuaskan pelanggan.
19

2.7.1 Karakteristik Kualitas


Perbaikan kualitas yang dilakukan pada suatu produk atau jasa baik supplier
maupun customer harus mempunyai pengertian yang jelas mengenai karakteritik
kualitas yang menjadi kepentingannya. Bagi pihak perusahaan atau pabrik harus
mengerti definisi tersebut daripada konsumen. Beberapa karakteristik kualitas
antara lain ialah karakteristik stuktural, misalnya panjang dari suatu bagian, berat
dari suatu kaleng, kekuatan daripada sebuah sinar dan sebagainya ( Puspita dkk,
2010).
1. karakteristik yang berhubungan dengan panca indra, misalnya rasa dari
suatu makanan, bau harum dari suatu produk, kecantikan dari seorang
model dan lain-lain.
2. karakteristik yang berpedoman pada waktu, misalnya jaminan atau
garansi dari suatu produk, keawetan dari suatu produk dan lain-lain, yang
termasuk juga:
a. Timeliness: Terjadi pada waktu yang wajar, misalnya dalam suatu
antrian, waktu untuk perbaikan total, waktu penyediaan suku cadang
dan sebagainya.
b. Reliability: Panjangya waktu kerja tanpa kerusakan, misalnya waktu
rata-rata antara kerusakan
c. Durability: panjangya waktu sebelum perlu penggantian atau
reparasi.
3. karakteristik etnik misalnya kebanggan, kehormatan dan lain-lain.
4. karakteristik konsisten, misalnya sesuai dengan dokumentasi, iklan batas
waktu atau standar industri.
5. karakteristik hubungan antar personal misalnya profesionalisme dan
kesopanan atau tingkah laku dari seseorang.
6. karakteristik identik atau tanpa variasi, misalnya persentase yang stabil
mahasiswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan, tebal yang sama
dari suatu produk dan masih banyak lagi karakteristik-karakteristik
kualitas yang lain.
20

Pengendalian kualitas adalah alat yang sangat berguna untuk membuat


produk sesuai dengan spesifikasi sejak awal proses hingga akhir proses. Setiap
poses produksi akan selalu ada gangguan yang dapat timbul secara tidak terduga.
Gangguan tidak terduga dari proses ini relatif kecil, biasanya dipandang sebagai
gangguan yang masih dapat diterima atau masih dalam batas toleransi. Gangguan
proses yang relatif besar atau secara kumulatif cukup besar dikatakan tingkat
gangguan yang tidak diterima (Ivanto, 2010).

2.8 Manajemen Risiko


Manajemen risiko merupakan bagian dari sebuah sistem yang digunakan
sebagai proses untuk menurunkan risiko yang terdapat pada sebuah perusahaan
ataupun organisasi. Menurut (Djunaedi, 2005) manajemen risiko dapat
didefinisikan sebagai proses untuk menghilangkan atau menurunkan risiko yang
dimiliki dalam suatu sistem kerja.
Dalam manajemen risiko terdapat metode yang tersusun secara logis dan
sistematis, banyak teknik yang digunakan untuk melakukan manajemen risiko
tergantung dari tipe risiko tersebut, namun sebagian besar memiliki rangkaian
kegiatan yang sama yaitu identifikasi bahaya, evaluasi nilai risiko dan
pengendalian. Pada dasarnya proses ini dapat diterapkan pada semua tindakan
kegiatan, jabatan proyek produk maupun aset, manajemen risiko akan memberikan
manfaat yang optimal jika diterapkan sejak awal dan dapat dilaksanakan pada tahap
pelaksanaan maupun operasional kegiatan (Djunaedi, 2005).
Berdasarkan AS/NZS 4360:2004 terdapat berberapa keuntungan yang akan
diperoleh jika menerapkan manajemen risiko antara lain:
1. Fewer Surprise. Pengendalian kejadian yang tidak diinginkan adalah
dengan cara identifikasi dan melakukan usaha untuk menurunkan
kemungkinan kejadian dan efek yang akan terjadi.
2. Exploitation of Opportunity sikap pencarian kemungkinan akan
meningkat jika seseorang memiliki kepercayaan diri akan pengetahuan
mengenai risiko dan mengetahui cara pengendaliannya.
21

3. Improved Planning, Performance and Effectiveness akses terhadap


strategi, proses dan lingkungan membuka ide untuk lebih memperbesar
keuntungan.
4. Economy and Efficiency keuntungan dalam hal ekonomi dan efisiensi
akan tercapai dengan lebih fokus pada sumber daya, perlindungan aset,
dan menghindari biaya kesalahan.
5. Improved Stakeholder relationship. Manajemen risiko mendorong
komunikasi antara organisasi dengan stakeholder mengenai alasan
pengambilan suatu keputusan sehingga tercipta komunikasi dua arah.
6. Improved information for decision making. Manajemen risiko
menyediakan informasi dan analisis akurat sebagai penunjang
pengambilan keputusan dalam hal investasi dan marger.
7. Enhance reputation. investor, pemberi dana, suppliers, dan pelanggan
akan lebih tertarik terhadap perusahaan yang telah dikenal melakukan
manajemen risiko dengan baik.
8. Director Protection. Dengan manajemen risiko yang baik maka pekerja
akan lebih hati-hati dan waspada terhadap risiko yang mungkin terjadi,
maka akan menghindar dari masalah.
9. Accountability, assurance and governance. Keuntungan dan
kelangsungan akan diperoleh dengan melaksanakan dan
mendokumentasikan pendekatan yang dilakukan perusahaan.
10. Personal wellbeing. Manajemen risiko terhadap risiko pribadi secara
umum akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pribadi.

2.8.1 Risiko
Risiko adalah ketidaktentuan atau uncertainty yang mungkin melahirkan
kerugian (loss). Unsur ketidaktentuan ini bisa mendatangkan kerugian dalam
asuransi. Menurut (Abbas, 2005), ketidakpastian dapat kita kategorikan sebagai
berikut:
22

1. Ketidaktentuan ekonomi yaitu kejadian yang timbul sebagai akibat


dari perubahan sikap konsumen, perubahan selera atau terjadinya
perubahan pada harga, teknologi, atau didapatnya penemuan baru,
dan lain sebagainya.
2. Ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam misalnya kebakaran,
badai, topan dan lain sebagainya.
3. Ketidaktentuan yang disebabkan oleh prilaku manusia misalnya
peperangan, pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya.
Risiko dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian
dengan konsekuensinya atau dengan akibatnya (ISO/IEC Guide 73, Wiwin, 2010),
sedangkan menurut Astralian Standard/ New Zealand Standard 4360: 2004, risiko
adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang dapat menimbulkan
suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur berdasarkan adanya kemungkinan
terjadinya suatu kasus (likelihood) dengan menggunakan skala 1 sampai 5 dengan
definisi dari yang sering hingga jarang terjadi atau konsekuensi yang dapat
ditimbulkannya (consequence) dengan penilaian dampak terkecil hingga bencana.
Risiko dapat dinilai secara kualitatif, semi kualitatif dan kuantitatif. formula umum
yang biasa digunakan menghitung dampak risiko dalam AS/NZS 4360:2004
adalah:
Risk = Consequence x Likelihood
Berdasarkan (Kolluru, 1996) dalam buku Risk Assesment and Management
Handbook:For Environmental, Helath and Safety Profesional risiko terbagi atas 5
(lima) macam yaitu:
1. Risiko keselamatan
Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan
konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak atau langsung
terlihat efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui
serta lebih berfokus pada keselamatan manusia dan pencegahan
kecelakaan.
23

2. Risiko kesehatan
Risiko kesehatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan
konsekuensi rendah, dan bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit
diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi
Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam
antara populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan dan ekologi lebih
kepada dampak yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang
jauh dari sumber risiko.
4. Risiko Finansial
Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari
kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengendalian
asuransi. Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan
pengoperasian dan aspek keuangan.
5. Risiko Terhadap Masyarakat
Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat
terhadap kinerja organisasi dan produksi, semua hal pada risiko
terhadap masyakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat.
Dari Vaughan (1978) dikutip oleh (Herman, 2010) mengemukakan
beberapa defenisi tentang risiko sebagai berikut:
1. Risiko adalah kerugian
Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan di mana terdapat kemungkinan kerugian. Sebaliknya jika
disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistic “chance”
sering dipergunakan untuk menunjukan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu.
2. Risiko adalah kemungkinan kerugian
Istilah ”possibility” berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada
diantara nol atau satu. Defenisi ini barangkali sangat sangat mendekati
24

pengertian risiko yang dipakai sehari-hari. Akan tetapi defenisi ini agak
longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis secera kuantitatif.
3. Risiko adalah ketidakpastian
Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi
risiko. Hal ini didasarkan atas pengetahuan dan sikap orang yang
memandang situasi itu. Ketidakpastian itu merupakan ilusi yang
diciptakan oleh orang karena ketidaksempurnaan pengetahuannya
dibidang itu. Misalnya dilaporkan oleh dinas pengamat cuaca, bahwa
besok “mungkin akan” hujan. Tidak ada ketidakpastian dalam alam,
hujan pasti atau tidak pasti akan datang. Pengetahuan peramalan
cuacalah yang tidak sempurna untuk dapat memastikan. Jadi
ketidakpastian seperti ini bersifat subjektif dan inilah yang
menimbulkan risiko dalam pengambilan keputusan.

2.8.2 Jenis bahaya


Bahaya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia dari segala bidang yang baik di lingkungan rumah maupun perkantoran. Di
tempat kerja juga banyak jenis bahaya seperti di pertambangan, pabrik kimia,
kilang minyak, pengecoran logam dan lain sebagainya. Jenis bahaya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Soehatman, 2010):
a. Bahaya Mekanik
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak
dengan gaya mekanika baik yang digerakan secara manual maupun dengan
penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, pengaduk dan lain-lain.
Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor,
memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan
mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit,
terpotong atau terkelupas (Soehatman, 2010).
25

b. Bahaya Listrik
Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik.
Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran,
sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan
bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang
menggunakan energi listrik (Soehatman, 2010). Menurut data dari Dinas
Pemadam Kebakaran DKI antara tahun 1993-1997 terjadi 4.244 kasus
kebakaran, dimana 2.135 diantaranya disebabkan oleh listrik seperti hubungan
singkat atau peralatan listrik.
c. Bahaya Kimia
Bahaya kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat
dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimia. Bahaya
yang terdapat ditimbulakan oleh bahan-bahan kimia antara lain (Soehatman,
2010):
1. Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun
2. Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam
keras, cuka air aki dan lain-lainnya.
3. Kebakaran dan ledakan, beberapa bahan kimia memiliki sifat yang
mudah terbakar dan meledak misalnya gelombang senyawa hidrokarbon
seperti minyak tanah, premium, LPG dan lainnya.
4. Polusi dan pencemaran lingkungan.

2.9 QRM (Quality Risk Management)


Menurut (ICH Harmonised Tripartite Guideline Quality Risk Management
Q9 (2005)), manajemen risiko mutu diartikan sebagai proses sistematik untuk
penilaian, pengendalian, komunikasi serta pengkajian risiko mutu selama siklus
hidup produk.
26

2.9.1 Proses Quality Risk Management


Berdasarkan AS/NZS 4360:2004 secara umum proses/model untuk
manajemen risiko mutu diuraikan dalam diagram berikut :

Gambar 2.2. Proses Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004


Sumber : ICH guide for Industry Quality Risk Management Q9 (2006)

1. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi
misi perusahaan, ruang lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses
kerja awal sampai akhir. Hal ini dilakukan karena konteks risiko
disetiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang
dilakukan.
27

2. Proses Manajemen Risiko Mutu


Langkah yang mungkin digunakan untuk memulai dan merencanakan
proses manajemen risiko mutu mencakup hal berikut:
a. Tetapkan masalah atau risiko yang dipersoalkan, termasuk asumsi
terkait yang mengidentifikasi potensi risiko.
b. Kumpulkan latar belakang informasi dan atau data bahaya
potensial, ancaman atau pengaruh pada kesehatan manusia yang
relevan untuk penilaian risiko.
c. Tentukan pemimpin dan sumber daya yang diperlukan.
d. Tetapkan batas waktu, hasil yang akan dilaporkan dan tingkat
pengambilan keputusan yang layak untuk proses manajemen risiko.

3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko terdiri dari identifikasi bahaya, dan analisis serta
evaluasi risiko terkait dengan paparan bahaya. Penilaian risiko mutu
dimulai dengan penetapan masalah atau risiko yang dipersoalkan yang
diuraikan dengan baik. Ketika risiko yang dimaksud telah diuraikan
dengan baik, perangkat manajemen mutu yang layak dan jenis informasi
yang diperlukan untuk mengarahkan pertanyaan tentang risiko akan
lebih mudah teridentifikasi.

4. Pengendalian Risiko
Strategi pertama dalam pengendalian risiko adalah dengan menekan
kemungkinan (likelihood). Pengurangan kemungkinan ini dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu secara teknis,
administrative, dan pendekatan manusia (Soehatman, 2010).

5. Monitor dan Review


Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang
dilakukan serta mengidentifikasi perubahan yang perlu dilakukan.
28

2.10 Identifikasi Risiko


Setelah menentukan konteks manajemen risiko yang akan dijalankan
dalam organisasi atau perusahaan, maka langkah berikutnya adalah melakukan
identifikasi risiko. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua kemungkinan
bahaya atau risiko yang mungkin terjadi di lingkungan kegiatan dan bagaimana
dampak atau keparahannya jika terjadi (Ramli, 2010).
Identifikasi risiko merupakan suatu tahapan yang dilakukan dengan cara
mengidentifikasikan hal-hal tertentu (hazard) dalam pekerjaan yang dapat
menyebabkan sebuah risiko terjadi (Wiwin, 2010).
Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360:2004,
identifikasi risiko adalah langkah dalam proses manajemen risiko untuk
mengidentifikasi apa penyebab atau kemungkinan terjadinya kegagalan atau
bagaimana skenario kegagalan tersebut terjadi. Identifikasi risiko dimulai dengan
melakukan identifikasi semua sumber bahaya pada area konsekuensi atau dampak.
Dalam melakukan sebuah identifikasi dibutuhkan metode yang logis dan
terstruktur untuk memastikan bahwa tidak ada area lain yang terlewatkan.
Struktur tersebut dijadikan dasar untuk menanyakan pertanyaan dengan cara yang
imajinatif tentang apa yang mungkin terjadi dan bagaimana hal tersebut dapat
terjadi (Wiwin, 2010).
Identifikasi risiko harus dilakukan dengan metode tertentu sehingga dapat
dipastikan bahwa semua kegiatan penting organisasi telah diidentifikasi dan
seluruh risiko berasal dari kegiatan diidentifikasi secara jelas. Semua perubahan
(volatility) berkaitan dengan kegiatan-kegiatan harus dikenal dan dikelompokkan
secara pasti (Hinsa, 2007).
Berdasarkan PERMENAKER No:PER.05/MEN/2003 standar tentang
identifikasi risiko, antara lain:
1. Identifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan
pedoman.
2. Identifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.
29

3. Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan pengaturan perundangan


dan standar.
4. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan,
kompensasi ganggua serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan.
Tujuan identifikasi risiko adalah untuk mengenal pasti ancaman
ketidakpastian yang dihadapi organisasi. Untuk dapat melakukannya dengan baik,
diperlukan pengetahuan mendalam tentang organisasi, pasar dimana organisasi
beroperasi, lingkungan, hukum dan perundang-undangan, sosial, politik serta
budaya, di mana organisasi berada, juga tingkat kemajuan pemahaman tentang
strategi dan tujuan operasional, meliput faktor-faktor keberhasilan, ancaman serta
peluang untuk mencapai tujuan (Hinsa, 2007).
1. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi
pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal
bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas
penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan
hasilnya lebih efektif (Soehatman, 2010).
2. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber
bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya yang
memiliki kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh
gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan
(Soehatman, 2010).

2.10.1 Teknik Identifikasi Bahaya


Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi
bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik
bahaya, kita dapat berhati-hati, waspada dan dapat melakukan langkah-langkah
pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian tidak semua bahaya
dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya api (Soehatman, 2010).
Tujuan dilakukan identifikasi risiko adalah untuk mengembangkan daftar
mengenai sumber risiko dan kejadian yang mengikutinya sehingga dapat menghambat
30

pencapaian tujuan perusahaan. Menurut (HB 436:2004) terdapat berberapa hal yang
memiliki keterkaiatan dengan sebuah risiko yaitu:
a. Sumber Risiko
b. Insiden
c. Konsekuensi
d. Penyebab kejadian
e. Pengendalian
f. Waktu dan tempat
Dalam melakukan identifikasi risiko informasi yang baik dan berkualitas
sangat diperlukan, awal identifikasi diperoleh dari informasi masa lalu tentang
organisasi serupa, kemudian dilakukan diskusi dengan para pemegang kepentingan
mengenai topik yang berpengaruh. Dalam melakukan identifikasi risiko, sumber
infomasi yang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi risiko berasal dari
pengalaman, saran para ahli, wawancara, diskusi, laporan klaim asuransi, survey,
kuisioner, checklist dan incient database (HB 436:2004).
Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui
potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Menurut Soehatman, (2010)
Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan berikut
merupakan penjelasan mengenai metode-metode tersebut:
a. Teknik Pasif
Bahaya ini dapat dikenal dengan mudah apabila jika mengalaminya seperti
secara langsung. Seseorang akan mengetahui adanya bahaya lubang di jalan
setelah tersandung atau terperosok kedalamnya. Kita tahu adanya bahaya listrik
setelah tersengat aliran listrik. Cara ini bersifat primitif dan terlambat karena
kecelakaan telah terjadi, baru kita mengenal dan mengambil langkah pencegahan.
Metode ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukan
eksistensinya sehingga dapat terlihat. Sebagai contoh, di dalam suatu pabrik
kimia, terdapat beberapa jenis bahan dan peralatan yang berbahaya (Soehatman,
2010).
31

b. Teknik Semi Proaktif


Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita
tidak perlu mengalaminya sendiri. Teknik ini lebih baik karena tidak perlu
mengalami sendiri setelah itu baru mengetahui adanya bahaya. Namun teknik ini
kurang efektif karena (Soehatman, 2010):
1. Tidak semua bahaya telah diketahui atau menimbulkan dampak kejadian
kejelakaan.
2. Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain
untuk diambil sebagai pembelajaran.
3. Kecelakaan yang telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian,
walaupun menimpa pihak lain.
c. Metode Proaktif
Metode yang terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau
mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang
merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan (soehatman, 2010):
1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan
kecelakaan atau cedera.
2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement)
karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.
3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah
mengetahui dan mengenal adanya bahaya di sekitar tempat kerjanya.
4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan karena adanya bahaya
dapat menimbulkan kerugian, misalnya adanya katup pipa bahan kimia
yang bocor tanpa diketahui akan terus menerus mengeluarkan
bahan/bocoran sehingga menimbulkan kerugian.
Penerapan teknik identifikasi bahaya dapat dilakukan sepanjang daur hidup
perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi. Saat ini
telah berkembang berbagai macam teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif
antara lain (Soehatman, 2010):
32

1. Daftar periksa dan audit (check list).


2. Analisa bahaya (Preliminary Hazard Analysis) PHA.
3. Analisis pohon kegagalan.
4. Analisa What if.
5. Analisa metoda kegagalan dan efek.
6. Hazops.
7. Analisa keselamatan pekerjaan.
8. Analisa risiko pekerjaan.
2.11 Analisis Risiko
Menurut Al Bahar dan Crandall (1990), analisis risiko didefinisikan sebagai
sebuah proses yangs menggabungkan ketidakpastian dalam bentuk kuantitatif,
menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensial suatu risiko.
Metode analisis kualitatif (qualitative analysis method), yaitu metode analisis risiko
yang menggunakan tabulasi berdasarkan penilaian deskriptif (tinggi, sedang atau
rendah). Pendekatan kualitatif melakukan analisis terhadap potensi dampak yang
dapat terjadi akibat ancaman dari gangguan dan kelemahan, yang akan dinilai
dengan skala tinggi, menengah dan rendah.

2.11.1Teknik Analisa Risiko


Analisa risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang
dicerminkan dari kemungkinan dan keparahan yang ditimbulkannya. Banyaknya
teknik yang digunakan untuk melakukan analisa risiko baik kualitatif, semi
maupun kuantitatif. Ada beberapa perhitungan dalam memilih teknik analisa
risiko yang tepat antara lain (Soehatman, 2010):

1. Teknik yang digunakan sesuai dengan kondisi dan bentuk fasilitas atau
instalasi serta jenis bahaya yang ada dalam operasi.
2. Teknik tersebut dapat membantu dalam menentukan pilihan cara
pengendalian risiko.
33

3. Teknik tersebut dapat membantu membedakan tingkat bahaya secara


jelas sehingga memudahkan dalam menentukan prioritas langkah
pengendaliannya.
4. Cara penerapannya terstruktur dan konsisten sehingga proses
manajemen risiko dapat berjalan berkesenambungan.

2.11.2 Teknik Kualitatif


Metode ini bersifat kasar, karena tidak jelas antara tingkat risiko rendah,
medium atau tinggi. Hanya sekedar kata-kata, sehingga pembaca atau pihak
terkait masih harus menerka dan menafsirkannya sendiri menurut persepsinya
masing-masing. Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan atau likelihood
diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai dengan risiko yang
dapat terjadi setiap saat.

Tabel 2.2 Ukuran Kualitatif (likelihood) menurut standar AS/NZS 4360


Level Kriteria Uraian
E Sangat Kecil Hampir tidak mungkin terjadi (kemungkinan bisa terjadi pada suatu waktu)
D Kecil Kemungkinan kecil terjadi (kemungkinan terjadi pada setiap waktu)
C Sedang Dapat terjadi juga (kemungkinan besar terjadi pada suatu waktu)
B Besar Sering terjadi (kemungkinan dapat terjadi hampr pada setiap keadaan)
A Sangat Besar Selalu terjadi (terjadi hampir pada setiap keadaan)
(sumber: Standar Australia AS/NZS 4360 Dalam Leo J Susilo Dan Victor Riwu Kaho. Manajemen
Risiko Berbasis ISO 31000 Untuk Industri Non Perbankan 2014)

Tabel 2.3 Perkiraan Probabilitas


Peringkat Sebutan Uraian Frekuensi/ Tahun
A Hampir pasti Terjadi setiap tahun 1 kali per tahun atau lebih
A Mungkin sekali Menurut pengalaman kejadiaan ini 1 kali dalam 3 tahun
B
muncul berberapa kali
Mungkin Menurut pengalaman baru terjadi satu 1 kali dalam10 tahun
C kali
D Kecil kemungkinan Kejadian ini sangat jarang muncul 1 kali dalam 30 tahun
D Jarang Pernah mendengar ada kejadian 1 kali dalam 100 tahun
E semacam itu
F Sangat jarang Belum pernah mendengar kejadian ini 1 kali dalam 1000 tahun
(sumber: Standar Australia AS/NZS 4360 Dalam Leo J Susilo Dan Victor Riwu Kaho. Manajemen
D Risiko Berbasis ISO 31000 Untuk Industri Non Perbankan 2014)
34

1. Kemungkinan Terjadi Kecelakaan (Likelihood)


Didefenisikan sebagai kesempatan akan terjadinya sesuatu yang benar-
benar tejadi. Dalam kontek manajemen risiko sesuatu tersebut adalah yang
menyebabkan cedera atau gangguan bagi kesehatan seseorang atau produksi.
Ketika dalam melakukan penilaian (assesmen) terhadap likelihood, langkah
pertama yang harus ditetapkan adalah kategori likelihood kejadian berbahaya yang
akan benar-benar terjadi (Hinsa, 2007)
Ketika mengevaluasi likelihood kecelakaan, faktor yang memotifasi
sehingga adanya beberapa kategori likelihood adalah ancaman. Ancaman adalah
ukuran seberapa sering atau berapa lama seseorang benar-benar terancam bahaya.
Sebagai contoh adalah sebagai berikut (Hinsa, 2007):
1. Very rare : Sekali dalam satu tahun atau kurang
2. Rare : Beberapa kali dalam satu tahun
3. Unusual : Sekali dalam sebulan
4. Occasional : Sekali seminggu
5. Frequent : Setiap hari
6. Continuout : Terus menerus

Kesalahan yang sering terjadi adalah terlalu menekankan hanya pada


pengurangan akibat ancaman pada level yang rendah. Oleh karena itu seseorang
tidak sering mendapat ancaman, tidak selalu berarti pehatian kepada ancaman
sedikit saja (tidak perlu diperhatikan). Kepastian likelihood terjadinya suatu
kejadian lebih penting daripada berapa kali seseorang terancam bahaya (Hinsa,
2007).

2. Akibat Kejadian (Consequences)


Konsekuensi atau akibat adalah ukuran dampak yang diderita seseorang
maupun produk yang memberikan dampak bagi kualitas. Ketika seseorang menilai
akibat suatu kecelakaan, kategori akibat yang paling parah diharapkan seseorang
35

jika terjadi kecelakaan harus diseleksi. Berikut merupakan tabel ukuran


consequence :
Tabel 2.4 Ukuran Kualitatif Dari Consequnce
Level Kriteria Uraian
V Bencana Semua sasaran tidak tercapai/ dapat menyebabkan kematian,
IV Besar Sasaran – sasaran penting tidak dapat tercapai /cidera yang cukup luas,
hilang kemampuan produksi
III Sedang Mempengaruhi pencapaian berberapa sasaran
II Kecil Kerusakan kecil yang mudah diperbaiki kembali
I Sangat kecil Dampak kecil terhadap sasaran yang dapat diabaikan /tidak
mengakibtkan cedera
(Sumber: Standar Australia AS/NZS 4360 Dalam Leo J Susilo Dan Victor Riwu Kaho Manajemen
Risiko Berbasis ISO 31000 Untuk Industri Non Perbankan 2014)

Tabel 2.5 Tabel Penentuan Peringkat Risiko Matriks Consequences Dan Likelihood
Consequence
Likelihood I
II III IV V
(Sangat
(Kecil) (Sedang) (Besar) (Bencana)
Kecil)
A ( Sangat Besar ) Menengah Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi
B ( Besar ) Menengah Menengah Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
C (Sedang) Rendah Menengah Tinggi Tinggi Tinggi
D ( Kecil ) Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi
E ( Sangat Kecil) Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi
(Sumber: Standar Australia, HB 436:2004, Risk Management Guideline: Companion to AS/NZS
4360:2004, Sydney, 2004,p.55)

2.12 Evaluasi Risiko


2.12.1 Teknik Evaluasi Risiko
Dalam sebuah perusahaan manufaktur dan non manufaktur pasti terdapat
suatu risiko yang harus dievaluasi, suatu risiko tidak akan memberikan makna yang
jelas bagi manajemen atau pengambilan keputusan lainnya jika tidak diketahui
apakah risiko tersebut signifikan bagi kelangsungan bisnis. Sebagai tindak lanjut
dari penilaian risiko dilakukan evaluasi risiko untuk menentukan apakah risiko
tersebut dapat diterima atau tidak dan menentukan prioritas risiko (Soehatman,
2010).
Menurut (Soehatman, 2010) ada berbagai pendekatan dalam menentukan
prioritas risiko antara lain berdasarkan standar Australia yang menggunakan tiga
kategori risiko yaitu:
36

1. Secara umum dapat diterima (generally acceptable).


2. Dapat ditolerir (tolerable).
3. Tidak dapat diterima (generally unacceptable).

2.12.2 Peringkat Risiko


Menurut AS/NZS 4360:2004 pencapaian tingkat implementasi dinyatakan
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah, dimana
penetuan kategori pencapaian tingkat implementasi ini merujuk pada konsep risk
mapping yang menunjukan tingkat penanganan dari terkecil hingga terbesar yang
dibedakan berdasrkan warna dari area map yaitu, sebagai berikut :
1. Warna hijau
2. Warna kuning
3. Warna orange
4. Warna merah
Dalam membuat matrik risiko peringkat kemungkinan dan keparahan
diberi nilai 1-5. Dengan demikian, nilai risiko dapat diperoleh dengan
mengalikan antara kemungkinan dan keparahannya untuk mendapatkan nilai
RPI (risk priority index) yaitu antara 1-25 (Soehatman, 2010). Dalam jurnal Teknik
Industri (Ummi, dkk 2014) mereka menjabarkan hasil penelitiannya dalam sebuah
tabel, dimana dalam tabel tersebut nilai likelihood terdiri dari A, sangat besar. B,
besar. C, sedang. D, kecil. E, sangat kecil. Sehingga untuk memudahkan dalam
proses perhitungan mereka mengubah bobot nilai A = 5, B = 4, C = 3, D = 2, E = 1.
Tabel 2.6 Mapping Tingkat kecelakaan
Consequence
Likelihood
I II III IV V
(Sangat Kecil) (Kecil) (Sedang) (Besar) (Bencana)
A (Sangat Besar) (5) M H H E E
B (Besar) (4) M M H H E
C (Sedang) (3) L M H H H
D (Kecil) (2) L L M M H
E (Sangat Kecil) (1) L L M M H
Sumber: Standar Australia AS/NZS 4360:2004
37

Dari matrik diatas dapat diidentifikasikan pembagian 4 (empat) kelompok


tingkat keparahan dan konsekuensi risiko atas warna yang berbeda. Dari matrik
ini, tingkat keparahan atau consequence ditinjau dari berbagai aspek yaitu
dampak terhadap manusia, keuangan, kelangsungan usaha, lingkungan, dan
tanggapan media massa (Soehatman, 2010).
Risk map menunjukan apakah nilai dari suatu indikator kinerja termasuk
katagori merah, kuning, orange dan hijau mengacu pada Standar Australia /New
Zealand 4360:2004 pembagian daerah pada risk mapping didasari oleh tingkat
keparahan dan dampak yang dijelaskan sbb:
a. Warna merah : Risiko sangat besar atau berbahaya perlu tindakan
penanggulangan segera.
b. Warna orange : Risiko tinggi perlu perhatian dari senior manajemen.
c. Warna kuning : Risiko menengah /sedang level manajemen yang
bertanggung jawab dispesifikasikan dengan jelas dan perlu
pertimbangan perbaikan.
d. Warna hijau : Risiko rendah diatasi dengan prosedur rendah.

2.12.3 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko menurut (AS/NZS 4360:2004) adalah proses,
peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi
efek negatif atau meningkatkan peluang positif. Dalam proses pengendalian risiko
yang terdapat dalam Australia standar, pengendalian risiko terdiri dari penentuan
rating consequence dan identifikasi risk agent berikut ini merupakan tabel untuk
menentukan rating consequence.
Tabel 2.7 Rating Consequence
Level Kriteria Rating
V Bencana 100
IV Besar 50
III Sedang 25
II Kecil 15
I Sangat kecil 5
(sumber : Risk Management AS/NZS 4360:1999)
38

Pengendalian adalah proses untuk menjaga agar risiko dapat


diminimalisasikan sehingga meningkatkan mutu produksi, berikut ini merupakan
daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan sesuai dengan mekanisme
pengurangan paparan (Tranter,1999).
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah awal dan solusi terbaik dalam
mengendalikan paparan, namun juga merupakan proses yang paling
sulit untuk dilaksanakan hal ini disebabkan sangat sulit bagi perusahaan
menghilangkan proses atau substansi tanpa menggangu kelangsungan
produksi.
2. Subsitusi
pada proses ini perusahaan mempertimbangkan alternatif lain untuk
proses produksinya sebagai bahan pengganti sehingga membutuhkan
banyak percobaan dan kegagalan ntuk mengetahui apakah teknik
tersebut efektif atau tidak.
3. Pengendalian teknik
Tipe pengendalian ini merupakan yang paling umum digunakan, karena
memiliki kemampuan untuk merubah jalur transmisi bahaya atau
mengisolasi pekerja dari bahaya, terdapat tiga macam pengendalian
teknik antara lain:
a. Isolasi, prinsip dari sistem ini adalah menghalangi pergerakan
bahaya dengan memberikan pembatas atau pemisah terhadap
bahaya maupun pekerja
b. Guarding, mengurangi jarak atau kesempatan dengan sumber
bahaya
c. Ventilasi, cara ini paling efektif untuk mengurangi kontaminasi
udara, berfungsi untuk kenyamanan, kestabilan suhu dan
mengontrol kontaminasi
4. Pengendalian Administratif
39

Pengendalian ini merupakan pengendalian yang mengandalkan sikap


dan kesabaran dari pekerja. Umumnya pengendalian ini dilakukan pada
jenis risiko rendah dan untuk risiko yang tinggi perlu dilakukan
pengawasan dan peringatan. Untuk lingkungan kerja dengan tingkat
paparan rendah atau jarang maka berberapa pengendalian yang lebih
tepat diberikan kepada pekerja antara lain:
a. Rotasi dan penempatan pekerja, metode ini bertujuan mengurangi
tingkat paparan dengan membagi waktu kerja.
b. Pendidikan dan pelatihan, sebagai pendukung pekerja dalam
melakukan pekerjaan secara aman sehingga dengan adanya
pelatihan memudahkan pekerja dalam menghadapi bahaya.
c. Penataan dan kebersihan, dapat meminimalkan insiden terkait
keselamatan, mengurangi debu dan kontaminasi yang bisa
menyebabkan kontaminasi. Kebersihan pribadi juga penting karena
dapat mengarah pada kontaminasi melalui ingesti, maupun
kontaminasi silang antara tempat kerja dan tempat tinggal.
d. Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk
meminimalkan performance mesin dan memperbaiki kerusakan
lebih dini.
e. Jadwal kerja metode ini mnggunakan prinsip waktu kerja, pekerjaan
dengan risiko tinggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang
terpapar sedikit.
f. Monitoring dan surveilen kesehatan, metode ini digunakan untuk
menilai risiko dan memonitori efektivitas pengendalian yang sudah
dijalankan.
5. PPE (Personal Protective Equipment)
Merupakan cara terakhir yang dipilih dalam menghadapi bahaya.
Umumya menggunakan alat, seperti: masker, sarung tangan, helm,
sepatu boots, alat pelindung telinga dll.
40

2.13 PHA (Preliminry Hazard Analysis)


Menurut (Rausand, 2005) PHA (Preliminry Hazard Analysis) adalah alat
untuk menganalisis sesuatu berdasarkan penerapan dari sebelumnya. Dapat juga
untuk menganalisis pengetahuan tentang risiko dan kegagalan untuk
mengidentifikasikan risiko-risiko yang akan terjadi, situasi berbahaya dan kejadian
yang dapat menyebabkan kerugian. Samahalnya dengan memperkirakan
kemungkinan yang terjadinya dari aktifiitas yang ada, fasilitas, produk, atau
sistem. Metode ini terdiri dari:
1. Mengidentifikasikan kemungkinan risiko yang akan terjadi.
2. Evaluasi kualitatif dari tingkat kemungkian kerusakan yang memiliki
dampak bagi kesehatan, produk, metode, mesin, lingkungan dll.
3. Tingkat relatif dari suatu risiko dengan menggunakan nilai likelihood
dan consequence.
4. Mengidentifikasi kemungkinan tindakan perbaikan.
PHA dapat berguna untuk menganalisis sistem yang digunakan atau risiko
yang diprioritaskan. Metode ini dapat digunakan untuk produk, proses dan desain
fasilitas selain itu dapat digunakan untu mengevaluasi tipe-tipe dari risiko dari tipe
produk secara umum, kelas produk dan spesifikasi produk. PHA biasanya
digunakan untuk pengembangan dari sebuah proyek yang memiliki sedikit
informasi mengenai model yang spesifik atau prosedur operasi. Dengan demikian
ini akan menjadi pelopor dari penelitian yang akan datang. Biasanya identifikasi
risiko di PHA dinilai dengan penilaian lain dengan menggunakan metode
manajemen risiko lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di pabrik kopi XYZ yang berada di Banda Aceh,
Indonesia. Penelitian dimulai dari tanggal 15 juli sampai 15 Agustus 2015. Awal
dari penelitian ini dimulai dengan pengenalan terhadap lingkungan pabrik, pada
proses ini dilakukan pengamatan secara langsung terhadap lokasi pabrik kopi XYZ
untuk mempelajari penerapan GMP yang telah diterapkan selama ini. Pada proses ini
semua aspek yang berhubungan dengan GMP yang dapat menyebabkan risiko yang
mungkin terjadi diidentifikasi dengan membuat daftar item-item yang harus dipenuhi,
kemudian dilakukan analisis dan didokumentasikan.

3.2 Objek Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang berusaha untuk
memberikan usulan perbaikan dari risiko dengan menggunakan penilaian risiko
berdasarkan data-data observasi dan wawancara. Objek penelitian ini adalah
penerapan GMP dan usulan perbaikan dari ketidaksesuaian GMP.

3.3 Gambaran Umum Perusahaan


Pabrik kopi XYZ merupakan produsen kopi bubuk yang telah beroperasi
Selama 39 tahun, yang telah mendapatkan sertifikasi SNI 01-3542-2004. Pabrik kopi
XYZ memiliki visi misi untuk melestarikan kopi Aceh yang terkenal sejak lama akan
kualitas dan citarasa yang khas. Bubuk kopi yang dihasilkan oleh industri kopi XYZ
berasal dari bahan baku biji kopi Robusta pilihan, yang dipasok dari para petani lokal
Aceh baik dari Takengon, Tangse dan Geumpang. Produk yang dihasilkan oleh
pabrik kopi ini diproses secara tradisional yaitu masih menggunakan kayu bakar. Hal

41
42

ini dilakukan untuk mempertahankan citarasa kopi dan mutu produk. Bubuk kopi
dikemas dalam kemasan yang menarik dan berwarna. Harga produk bersifat
kompetitif, sesuai dengan daya beli pasar. Motto yang diterapkan yaitu ”Harum dan
Sedap”. Selain itu variasi produk yang dihasilkan dibedakan berdasarkan kualitas
produk, yaitu super dan standar.

Kesuksesan pabrik XYZ didukung oleh orang-orang yang yang berkontribusi


dalam pelaksanaan dari segala aspek yang ada baik pada proses penyimpanan,
produksi, pengemasan, distribusi dan lainnya berikut merupakan bagan organisasi
pabrik XYZ.

Gambar 3.1 Stuktur Organisasi Pabrik XYZ

3.4 Uraian Proses Pengolahan Kopi


Produk yang dihasilkan oleh industri kopi XYZ berupa kopi yang berbentuk
serbuk yang diperoleh dari proses pemisahan biji kopi, disangrai tanpa dicampur atau
dicampur dengan bahan tambahan, digiling, diekstrak dengan air dan dikemas. Dalam
43

pembuatan biji kopi menjadi kopi bubuk harus melalui berberapa tahapan yang
dijelaskan dalam gambar 3.2 sebagai berikut.

Gambar 3.2 proses pengolahan kopi XYZ

a. Biji Kopi dan Sortasi


Biji kopi yang telah dipasok oleh supplier dilakukan proses sortasi yaitu
proses untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dengan kopi yang hampa dan
terserang penyakit dengan cara kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan dalam
sebuah alat yaitu bak penerimaan atau bak sotasi, yang terisi dengan air apabila biji
kopi yang terserang penyakit maka akan mengapung.
44

b. Penjemuran dan Pencampuran


Biji kopi yang telah terseleksi selanjutnya dilakukan pengeringan, pada proses
ini dilakukan pengeringan dengan panas matahari, semua biji kopi diletakkan pada
lantai penjemuran hingga merata.
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian, proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi. Proses pencampuran
gula dan mentega merupakan proses untuk melakukan penambahan rasa pada biji
kopi yang yang dilakukan pada fase roasting, yang merupakan proses penyangraian
biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu dan ditandai dengan perubahan
kimiawi yang signifikan. Proses roasting dilakukan dengan mengaduk-aduk secara
tradisional biji kopi yang telah dicampur dan dituangkan dalam wadah besar yang
dipanaskan dengan api dari kayu bakar.

c. Pendinginan dan Penggilingan


Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan didalam bak
pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian
berlanjut dan biji kopi menjadi hangus (over roasted). Selama pendinginan biji kopi
diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu,
proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi.
Proses sangrai dapat dilakukan dengan pemberian kipas, ataupun dengan menaruhnya
kebidang datar.
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas
permukaan yang relatif kecil dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan
demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa bau mudah larut dalam air
seduhan.
45

d. Pengemasan dan Penyimpanan


Biji kopi yang telah di haluskan selanjutnya di masukan dalam kantung
pengemasan, proses pengemasan terdiri dari 2 cara yaitu secara manual dan otomatis.
Secara manual dilakukan oleh pekerja, sedangkan secara otomatis dilakukan oleh
mesin pengemasan.
Penyimpanan merupakan proses terakhir dalam pengolahan kopi, terdapat
beberapa faktor penting pada penyimpanan biji kopi yaitu kadar air, kelembaman,
relatif udara, dan kebersihan gudang.

3.5 Alur Penelitian


Secara garis besar langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
studi literatur untuk mendapatkan teori yang berhubungan dengan topik yang akan
dibahas. Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap lingkungan industri kopi XYZ
untuk menemukan masalah yang akan dianalisis sehingga penulis dapat memberikan
strategi perbaikan bagi perusahaan. Adapun langkah-langkah tersebut ditunjukkan
pada alur penelitian gambar 3.3.
46

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian


47

3.5.1 Studi pendahuluan


Studi pendahuluan merupakan proses awal dalam melakukan penelitian,
proses ini dilakukan untuk memahami gambaran umum mengenai objek yang akan
diteliti, variabel-vaeriabel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan alur dari
proses yang diteliti. Tahap awal dari studi pendahuluan ini adalah mengamati
keadaan pabrik kopi XYZ dari segala aspek yang berhubungan dengan GMP.

3.5.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah


Industri kopi XYZ merupakan pabrik yang memproduksi pangan olahan, oleh
karena itu kualitas tempat produksi harus sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan
oleh perindustrian Indonesia, berdasarkan hasil wawancara awal diketahui pernah
terjadi kegagalan produksi, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai
penerapan GMP. Berdasarkan Permasalahan yang terjadi pada industri kopi XYZ
maka dilakukan penelitian untuk meminimalisir risiko dan menjamin mutu produk
sehingga dapat mengurangi risiko yang mungkin akan terjadi di masa yang akan
datang dengan menggunakan pendekatan GMP dan QRM.

3.5.3 Penentuan Tujuan Penulisan


Setelah melakukan identifikasi terhadap masalah yang timbul pada industri
Kopi XYZ maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini yaitu membantu industri
Kopi XYZ untuk meningktakan kualitas produknya dengan memberikan strategi
perbaikan terhadap kondisi pabrik yang dapat menimbulkan risiko terhadap produk
dan pekerja.

3.5.4 Studi Lapangan


Studi lapangan dilakukan untuk mendapatakan data-data awal yang
diperlukan sebagai perbandingan dari teori yang didapat dengan kondisi pabrik. Studi
ini dilakukan dengan cara observasi langsung kelapangan untuk memperoleh
48

gambaran area penelitian dan faktor-faktor lain yang dapat membantu penelitian.
Pada studi pendahuluan dilakukan proses wawancara awal untuk mengetahui
permasalahan yang dapat diteliti.

3.5.5 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan dan memilih teori-teori yang
digunakan berdasarkan topik permasalahan yang akan dibahas mengenai GMP,
QRM, risk mapping dan PHA dan teori lainnya yang dapat membantu proses
penelitian. Teori yang telah didapatkan selanjutnya akan digunakan sebagai referensi
dalam memecahkan masalah yang ada.

3.5.6 Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar yang
berguna untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Pada penenlitian ini, data
yang dikumpulkan harus akurat,dan cocok dengan permasalahan yang akan ditetliti.
Sumber data yang diperlukan terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder :
1. Data primer
Data-data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui
proses pengamatan dilapangan dengan cara observasi langsung terhadap
penerapan GMP dan wawancara mengenai nilai risiko dengan pihak industri.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapat tidak langsung dari sumber
pertamanya atau peneneliti tidak dapat mengambil data secara langsung
melainkan data didapat sudah ada di perusahaan. Data sekunder seperti data
sejarah perusahaan atau profil perusahaan, dan proses kerja.
49

3.5.7 Identifikasi Ruang Lingkup dan Risiko


Proses Identifikasi ruang lingkup dilakukan unrtuk memberikan batasan
terhadap masalah yang akan diteliti pada penelitian ini Identifikasi ruang lingkup
dilakukan berdasarkan pedoman GMP yang tertulis dalam peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-IND/PER/2010. Identifikasi ruang
lingkup dilakukan dengan menilai kesesuaian antara kondisi nyata pada industri kopi
XYZ dengan persyaratan dari ruang lingkup pedoman, sehingga pada penelitian ini
hanya 12 aspek GMP yang di teliti, hal ini disebabkan industri kopi XYZ merupakan
home industry dan selain dari 12 aspek yag diteliti tidak diterapkan di industri ini.

3.5.8 Identifikasi Risiko


Tahap pertama yang dilakukan dalam mengidentifikasi kejadian risiko adalah
brainstroming yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian
sehingga didapat informasi mengenai penerapan GMP secara garis besar. Selanjutnya
dilakukan wawancara dengan karyawan berpengalaman secara bebas dan tanya jawab
berdasarkan item-item GMP yang harus dipenuhi pada sebuah industri pengolahan
pangan. Pada tahap ini diperoleh informasi mengenai berapa banyak aspek GMP
yang telah terpenuhi atau tidak di industri Kopi XYZ. Informasi tersebut kemudian
dikumpulkan dan disesuaikan kesesuaian dengan syarat yang diterapkan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No. 75/M-IND/PER/7/2010 dengan kondisi pabrik.

3.5.9 Analisis Risiko Dengan Metode Matrik


Pada bagian ini dilakukan analisis dari risiko yang telah dikumpulkan
berdasarkan kondisi nyata industri kopi XYZ, yang dilakukan dengan teknik
kualitatif menggunakan matrik risiko yang menggambarkan tingkat dari
kemungkinan ( likelihood) dan keparahan (consequence) dari suatu kejadian.
50

3.5.10 Evaluasi Risiko dengan Mapping


Evaluasi risiko adalah tahap pemetaan risiko yang merupakan hasil dari
analisis risiko dengan menggunakan risk map. Risk mapping adalah pemetaan risiko
yang terdiri dari 4 peringkat risiko yaitu, risiko rendah, risiko menengah, risiko
tinggi, dan risiko sangat tinggi yang dijelaskan bedasarkan tingkatan warna pada
setiap area map seperti area merah, orange, hijau dan kuning.

3.5.11 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko dilakukan dengan menentukan ratting consequence dan
identifikasi risk agent, yaitu mengidentifikasi penyebab dari risiko yang mungkin
terjadi dengan melihat hasil dari evaluasi risiko sehingga memberikan usulan untuk
pencapaian target pengendalian risiko.

3.5.12 Hasil QRM (Quality Risk Management)


Tahap akhir pada penelitian ini berupa hasil QRM dalam bentuk PHA
worksheet yang terdiri dari nomor risiko, hazard atau risiko, analisis risiko, evaluasi
risiko, nilai risiko negatif, accidential event (what, where, when), penyebab risiko
dan usulan pengendalian. Kemudian hasil dari QRM dalam bentuk PHA worksheet
ini dikomunikasikan dan didokumentasikan yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pengawasan pengendalian risiko oleh pihak industri terkait.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data Penelitian


Pabrik kopi XYZ merupakan salah satu industri yang terletak di Aceh
yang bergerak dalam bidang pengolahan biji kopi, yang telah dipasarkan di
wilayah Banda Aceh dan sekitarnya.
Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini berupa data hasil
identifikasi pengamatan langsung dan wawancara dengan karyawan
berpengalaman yang berpedoman pada penerapan GMP yang sesuai dengan
peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 75/M-IND/PER/7/2010.
Pada pengumpulan data ini terdiri dari 12 ruang lingkup yang di amati yaitu
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin/peralatan, bahan, produk akhir,
karyawan, pengemasan, pengawasan proses, label dan keterangan produk,
penyimpanan dan pengangkutan. Penilaian kesesuaian dilakukan dengan melihat
menggunaan segala aspek yang berhubungan dengan GMP telah sesuai atau tidak
sesuai. Berikut hasil pengamatan penilaian kesesuaian.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kesesuaian Berdasarkan Standar GMP


Jumlah Presentase
Ruang Jumlah
Nama Ruang Lingkup Tidak Tidak
Lingkup Item Sesuai Sesuai
Sesuai Sesuai
1 Lokasi 7 3 4 42.86% 57.14%
2 Bangunan 36 21 15 58.33% 41.67%
3 Fasilitas Sanitasi 24 13 11 54.17% 45.83%
4 Mesin/Peralatan 13 12 1 92.31% 7.69%
5 Bahan 9 8 1 88.89% 11.11%
6 Produk Akhir 3 3 0 100.00% 0.00%
7 Karyawan 8 5 3 62.50% 37.50%
8 Pengemasan 7 7 0 100.00% 0.00%
9 Label dan Keterangan Produk 3 3 0 100.00% 0.00%
10 Penyimpanan 9 6 3 66.67% 33.33%
11 Pengangkutan 8 7 1 87.50% 12.50%
12 Pengawasan Proses 25 10 15 40.00% 60.00%
Rekapitulasi Total 152 98 54 64.47% 35.53%
Sumber: Hasil Pengamatan

51
52

Bedasarakan pada tabel 4.1 dapat dilihat penerapan antara ruang lingkup
pedoman GMP dengan lokasi pabrik kopi XYZ tidak semua tercapai dari poin-
poin yang telah ditetapkan oleh Menteri Perindustrian Republik Indonesia, dari
152 total item yang di amati ada tiga elemen yang telah memenuhi 100% dari
persyaratan GMP yaitu elemen pada produk akhir, pengemasan, dan label dan
keterangan produk. Namun terdapat 9 aspek lain yang belum tercapai secara
menyeluruh disebabkan beberapa alasan dari segi biaya, sumber daya manusia,
sumber daya alam dan lainya. Total item ruang lingkup yang sesuai adalah 98
item dari 152, sedangkan yang tidak sesuai adalah 54 item. Penilaian kesesuaian
ini dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung ke pabrik kopi XYZ,
hasil dari perhitungan pada tabel 4.1 merupakan jumlah hasil penilaian sesuai dan
tidak sesuai dengan melakukan pencarian persentase sehingga memudahkan tahap
selanjunya.
Dari hasil pengamatan terdapat beberapa bagian yang tidak mencukupi
semua persyaratan GMP yang telah ditetapkan, berikut merupakan grafik
persentase ruang lingkup yang sesuai untuk memudahkan dalam proses
identifikasi selanjutnya.

Persentase Ruang Lingkup Sesuai GMP


120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%

Gambar 4.1 Presentase Ruang Lingkup Yang Sesuai GMP


Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarakan hasil grafik dan tabel diatas pencapaian secara menyeluruh
penyesuaian dari ruang lingkup GMP menurut Menteri Perindustrian Republik
53

Indonesia Nomor 75/M-IND/PER/2010 pada indusrti kopi XYZ adalah 64.47%,


sedangkan yang tidak sesuai adalah 35.53%. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Inas dan Nufaidah tahun 2011 apabila penerapan GMP secara
menyeluruh berada pada kisaran hasil 65%-79% maka perlu dilakukan perbaikan,
merujuk pada peneitian tersebut dan membantu agar mutu produksi perusahaan
yang lebih bagus maka perlu dilakukan perbaikan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi atau cemaran yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.

4.2 Penyesuaian Tingkat Kemungkinan (Likelihood) Dan


Konsekuensi (Consequence)
Pada tahap ini dilakukan penyesuaian tingkat kemungkinan (likelihood)
dan tingkat keparahan (consequence) dari suatu risiko di lapangan dengan pihak
perusahaan yang disebut juga proses brainstorming. Peneliti menyesuaikan nilai
tingkat kemungkinan (likelihood) dan dampak (consequence) mengacu pada tabel
4.2 dan 4.3 ukuran kualitatif yang dijelaskan dalam AS/NSZ 4360:1999.
Tabel 4.2 Katagori Likelihood
Level Kriteria Uraian Frekuensi per tahun
E Sangat Kecil Hampir tidak mungkin terjadi 1-5 kesalahan
D Kecil Kemungkinan kecil terjadi 6-10 kesalahan
C Sedang Dapat terjadi juga 12-17 kesalahan
B Besar Sering terjadi 18-23 kesalahan
A Sangat Besar Selalu terjadi Lebih dari 23 kali terjadi
Sumber: Standar Australia, AS/NSZ 4360:1999

Tabel 4.3 Katagori Consequence


Level Kriteria Uraian
V Bencana Semua sasaran tidak tercapai
IV Besar Sasaran – sasaran penting tidak dapat tercapai
III Sedang Mempengaruhi pencapaian berberapa sasaran
II Kecil Kerusakan kecil yang mudah diperbaiki kembali
I Sangat kecil Dampak kecil terhadap sasaran yang dapat diabaikan /tidak
mengakibtkan cedera
Sumber: Standar Australia, AS/NSZ 4360:1999

4.3 Identifikasi Risiko


Pada tahap ini dilakukan proses untuk mengidentifikasikan kemungkinan
risiko-risiko yang terjadi pada industri kopi XYZ berdasarkan dari
ketidaksesuaian pedoman GMP yang tertulis dalam peraturan Menteri
54

Perindustrian Republik Indonesia No.75/M-IND/PER/7/2010. Ketidaksesuaian


dari kondisi pabrik dengan GMP dapat meyebabkan penurunan mutu pada hasil
produksi. Tabel 4.4 menujukan hasil dari identifikasi risiko di industri kopi XYZ.
Tabel 4.4 Hasil Dari Identifikai Risiko Pada Industri Kopi XYZ
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko
Risiko
Jalan menuju pabrik yang menimbulkan debu atau
1.
genangan air
1. Lokasi 2. Terdapat sampah pada lingkungan pabrik
3. Tempat produksi berada pada daerah mudah tergenang air
4. Terdapat semak-semak dan sarang hama di area pabrik
Memiliki sudut mati antara lantai dengan dinding, dinding
5.
dengan dinding
6. Terdapat genangan air pada toilet
7. Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan
Dinding toilet, dan wastafel tidak menggunakan keramik
8.
putih dan setinggi 2 m
9. Terdapat atap yang bocor
10. Ruang produksi tidak menggunakan cat anti air
2. Bangunan 11. Pintu ruang produksi membuka ke samping
12. Terdapat penumpukan debu di jendela
13. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk
Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap debu
14.
dan panas selama produksi
15. Ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan bau
16. Ventilasi tidak dilengkapi kassa pecegah serangga
17. Tidak ada kebijakan pengguanaan bahan gelas
18. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi
Sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan dengan
19.
warna pipa ataupun dengan tanda
20. Sarana pembersihan tidak dilengkapi air panas
Tidak ada tanda peringatan mencuci tangan setelah
Fasilitas 21.
3. menggunakan toilet
Sanitasi
22. Toilet tidak terlihat bersih
Tidak ada fasilitas higienis cuci tangan, ganti pakaian dan
23.
sepatu karyawan
24. Toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP
Tidak ada alat pengendali kelembaman, aliran udara dan
4. Mesin/Peralatan 25.
perlengkapan lainnya pada mesin
Tidak ada dokumen yang menyebutkan bentuk formula
5. Bahan 26.
dasar jenis dan syarat bahan
Karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup kepala
27.
yang sesuai dengan tempat produksi
28. Karyawan tidak mencuci tangan
6. Karyawan
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk pengunjung
29. dan karyawan ditempat pengemasan, gudang penyimpanan
dan produksi
Area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir
tidak menggunakan informasi jelas dengan menggunakan
7. Penyimpanan 30.
sistem kartu yang menyebutkan informasi bahan
55

Tabel 4.4 Hasil Dari Identifikai Risiko Pada Industri Kopi XYZ (Lanjutan)
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko
Risiko
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku yang
31. memenuhi syarat dan informasi first in first out pada
penyimpanan
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi untuk setiap
32.
satuan pengolahan proses produksi
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi dan
33.
petunjuk untuk setiap jenis produk
Tidak ada pengawasan terhadap bahan yang akan digunakan
34.
secara lab dan catatan mengenai bahan yang digunakan
Pengawasan
8. 35. Tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi
Proses
36. Tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan gelas
37. Karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja
Tidak ada pelindung lampu pada area pengolahan,
38.
penyimpanan dan pengemasan
Bahan pengemasan produk akhir tidak ada pengawasan secara
39.
khusus dan tidak ada tanda produk akhir yang sudah diperiksa
Alat pengangkut yang digunakan tidak terdapat pengaturan
9. Pengangkutan 40.
suhu dan kelembaman
Sumber: Hasil Pengamatan

4.4 Identifikasi Tingkat Kemungkinan (Likelihood) dan dampak


(Consequence) Pada Industri Kopi XYZ
Tahap ini merupakan penilaian tingkat kemungkinan (likelihood) dan dampak
(consequence) dari kejadian risiko yang telah diidentifikasi. Penilaian ini
dilakukan dengan metode wawancara semi stuktur kepada pemilik industri kopi
XYZ dan analisis oleh peneliti untuk mendapatkan bobot nilai tertinggi dan
terendah pada likelihood dan consequence. Tabel 4.5 menunjukkan bobot nilai
likelihood pada industri kopi XYZ.
Tabel 4.5 Bobot Nilai Likelihood Pada Industri Kopi XYZ
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Likelihood
Risiko
Jalan menuju pabrik yang menimbulkan debu atau
1. C
genangan air
2. Terdapat sampah pada lingkungan pabrik C
1. Lokasi
Tempat produksi berada pada daerah mudah tergenang
3. E
air
4. Terdapat semak-semak dan sarang hama di area pabrik B
Memiliki sudut mati antara lantai dengan dinding,
5. A
dinding dengan dinding
6. Terdapat genangan air pada toilet C
2. Bangunan
7. Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan A
Dinding toilet, dan wastafel tidak menggunakan
8. A
keramik putih dan setinggi 2 m
56

Tabel 4.5 Bobot Nilai Likelihood Pada Industri Kopi XYZ (Lanjutan)
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Likelihood
Risiko
9. Terdapat atap yang bocor E
10. Ruang produksi tidak menggunakan cat anti air B
11. Pintu ruang produksi membuka ke samping C
12. Terdapat penumpukan debu di jendela D
13. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk C
2. Bangunan Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap
14. B
debu dan panas selama produksi
15. Ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan bau B
16. Ventilasi tidak dilengkapi kassa pecegah serangga B
17. Tidak ada kebijakan pengguanaan bahan gelas E
18. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi B
Sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan
19. A
dengan warna pipa ataupun dengan tanda
20. Sarana pembersihan tidak dilengkapi air panas B
Tidak ada tanda peringatan mencuci tangan setelah
Fasilitas 21. B
3. menggunakan toilet
Sanitasi 22. Toilet tidak terlihat bersih B
Tidak ada fasilitas higienis cuci tangan, ganti
23. B
pakaian dan sepatu karyawan
24. Toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP A
Tidak ada alat pengendali kelembaman, aliran udara
4. Mesin/Peralatan 25. B
dan perlengkapan lainnya pada mesin
Tidak ada dokumen yang menyebutkan bentuk
5. Bahan 26. C
formula dasar jenis dan syarat bahan
Karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup
27. C
kepala yang sesuai dengan tempat produksi
28. Karyawan tidak mencuci tangan B
6. Karyawan
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk
29. pengunjung dan karyawan ditempat pengemasan, A
gudang penyimpanan dan produksi
Area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk
akhir tidak menggunakan informasi jelas dengan
30. menggunakan sistem kartu yang menyebutkan B
informasi bahan
7. Penyimpanan
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku
31. yang memenuhi syarat dan informasi first in first out B
pada penyimpanan
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi
32. B
untuk setiap satuan pengolahan proses produksi
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi
33. B
dan petunjuk untuk setiap jenis produk
Tidak ada pengawasan terhadap bahan yang akan
Pengawasan
8. 34. digunakan secara lab dan catatan mengenai bahan A
Proses
yang digunakan
35. Tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi A
36. Tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan gelas E
Karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung
37. C
kerja
57

Tabel 4.5 Bobot Nilai Likelihood Pada Industri Kopi XYZ (Lanjutan)
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Likelihood
Risiko
Tidak ada pelindung lampu pada area pengolahan,
38. C
penyimpanan dan pengemasan
Bahan pengemasan produk akhir tidak ada
39. pengawasan secara khusus dan tidak ada tanda D
produk akhir yang sudah diperiksa
Alat pengangkut yang digunakan tidak terdapat
9. Pengangkutan 40. B
pengaturan suhu dan kelembaman
Sumber : Hasil Pengamatan

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa risiko yang memiliki


kemungkinan terjadi dengan nilai tertinggi yaitu memiliki sudut mati antara lantai
dengan dinding, dinding dengan dinding, tidak ada tempat failitas cuci tangan
bagi karyawan, dinding toilet, dan wastafel tidak menggunakan keramik putih
dan setinggi 2 m, sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan dengan warna
pipa ataupun dengan tanda, toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP, tidak ada
persyaratan higienis khusus untuk pengunjung dan karyawan ditempat
pengemasan, gudang penyimpanan dan produksi, tidak ada pengawasan terhadap
bahan yang akan digunakan secara lab, dan tidak ada pengawasan ketat terhadap
kontaminasi.
Setelah mendapatkan bobot kemungkinan (likelihood) selanjutnya adalah
penilaian bobot dampak atau konsekuensi dari risiko yang mungkin terjadi.
Konsekuensi berfungsi untuk memperkirakan efek samping jika terjadinya suatu
risiko dengan memperkirakan berbagai faktor dan kondisi. Tabel 4.6 menujukkan
bobot nilai consequence pada industri kopi XYZ.
Tabel 4.6 Bobot Nilai Consequence Pada Industri Kopi XYZ
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Consequence
Risiko
Jalan menuju pabrik yang menimbulkan debu
1. atau genangan air 2
2. Terdapat sampah pada lingkungan pabrik 2
1. Lokasi Tempat produksi berada pada daerah mudah
3. tergenang air 1
Terdapat semak-semak dan sarang hama di area
4. pabrik 1
Memiliki sudut mati antara lantai dengan
5. dinding, dinding dengan dinding 1
2. Bangunan
6. Terdapat genangan air pada toilet 2
58

Tabel 4.6 Bobot Nilai Consequence Pada Industri Kopi XYZ (Lanjutan)
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Consequence
Risiko
Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi
7. 2
karyawan
Dinding toilet, dan wastafeI tidak
8. 2
menggunakan keramik putih dan setinggi 2 m
9. Terdapat atap yang bocor 1
10. Ruang produksi tidak menggunakan cat anti air 1
11. Pintu ruang produksi membuka ke samping 1
12. Terdapat penumpukan debu di jendela 2
13. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk 3
Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas,
14. 4
asap debu dan panas selama produksi
15. Ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan bau 2
Ventilasi tidak dilengkapi kassa pecegah
16. 2
serangga
17. Tidak ada kebijakan pengguanaan bahan gelas 4
18. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi 4
Sistem pemipaan penggunaan air tidak
19. dibedakan dengan warna pipa ataupun dengan 2
tanda
20. Sarana pembersihan tidak dilengkapi air panas 1
Fasilitas Tidak ada tanda peringatan mencuci tangan
3. 21. 2
Sanitasi setelah menggunakan toilet
22. Toilet tidak terlihat bersih 2
Tidak ada fasilitas higienis cuci tangan, ganti
23. 2
pakaian dan sepatu karyawan
24. Toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP 2
Tidak ada alat pengendali kelembaman, aliran
4. Mesin/Peralatan 25. 1
udara dan perlengkapan lainnya pada mesin
Tidak ada dokumen yang menyebutkan bentuk
5. Bahan 26. 2
formula dasar jenis dan syarat bahan
Karyawan tidak menggunakan sarung tangan,
27. tutup kepala yang sesuai dengan tempat 4
produksi
6. Karyawan 28. Karyawan tidak mencuci tangan 4
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk
29. pengunjung dan karyawan ditempat 2
pengemasan, gudang penyimpanan dan produksi
Area gudang penyimpanan bahan baku dan
poduk akhir tidak menggunakan informasi jelas
30. dengan menggunakan sistem kartu yang 4
menyebutkan informasi bahan
7. Penyimpanan
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan
31. baku yang memenuhi syarat dan informasi first 4
in first out pada penyimpanan
Tidak ada dokumen yang menyebutkan
32. informasi untuk setiap satuan pengolahan proses 2
Pengawasan produksi
8.
Proses Tidak ada dokumen yang menyebutkan
33. informasi dan petunjuk untuk setiap jenis 2
produk
59

Tabel 4.6 Bobot Nilai Consequence Pada Industri Kopi XYZ (Lanjutan)
No
No. Elemen Kemungkinan Risiko Consequence
Risiko
Tidak ada pengawasan terhadap bahan yang
34. akan digunakan secara lab dan catatan mengenai 1
bahan yang digunakan
Tidak ada pengawasan ketat terhadap
35. 2
kontaminasi
Tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan
36. 2
gelas
Karyawan tidak menggunakan alat-alat
37. 4
pelindung kerja
Tidak ada pelindung lampu pada area
38. 3
pengolahan, penyimpanan dan pengemasan
Bahan pengemasan produk akhir tidak ada
39. pengawasan secara khusus dan tidak ada tanda 4
produk akhir yang sudah diperiksa
Alat pengangkut yang digunakan tidak terdapat
9. Pengangkutan 40. 1
pengaturan suhu dan kelembaman
Sumber : Hasil Pengamatan

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan terdapat 9 (sembilan) risiko


yang memiliki dampak paling besar yaitu ventilasi tidak dapat menghilangkan
uap, gas, asap debu dan panas selama produksi, tidak ada kebijakan penggunaan
bahan gelas, ruang pengemasan terlihat tidak rapi, karyawan tidak menggunakan
sarung tangan, tutup kepala yang sesuai dengan tempat produksi, karyawan tidak
mencuci tangan, area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir tidak
menggunakan informasi jelas dengan menggunakan sistem kartu yang
menyebutkan informasi bahan, tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan
baku yang memenuhi syarat dan informasi first in first out pada penyimpanan,
karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja, dan bahan pengemasan
produk akhir tidak ada pengawasan secara khusus dan tidak ada tanda produk
akhir yang sudah diperiksa.

Berdasarkan penilaian likelihood dan consequence selanjutnya dilakukan


perkalian antara ke dua bobot nilai likelihood dan consequence untuk
mendapatkan nilai RPI (Risk Priority Index), nilai RPI digunakan sebagai penentu
dalam melakukan pemetaan pada risk mapping. Tabel 4.7 menunjukkan hasil
perkalian nilai kemungkinan (likelihood) dan keparahan (consequence).
60

Tabel 4.7 hasil perkalian nilai likelihood dan consequence


No RPI
No. Elemen Kemungkinan Risiko Likelihood Consequence Risk Map
Risiko (L xC)
1. Jalan menuju pabrik yang menimbulkan debu atau genangan air C=3 2 6 Menengah
2. Terdapat sampah pada lingkungan pabrik C=3 2 6 Menengah
1. Lokasi
3. Tempat produksi berada pada daerah mudah tergenang air E=1 1 1 Rendah
4. Terdapat semak-semak dan sarang hama di area pabrik B=4 1 4 Menengah
Memiliki sudut mati antara lantai dengan dinding, dinding dengan
5. A=5 1 5 Menengah
dinding
6. Terdapat genangan air pada toilet C=3 2 6 Menengah
7. Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan A=5 2 10 Tinggi
Dinding toilet, dan wastafel tidak menggunakan keramik putih
8. B=4 2 8 Menengah
dan setinggi 2 m
9. Terdapat atap yang bocor E=1 1 1 Rendah
10. Ruang produksi tidak menggunakan cat anti air B=4 1 4 Menengah
2. Bangunan 11. Pintu ruang produksi membuka ke samping C=3 1 3 Rendah
12. Terdapat penumpukan debu di jendela D=2 2 4 Rendah
13. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk C=3 3 9 Tinggi
Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap debu dan
14. B=4 4 16 Tinggi
panas selama produksi
15. Ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan bau B=4 2 8 Menengah
16. Ventilasi tidak dilengkapi kassa pecegah serangga B=4 2 8 Menengah
17. Tidak ada kebijakan pengguanaan bahan gelas E=1 4 4 Menengah
18. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi B=4 4 16 Tinggi
Sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan dengan warna
19. A=5 2 10 Tinggi
pipa ataupun dengan tanda
20. Sarana pembersihan tidak dilengkapi air panas B=4 1 4 Menengah
Tidak ada tanda peringatan mencuci tangan setelah menggunakan
21. B=4 2 8 Menengah
3. Fasilitas Sanitasi toilet
22. Toilet tidak terlihat bersih B=4 2 8 Menengah
Tidak ada fasilitas higienis cuci tangan, ganti pakaian dan sepatu
23. B=4 2 8 Menengah
karyawan
24. Toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP A=5 1 5 Menengah
61

Tabel 4.7 hasil perkalian nilai likelihood dan consequence (Lanjutan)


No RPI
No. Elemen Kemungkinan Risiko Likelihood Consequence Risk Map
Risiko (L x C)
Tidak ada alat pengendali kelembaman, aliran udara dan
4. Mesin/Peralatan 25. B=4 1 4 Menengah
perlengkapan lainnya pada mesin
Tidak ada dokumen yang menyebutkan bentuk formula dasar jenis
5. Bahan 26. C= 3 2 6 Menengah
dan syarat bahan
Karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup kepala yang
27. C=3 4 12 Tinggi
sesuai dengan tempat produksi
6. Karyawan 28. Karyawan tidak mencuci tangan B=4 4 16 Tinggi
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk pengunjung dan
29. A=5 2 10 Tinggi
karyawan ditempat pengemasan, gudang penyimpanan dan produksi
Area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir tidak
30. menggunakan informasi jelas dengan menggunakan sistem kartu B=4 4 16 Tinggi
7. Penyimpanan yang menyebutkan informasi bahan
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku yang
31. B=4 4 16 Tinggi
memenuhi syarat dan informasi first in first out pada penyimpanan
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi untuk setiap
32. B=4 2 8 Menegah
satuan pengolahan proses produksi
Tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi dan petunjuk
33. B=4 2 8 Menengah
untuk setiap jenis produk
Tidak ada pengawasan terhadap bahan yang akan digunakan secara
34. A=5 1 5 Menengah
lab dan catatan mengenai bahan yang digunakan
Pengawasan
8. 35. Tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi A=5 2 10 Tinggi
Proses
36. Tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan gelas E= 1 2 2 Rendah
37. Karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja C=3 4 12 Tinggi
Tidak ada pelindung lampu pada area pengolahan, penyimpanan dan
38. C=3 2 6 Menengah
pengemasan
Bahan pengemasan produk akhir tidak ada pengawasan secara
39. D=2 4 8 Menengah
khusus dan tidak ada tanda produk akhir yang sudah diperiksa
Alat pengangkut yang digunakan tidak terdapat pengaturan suhu
9. Pengangkutan 40. B=4 1 4 Menengah
dan kelembaman
Sumber: Hasil Pengolahan Data
62

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai RPI yaitu perkalian
dari likelihood dan consequence menggambarkan rangking dari setiap risiko yang
ada. Risiko tinggi terdiri dari 12 aspek yaitu risiko no 14, 18, 27, 28, 30, 31, 37,
13, 7, 19, 29, dan 35 sedangkan risiko menengah terdiri dari 23 aspek yang terdiri
dari risiko no 5, 24, 34, 40, 4, 10, 20, 25, 8, 15, 16, 21, 22, 23, 32, 33, 1, 2, 6, 26,
38, 39, dan 17 dan risiko rendah terdiri dari 5 aspek yaitu risiko no 11, 3, 9, 36,
dan 12.

4.5 Risk Mapping


Tahap ini peneliti melakukan skala prioritas risiko, pemetaan risiko negatif
dilakukan kedalam 4 area yaitu hijau yang menunjukkan risiko rendah, area
kuning yeng menunjukkan risiko menengah, area orange yang menunjukkan
risiko tinggi dan area merah yang menunjukkan risiko sangat tinggi. Berikut ini
merupakan tabel penjelasan warna pada risk mappig.
Tabel 4.8 Kriteria Penilaian Mapping
Warna Deskripsi
Risiko Rendah Tidak Perlu Tindakan Segera
Risiko Menengah Perlu Dipertimbangkan Perbaikan
Risiko Tinggi Dianjurkan Segera Melakukan Tindakan Perbaikan
Risiko Sangat Tinggi Harus Segera Dilakukan Tindakan Perbaikan
Sumber: AZ/NZS 4360:2004
Merujuk pada penelitian yang dilakukan pada industri kopi XYZ
berdasarkan wawancara dan observasi berikut ini merupakan hasil pemetaan GMP
pada industri XYZ.

Tabel 4.9 Risk Mapping


Consequence
I
Likelihood II III IV V
(Sangat
(Kecil) (Sedang) (Besar) (Bencana)
Kecil)
A (Sangat Besar) 5,24,34 7,19,29,35
B ( Besar ) 4,10,20,25,40 8,15,16,21,22,23,32,33 14,18,28,30,31
C (Sedang) 11 1,2,6,26,38 13 27,37
D (Kecil) 12 39
E (Sangat Kecil) 3,9 36 17
Sumber: Hasil Pengolahan
63

 Berikut ini merupakan setiap risiko yang berada pada area hijau:
1. Risiko nomor 11, pintu ruang produksi membuka ke samping.
2. Risiko nomor 3, tempat produksi berada pada daerah mudah tergenang
air.
3. Risiko nomor 9, terdapat atap yang bocor.
4. Risiko nomor 12, terdapat penumpukan debu di jendela.
5. Risiko nomor 36, tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan gelas.

 Berikut ini merupakan risiko yang berada pada area kuning:


1. Risiko nomor 5, memiliki sudut mati antara lantai dengan dinding,
dinding dengan dinding.
2. Risiko nomor 34, tidak ada pengawasan terhadap bahan yang akan
digunakan secara lab dan catatan mengenai bahan yang digunakan.
3. Risiko nomor 4, terdapat semak-semak dan sarang hama di area pabrik.
4. Risiko nomor 10, ruang produksi tidak menggunakan cat anti air.
5. Risiko nomor 20, sarana pembersihan tidak dilengkapi air panas.
6. Risiko nomor 40, alat pengangkut yang digunakan tidak terdapat
pengaturan suhu dan kelembaman.
7. Risiko nomor 8, dinding toilet, dan wastafel tidak menggunakan keramik
putih dan setinggi 2 m.
8. Risiko nomor 21, tidak ada tanda peringatan mencuci tangan setelah
menggunakan toilet.
9. Risiko nomor 22, toilet tidak terlihat bersih.
10. Risiko nomor 23, tidak ada fasilitas higienis cuci tangan, ganti pakaian
dan sepatu karyawan.
11. Risiko nomor 32, tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi untuk
setiap satuan pengolahan proses produksi.
12. Risiko nomor 33, tidak ada dokumen yang menyebutkan informasi dan
petunjuk untuk setiap jenis produk.
13. Risiko nomor 1, jalan menuju pabrik yang menimbulkan debu atau
genangan air.
64

14. Risiko nomor 2, terdapat sampah pada lingkungan pabrik.


15. Risiko nomor 6, terdapat genangan air pada toilet .
16. Risiko nomor 24, toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP.
17. Risiko nomor 25, tidak ada alat pengendali kelembaman, aliran udara dan
perlengkapan lainnya pada mesin.
18. Risiko nomor 26, tidak ada dokumen yang menyebutkan bentuk formula
dasar jenis dan syarat bahan.
19. Risiko nomor 38, tidak ada pelindung lampu pada area pengolahan,
penyimpanan dan pengemasan.
20. Risiko nomor 39, bahan pengemasan produk akhir tidak ada pengawasan
secara khusus dan tidak ada tanda produk akhir yang sudah diperiksa.
21. Risiko nomor 15, ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan bau.
22. Risiko nomor 16, ventilasi tidak dilengkapi kassa pencegah serangga.
23. Risiko nomor 17, tidak ada kebijakan penggunaan bahan gelas.

 Berikut ini merupakan risiko yang berada pada area orange:


1. Risiko nomor 7, tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan.
2. Risiko nomor 19, sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan
dengan warna pipa ataupun dengan tanda.
3. Risiko nomor 29, tidak ada persyaratan higienis khusus untuk
pengunjung dan karyawan ditempat pengemasan, gudang penyimpanan
dan produksi.
4. Risiko nomor 35, tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi.
5. Risiko nomor 13, tidak ada kassa pencegah serangga masuk.
6. Risiko nomor 14, ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap
debu dan panas selama produksi.
7. Risiko nomor 18, ruang pengemasan terlihat tidak rapi.
8. Risiko nomor 28, karyawan tidak mencuci tangan.
9. Risiko nomor 30, area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir
tidak menggunakan informasi jelas dengan menggunakan sistem kartu
yang menyebutkan informasi bahan.
65

10. Risiko nomor 31, tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku
yang memenuhi syarat dan informasi first in first out pada penyimpanan.
11. Risiko nomor 27, karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup
kepala yang sesuai dengan tempat produksi.
12. Risiko nomor 37, karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diidentifikasikan bahwa terdapat 5 risiko


pada daerah hijau yang berarti perlu dilakukan penanganan melalui pemantauan
khusus dan spesifik atau melalui prosedur rutin saja tidak memerlukan sumber
daya spesifik, kemudian terdapat 23 risiko yang berada pada area kuning yang
menunjukkan penanganan melalui pemantuan khusus dan spesifik atau
melakukan prosedur tanggap yang telah ditetapkan, akuntabilitas biasanya terletak
pada manajemen operasional dan harus ditetapkan secara jelas, dan terdapat 12
risiko yang berada pada area orange ini menujukkan bahwa terdapat kejadian
risiko yang tinggi yang memerlukan perhatian dan dukungan dari manajemen
puncak, rencana, tindakan, dan akuntabilitas perlakuan risiko harus jelas dan
terukur dan pelaksanaanya harus segera. Berdasarkan fungsi dari risk mapping
area orange merupakan area yang harus segera dilakukan rencana pengendalian
risiko, sehingga risiko pada area orange dipilih dan diurutkan berdasarkan besar
dampak yang terjadi.

4.6 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko terdiri dari proses penentuan rating consequence dari
prioritas risiko yang telah teridentifikasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar dampak dari risiko terhadap lingkungan pabrik kopi XYZ yang
selanjutnya akan dilakukan identifikasi penyebab untuk memberikan usulan
pengendalian risiko. Berikut merupakan tabel persentase dampak risiko.
66

Tabel 4.10 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 11,49%


Actual
No
No Kemungkinan Risiko Nilai Persentase
Risiko
Rating Dampak
Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap debu
1. 14 50 11.49%
dan panas selama produksi
2. 18 Ruang pengemasan terlihat tidak rapi 50 11.49%
Karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup
3. 27 50 11.49%
kepala yang sesuai dengan tempat produksi
4. 28 Karyawan tidak mencuci tangan 50 11.49%
Area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir
tidak menggunakan informasi jelas dengan
5. 30 50 11.49%
menggunakan sistem kartu yang menyebutkan informasi
bahan
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku
6. 31 yang memenuhi syarat dan informasi first in first out 50 11.49%
pada penyimpanan
7. 37 Karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja 50 11.49%
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 4.11 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 5.75%


Actual
No
No Kemungkinan Risiko Nilai Persentase
Risiko
Rating Dampak
1. 13 Tidak ada kassa pencegah serangga masuk 25 5.75%
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 4.12 Persentase Dampak Risiko Katagori Dampak 3.45%


Actual
No
No Kemungkinan Risiko Nilai Persentase
Risiko
Rating Dampak
1. 7 Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan 15 3.45%
Sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan
2. 19 15 3.45%
dengan warna pipa ataupun dengan tanda
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk
3. 29 pengunjung dan karyawan ditempat pengemasan, 15 3.45%
gudang penyimpanan dan produksi
4. 35 Tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi 15 3.45%
Jumlah 435 100.00%
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Gambar 4.2 merupakan grafik yang menggambarkan persentase dampak


risiko terhadap industri kopi XYZ.
67

14.00%
Persentase Dampak
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%

Tidak ada kassa…


Karyawan tidak…
Karyawan tidak…

Karyawan tidak…
Area gudang…
Tidak ada pemberian…

Sistem pemipaan…

Tidak ada pengawasan…


Ventilasi tidak dapat…
Ruang pengemasan…

Tidak ada persyaratan…


Tidak ada tempat…
persentase dampak

14 18 27 28 30 31 37 13 7 19 29 35
Gambar 4.2 Persentase Dampak Risiko
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui terdapat 12 (dua belas) risiko


yang diperlukan perbaikan dalam waktu dekat untuk menghindari kemungkinan
yang tidak diinginkan, risiko terbagi atas tiga golongan untuk menentukan
prioritas perbaikan, risiko nomor 14 sampai 37 memiliki dampak 11.49%, risiko
nomor 13 memiliki dampak 5.57% dan risiko nomor 7 sampai 35 memiliki
dampak 3.45%. Berikut ini risiko yang berada pada area orange:
1. Risiko nomor 14, ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap debu
dan panas selama produksi.
2. Risiko nomor 18, ruang pengemasan terlihat tidak rapi.
3. Risko nomor 27, karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup
kepala yang sesuai dengan tempat produksi.
4. Risiko nomor 28, yaitu karyawan tidak mencuci tangan.
5. Risiko nomor 30, area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir
tidak menggunakan informasi jelas dengan menggunakan sistem kartu
yang menyebutkan informasi bahan.
6. Risiko nomor 31, tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku
yang memenuhi syarat dan informasi first in first out pada penyimpanan.
7. Risiko nomor 37, karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja
68

8. Risiko nomor 13, tidak ada kassa pencegah serangga masuk.


9. Risiko nomor 7, tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan.
10. Risiko nomor 19, sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan
dengan warna pipa ataupun dengan tanda.
11. Risiko nomor 29, tidak ada persyaratan higienis khusus untuk pengunjung
dan karyawan ditempat pengemasan, gudang penyimpanan dan produksi.
12. Risiko nomor 35, tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi.

4.7 Hasil QRM (Quality Risk Management)


Hasil QRM merupakan hasil dari penilaian risiko dalam bentuk laporan yang
digunakan untuk memberikan informasi kepada pihak terkait industri kopi XYZ
sehingga memberikan gambaran mengenai risiko yang terjadi, dampak dan usulan
pengendalian. Informasi hasil dari QRM diberikan dalam bentuk PHA
(preliminary hazard analysis) worksheet, sehingga hasil yang dilaporkan dan
diawasi merupakan risiko berdasarkan prioritas risiko yang telah dinilai.
69

Tabel 4.13 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Tinggi


Lik Nilai Accidental Event
No Conseq Risk Kategori
Risiko elih Risiko Penyebab Usulan Pengendalian
Risiko uence Map What Where When Usulan
ood Negatif
Ventilasi tidak
dapat Risiko
Ventilasi terlalu
menghilangkan kesehat Area Rekayasa teknik yaitu
14 11.49% Setiap kecil dan tidak Pengendalian
uap, gas, asap A 2 Tinggi an produk melakukan perubahan pada
produksi memenuhi syarat Teknik
debu dan panas karyaw si ventilasi sesuai dengan GMP
GMP
selama produksi an

Ruang
Ketika Adanya tumpukan Membuat suatu kewajiban
pengemasan Risiko Area
18 11.49% proses peralatan yang tidak untuk menjaga kerapian dan Pengendalian
terlihat tidak C 3 Tinggi stress pengem
pengema diperlukan untuk mendesain ruang pengemasan Administratif
rapi pekerja asan
san proses pengemasan dengan menerapkan 5S
Karyawan tidak Area
Risiko
menggunakan produk Tidak ada kesadaran
kesela Melakukan pengadaan untuk
sarung tangan, si, Ketika dan pengetahuan
matan PPE (personal protecive PPE (personal
27 tutup kepala 11.49% pengem operasio dari pihak
B 4 Tinggi karyaw equipment) seperti sarung protective
yang sesuai asan nal manajemen dan
an dan tangan, pelindung kepala, equipment)
dengan tempat dan pabrik karyawan untuk
kontam pelindung kaki dan masker
produksi penyim keselamatan pekerja
inasi
panan
Area Tidak ada kesadaran Mendesain tanda peringatan
pengem Ketika dan pengetahuan sanitasi tangan sebelum masuk
Karyawan tidak Konta
28 11.49% asan operasio dari manajemen ruang proses produksi, setelah Pengendalian
mencuci tangan B 4 Tinggi minasi
dan nal untuk SOP keluar dari toilet, setelah makan Administratif
silang
penyim pabrik karyawan sebelum dan minum dan setiap tangan
panan bekerja terkena tanah atau lainnya
70

Tabel 4.13 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Tinggi (Lanjutan)
Lik Nilai Kategori
No Conseq Risk Accidental Event Usulan Pengendalian
Risiko elih Risiko Penyebab Usulan
Risiko uence Map
ood Negatif What Where When
Mendesain kartu yang
Area gudang menyebutkan nama bahan,
penyimpanan Risiko tanggal penerimaan, asal
bahan baku dan kualitas bahan, tanggal pengeluaran,
poduk akhir bahan jumlah pengeluaran, dan
tidak baku Setiap informasi lain yang
Tumpukan bahan
menggunakan buruk pengamb diperlukan untuk
Area baku dan produk
30 informasi jelas 11.49% dan ilan penyimpanan bahan baku dan Pengendalian
A 2 Tinggi penyim akhir masih
dengan waktu bahan mendesain kartu yang Administratif
panan tradisional dan
menggunakan pekerja baku dari menyebutkan nama produk,
seadanya
sistem kartu mecari gudang tanggal produksi, kode
barang produksi, tanggal
yang
lebih pengeluaran, jumlah
menyebutkan
lama pengeluaran dan informasi
informasi bahan lain yang diperlukan untuk
produk akhir
Tidak ada
pemberian Mendesain area penyimpanan
tanda yang memisahkan antara :
Ketika 1. bahan baku /produk
pemeriksaan, Risiko
pengamb Kurangya akhir yang telah di
bahan baku dan cacat
Area ilan pemahaman dari periksa dan belum
31 produk akhir 11.49% bahan Pengendalian
C 4 Tinggi penyim bahan pihak manajemen diperiksa
yang memenuhi baku Administratif
panan baku dan dalam proses 2. memenuhi dan tidak
syarat dan dan
produk penyimpanan memenuhi syarat
informasi first produk
akhir 3. bahan yang lebih dulu
in first out pada masuk /diproduksi lebih
penyimpanan awal digunakan
71

Tabel 4.13 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Tinggi (Lanjutan)
Lik Nilai Accidental Event Kategori
No Consequ Risk Usulan Pengendalian
Risiko elih Risiko Penyebab Usulan
Risiko ence Map What Where When
ood Negatif
Perlu dilakukan pengawasan
Risiko Area
Karyawan tidak terhadap kontaminasi
Konta produksi, Setiap Belum ada
menggunakan merujuk pada syarat Pengendalian
37 B 4 Tinggi 11.49% minasi pengema operasio pengadaan alat
pengawasan proses GMP Administratif
alat-alat oleh san dan nal untuk mencegah
pelindung kerja mengenai pelindung dan PPE
karyaw penyimp pabrik kontaminasi
karyawan dengan
an anan
menggunakan PPE

Tabel 4.14 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Sedang


Lik Nilai Accidental Event Kategori
No Conseq Usulan Pengendalian
Risiko elih Risk Map Risiko Penyebab Usulan
Risiko uence What Where When
ood Negatif
Area
produk
Tidak ada kassa Risiko si,
Kassa yang dibuat Mendesain pemasangan
13 pencegah 5.75% kontam pengem Setiap Pengendalian
A 2 Tinggi telah hilang dan kassa untuk menghindari
serangga masuk inasi asan saat Administratif
tidak terawat masuknya serangga
produk dan
penyim
panan

Tabel 4.15 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Kecil


Lik Nilai Accidental Event Kategori
No Conseq Usulan Pengendalian
Risiko elih Risk Map Risiko Penyebab Usulan
Risiko uence What Where When
ood Negatif
Tidak ada
Risiko
tempat fasilitas Area Ketika Mendesain fasilitas higienis
7 3.45% kontam Dalam proses Pengendalian
cuci tangan bagi B 4 Tinggi produk proses karyawan (wastafel) sesuai
inasi pengadaan wastafel Administratif
karyawan si produksi dengan syarat GMP
silang
72

Tabel 4.15 PHA (preliminary hazard analysis ) worksheet Katagori Kecil (Lanjutan)
Nilai Accidental Event Kategori
No Likel Conseq Usulan Pengendalian
Risiko Risk Map Risiko Penyebab Usulan
Risiko ihood uence What Where When
Negatif
Sistem pemipaan Risiko
penggunaan air kontam Ketika Mendesain penggunaan aliran
tidak dibedakan inasi pabrik Kurang informasi pipa berdasarkan fungsi
19 3.45% Lokasi Pengendalian
dengan warna B 4 Tinggi dan aktif mengenai dengan menggunakan tanda
pabrik Administratif
pipa ataupun tidak beropera higienisasi atau warna yang digunakan
dengan tanda higieni si untuk produksi dan selain
s produksi
Tidak ada
persyaratan
higienis khusus Konta
minasi Area
untuk pengunjung Pengadaan fasilitas higienis
silang penyim
dan karyawan Belum ada untuk karyawan dan
29 3.45% oleh panan Lokasi
ditempat A 2 Tinggi pengadaan fasilitas pengunjung seperti pakaian PPE
karyaw dan pabrik
pengemasan, higienis dan menerapkan syarat
an dan pengem
gudang higienis
pengun asan
penyimpanan dan jung
produksi

Area
produk
Tidak ada
si, Kurangnya
pengawasan ketat Risiko Mendesain tanda peringatan
35 3.45% pengem Setiap informasi mengenai Pengendalian
terhadap C 4 Tinggi cacat higienis berdasarkan
asan saat penyebab-penyebab Administratif
kontaminasi produk pedoman GMP
dan kontaminasi
penyim
panan
Sumber: Hasil Pengolahan Data
73

4.8 Analisis PHA (Preliminary Hazard Analysis ) Worksheet


PHA adalah metode yang digunakan untuk menilai risiko dan memberikan
usulan perbaikan dari risiko yang memiliki dampak paling besar untuk segera
dilakukan pengendalian. Risiko adalah ketidakpastian yang dimiliki oleh setiap
organisasi, ada risiko yang bisa diatasi ada pula yang tidak dapat diatasi, sesuai
dengan usulan pengendalian menurut Tranter (1999) dan pendekatan dengan
syarat GMP berikut ini merupakan usulan perbaikan dari risiko yang mungkin
terjadi.
1. Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap, gas, asap, debu, dan panas
selama produksi hal ini dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan
karyawan maka perlu dilakukan rekayasa teknik yaitu melakukan
perubahan pada ventilasi sesuai dengan GMP sehingga dapat menjamin
kesehatan karyawan.
2. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi, hal ini disebabkan karena adanya
tumpukan-tumpukan mesin atau peralatan yang tidak digunakan pada
proses pengemasan, tetapi diletakkan di area pengemasan, oleh sebab itu
perlu diterapkan aturan untuk menjaga kebersihan dengan menerapkan
prinsip 5 S yaitu seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu
(rawat) dan shitsuke (rajin).
3. Karyawan tidak menggunakan sarung tangan, tutup kepala yang sesuai
dengan tempat produksi hal ini merupakan fasilitas yang harus di sediakan
oleh instansi atau industri pengolahan makana karena industri pangan
sangat sensitive terhadap kontaminasi. Pada industri kopi ini tidak ada
kesadaran dan pengetahuan dari pihak manajemen dan karyawan untuk
keselamatan pekerja oleh sebab itu diperlukan pengadaan untuk PPE
(personal proective equipment) seperti sarung tangan, pelindung kepala,
pelindung kaki dan masker oleh pihak pabrik.
4. Karyawan tidak mencuci tangan, hal ini disebabkan oleh kurangnya
pemahaman mengenai sanitasi dan tidak adanya SOP (standard
operational procedure) oleh pihak pabrik kepada karyawan, sehingga
diperlukan untuk mendesain tanda peringatan sanitasi tangan sebelum
74

masuk ruang proses produksi, setelah keluar dari toilet, setelah makan dan
minum dan setiap tangan terkena tanah atau lainnya.
5. Area gudang penyimpanan bahan baku dan poduk akhir tidak
menggunakan informasi jelas dengan menggunakan sistem kartu yang
menyebutkan informasi bahan. Pada area penyimpanan, bahan baku dan
produk akhir diletakkan diatas alas kayu tanpa informasi jelas mengenai
produk maka perlu dilakukan pembuatan kartu yang menyebutkan nama
bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, tanggal pengeluaran, jumlah
pengeluaran, dan informasi lain yang diperlukan untuk penyimpanan
bahan baku dan mendesain kartu yang menyebutkan nama produk, tanggal
produksi, kode produksi, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran dan
informasi lain yang diperlukan untuk produk akhir.
6. Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan, bahan baku dan produk akhir
yang memenuhi syarat dan informasi first in first out pada penyimpanan,
hal ini diperlukan untuk menjaga kualitas bahan baku / produk akhir
sehingga karyawan tidak kebingungan dalam pemilihan bahan
baku/produk akhir, sehingga diperlukan untuk mendesain area
penyimpanan yang memisahkan antara :
1. bahan baku /produk akhir yang telah di periksa dan belum diperiksa.
2. memenuhi dan tidak memenuhi syarat.
3. bahan yang lebih dulu masuk /diproduksi lebih awal digunakan.
7. Karyawan tidak menggunakan alat-alat pelindung kerja, untuk itu perlu
dilakukan pengawasan terhadap kontaminasi merujuk pada syarat
pengawasan proses GMP mengenai pelindung karyawan dan dengan
menggunakan PPE (personal protective equiptment).
8. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk, serangga seperti lalat, kecoa,
tikus dan semut merupakan binatang yang banyak dijumpai, binatang-
binatang tersebut akan memberikan dampak yang besar terhadap produk.
Lalat, kecoa dan tikus dapat membawa bakteri penyebab penyakit, oleh
sebab itu diperlukan mendesain pemasangan kassa pada jendela, ventilasi
dan pintu untuk menghindari masuknya serangga.
75

9. Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi karyawan, diperlukan


mendesain fasilitas higienis karyawan seperti wastafel sesuai dengan
syarat GMP.
10. Sistem pemipaan penggunaan air tidak dibedakan dengan warna pipa
ataupun dengan tanda sehingga diperlukan mendesain penggunaan aliran
pipa berdasarkan fungsi dengan menggunakan tanda atau warna yang
digunakan untuk produksi dan selain produksi.
11. Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk pengunjung dan karyawan
ditempat pengemasan, gudang penyimpanan dan produksi, hal ini dapat
mengakibatkan kontaminasi yang dibawa dari luar pabrik, diperlukan
pengadaan fasilitas higienis untuk karyawan dan pengunjung seperti
pakaian dan menerapkan syarat higienis.
12. Tidak ada pengawasan ketat terhadap kontaminasi ini disebabkan
kurangnya informasi mengenai penyebab-penyebab kontaminasi sehingga
diperlukan untuk mendesain tanda peringatan higienis berdasarkan
pedoman GMP.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasrkan penelitian yang telah dilakukan terdapat berberapa kesimpulan


yang dapat diambil yaitu:

1. Ruang lingkup penerapan GMP pada industri kopi XYZ meliputi 12


aspek yaitu lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan,
bahan, produk akhir, karyawan, pengemasan, label dan keterangan
produk, pengawasan proses, penyimpanan dan pengangkutan.
2. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pabrik XYZ, diperoleh 98
(64.47%) aspek yang sesuai dari total 152 aspek dan yang tidak sesuai
terdapat 54 (35.53%) aspek, yang dinyatakan oleh Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia No75/M-IND/PER/7/2010, syarat-
syarat GMP sesuai lampiran.
3. Berdasarkan 40 risiko negatif yang dapat mempengaruhi mutu produksi
dan kualitas produk maka dilakukan penilaian RPI (risk priority index)
yaitu perkalian antara likelihood dan consequence sehingga memudahkan
dalam melakukan risk mapping sehingga kejadian risiko terbagi atas 3
bagian, yaitu risiko tinggi terdiri dari 12 aspek, risiko menengah terdiri
dari 23 aspek, dan risiko rendah terdiri dari 5 aspek.
4. Berdasarkan risk mapping tidak terdapat risiko pada area merah sehingga
risiko tertinggi berada pada area orange yang terdiri dari 12 (dua belas)
aspek, sehingga dapat dianalisa penyebab dan usulan pengendalian dari
semua risiko yang berada pada daerah orange dengan menggunakan tabel
hasil QRM (quality risk management) dalam bentuk PHA worksheet pada
bab IV.

76
77

5.2 SARAN
1. Berdasarkan hasil riset dilapangan dan merujuk kepada GMP, kami sangat
menyarankan kepada Industri kopi XYZ untuk memenuhi dan
memperbaiki syarat GMP minimal 80% dari seluruh item sehingga dapat
meningkatan mutu produksi dan memberikan kenyamanan bagi konsumen
dalam memilih produk.
2. Disarankan kepada industri kopi XYZ untuk melakukan perencanaan
pengendalian risiko untuk meminimalisir kemungkinan risiko yang terjadi
dimana pihak manajemen harus memahami dan menetapkan prinsip-
prinsip lingkungan kerja yang sesuai GMP.
DAFTAR PUSTAKA

Aak, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta.

Abbas, Salim. (2005). Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta : Raja Grafiindo
Persada.

AL Bahar, J.F. dan Crandall, K.C (1990) ; Systematic Risk Management Approach
For Construction Projects, Journal of Management and Engineering ASCE,
166(3), 533-546.

Ariani, D.W. 1999. Manajemen Kualitas. Universitas Atma Jaya Yogyakarta,


Yogyakarta.

Belitz, H.D., and W. Grosch, 1987. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin,


Heidelberg.

Clarke, R.J., and R.Macrae. 1985. Coffee Volume I : Chemistry. Elsevier Applied
Science Publishers, London.

Durianto, Darmadi. 2004. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Dan
Perilaku Merek. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Djunaedi, Zulkifli. 2005. Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk Management). FKM
UI, Depok

Gaspersz, Vincent. 2005. Total Quality Management, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Herman, Darmawi, 2010, Manajemen Risiko, jakarta: PT Bumi Aksara.


Hinsa, Siahaan,. 2007. Manajemen Risiko.Elex Media Komputindo: Jakarta

ICH. “Guidance For Industry Q9 Quality Risk Management”. U.S Departement Of


Health And Human Services Food and Drag Administration.2006.

Illy, Andrea., Viani, Rinantonio, 2005. “Espresso Coffee, The Science of Quality”.
Elsevier Academic Press.

Ivanto, M. (2010). Pengendalian Kualitas Produk Koran Menggunakan Seven tool


Pada PT. Akcaya Pariwara Kabupaten Kubu Raya. Tanjungpura :
Universitas Tanjungpura.

xi
Kolluru, Rao V. 1996. Risk Assessment and Management Handbook for
Environmental, Health, and Safety Professionals. McGraw-Hill. United
State of America.

Listyowati, Wiwin. 2010. Analisis Tingkat Risiko Keselamatan Kerja Pada Proses
Pemintalan(Spinning) Di Bagian Produksi PT Unitex Tbk. [Skripsi]. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
Per. 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Menteri Tenaga Kerja. Jakarta; 1996.

Mitra, Amitava, “Fundamentals of Quality Control and Improvement”,Prentice


Hall.2nd., New Jersey, 1998.

Najiyati, S., dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 75/M-Ind/Per/7/2010


Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (Good
Manufacturing Practices).

Peraturan Menteri Tenaga kerja No. Per 05/Men/2003. Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Depnaker RI, Dirjen Pembinaan
hubungan Industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan; 2003.

Puspitasari, Nia Budi, dkk. 2010. Analisis Kualitas Pelayanan dengan Menggunakan
Integrasi Importance Performance Analysis (IPA) dan Model Kano (Studi
Kasus di PT. Perusahaan Air Minum Lyonnaise Jaya Jakarta). Vol V, No 3.
September 2010.

Prastowo, B., Karnawati, E., Rubijo., Siswanto., Indrawanto, C., Munarso, J.S., 2010
Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Kopi. Bogor

Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS


18001. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.

Rausand, M.,”Risk Assesment Section 9.4 Preliminary Hazard Analysis (PHA)”,


NTNU: RAMS Group, 2005.

Sari, D.P., Purwanggono, B., dan Siti U., “Pemenuhan Kualitas Menggunakan
Pendekatan Quality Risk Management”, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.2,
Volume 15, Hal.120-131, 2010

xii
Setyohadi, 2007. Diktat Agro Industri Hasil Tanaman Perkebunan. USU-
Press,Medan.

Siswoputranto, P.S., 1992. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Sivetz, M., and H.E. Foote, 1963a. Coffee Processing Technology Volume 1.The Avi
Publishing Company, London.

Soehatman Ramli (2010): Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(OHSAS 18001), Seri Manajemen K3, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Spillane, James J 1990. Komoditi Kopi Dan Perananya Dalam Perekonomian


Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.

Standar Australia, “Risk Management Guidelines Companion To AS/NZS


4360:1999”,2003.

Standar Australia, “Risk Management Guidelines Companion To AS/NZS


4360:2004”, 2007.

Tranter, Megan. 1999; Occupational Hygiene and Risk Management. Australia:


Multimedia Package, OH&S Press.

Ummi, N. Bhuana, P, K., dan Feni, A, R.(2014). Penerapan Good Manufacturing


Practices (GMP) dan Quality Risk Management (QRM) Untuk Pemenuhan
Manajemen Mutu Pada Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
Seminar Nasional Teknik Industri 2014.

Varnam, H.A. and Sutherland, J.P., 1994. Beverages (Technology, Chemestry and
Microbiology). Chapman and Hall, London.
Winarno, FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor: M-
Brio Press.

xiii
78

Lampiran 1 Tabel Foto Kesesuaian GMP dan Ketidaksesuaian GMP Pada


Industri Kopi XYZ menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No 75/M-IND/PER/7/2010

Sesuai (S) /
Tidak
No Elemen Deskripsi Foto
Sesuai (TS)

1. Lokasi

a. Pabrik jauh dari tempat pembuangan


sampah umum, limbah atau pemukiman
S
kumuh, tempat rongsokan dan tempat
yang menyebabkan sumber pencemaran

a. Lokasi pabrik
dan tempat
produksi

b. Jalan menuju pabrik tidak menimbulkan


debu atau genangan air, dengan disemen,
dipasang batu atau paving block dan TS
dibuat saluran air yang mudah
dibersihkan

2. Bangunan

a. Lantai produksi harusnya kedap air, tahan


terhadap garam,basa, asam/bahan kimia
a. Lantai lainnya, permukaan rata tapi tidak licin S
dan mudah dibersihkan
79

b. Lantai dengan dinding seharusnya tidak


membentuk sudut mati, seharusnya sudut TS
melengkung dan kedap air

a. Dinding dibuat dari bahan yang tidak beracun S

b. Dinding

b. Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci


tangan, dan toilet seharusnya setinggi 2 m dari
TS
lantai, tidak menyerap air, serta dapat dibuat dari
keramik warna putih atau warna terang
80

a. Langit-langit dari lantai seharusnya setinggi 3 m


untuk memberikan aliran udara dan mengurangi S
panas akibat proses produksi

c. Atap dan langit-


langit

b. Langit-langit seharusnya terbuat dari bahan yang


tidak mudah terkelupas, terkikis, mudah TS
dibersihkan, dan tidak mudah retak

a. Seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat,


dan tidak mudah pecah S

d. Pintu

b. Pintu ruangan produksi seharusnya membuka


TS
keluar agar tidak masuk debu/kotoran dari luar
81

Syarat jendela sbb:


a. Dapat dibuat dari bahan yang tahan lama, kuat S
dan tidak mudah pecah

b. Di desain untuk mencegah penumpukan debu TS

e. Jendela dan
ventilasi

Syarat ventilasi sbb:


TS
a. Dapat mengontrol suhu agar tidak terlalu panas

b. Harus tidak mencemari pangan olahan yang


S
diproduksi melalui aliran udara yang masuk
82

f. Permukaan a. Dalam kondisi baik, tahan lama, mudah


S Tidak Diizinkan
tempat kerja dipelihara, dibersihkan, dan disanitasi
a. Perusahaan seharusnya mempunyai kebijakan
g. Penggunaan penggunaan bahan gelas yang bertujuan untuk
TS Tidak Diizinkan
bahan gelas mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap
produk jika terjadi pecahan gelas
3. Fasilitas Sanitasi
a. Sarana penyedia air (air sumur/PDAM)
seharusnya dilengkapi dengan tempat
S Tidak Diizinkan
penampungan air dan pipa-pipa untuk
a. Sarana penyedia
mengalirkan air
air
b. Sumber air untuk proses produksi harus cukup
dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan TS Tidak Diizinkan
sesuai undang- undang

b. Sarana a. Sistem pembuangan air didesain untuk


pembuangan air/ menghindari pencemaran terhadap pangan S
limbah olahan

a. Pembersihan/pencucian seharusnya dilengkapi


sarana yang cukup untuk pembersihan bahan S Tidak Diizinkan
c. Sarana
pangan, peralatan, perlengkapan, dan bagunan
pembersihan
b. Sarana pembersihan dilengkapi sumber air
/pencucian
bersih, bila berkemungkinan dilengkapi dengan TS Tidak Sesuai
suplai air panas

a. Letak toilet seharusnya tidak terbuka langsung


d. Sarana toilet S
ke ruang pengolahan dan selalu tertutup
83

b. Toilet seharusnya diberi tanda peringatan bahwa


setiap karyawan harus mencuci tangan dengan TS
sabun setelah menggunakan toilet

a. Seharusnya mempunyai sarana higienis seperti


fasilitas cuci tangan, ganti pakaian, dan pembilas TS Tidak Sesuai
e. Sarana higienis
sepatu kerja
karyawan
b. Dilengkapi tempat sampah yang tertutup S
Tidak Diizinkan
4. Mesin/Peralatan

a. Syarat mesin a. Sesuai dengan jenis produksi S

a. Diletakkan sesuai urutan proses sehingga


b. Tata letak
memudahkan praktek higienis yang baik dan S Tidak Diizinkan
mesin/peralatan
mencegah kontaminasi silang
c. Pengawasan dan a. Mesin/peralatan harus selalu diawasi, diperiksa,
S Tidak Diizinkan
pemantauan dan dipantau untuk menjamin proses produksi
mesin b. Mesin dapat dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengendali kelembapan aliran udara dan
TS Tidak Sesuai
perlengkapan lainnya yang mempengaruhi
keamanan pangan olahan
d. Bahan a. Bahan perlengkapan/mesin yang terbuat dari
kelengkapan dan kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya S Tidak Diizinkan
alat ukur dan menjamin sanitasi
5. Bahan
a. Persyaratan a. Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan
bahan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan TS Tidak Sesuai
jenis dan persyaratan mutu bahan
b. Bahan yang digunakan harus tidak rusak, busuk
S Tidak Diizinkan
atau mengandung bahan – bahan berbahaya
a. Air yang digunakan sebagai bagian pangan
b. Persyaratan air olahan seharusnya memenuhi persyaratan air S Tidak Diizinkan
minum sesuai UU
84

6. Produk Akhir

a. Produk akhir harus memenuhi persyaratan yang


a. Persyaratan
ditetapkan oleh otoritas kompeten dan tidak S
produk akhir
boleh merugikan kesehatan konsumen

7. Karyawan

a. Karyawan seharusnya mempunyai kompetensi


dan memiliki tugas secara jelas dalam S
melaksanakan program keamanan pangan olahan

a. Syarat bagi
karyawan

b. Mengenakan sarung tangan, tutup kepala, dan


TS
sepatu yang sesuai dengan tempat produksi

8. Pengemasan
a. Harus melindungi dan mempertahankan mutu
a. Syarat kemasan
produk pangan olahan terhadap pengaruh dari -
untuk pengemas S
luar, terutama penyimpanan dalam jangka waktu
produk
lama
9. Label dan Keterangan Produk
a. Kemasan diberi label yang jelas dan informatif
untuk memudahkan konsumen dalam memilih, -
a. Umum S
menangani, menyimpan, mengolah, dan
mengkonsumsi produk
10. Penyimpanan
a. Cara Cara penyimpanan bahan dan produk akhir yang baik
penyimpanan adalah sebagai berikut:
85

a. Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan


dan produk akhir harus disimpan terpisah
didalam ruangan yang bersih, aliran udara S
terjamin, suhu yang sesuai, penerangan yang
cukup dan bebas hama

b. Penyimpanan bahan dan produk akhir harus


diberi tanda dan ditempatkan secara terpisah
sehingga dapat dibedakan antara:
 Sebelum dan sesuadah diperiksa
TS
 Memenuhi dan tidak memenuhi syarat
 Bahan dan produk akhir yang
masuk/produksi lebih awal digunakan (first
in, first out)

11. Pengangkutan
Syarat wadah dan alat pengangkut seharusnya
didesain -
S
a. Persyaratan a. Tidak mencemari produk
wadah dan alat
pengangkut
b. Mampu mempertahankan suhu, kelembaman dan
TS -
kondisi penyimpanan
b. Pemeliharaan a. Wadah dan alat pengangkutan seharusnya bersih
wadah dan alat dan terawat dan tidak digunakan untuk S -
pengankutan mengangkut bahan berbahaya
12. Pengawasan Proses
a. Pengawasan Setiap proses produksi menyebutkan petunjuk yang
proses menyebutkan mengenai: TS Tidak Sesuai
a. Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan

b. Pengawasan b. Bahan yang digunakan memenuhi persyaratan


S
bahan mutu

c. Pengawasan Untuk mencegah kontaminasi silang diperlukan sbb:


terhadap
kontaminasi

a. Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan


S
yang telah diolah atau produk akhir
86

b. Karyawan menggunakan alat-alat pelindung,


baju kerja, topi dan sepatu karet serta selalu TS
mencuci tangan sebelum masuk tempat kerja

Kontaminasi bahan gelas:


a. Menghindari penggunaan bahan gelas, porselin S
di area produksi, pengemasan dan penyimpanan

b. Lampu di daerah produksi, pengemasan dan


penyimpanan harus dilindungi dari bahan yang TS
tidak mudah pecah

d. Pengawasan
a. Mendapat pengawasan pada proses seperti
proses khusus TS
iradiasi, penggalengan, dan pengemasan vakum
87

Lampiran 2 Resume Penerapan GMP Pada Industri Kopi XYZ menurut


Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No 75/M-
IND/PER/7/2010

Tidak
No Elemen Deskripsi Sesuai
Sesuai
1. Lokasi
a. Lokasi pabrik a. Pabrik/tempat produksi harus jauh dari daerah
dan tempat lingkungan yang tercemar atau daerah tempat kegiatan

produksi industri/usaha yang menimbulkan pencemaran terhadap
pangan olahan
b. Jalan menuju pabrik seharusnya tidak menimulkan debu
atau genangan air, dengan disemen, dipasang batu atau

paving block atau dibuat saluran air yang mudah
dibersihkan
c. Lingkungan pabrik harus bersih dan tidak ada sampah 
d. Tempat produksi seharusnya tidak berada di daerah

yang mudah tergenang air/daerah banjir
e. Pabrik seharusnya bebas dari semak–semak dan sarang

hama
f. Pabrik seharusnya jauh dari tempat pembuangan
sampah umum, limbah atau pemukiman kumuh, tempat

rongsokan dan tempat yang menyebabkan sumber
pencemaran
g. Lingkungan diluar bangunan pabrik tidak seharusnya

digunakan untuk kegiatan produksi
2. Bangunan
Stuktur Ruangan: Stuktur ruangan terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah
dipelihara dan mudah dibersihkan
a. Lantai a. Konstruksi lantai didesain sehingga memenuhi praktek
higienis yaitu: tahan lama, memudahkan pembuangan

air, air tidak tergenang, mudah dibersihkan dan mudah
didesinfeksi
b. Lantai produksi seharusnya kedap air, tahan terhadap
garam,basa, asam/bahan kimia lainnya, permukaan rata 
tapi tidak licin dan mudah dibersihkan
c. Lantai ruangan produksi yang juga digunakan untuk
proses pencucian seharusnya mempuyai kemiringan
yang cukup sehingga memudahkan pengaliran air dan 
mempunyai saluran air sehingga tidak menimbulkan
genangan/bau
d. Lantai dengan dinding seharusnya tidak membentuk

sudut mati, seharusnya sudut melengkung dan kedap air
e. Lantai ruangan untuk kamar mandi, tempat cuci tangan,
dan sarana toilet seharusnya mempunyai kemiringan

yang cukup kearah saluran pembuangan sehingga tidak
menumbulkan genangan air
b. Dinding a. Dinding ruang produksi seharusnya dibuat dari bahan

yang tidak beracun
b. Permukaan dinding ruang produksi bagian dalam
seharusnya terbuat dari bahan yang halus, rata,

berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas,
dan mudah dibersihkan
c. Dinding ruang produksi seharusnya 2 m dari lantai dan

tidak menyerap air, tahan terhadap garam, asam basa
88

atau bahan kimia lainnya


d. Pertemuan dinding dengan dinding seharusnya tidak
membentuk sudut mati atau siku-siku tetapi 
membentuk sudut melengkung
e. Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci tangan,
dan toilet, seharusnya setinggi 2 m dari lantai dan tidak

menyerapa air serta dapat dibuat dari keramik warna
putih atau warna terang
c. Atap dan langit- a. Atap seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama,

langit tahan terhadap air dan tidak bocor
b. Langit-langit seharusnya terbuat dari bahan yang tidak
mudah terkelupas, terkikis, mudah dibersihkan dan 
tidak mudah retak
c. Langit-langit seharusnya tidak berlubang dan tidak
retak, untuk mencegah keluar masuknya binatang 
termasuk tikus dan serangga serta mencegah kebocoran
d. Langit-langit dari lantai seharusnya setinggi 3 m untuk
memberikan aliran udara dan mengurangi panas akibat 
proses produksi
e. Permukaan langit –langit seharusnya rata, berwarna

terang, dan mudah dibersihkan
f. Permukaan langit-langit ruang produksi yang
menggunakan air atau menimbulkan uap air seharusnya

terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi
cat tahan air
g. Penerangan pada permukaan kerja dalam ruangan
produksi seharusya terang sesuai dengan keperluan dan 
persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan
h. Pintu a. Seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat, dan

tidak mudah pecah
b. Permukaan pintu ruangan seharusnya rata, halus,

berwarna terang, dan mudah dibersihkan
c. Pintu ruangan termasuk pintu kassa dan tirai udara

harus mudah ditutup dengan baik
d. Pintu ruangan produksi seharusnya membuka keluar

agar tidak masuk debu/kotoran dari luar
e. Jendela dan Syarat jendela sbb:
ventilasi a. Dapat dibuat dari bahan yang tahan lama,kuat dan tidak 
mudah pecah
b. Permukaan jendela ruangan harus rata, halus, berwarna

terang, dan mudah dibersihkan
c. Jendela dari lantai seharusnya setinggi 1 m untuk
memudahkan membuka dan menutup, dengan letak 
jendela tidak boleh terlalu rendah
d. Jumlah dan ukuran jendela seharusnya sesuai dengan

bangunan
e. Seharusnya didesain mencegah penumpukan debu 
f. Jendela seharusnya dilengkapi kasa pencegah serangga

masuk dan mudah dilepas
Syarat ventilasi sbb:
a. Seharusnya dapat menghilangkan uap, gas, asap, debu
dan panas yang timbul selam produksi yang dapat 
membahayakan kesehatan masyarakat
b. Dapat mengontrol suhu agar tidak terlalu panas 
c. Dapat mengontrol bau yang mungkin timbul 
d. Dapat mengatur suhu yang diperlukan dan diinginkan 
e. Tidak mencemari pangan olahan yang diperoduksi

melalui aliran udara yang masuk
f. Lubang ventilasi seharusnya dilengkapi kassa pencegah 
89

masuknya serangga dan mudah dilepas


i. Permukaan a. Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan
tempat kerja pangan olahan harus dalam kondisi baik, tahan lama, 
mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi
b. Permukan tempat kerja seharusnya terbuat dari bahan
yang tidak menyerap air, permukaan halus dan tidak

bereaksi dengan bahan pangan olahan, deterjen dan
desinfeksi
j. Penggunaan a. Perusahaan seharusnya memempunyai kebijakan
bahan gelas penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah

kontaminai bahaya fisik terhadap produk jika terjadi
pecahan gelas
3. Fasilitas sanitasi
a. Sarana penyedia a. Sarana penyedia air (air sumur/PDAM) harus
air dilengkapi dengan tempat penampungan air dan pipa- 
pipa untuk mengalirkan air
b. Sumber air untuk proses produksi harus cukup dan
kualitas memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan 
undang-undang
c. Air bersih yang digunakan untuk produksi dan
mengalami kontak langsung dengan pangan olahan 
seharusnya memenuhi syarat kalitas air bersih
d. Air yang tidak digunakan untuk proses produksi
seharusnya mempunyai sistem terpisah dengan air yang 
dikonsumsi
e. Sistem pemipaan seharusnya dibedakan antara air
minum atau air yang kontak langsung dengan bahan
pangan olahan dengan air yang tidak kontak langsung 
dengan bahan pangan olahan, misalnya dengan warna
berbeda atau tanda
b. Sarana a. Pembuangan air dan limbah seharusnya terdiri dari

pembuangan air/ sarana pembuangan limbah cair, semi padat, dan padat
limbah b. Sistem pembuangan air seharusnya didesain untuk

menghindari pencemaran terhadap p angan olahan
c. Limbah harus segera dibuang untuk menghindari
perkumpulan hama binatang pengerat atau lainya untuk 
menghindari pencemaran
d. Wadah untuk limbah bahan berbahaya terbuat dari

bahan yang kuat, diberi tanda dan tertutup rapat
c. Sarana a. Pembersihan/pencucian seharusnya dilengkapi sarana
pembersihan/ yang cukup untuk pembersihan bahan pangan, 
pencucian peralatan, perlengkapa dan bagunan
b. Sarana pembersihan seharusnya dilengkapi sumber air
bersih, bila berkemungkianan dilengkapi suplai air 
panas
d. Sarana toilet a. Toilet seharusnya didesain sesuai konstruksi dengan
memperhatikan persyaratan higienis, sumber air 
mengalir dan saluran pembuangan
b. Letak toilet seharusnya tidak terbuka langsung ke ruang

pengolahan dan selalu tertutup
c. Toilet seharusnya diberi tanda peringatan bahwa setiap
karyawan harus mencuci tangan dengan sabun setelah 
menggunakan toilet
d. Toilet harus terjaga dalam keadaan bersih 
e. Area toilet seharusnya cukup mendapatkan penerangan

dan ventilasi
f. Jumlah toilet sesuai untuk pria dan wanita, seperti

Peraturan Mentri Perindustrian RI
e. Sarana higienis a. Seharusnya mempunyai sarana higienis seperti faslitas 
90

karyawan cuci tangan, ganti pakaian dan pembilas sepatu kerja


Fasilitas cuci tangan seharusnya:
a. Diletakkan didepan pintu masuk ruangan pengolahan,

dilengkapi kran air mengalir dan sabun/deterjen
b. Dilengkapi alat pengerig tangan (handuk, ketas serap

dan alat pengering udara panas)
c. Dilengkapi tempat sampah yang tertutup 
d. Cukup dan sesuai dengan jumlah karyawan 
e. Fasilitas ganti pakaian untuk mengganti pakaian luar
dengan pakaian kerja seharusnya dilengkapi penyimpan,

menggantung pakaian kerja, dan pakaian luar yang
terpisah
f. Fasilitas pembilas sepatu ditempatkan di depan pintu

masuk tempat produksi
4. Mesin/peralatan
a. Syarat mesin a. Seharusnya sesuai denagn jenis produksi 
b. Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan
olahan seharusnya halus, tidak berlubang atau bercelah,

tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak
berkarat
c. Seharusnya tidak menimbulkan pencemaran terhadap
produk olah jasad renik, bahan logam yang terlepas dari

mesin/peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan
bahan lain yang menimbulkan bahaya.
d. Seharusnya mudah dilakukan pembersihan, didesinfeksi
dan pemeliharaan untuk mencegah pencemaran untuk 
bahan pangan olahan
e. Seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak
beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang

sehingga memudahkan pemeliharaan, pembersihan,
desinfeksi, pemantauan, dan pengendalian hama
b. Tata letak mesin/ a. Seharusnya diletakkan sesuai urutan proses sehingga
peralatan memudahkan praktek higienis yang baik dan mencegah 
kontaminasi silang
b. Seharusnya mudah untuk perawatan, pembersihan dan

pencucian
c. Seharusnya berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan

dalam proses produksi
c. Pengawasan dan a. Mesin/peralatan harus selalu diawasi, diperiksa dan

pemantauan dipantau untuk menjamin proses produksi
mesin b. Mesin yang digunakn untuk memasak, mamanaskan,
memebekukan, mendingikan, atau menyimpan pangan 
olahan harus mudah diawasi dan dipantau
c. Mesin dapat dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengendali kelembapan, aliran udara dan perlengkapan 
lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan olahan
d. Bahan a. Bahan perlengkapan/mesin yang terbuat dari kayu
kelengkapan dan seharusnya dipastikan cara pembersihannya dan 
alat ukur menjamin sanitasi
b. Alat ukur yang terdapat pada mesin seharusnya

dipastikan keakuratanya
5. Bahan
a. Persyaratan a. Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam
bahan bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan 
persyaratan mutu bahan
b. Bahan yang digunakan harus tidak rusak, busuk atau

mengandung bahan–bahan berbahaya
c. Bahan yang digunakan harus tidak merugikan atau

membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu
91

d. Penggunaan BTP (bahan tambahan pangan ) memiliki



izin dari otoritas kompeten
b. Persyaratan air a. Air yang digunakan sebagai bagian pangan olahan

seharusnya memenuhi persyaratan air minum sesuai UU
b. Air yang digunakan mencuci/kontak langsung dengan
pangan olahan seharusnya memenuhi persyaratan air 
minum sesuai UU
c. Air, es, dan uap harus dijaga agar jangan tercemar oleh

bahan–bahan dari luar
d. Uap panas yang kontak langsung dengan pangan olahan

harus tidak mengandung bahan-bahan berbahaya
e. Air yang digunakan berkali-kali seharusnya dilakukan
penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap 
pangan yang diolah
6. Produk akhir
a. Persyaratan a. Produk akhir harus memenuhi persyaratan yang
produk akhir ditetapkan oleh otoritas kompeten dan tidak boleh 
merugikan kesehatan konsumen
b. Produk akhir yang standar mutunya belum ditetapkan,
persyaratannya dapat ditentukan sendiri oleh perusahaan

yang bersangkutan dan persyaratan tersebut mampu
telusur terhadap standar yang berlaku
c. Mutu dan keamanan produk akhir sebelum diedarkan

seharusnya diperiksa dan dipantau secara periodik
7. Karyawan
a. Syarat bagi a. Karyawan seharusnya mempunyai kompetensi dan
karyawan memiliki tugas secara jelas dalam melaksanakan 
pogram keamanan pangan olahan
b. Karyawan harus dalam keadaan sehat bebas dari luka
atau penyakit kulit yang menyebabkan pencemaran 
produk
c. Karyawan seharusnya mengenakan sarung tangan, tutup

kepala, dan sepatu yang sesuai dengan tempat produksi
d. Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan
pekerjaan dan tidak makan, minum, merokok, meludah,

atau melakukan tindakan lain yang mengakibatkan
pencemaran
e. Karyawan yang diketahui mengidap penyakit menular

harus tidak diperbolehkan masuk ke tempat produksi
f. Karyawan dalam unit pengolahan harus tidak memakai
pehiasan, jam tangan atau benda lainnya yang 
membahayakan
g. Pengunjung yang masuk seharusnya menggunakan
pakaian pelindung dan mematuhi persyaratan higienis 
yang berlaku bagi karyawan
h. Seharusnya menunjuk dan menetapkan personil terlatih
dan kompeten sebagai penanggung jawab pengawasan 
keamanan pangan olahan
8. Pengemasan
a. Syarat kemasan a. Harus melindungi dan mempertahankan mutu produk
untuk pengemas pangan olahan terhadap pengaruh dari luar, terutama 
produk penyimpanan dalam jangka waktu lama
b. Harus dibuat dari bahan yang tidak larut atau tidak
melepaskan senyawa-senyawa tertentu yang dapat 
menggangu kesehatan dan mutu produk
c. Harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan,
penagagkutan dan peredaran (kemasan tidak mudah

penyok, sobek atau pecah selama proses produksi atau
terkena benturan selama pengangkutan
92

d.Seharusnya menjamin keutuhan dan keaslian produk



didalamnya
e. Desain dan bahan kemasan harus memberikan
perlindungan terhadap produk dalam memperkecil

kontaminasi, mencegah kerusakan, dan pelabelan yang
buruk
f. Bahan pengemasan atau gas yang digunakan dalam
pengemasan produk harus tidak beracun,

mempertahankan mutu produk, dan melindungi produk
terhadap pengaruh dari luar
g. Bahan pengemas harus disimpan dan didatangi pada
kondisi higienis terpisah dari bahan baku dan produk 
akhir
9. Label dan keterangan produk
a. Umum a. Kemasan diberi label yang jelas dan informatif untuk
memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, 
menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi produk
b. Lebel produk harus memenuhi ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69

Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan atau
perubahannya
c. Label olahan panagan seharusnya dibuat dengan
ukuaran, kombinasi warna, bentuk yang berbeda untuk 
setiap jenis pangan olahan agar mudah dibedakan
10. Penyimpanan
a. Cara 1. Penyimpanan bahan dan produk akhir cara yang baik
penyimpanan adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan
dan produk akhir harus disimpan terpisah didalam

ruangan yang bersih, aliran udara terjamin, suhu
sesuai, penerangan cukup, dan bebas hama
b. Penyimpanan bahan baku seharusnya tidak
menyentuh lantai, menempel dinding, dan jauh 
dari langit–langit
2. Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda
dan ditempatkan secara terpisah sehingga dapat
dibedakan antara:
 Sebelum dan sesudah diperiksa 
 Memenuhi dan tidak memenuhi syarat
 Bahan dan produk akhir yang masuk/produksi
lebih awal digunakan (first in, first out)
a. Penyimpanan bahan seharusnya menggunakan
sistem kartu yang menyebutkan nama bahan,
tanggal penerimaan, asal bahan, tanggal 
pengeluaran, jumalah pengeluaran dan informasi
lain yang diperlukan
b. Penyimpanan bahan seharusnya menggunakan
sistem kartu yang menyebutkan nama bahan,
tanggal penerimaan, asal bahan, tanggal 
pengeluaran, jumalah pengeluaran dan informasi
lain yang diperlukan
c. Penyimpanan bahan berbahaya( disinfetan,
insektisida, pestisida, rodentisida, bahan mudah
terbakar dan bahan berbahaya lainnya) harus

dalam ruangan tersendiri dan diawasi agar tidak
mencemari bahan dan poduk akhir serta tidak
membahayakan karyawan
d. Penyimpanan wadah dan pengemasan harus rapi,

ditempat bersih dan terlindungi agar saat
93

digunakan tidak mencemari produk


e. Penyimpanan label seharusnya disimpan secara
rapi dan teratur agar tidak terjadi kesalahan saat 
penggunaan
f. Penyimpanan mesin/peralatan produksi yamg telah
dibersihkan tapi belum digunakan harus dalam 
kondisi baik
11. Pengangkutan
a. Persyaratan a. Syarat wadah dan alat pengangkut seharusnya di desain
wadah dan alat tidak mencemari produk 
pengangkut
b. Mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi 
c. Memisahkan produk dari bahan non pangan selama
pengangkutan 
d. Melindungi produk dari debu dan kotoran 
e. Mampu mempertahankan suhu, kelembapan dan kondisi

penyimpanan
f. Mempermudah pengecekan suhu, kelembapan dll 
b. Pemeliharaan a. Wadah dan alat pengangkutan seharusnya bersih dan
wadah dan alat terawat dan tidak digunakan untuk mengangkut bahan 
pengankutan berbahaya
b. Jika wadah dan alat pengankutan digunakan untuk

mengangkut bahan-bahan lain harus didesinfeksi
12. Pengawasan proses
a. Pengawasan 1. Setiap proses produksi seharusnya menyebutkan
proses petunjuk yang menyebutkan mengenai:
a. Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan 
b. Tahap-tahap proses produksi secara rinci 
c. Langkah-langkah yang harus diperhatikan selama

proses produksi
d. Jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali

proses produksi dll
2. Untuk setiap satuan pengolahan (1 kalii proses)
seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan
mengenai:
a. Nama produk 
b. Tempat pembuatan dan kode produksi 
c. Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan

dalam satu kali proses pengolahan
d. Jumlah produksi yang diolah, dll yang diperlukan 
e. Pengawsan waktu dan suhu proses harus mendapat

pengawasan yang baik
b. Pengawasan a. Bahan yang digunakan seharusnya memenuhi

bahan persyaratan mutu
b. Bahan yang digunakan seharusnya diperiksa secara
organeloptik dan fisik (adanya pecahan gelas,

kerikil,dll) dan diuji secara kimia dan mikrobiologi di
lab
c. Seharusnya memelihara catatan mengenai bahan yang
digunakan 
c. Pengawasan 1. Untuk mencegah kontaminasi silang diperlukan sbb:
terhadap a. Pengawasan terhadap kontaminasi proses produksi
kontaminasi harus diatur sehingga dapat mencegah masuknya
bahan kimia berbahaya dan bahan asing kedalam 
pangan yang diolah, misal: bahan pembersih
pecahan kaca, potongan logam, kerikil dll
b. Bahan beracun harus disimpan jauh dan diberi

label jelas
94

c. Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan



yang telah diolah atau produk akhir
d. Karywan seharusnya menggunakan alat-alat
pelindung, baju kerja, topi dan sepatu karet serta

selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat
kerja
e. Tempat produksi harus selalu mendapatkan

pengawasan yang baik
f. Permukaan area produksi harus selalu bersih 
2. Kontaminasi bahan gelas
a. Seharusnya menghindari penggunaan bahan gelas,

porselen di area produksi, pengemasan dan
penyimpanan
b. Lampu di daerah pengolahan, pengemasan, dan
penyimpanan harus dilindungi bahan yang tidak 
mudah pecah
c. Di daerah pengolahan, pengemasan dan
penyimpanan seharusnya tidak menggunakan bahan 
gelas
d. Bila di daerah pengolahan, pengemasan dan
penyimpanan menggunakan alat gelas, harus 
diperiksa secara cermat sebelum digunakan
e. Bagian produksi harus mencatat kejadian gelas
pecah di unit pengolahan yang mencakup waktu,

tanggal, tempat, produk terkontaminasi dan
tindakan koreksi yang diambil
g. pengawasan a. harus mendapat pengawasan pada proses seperti

proses iradiasi, penggalengan, dan pengemasan vakum
khusus b. Khusus untuk iradiasi pangan olahan harus mengikuti
persyaratan yang dikeluarkan oleh instansi kompeten 
95

Lampiran 3 Nilai Kemungkinan (Likelihood) dan Dampak (Consequence)


Risiko Dari Hasil Wawancara Dan Observasi Berdasarkan Item Yang
Tidak Terpenuhi Dalam Penerapan GMP
Tabel Katagori Likelihood
Level Kriteria Uraian Frekuensi per tahun
E Sangat Kecil Hampir tidak mungkin terjadi 1-5 kesalahan
D Kecil Kemungkinan kecil terjadi 6-10 kesalahan
C Sedang Dapat terjadi juga 12-17 kesalahan
B Besar Sering terjadi 18-23 kesalahan
A Sangat Besar Selalu terjadi Lebih dari 23 kali terjadi

Tabel Katagori Consequence


Level Kriteria Uraian
V Bencana Semua sasaran tidak tercapai
IV Besar Sasaran – sasaran penting tidak dapat tercapai
III Sedang Mempengaruhi pencapaian berberapa sasaran
II Kecil Kerusakan kecil yang mudah diperbaiki kembali
I Sangat kecil Dampak kecil terhadap sasaran yang dapat diabaikan /tidak
mengakibtkan cedera

No
No. Elemen Kemungkinan Resiko Likelihood Consequence
Risiko
Jalan menuju pabrik yang menimbulkan
1. 3 2
debu atau genangan air
2. Terdapat sampah pada lingkungan pabrik 3 2
1. Lokasi Tempat produksi berada pada daerah mudah
3. 1 1
tergenang air
Terdapat semak-semak dan sarang hama di
4. 4 1
area pabrik
Memiliki sudut mati antara lantai dengan
5. 5 1
dinding, dinding dengan dinding
6. Terdapat genangan air pada toilet 3 2
Tidak ada tempat fasilitas cuci tangan bagi
7. 5 2
karyawan
Dinding toilet, dan wastafel tidak
8. menggunakan keramik putih dan setinggi 2 4 2
m
9. Terdapat atap yang bocor 1 1
Ruang produksi tidak menggunakan cat anti
10. 4 1
air
2. Bangunan 11. Pintu ruang produksi membuka ke samping 3 1
12. Terdapat penumpukan debu di jendela 2 2
13. Tidak ada kassa pencegah serangga masuk 3 3
Ventilasi tidak dapat menghilangkan uap,
14. 4 4
gas, asap debu dan panas selama produksi
Ventilasi tidak bisa mengontrol suhu dan
15. 4 2
bau
Ventilasi tidak dilengkapi kassa pecegah
16. 4 2
serangga
Tidak ada kebijakan pengguanaan bahan
17. 1 4
gelas
18. Ruang pengemasan terlihat tidak rapi 4 4
Sistem pemipaan penggunaan air tidak
3. Fasilitas Sanitasi 19. 5 2
dibedakan dengan warna pipa ataupun
96

dengan tanda
Sarana pembersihan tidak dilengkapi air
20. 4 1
panas
Tidak ada tanda peringatan mencuci tangan
21. 4 2
setelah menggunakan toilet
22. Toilet tidak terlihat bersih 4 2
Tidak ada fasilitas higienis cuci tangan,
23. 4 2
ganti pakaian dan sepatu karyawan
24. Toilet tidak sesuai dengan jumlah GMP 5 1
Tidak ada alat pengendali kelembaman,
4. Mesin/Peralatan 25. aliran udara dan perlengkapan lainnya pada 4 1
mesin
Tidak ada dokumen yang menyebutkan
5. Bahan 26. 3 2
bentuk formula dasar jenis dan syarat bahan
Karyawan tidak menggunakan sarung
27. tangan, tutup kepala yang sesuai dengan 3 4
tempat produksi
28. Karyawan tidak mencuci tangan 4 4
6. Karyawan
Tidak ada persyaratan higienis khusus untuk
pengunjung dan karyawan ditempat
29. 5 2
pengemasan, gudang penyimpanan dan
produksi
Area gudang penyimpanan bahan baku dan
poduk akhir tidak menggunakan informasi
30. 4 4
jelas dengan mengguakan sistem kartu yang
7. Penyimpanan menyebutkan informasi bahan
Tidak ada pemberian tanda pemeriksaan,
31. bahan baku yang memenuhi syarat dan 4 4
informasi first in first out pada penyimpanan
Tidak ada dokumen yang menyebutkan
32. informasi untuk setiap satuan pengolahan 4 2
proses produksi
Tidak ada dokumen yang menyebutkan
33. informasi dan petunjuk untuk setiap jenis 4 2
produk
Tidak ada pengawasan terhadap bahan yang
34. akan digunakan secara lab dan catatan 5 1
mengenai bahan yang digunakan
Pengawasan Tidak ada pengawasan ketat terhadap
8. 35. 5 2
Proses kontaminasi
Tidak ada kebijakan dan penggunaan bahan
36. 1 2
gelas
Karyawan tidak menggunakan alat-alat
37. 3 4
pelindung kerja
Tidak ada pelindung lampu pada area
38. 3 2
pengolahan, penyimpanan dan pengemasan
Bahan pengemasan produk akhir tidak ada
39. pengawasan secara khusus dan tidak ada 2 4
tanda produk akhir yang sudah diperiksa
Alat pengangkut yang digunakan tidak
9. Pengangkutan 40. 4 1
terdapat pengaturan suhu dan kelembaman

Anda mungkin juga menyukai